Anda di halaman 1dari 16

Alex Fransisca

Tingkat Pencemaran Perairan Ditinjau dari Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir Kota Cilegon
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, Vol. 22 No. 2, Agustus 2011, hlm.145 - 160

TINGKAT PENCEMARAN PERAIRAN DITINJAU DARI


PEMANFAATAN RUANG DI WILAYAH PESISIR KOTA CILEGON

Alex Fransisca

Bappeda Kota Cilegon


Jalan Buyut Arman No. 1 Citangkil-Cilegon
E-mail: alxyz@rocketmail.com

Abstrak

Perkembangan wilayah Kota Cilegon sebagai kota industri dan jasa berskala besar
memberikan pengaruh tidak hanya pada aspek ekonomi, tetapi juga terhadap perubahan
pemanfaatan ruang. Hal ini berpotensi memberikan dampak lingkungan terutama
pencemaran pesisir. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi tingkat
pencemaran pesisir berdasarkan pemanfaatan ruang di wilayah pesisir sebagai masukan
pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Cilegon. Hal ini diakukan dengan tiga
tahap, yaitu tahap mengidentifikasi indikator pencemaran, tahap mengidentifikasi tingkat
pencemaran menurut Baku Mutu Air Laut (BMAL), dan tahap mengkaji tahapan pelaksanaan
dan indikasi program pembangunan menurut RTRW. Hasil penelitian dari ketiga tahap
tersebut: 1) keberadaan permukiman yang berdekatan dengan pantai maupun luasan lahan
pertanian berdampak pada tingginya kuantitas limbah, 2) pencemaran bersumber dari
beberapa lokasi permukiman berada di ambang batas BMAL bagi permukiman wisata, 3)
kebijakan prasarana limbah di wilayah pesisir cenderung pada pengendalian limbah dari
kegiatan industri serta pengendalian limbah permukiman tidak diprioritaskan.

Kata kunci: pencemaran, pemanfaatan ruang, wilayah pesisir

Abstract

Development of Cilegon urban areas as large-scale industry and services city give effect not
only on economic aspects, but also to changes in space utilization. This could potentially
affect the environment, especially coastal pollution. Therefore, the purpose of this study was to
identify the level of pollution of coastal areas based on the utilization of space in coastal areas
as an input to the Spatial Plan of Cilegon. It is waged by three stages; stage of identifying
pollution indicators, the stage of identifying pollution level based on the Sea Water Quality
Standard (BMAL), and stage of study the implementation and development program indication
in Spatial. The results of these three stages: 1) the existence of settlements adjacent to the
beach and the area of agricultural land affected by the high quantity of waste, 2) pollution
comes from multiple locations settlements are BMAL threshold for tourist settlements, 3) a
policy of waste infrastructure in coastal areas tend to control waste from industrial activities
and waste control settlements were not prioritized.

Keywords: pollution, space utilization, coastal areas

1. Pendahuluan yang merupakan akses yang menghubungkan


antara wilayah daratan (pedalaman) dengan
Sebagian besar kota-kota penting di Indonesia dunia luar. Namun pada perkembangannya
terletak di wilayah pesisir. Kota-kota tersebut kota-kota tersebut tidak hanya berkembang
berkembang pesat sebagaimana kota besar di sebagai wilayah akses saja, melainkan sesuai
dunia lainnya seiring perkembangan zaman. dengan keragaman fungsi, seperti wilayah
Pada mulanya keberadaan dan perkembangan administrasi maupun sebagai pusat
kota di wilayah pesisir tidak lepas dari perdagangan, industri, jasa dan sebagainya
fungsinya sebagai suatu kawasan atau wilayah (Hantoro, 2008).
145
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 22/No.2 Agustus 2011

Pesatnya perkembangan kota-kota pesisir berbagai kegiatan perekonomian berdasarkan


selain memberikan keuntungan ekonomis juga potensi wilayahnya. Kota Cilegon yang
menimbulkan berbagai persoalan seperti merupakan salah satu kota dengan tingginya
adanya dampak lingkungan. Menurut Cicin- aktivitas terutama sektor industri, pelabuhan
Sain dan Knecht (1998), pemanfaatan ruang maupun adanya pertambahan penduduk juga
wilayah pesisir yang berkembang secara berpotensi menimbulkan permasalahan
intensif mengakibatkan terlampauinya daya pencemaran. Adanya pencemaran memberikan
dukung atau kapasitas berkelanjutan dari dampak yang tidak diharapkan dari kondisi
ekosistem pesisir, seperti pencemaran, fisik pesisir yang dikenal sangat peka terhadap
overfishing, degradasi fisik habitat dan abrasi perubahan lingkungan.
pantai terutama pada kawasan pesisir yang
padat penduduknya dan tinggi tingkat 2. Pencemaran di Wilayah Pesisir
pembangunannya.
Isu permasalahan pemanfaatan ruang pada kota
Salah satu persoalan lingkungan adalah adanya di wilayah pesisir, antara lain berkembangnya
potensi pencemaran pada perairan pesisir yang berbagai kegiatan budidaya pada kawasan
ditimbulkan dari berbagai kegiatan konservasi atau pada kawasan budidaya untuk
pemanfaatan ruang. Menurut KP3K-DKP kegiatan budidaya yang tidak sesuai dengan
(2009), masalah pencemaran ini disebabkan rencana tata ruang, sebagai akibat
aktivitas manusia seperti pembukaan lahan meningkatnya kebutuhan lahan untuk kegiatan
untuk pertanian, pengembangan perkotaan dan perkotaan. Pemanfaatan ruang pada kota di
industri, penebangan kayu dan penambangan wilayah pesisir dimaksudkan sebagai
di daerah tangkapan air atau daerah aliran perwujudan rencana tata ruang yang mencakup
sungai (DAS) serta limbah rumah tangga yang berbagai kegiatan pembangunan fisik, sosial
tinggal di daerah pesisir. Pembukaan lahan ekonomi dan budaya yang secara visual,
pertanian telah meningkatkan limbah pertanian historis atau fisik sebagai bagian ruang yang
baik padat maupun cair yang masuk ke dipengaruhi oleh air laut (Dirjen Penataan
perairan melalui aliran sungai. Pesatnya Ruang, 2007). Menurut (Cicin-Sain dan
pengembangan perkotaan dan industri telah Knecht, 1998), dari sudut pandang pengelolaan
meningkatkan jumlah limbah terutama limbah pesisir dan lautan terpadu, pemanfaatan ruang
cair yang sulit dikontrol. Menurut Cicin-Sain wilayah pesisir yang berkembang secara
dan Knecht (1998), pencemaran pada perairan intensif mengakibatkan terlampauinya daya
pesisir sebagai dampak dari adanya aktivitas dukung atau kapasitas berkelanjutan (potensi
ekonomi menjadi salah satu hal yang perlu lestari) dari ekosistem pesisir, seperti
ditangani dalam pengelolaan wilayah pesisir pencemaran, overfishing, degradasi fisik
yang inovatif. habitat dan abrasi pantai terutama pada
kawasan pesisir yang padat penduduknya dan
Kota Cilegon yang merupakan salah satu Kota tinggi tingkat pembangunannya.
di Provinsi Banten yang terletak di wilayah
pesisir dengan panjang garis pantai mencapai ± Menurut Lutfi (2009), pada dasarnya bahan
25 km. Sebagai salah satu kota pesisir, Kota pencemar yang mencemari perairan dapat
Cilegon dengan segenap potensi yang dikelompokkan menjadi: bahan pencemar
dimilikinya telah menjadi magnet yang organik; bahan pencemar penyebab terjadinya
menarik berbagai pihak untuk melakukan penyakit; bahan pencemar senyawa

146
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 22/No.2 Agustus 2011

anorganik/mineral; bahan pencemar organik lingkungan pesisir dan laut dapat diakibatkan
yang tidak dapat diuraikan oleh oleh limbah buangan kegiatan di daratan (land-
mikroorganisme; bahan pencemar berupa zat based pollution), maupun kegiatan atau
radioaktif; bahan pencemar berupa aktifitas di lautan (sea-based pollution).
endapan/sedimen; bahan pencemar berupa Kontaminasi lingkungan laut akibat
kondisi (misalnya panas). pencemaran dapat dibagi atas kontaminasi
secara fisik dan secara kimiawi. Sedangkan
Gambar 1 menurut Dahuri dkk. (2001), sumber
Keterkaitan Dampak Kegiatan terhadap pencemaran perairan pesisir dan lautan dapat
Wilayah Pesisir dikelompokkan dalam 7 kelas yaitu industri,
limbah cair pemukiman (sewage), limbah cair
perkotaan (urban stormwater), pertambangan,
pelayaran (shipping), pertanian dan perikanan
budidaya. Menurut UNEP (1990) dalam
Dahuri dkk. (2001), sebagian besar (kurang
lebih 80%) bahan pencemar yang ditemukan di
laut berasal dari kegiatan manusia di daratan
(land basic activity).

Dalam penataan ruang yang berkaitan dengan


Sumber: Bapedal Provinsi Banten, 2004 wilayah pesisir dan daerah aliran sungai
(DAS), perlu diperhatikan keterkaitan antara
Dampak pencemaran tidak hanya
pola penggunaan ruang dengan run-off sungai
membahayakan kehidupan biota dan
yang berhilir di pantai. Menurut Rais (2004),
lingkungan laut, tetapi juga dapat
ketika sungai mengalir melalui lahan
membahayakan kesehatan manusia atau
pertanian, sungai akan menampung limpahan
bahkan menyebabkan kematian, mengurangi
air hujan yang jatuh di lahan pertanian dan
atau merusak nilai estetika lingkungan pesisir,
mengalir ke sungai yang membawa residu dari
serta dapat merugikan secara sosial ekonomi
pupuk, pestisida serta senyawa kotoran hewan.
(Dahuri dkk, 2001). Lebih lanjut dikemukakan
Kemudian apabila sungai mengalir melalui
oleh Dahuri dkk, (2001), dampak pencemaran
lahan perumahan, perkotaan dan industri, air
perairan pesisir adalah sedimentasi,
sungai menerima limbah cair dan padat yang
eutrofication, anoxia (kekurangan oksigen),
kadang toksin (beracun) melalui drainase
masalah kesehatan umum, pengaruh terhadap
perkotaan, perumahan dan perindustrian, yang
perikanan, kontaminasi trace element dalam
umumnya disebut limbah domestik. Dan ketika
rantai makanan serta keberadaan spesies asing.
sungai mengalir melalui lahan terbuka,
ladang/perkebunan dan penggunaan lahan
Adanya kegiatan pemanfaatan ruang, baik
yang tidak lestari atau penggundulan hutan,
darat maupun perairan, di satu sisi
maka air sungai menerima masukan bahan
menghasilkan keuntungan bagi masyarakat,
kikisan hara dan tanah berupa lumpur serta
namun di sisi lain membawa konsekuensi pada
mengalir dan mengendapkannya di suatu titik
adanya dampak bagi lingkungan, antara lain
dalam perjalanannnya sebagai bahan
adanya pencemaran. Menurut Latifah (2004),
sedimentasi, sehingga aluran air menjadi
dalam perspektif global, pencemaran
menyempit.

147
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 22/No.2 Agustus 2011

Dalam hal pembangunan berkelanjutan pada penelitian ini tidak digunakan sebagai
wilayah pesisir, perlu adanya dalam indikator pencemaran perairan pesisir. Hal ini
perencanaan dan pengelolaan pembangunan disebabkan terdapat parameter pencemaran air
wilayah pesisir secara terpadu. Menurut Cicin- laut yang pengukurannya didasarkan atas
Sain dan Knecht (1998), pengelolaan pesisir pengamatan secara visual. Di samping itu,
dan lautan terpadu merupakan suatu proses terdapat beberapa parameter pencemaran air
dinamis dan kontinyu dalam membuat laut yang merupakan indikator umum, di mana
keputusan untuk pemanfaatan, pembangunan, semua kegiatan pemanfaatan ruang merupakan
dan perlindungan kawasan pesisir dan lautan sumber pencemar. Hal lainnya adalah terdapat
beserta sumber daya alam secara beberapa parameter pencemaran air laut yang
berkelanjutan. Menurut Sorensen dan Mc berdasarkan hasil pengukuran ternyata
Creary (1990) dalam Dahuri dkk. (2001), memiliki nilai (besaran) yang sama di semua
perencanaan dan pengelolaan pembangunan lokasi pengukuran, sehingga menyulitkan
wilayah pesisir secara terpadu dimaksudkan dalam analisis (nilai sangat kecil).
untuk mengkoordinasikan dan mengarahkan
berbagai aktivitas dari dua atau lebih sektor Gambar 2
dalam perencanaan pembangunan dalam Peta Lokasi Pengukuran
kaitannya dengan pengelolaan wilayah pesisir.

3. Tingkat Pencemaran Perairan Pesisir


Kota Cilegon

Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi


tingkat pencemaran perairan pesisir Kota
Cilegon berdasarkan lokasi pengukuran
pencemaran air laut, dengan asumsi bahwa
lokasi pengukuran merupakan muara sungai
yang membawa limbah yang berasal dari
pemanfaatan ruang di wilayah pesisir. Adapun
parameter pencemaran yang digunakan sebagai
indikator, didasarkan pada hasil pengukuran
pencemaran air laut yang dilakukan oleh
Badan Lingkungan Hidup Kota Cilegon Sumber: Hasil Analisis, 2009
terhadap lokasi-lokasi yang merupakan muara
sungai di wilayah pesisir Kota Cilegon seperti Landasan dalam pengelompokan parameter
pada Gambar 2. pencemaran air laut sebagai indikator
pencemaran perairan pesisir berdasarkan
Dalam penelitian ini beberapa parameter pemanfaatan ruang adalah bahwa menurut Rais
pencemaran dikelompokkan berdasarkan (2004), ketika sungai mengalir melalui lahan
sumber pencemar yang berasal dari kegiatan pertanian, sungai akan menampung limpahan
pemanfaatan ruang atau dengan kata lain air hujan yang jatuh di lahan pertanian dan
merupakan indikator pencemaran perairan mengalir ke sungai yang membawa residu dari
pesisir berdasarkan pemanfaatan ruang. pupuk, pestisida serta senyawa kotoran ternak.
Beberapa materi pencemaran air laut pada Demikian halnya apabila sungai mengalir

148
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 22/No.2 Agustus 2011

melalui lahan terbuka, ladang/perkebunan dan 550,21 Ha atau 9,26% dari jumlah keseluruhan
penggunaan lahan yang tidak lestari atau (RTRW Kota Cilegon, 2006). Sebagian
penggundulan hutan, maka air sungai permukiman merupakan kegiatan permukiman
menerima masukan bahan-bahan kikisan hara perkotaan yang sebagian besar berdekatan
dan tanah berupa lumpur serta mengalir dan dengan kegiatan seperti kawasan industri dan
mengendapkannya di suatu titik dalam pelabuhan. Selain itu lokasi permukiman
perjalanannnya sebagai bahan sedimentasi. berada pada ruang jalan protokol seperti Jalan
Ketika sungai mengalir melalui lahan Raya Merak, Jalan Raya Serang dan Jalan
perumahan, perkotaan dan industri, air sungai Raya Anyer. Lokasi permukiman perkotaan
menerima limbah yang toksik (beracun) umumnya berada pada dataran rendah (0-
melalui drainase perkotaan, perumahan dan 25%). Berdasarkan hasil pengamatan, kegiatan
perindustrian, yang umumnya disebut limbah permukiman perkotaan terdiri dari kegiatan
domestik. Menurut KP3K-DKP (2009), jasa perdagangan, perumahan serta sarana
pembukaan lahan atas sebagai bagian dari sosial dan umum. Selain itu, terdapat
kegiatan pertanian telah meningkatkan limbah pemanfaatan ruang bagi kegiatan permukiman
pertanian yang masuk ke perairan pesisir dan pedesaan. Permukiman perdesaan berada di
laut melalui aliran sungai. sekitar pemanfaatan ruang seperti kegiatan
pertanian maupun penggunaan lahan terbuka
Berdasarkan pemanfaatan ruang di Kota lainnya. Permukiman perdesaan umumnya
Cilegon serta berdasarkan penelaahan pustaka terletak pada jalan kolektor maupun jalan
yang dilakukan, maka identifikasi pencemaran desa/jalan lingkungan dan umumnya berada
perairan pesisir adalah identifikasi berdasarkan pada dataran dengan tingkat kemiringan 25-
pemanfaatan ruang yang ada di wilayah pesisir 40%.
Kota Cilegon yaitu pemanfaatan ruang pada
kegiatan pemukiman, industri serta pertanian Dari parameter pencemaran air laut yang
dan lahan terbuka lainnya. diukur, maka parameter pencemaran air laut
yang digunakan sebagai indikator pencemaran
Tabel 1 pesisir yang berasal atau bersumber dari
Pengelompokkan Pemanfaatan Ruang Menurut
pemukiman adalah materi pencemar MBAS
Indikator Pencemaran pada Perairan Pesisir di
Kota Cilegon atau methylene blue active substances. MBAS
Pemanfaatan Ruang pada Pengelompokkan Pemanfaatan merupakan materi pencemar yang lebih
Wilayah Pesisir Kota Ruang Menurut Indikator
Cilegon Pencemaran dikenal sebagai deterjen. Deterjen merupakan
Permukiman Permukiman
Kebun kosong limbah pemukiman yang paling potensial
Sawah irigasi mencemari air. Limbah deterjen sangat sukar
Sawah tadah hujan Pertanian dan lahan terbuka
Rumput-tanah kosong lainnya diuraikan oleh bakteri, sehingga tetap aktif
Tegalan-ladang
Hutan lindung untuk jangka waktu yang lama. Penggunaan
Industri Industri deterjen secara besar-besaran juga
Sumber: RTRW Kota Cilegon, 2006
meningkatkan senyawa fosfat pada air yang
3.1 Indikator Pencemaran Perairan yang merangsang pertumbuhan ganggang.
Berasal dari Permukiman Pertumbuhan ganggang yang tidak terkendali
menyebabkan permukaan air tertutup sehingga
Berdasarkan hasil delineasi pemanfaatan ruang menghalangi masuknya cahaya matahari dan
di wilayah pesisir Kota Cilegon, pemanfaatan mengakibatkan terhambatnya proses
ruang permukiman di Kota Cilegon adalah fotosintesis. Jika tumbuhan air ini mati, akan

149
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 22/No.2 Agustus 2011

terjadi proses pembusukan yang menghabiskan Gambar 3


persediaan oksigen dan pengendapan bahan- Hasil Pengukuran Pencemar Surfaction Anion
bahan yang menyebabkan pendangkalan. (MBAS) di Wilayah Pesisir Kota Cilegon

Hasil delineasi terhadap pemanfaatan ruang


pemukiman terhadap daerah tangkapan air
hujan menunjukkan bahwa keberadaan
pemukiman yang berdekatan dengan pantai
berdampak terhadap masuknya limbah
pemukiman, dalam hal ini limbah deterjen ke
laut. Hal ini terindikasi pada tingginya nilai
pencemar deterjen yaitu pada lokasi
pengukuran 2 dan 3 (Muara Kali Langon).
Pada kedua lokasi tersebut, pemukiman yang
termasuk dalam daerah tangkapan air 2 dan 3
berada pada topografi dataran rendah (0-25%)
yang berdekatan dengan pantai, sehingga
limbah pemukiman (limbah deterjen) yang
masuk ke dalam sungai langsung dialirkan
Gambar 4
menuju laut.
Gambaran Tingkat Pencemaran Deterjen dan
Luas Pemanfaatan Ruang Permukiman
Indikasi lainnya adalah pada nilai pencemar 2002-2006
deterjen yang lebih rendah pada lokasi
pengukuran lainnya, di mana berdasarkan
delineasi pemukiman terhadapdaerah
tangkapan air hujan umumnya terletak lebih
jauh dari pantai, sehingga ada kemungkinan
bahwa limbah deterjen yang masuk ke sungai
telah mengendapterlebih dahulu. Menurut
RTRW Kota Cilegon (2006), umumnya Sumber: Hasil Analisis, 2009
pembuangan limbah pada permukiman antara
lain masuk ke dalam saluran-saluran air kecil 3.2 Indikator Pencemaran Perairan Yang
yang kemudian masuk ke dalam sungai-sungai Berasal Dari Pertanian dan Lahan
yang ada, yang pada akhirnya akan bermuara Terbuka Lainnya
di laut dan saluran pembuangan limbah dari
pemukiman pada umumnya merupakan saluran Kegiatan pertanian (penggunaan lahan sawah),
terbuka. terdapat 2 tipe persawahan, yaitu sawah irigasi
dan sawah tadah hujan. Luas sawah irigasi
adalah 653,51 ha (11% dari wilayah studi)
sedangkan luas sawah tadah hujan adalah
528,38 ha (8,89 % dari wilayah studi).
Kegiatan pertanian berupa sawah irigasi
berkonsentasi di wilayah utara, tengah dan
selatan wilayah pesisir Kota Cilegon.

150
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 22/No.2 Agustus 2011

Sedangkan sawah tadah hujan lebih tersuspensi. Pendekatan indikator berupa


berkonsentrasi pada selatan wilayah pesisir materi padat tersuspensi yaitu menurut Clark
Kota Cilegon yaitu di Kecamatan Ciwandan. (1996), padatan tersuspensi merupakan bagian
dari lapisan tanah/ sedimen berukuran halus
Selain kegiatan pertanian, di wilayah pesisir (silt dan organic) sehingga mudah terbawa air
Kota Cilegon terdapat pemanfaatan ruang air karena adanya turbulensi. Padatan
berupa lahan terbuka lainnya yang terdiri dari tersuspensi antara lain berasal dari adanya run-
tanah kosong, tegalan ladang serta hutan off dari lahan pertanian, khususnya ketika
lindung. Rumput tanah kosong mempunyai lahan tersebut teraliri oleh air sehingga terjadi
luas 727,92 Ha (12,25 % dari wilayah studi) erosi tanah. Sedangkan menurut WSEC
merupakan lahan terbuka dan tersebar pada (2009), secara umum padatan tersuspensi sulit
wilayah pesisir. Demikian pula halnya dengan terlihat jelas. Aktivitas manusia seperti
lahan terbuka lainnya yaitu kebun dengan luas pengolahan lahan mengakibatkan adanya
1055,53 Ha (17,76 % dari wilayah studi) serta sedimentasi yang masuk ke badan air ketika
tegalan ladang yang mempunyai luas 897,02 terjadi adanya aliran air seperti hujan.
Ha (15,09 % dari wilayah studi).
Hasil delineasi pada pemanfaatan ruang pada
Berdasarkan hasil pengamatan bahwa kegiatan pertanian dan lahan terbuka lainnya
penggunaan lahan terbuka ini dijumpai pada terhadap daerah tangkapan air hujan
lahan dekat permukiman dan lahan industri. menunjukkan bahwa luasan lahan pertanian
Umumnya berupa lahan yang belum dan lahan terbuka lainnya berpengaruh
termanfaatkan oleh pemiliknya (merupakan terhadap tingginya materi pencemar zat padat
lahan tidur) serta kegiatan pemanfaatan ruang tersuspensi, meskipun tingginya materi
pada lahan terbuka ini hanya memanfatkan pencemar zat padat tersuspensi tidak dapat
lahan sebagai kebun dan ladang saja. diasumsikan dengan luasan lahan pertanian
Pemanfaatan ruang berupa lahan terbuka dan lahan terbuka lainnya, mengingat adanya
lainnya adalah hutan lindung. Kawasan hutan tingkat intensitas kegiatan pertanian maupun
berada pada daratan dengan topografi di atas pengolahan lahan terbuka yang berbeda-beda
40% dan terdapat pada sisi atas dari Gunung pada tiap-tiap daerah tangkapan air. Menurut
Gede di Kecamatan Pulomerak dan Grogol RTRW Kota Cilegon (2006), limpasan air
serta perbukitan di Kecamatan Ciwandan. hujan yang mengalir pada lahan pertanian dan
Kawasan hutan di Gunung Gede merupakan lahan terbuka umumnya terserap oleh tanah.
kawasan hutan lindung, namun saat ini dalam Namun dengan meningkatnya kegiatan pada
kondisi yang memprihatinkan. Adanya lahan pertanian dan lahan terbuka ini tidak
permukiman pedesaan maupun kegiatan menutup kemungkinan dapat membawa
pertambangan berupa galian C, menjadikan dampak berupa adanya pengikisan tanah, baik
kawasan hutan menjadi kawasan kritis yang oleh adanya pengolahan tanah sehingga
rawan bencana seperti longsor. tanah/sedimen terbawa oleh aliran air, baik air
hujan maupun adanya masukan air tawar,
Dari parameter pencemar air laut yang diukur, mengingat pada lahan pertanian dan lahan
maka parameter pencemar air laut yang terbuka ini potensi menjadi lahan kritis yang
digunakan sebagai indikator pencemaran cukup besar. Adanya kegiatan pertanian dan
pesisir yang bersumber dari pertanian dan lahan terbuka lainnya di wilayah pesisir Kota
lahan terbuka lainnya adalah materi padat

151
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 22/No.2 Agustus 2011

Cilegon turut memberi dampak pada perubahan garis pantai dapat mempengaruhi
pencemaran berupa materi padat tersuspensi. proses dinamika pantai. Perubahan garis pantai
Gambar 5 pada perairan dangkal menyebabkan adanya
Hasil Pengukuran Pencemar Materi Padat perubahan arus laut yang membawa sedimen,
Tersuspensi di Wilayah Pesisir Kota Cilegon termasuk materi zat padat tersuspensi, ke
tempat lainnya. Pada pembangunan dermaga
dan jetty yang tegak lurus pantai, posisi
tersebut mengakibatkan terperangkapnya
sedimen yang bergerak mengikuti arus yang
menyusuri pantai. Hal ini dapat mengakibatkan
ketidakseimbangan pada pantai tertentu yang
membutuhkan perpindahan sedimen, termasuk
materi padat tersuspensi.

Pada penelitian juga diidentifikasikan


perubahan nilai rata-rata dari pencemar materi
padat tersuspensi antara tahun 2002-2006
(Gambar 6). Hasil identifikasi menunjukkan
adanya kesamaan pola grafik yang
Gambar 6 menunjukkan bahwa perubahan luasan
Gambaran Tingkat Pencemaran Materi Padat pertanian dan lahan terbuka lainnya diikuti
Tersuspensi dan Luas Pemanfaatan Ruang oleh adanya perubahan nilai rata-rata dari
Permukiman 2002-2006 pencemar materi padat tersuspensi. Adanya
kegiatan pertanian dan lahan terbuka lainnya di
wilayah pesisir Kota Cilegon memberi dampak
terhadap adanya pencemaran berupa
pencemaran materi padat tersuspensi.

3.3 Indikator Pencemaran Perairan yang


Berasal dari Industri
Sumber: Hasil Analisis, 2009
Berdasarkan hasil delineasi, pemanfaatan
Selain itu, terdapat adanya faktor-faktor lain ruang bagi kegiatan industri di pesisir Kota
yang mengakibatkan tingkat pencemar materi Cilegon adalah 976,84 Ha (16,44% dari
padat tersuspensi tidak dapat diasumsikan wilayah studi). Umumnya keberadaan industri
dengan luasan lahan pertanian dan lahan terletak pada kawasan pantai Kota Cilegon.
terbuka lainnya. Faktor seperti adanya Hal ini erat kaitannya dengan distribusi, baik
masukan materi padat tersuspensi yang berasal distribusi bahan baku maupun distribusi hasil
dari kegiatan lainnya (pemukiman, industri dan produksi. Pada kawasan pantai di mana
sebagainya) maupun karena adanya proses- terdapat pemanfaatan ruang bagi kegiatan
proses yang berasal dari dinamika pantai itu industri, terdapat sarana transportasi laut
sendiri mempengaruhi tingginya materi berupa keberadaan pelabuhan, dermaga
pencemar berupa zat padat tersuspensi. maupun jetty.
Adanya proses dinamika pantai serta adanya

152
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 22/No.2 Agustus 2011

Dari parameter materi pencemar air laut yang Gambar 8


diukur, terdapat 2 kelompok hasil pengukuran. Gambaran Tingkat Pencemaran Amoniak,
Kelompok pertama yang dimaksud adalah Nitrit, dan Seng 2002-2006
bahwa terdapat hasil pengukuran materi
pencemar air laut yang tidak dapat digunakan
di dalam penelitian ini. Sebagaimana yang
telah dijelaskan terdahulu bahwa pada
beberapa parameter materi pencemar air laut
yang berasal dari kegiatan industri ternyata
memiliki nilai (besaran) yang sama di semua
lokasi pengukuran, sehingga menyulitkan Sumber: Hasil Analisis, 2009
dalam analisis (nilai sangat kecil). Sedang pada
Adapun hasil identifikasi indikator
kelompok kedua, terdapat beberapa materi
pencemaran perairan pesisir berdasarkan
pencemar yang diukur menunjukkan nilai yang
pemanfaatan ruang industri tersaji pada
berbeda antar lokasi pengukuran, yaitu
Gambar 7. Hasil identifikasi merupakan rata-
amoniak bebas (NH3-N), nitrit (NO2-N) dan
rata dari data pengukuran yang dilakukan
seng (Zn), sehingga ketiga materi pencemar air
antara tahun 2002-2006. Adapun hasil
laut tersebut digunakan sebagai indikator
identifikasi menunjukkan bahwa nilai
pencemaran perairan pesisir yang bersumber
pencemar berupa amoniak bebas (NH3-N)
dari pemanfaatan ruang industri. Adapun hasil
tertinggi yaitu pada lokasi pengukuran 10 yaitu
identifikasi indikator pencemaran perairan
Muara Kali Gunungsugih yaitu sebesar
pesisir berdasarkan pemanfaatan ruang industri
0,3143i±i0,0611xmg/l. Sedangkan nilai
tersaji pada Gambar 7.
pencemar berupa nitrit (NO2-N) tertinggi yaitu
pada lokasi pengukuran 8 yaitu Muara Kali
Gambar 7
Hasil Pengukuran Materi Pencemar Air Laut Saksak yaitu sebesar 0,0862i±i0,0239xmg/l.
dari Kegiatan Industri di Wilayah Pesisir Demikian pula halnya dengan nilai pencemar
Kota Cilegon berupa seng (Zn) tertinggi yaitu pada lokasi
pengukuran 8 yaitu sebesar
0,03729i±i0,00097xmg/l. Dari hasil
identifikasi juga menunjukkan bahwa secara
umum pada 4 lokasi pengukuran yaitu lokasi 7
(Muara Sungai Cibuntu/Kali Mancak), 8, 9
(Muara Kali Malang) dan 10, tingkat
pencemaran berupa amoniak bebas, nitrit dan
seng lebih tinggi bila dibandingkan dengan
lokasi pengukuran lainnya. Berdasarkan hasil
delineasi terhadap pemanfaatan ruang pada
kegiatan industri terhadap daerah tangkapan air
hujan menunjukkan bahwa lokasi 7, 8,9, dan
10 berada pada lokasi di mana terdapat industri
kimia yaitu berada pada selatan wilayah studi
yaitu Kelurahan Gunungsugih, Kepuh dan
Randakari. Hal ini telah dijelaskan terdahulu

153
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 22/No.2 Agustus 2011

bahwa pada ke-3 kelurahan tersebut terdapat berdasarkan peruntukkan perairan maka
industri-industri kimia. Meski demikian, identifikasi tingkat pencemaran disesuaikan
berdasarkan hasil pengukuran didapat bahwa dengan pemanfaatan ruang di wilayah pesisir
pada lokasi 3 (Muara Kali Langon) dan 4 Kota Cilegon maupun tipologi ekosistem
(Muara Sungai Cikuasa) yang berada pada perairan yang ada di wilayah pesisir Kota
Kelurahan Rawaarum dan Gerem di mana Cilegon.
terdapat keberadaan industri kimia, ternyata Tabel 2
tingkat pencemaran perairan pesisir berupa Pengelompokkan Tingkat Pencemaran
amoniak bebas, nitrit dan seng lebih rendah Perairan Pesisir di Kota Cilegon
Pemanfaatan Ruang dan
Peruntukkan Perairan Tipologi Ekosistem di
bila dibandingkan dengan lokasi 7, 8,9, dan 10. Wilayah Pesisir Cilegon
Peruntukkan Kegiatan
Mandi, renang, dan
Pariwisata dan selam Wisata bahari
Hasil identifikasi menunjukkan adanya rekreasi Umum dan estetika
kecenderungan penurunan tingkat pencemaran. Budidaya perikanan
Biota laut Taman laut konservasi Ekosistem perairan
Ada kemungkinan terjadinya kecenderungan Bahan baku dan proses
Pertambangan
penurunan tersebut adalah karena adanya dan industri
Pendingin Industri, yaitu PLTU

upaya pengelolaan limbah yang lebih baik dari Sumber: SK Meneg LH Nomor: KEP-
02/MENKLH/I/1988 (diolah)
industri yang ada di Kota Cilegon. Namun, ada
dugaan pula bahwa terjadinya kecenderungan Hasil identifikasi tingkat pencemaran perairan
penurunan tersebut adalah karena adanya pesisir berupa materi pencemar MBAS
upaya menurunkan tingkat pencemar dengan (deterjen) yang merupakan indikator
cara pengenceran. Dugaan ini didasarkan pada pencemaran perairan pesisir yang bersumber
pendapat Rahayu (2009), bahwa volume air dari pemanfaatan ruang pada kegiatan
limbah akan menentukan konsentrasi bahan pemukiman adalah berdasarkan data
pencemar. Bahan pencemar dari suatu industri pengukuran yang dilakukan antara tahun 2002-
tergantung kepada banyaknya bahan-bahan 2006 yang tersaji pada Tabel 3.
yang terbuang. Penambahan volume air hanya
menyebabkan konsentrasi turun. Dengan Tabel 3
perkataan lain bahwa akibat pengenceran Baku Mutu Air Laut bagi Materi MBAS
otomatis menyebabkan konsentrasi turun. (dalam mg/l)
Baku Mutu Air Laut*)
Peruntuk-
Diperboleh- Diingin- Keterangan
kan
3.4 Identifikasi Tingkat Pencemaran kan kan
Pariwisata dan Rekreasi
Perairan Pesisir Kota Cilegon Hasil pengukuran:
Mandi, - lokasi 2,5,6,7 di atas
Berdasarkan Kriteria Baku Mutu renang, <0,5 Nihil BMAL
Lingkungan selam - lokasi 1,3,4,8,9,10
memenuhi BMAL
Umum dan Hasil pengukuran
- -
Pada penelitian ini, kriteria baku mutu yang estetika memenuhi BMAL
Biota Laut
digunakan adalah baku mutu air laut menurut Budidaya Hasil pengukuran
<1,0 Nihil
SK Meneg LH Nomor KEP- perikanan memenuhi BMAL
Taman laut Hasil pengukuran
02/MENKLH/I/1988. Sebagai informasi, <1,0 Nihil
konservasi memenuhi BMAL
bahwa kriteria baku mutu air laut di Kota Bahan baku Hasil pengukuran
<1,5 Nihil
dan proses memenuhi BMAL
Cilegon didasarkan pada SK Walikota Cilegon Pertambangan dan Industri
Hasil pengukuran
Nomor 6/2005. Berdasarkan kriteria baku Pendingin <1,5 Nihil
memenuhi BMAL
mutu air laut yang ditetapkan, di mana pada *) berdasarkan kriteria menurut SK Meneg LH Nomor:
kriteria tersebut terdapat pengelompokkan KEP-02/MENKLH/I/1988
Sumber: Hasil Analisis, 2009

154
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 22/No.2 Agustus 2011

Secara umum materi pencemar perairan pesisir Secara umum materi pencemar perairan pesisir
berupa MBAS masih memenuhi baku mutu air berupa materi padat tersuspensi masih
laut yang ditetapkan. Namun pada beberapa memenuhi baku mutu air laut yang ditetapkan.
lokasi pengukuran, nilai materi MBAS di atas Namun, apabila didasarkan pada baku mutu air
baku mutu lingkungan bagi kegiatan pariwisata laut yang diinginkan, maka pada semua lokasi
dan rekreasi (mandi, renang dan selam) yaitu pengukuran nilai materi pencemar berupa
pada titik pengambilan 2, 5, 6 dan 7. materi padat tersuspensi berada di atas baku
Berdasarkan pemanfaatan ruang di wilayah mutu (pada pengukuran waktu tertentu),
pesisir Kota Cilegon di mana terdapat adanya terutama baku mutu bagi peruntukkan bagi
kegiatan berupa wisata bahari dan ternyata kehidupan biota laut (>5 mg/l). Berdasarkan
kegiatan wisata bahari tersebut berdekatan tipologi ekosistem perairan di wilayah pesisir
dengan lokasi pengukuran 2 yaitu Muara Kota Cilegon, nilai materi pencemar berada di
Sungai Cisalak/Sungai Cipala, sehingga atas baku mutu bagi peruntukkan bagi
pencemaran perairan berupa deterjen dapat kehidupan biota laut dapat membawa
mengganggu keberlanjutan dari kegiatan konsekuensi terhadap keberlangsungan
wisata bahari tersebut. kehidupan ekosistem perairan pesisir. Selain
itu, terganggunya kehidupan ekosistem
Hasil identifikasi tingkat pencemaran perairan perairan pesisir dapat mempengaruhi sektor
pesisir berupa materi padat tersuspensi yang perikanan di mana keberlangsungan hidup dari
merupakan indikator pencemaran perairan ikan tergantung dari ekosistem perairan.
pesisir yang bersumber dari pemanfaatan ruang Padahal sektor perikanan yaitu perikanan
pada kegiatan pertanian dan lahan terbuka tangkap merupakan mata pencaharian bagi
lainnya adalah berdasarkan data pengukuran nelayan yang ada di Kota Cilegon dan
yang dilakukan antara tahun 2002-2006 yang sekitarnya.
tersaji pada Tabel 4 berikut.
Umumnya materi pencemar yang berasal dari
Tabel 4 kegiatan industri masih berada di bawah baku
Baku Mutu Air Laut bagi Materi Padat mutu air laut bagi kegiatan pariwisata dan
Tersuspensi (dalam MG/L)
Baku Mutu Air Laut*) rekreasi. Namun apabila didasarkan pada baku
Peruntuk-
Diperboleh Diingin Keterangan mutu air laut bagi peruntukkan bagi kehidupan
kan
kan kan
Pariwisata dan Rekreasi biota laut, maka pada semua lokasi pengukuran
Mandi,
renang, <23 <20
Hasil pengukuran nilai materi pencemar yang berasal dari
memenuhi BMAL
selam kegiatan industri tersebut berada di atas baku
Umum dan Hasil pengukuran
<28 <25 mutu bagi peruntukkan bagi kehidupan biota
estetika memenuhi BMAL
Biota Laut
laut. Sama halnya dengan hasil identifikasi
Budidaya Hasil pengukuran di
<30 <5
perikanan atas BMAL tingkat pencemaran perairan pesisir berupa
Taman laut Hasil pengukuran
konservasi
<30 <5
memenuhi BMAL materi pencemar zat padat tersuspensi yang
Bahan baku Hasil pengukuran merupakan indikator pencemaran perairan
<200 <25
dan proses memenuhi BMAL
Pertambangan dan Industri pesisir yang bersumber dari pemanfaatan ruang
Hasil pengukuran pada kegiatan pertanian dan lahan terbuka
Pendingin <2500 <1000
memenuhi BMAL
*) berdasarkan kriteria menurut SK Meneg LH Nomor: lainnya, nilai materi pencemar berada di atas
KEP-02/MENKLH/I/1988 baku mutu bagi peruntukkan bagi kehidupan
Sumber: Hasil Analisis, 2009
biota laut dapat membawa konsekuensi
terhadap keberlangsungan kehidupan

155
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 22/No.2 Agustus 2011

ekosistem perairan pesisir maupun pemanfaatan ruang sampai tahun 2006, dengan
keberlangsungan dari sektor perikanan pemanfaatan ruang menurut RTRW Kota
tangkap. Cilegon tahun 2006 sampai dengan 2025. Luas
lahan permukiman/perkotaan pada data
4. Masukan terhadap Pengendalian terakhir (pada tahun 2006), seluas 550,21 Ha.
Pencemaran Perairan Pesisir pada Sementara luas lahan permukiman yang
RTRW Kota Cilegon direncanakan dalam RTRW Kota Cilegon
untuk tahun 2025 adalah 916,84 Ha.
Tujuan dari penelitian ini adalah
mengidentifikasi tingkat pencemaran perairan Dengan semakin meluasnya kawasan
pesisir ditinjau dari pemanfaatan ruang di pemukiman penduduk, semakin meningkatnya
wilayah pesisir Kota Cilegon sebagai masukan produk industri rumah tangga, serta semakin
terhadap RTRW Kota Cilegon khususnya berkembangnya kawasan industri di kota
dalam pengendalian pencemaran perairan besar, akan memicu terjadinya peningkatan
pesisir. Dengan kata lain, hasil identifikasi pencemaran pada perairan pantai dan laut. Hal
tingkat pencemaran perairan pesisir Kota ini disebabkan karena semua limbah dari
Cilegon merupakan informasi atau landasan daratan, baik yang berasal dari pemukiman
penelitian untuk dapat memberi masukan perkotaan maupun yang bersumber dari
terhadap RTRW Kota Cilegon berupa masukan kawasan industri, yang pada akhirnya
terhadap tahapan pelaksanaan dan indikasi bermuara ke pantai (Simajuntak, 2005).
program pembangunan Kota Cilegon dalam Perluasan lahan permukiman membawa
pengendalian pencemaran perairan pesisir. konsekuensi terhadap kegiatan pemanfaatan
Masukan terhadap RTRW Kota Cilegon ruang, termasuk pengaruh atau dampak pada
merupakan arahan atau upaya yang ingin pencemaran perairan pesisir di Kota Cilegon.
dicapai untuk dapat mengoptimalkan Adanya kesamaan pola grafik yang
pemanfaatan ruang secara berkelanjutan. menunjukkan bahwa perubahan luasan
pemanfaatan ruang pemukiman yang diikuti
4.1 Pengendalian Pencemaran Perairan oleh adanya perubahan nilai dari materi
Pesisir pada Tahapan Pelaksanaan dan pencemaran perairan pesisir yaitu deterjen
Indikasi Program Pembangunan Dalam (MBAS) sebagaimana menurut Gambar 4,
RTRW Kota Cilegon pada Kegiatan maka perlu adanya kebijakan atau rencana
Permukiman tindak pada rencana pemanfaatan ruang
berdasarkan RTRW, khususnya kebijakan
Selain adanya indikasi tingkat pencemaran prasarana air limbah.
perairan pesisir yang dapat mempengaruhi
keberlangsungan ekosistem pesisir maupun Pada RTRW Kota Cilegon, kebijakan
keberlangsungan terhadap kegiatan pariwisata prasarana limbah lebih difokuskan pada
dan rekreasi (wisata bahari) yang penting kebijakan prasarana air limbah yang berasal
untuk ditangani, ada indikasi lain yang terkait dari kegiatan industri, meliputi upaya
dengan adanya pemanfaatan ruang menurut meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota prasarana air limbah dan meningkatkan
Cilegon, di mana terdapat adanya perbedaan kualitas pengelolaan air limbah berbahaya,
dalam luasan lahan antara pemanfaatan ruang serta pengelolaan limbah B3 terkait dengan
terakhir yang pada penelitian ini adalah kegiatan industri harus diolah dengan

156
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 22/No.2 Agustus 2011

mempertimbangkan kaidah-kaidah tersebut dapat berupa vegetasi alami atau


keberlanjutan pembangunan. Sedangkan tanaman rumput yang padat. Lebih lanjut
program pengembangan prasarana air limbah dikemukakan oleh Clark (1996), lebar zona
yaitu pengembangan saluran air limbah penyangga ini bergantung pada beberapa
pemukiman, sambungan rumah, interseptor, faktor seperti sifat-sifat tanah, kemiringan,
serta pipa utama dikembangkan di kota bagian iklim, waktu panen, luas lahan yang diolah,
timur dan bukan pada wilayah pesisir (RTRW jenis tanaman pertanian, serta tingkat erosi
Kota Cilegon, 2006). Apabila berdasarkan lahan. Berdasarkan arahan zona penyangga
asumsi pertambahan luas lahan pemukiman menurut Clark (1996) yang disesuaikan dengan
tersebut, maka pengendalian pencemaran kondisi fisik wilayah pesisir, maka arahan zona
perairan pesisir harus segera ditangani dan penyangga pada kegiatan pemanfaatan ruang
kaitannya dengan pemanfaatan ruang, maka pertanian di wilayah pesisir Kota Cilegon
perlu adanya kebijakan prasarana pengelolaan tersaji pada Tabel 6.
limbah pada kawasan pemukiman seperti
keberadaan IPAL pada pemukiman khususnya Tabel 6
pada pemukiman padat. Lebar Minimum Zona Penyangga pada
Kegiatan Pertanian
Tingkat kemiringan (%) 1) 0-25 25-40 >40
4.2 Pengendalian Pencemaran Perairan Lebar zona penyangga (%) 2) 17 24 32
Pesisir pada Tahapan Pelaksanaan dan Ket: Lebar Minimum Zona Penyangga yang Harus
Disisakan di Sepanjang Sungai
Indikasi Program Pembangunan dalam 1) Berdasarkan tingkat kemiringan lahan menurut RTRW
RTRW Kota Cilegon pada Kegiatan Kota Cilegon (2006)
2) Clark (1996)
Pertanian dan Lahan Terbuka Lainnya
Pada pemanfaatan ruang berupa kawasan
Menurut Dahuri dkk. (2001), beberapa
lindung, terdapat adanya upaya untuk
komponen penting dalam usaha pengendalian
memperluas fungsi lindung di wilayah pesisir
kegiatan pertanian untuk melindungi ekosistem
Kota Cilegon yaitu sebesar 412,69% (RTRW
perairan pesisir antara lain pengendalian
Kota Cilegon 2006). Pertambahan tersebut
penggunaan pupuk dan perubahan sistem
meliputi kawasan lindung berupa hutan
aliran air alami. Namun, berdasarkan kondisi
lindung, kawasan perlindungan setempat
perairan pesisir Kota Cilegon yang terbuka
(sekitar waduk yaitu Situ Rawaarum) dan
karena terletak di Selat Sunda yang
ruang terbuka hijau (RTH). Menurut RTRW
mempunyai arus yang kuat, maka masukan air
Kota Cilegon, secara umum arahan
tawar akan dengan cepat terbawa oleh arus
pengembangan kawasan lindung dilakukan
laut. Oleh karena itu, proses penurunan
dengan mempertahankan dan meningkatkan
salinitas perairan pesisir Kota Cilegon
kualitas kawasan lindung yang sudah
berdampak kecil.
ditetapkan, mempersiapkan kawasan ruang
terbuka hijau, memanfaatkan kawasan
Menurut Clark (1996), di daerah
budidaya yang dapat berfungsi lindung, dan
pengembangan daerah pertanian di wilayah
mengendalikan pemanfaatan sumber daya
pesisir, perlu disisakan lahan kosong sepanjang
alam dan buatan pada kawasan lindung.
aliran sungai dan perairan pesisir sebagai zona
penyangga. Fungsi dari zona penyangga adalah
Dalam kaitannya dengan pemanfaatan ruang
untuk menahan bahan-bahan pencemar dan
terutama pada lahan terbuka seperti hutan
memperlambat aliran air permukaan. Zona
lindung, menurut Dahuri dkk. (2001) hutan

157
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 22/No.2 Agustus 2011

berperan sebagai penutup permukaan tanah limbah. Umumnya semakin besar volume
yang melindunginya dari proses erosi dan limbah maka bahan pencemarnya semakin
stabilisasi aliran air permukaan. Walaupun banyak dan berhubungan secara linier.
berdasarkan hasil studi menunjukkan bahwa Kemudian tergantung pula pada frekuensi
tingkat erodibilitas tanah di wilayah pesisir pembuangan limbah, di mana suatu industri
Kota Cilegon itu rendah dan sangat rendah yang secara terus menerus membuang limbah
(Dwiyanti, 2009), namun pada wilayah pesisir berbeda dengan industri yang membuang
terdapat pemanfaatan ruang berupa lahan limbah secara periodik walau konsentrasi
terbuka, justru dijumpai adanya tanah terbuka. pencemar sama, dan jumlah buangannya pun
Menurut FAO (1997) dalam Dwiyanti (2009), sama. Hal ini membawa pengaruh yang
berkurangnya penutupan vegetasi serta adanya berbeda terhadap lingkungan perairan pesisir.
gejala erosi tanah merupakan salah satu ciri
dari lahan kritis. Dari hasil delineasi wilayah Dengan demikian, adanya pertambahan lahan
studi terhadap identifikasi lahan kritis di Kota pada kegiatan industri yang dimungkinkan
Cilegon, diindikasikan adanya penampakan terdapat adanya pertambahan industri maka
erosi yang terlihat pada lereng-lereng yang perlu adanya upaya yang lebih ditekankan
curam (kategori lahan agak kritis) dan pada pada aspek pengendalian dan pengawasan.
kawasan Gunung Gede (Kecamatan Pulomerak Menurut RTRW Kota Cilegon tahun 2006,
dan Grogol) serta perbukitan di Kecamatan lingkup pengendalian pemanfaatan ruang Kota
Ciwandan dengan penggunaan lahan hutan Cilegon meliputi: peraturan zonasi, insentif
lindung (kategori lahan kritis). dan disinsentif, perizinan, pengawasan dan
penertiban, kelembagaan serta prosedur dan
Dalam kaitannya dengan RTRW Kota Cilegon, administrasi. Sedangkan pada tahapan
maka perlu adanya upaya untuk dapat pelaksanaan dan indikasi program
mengurangi lahan kritis seluas 815,44 Ha pembangunan Kota Cilegon berdasarkan
(13,81 % dari wilayah studi) dan lahan agak RTRW Kota Cilegon tahun 2006 yang
kritis seluas 357,86 Ha (6,06 % dari wilayah berhubungan dengan kegiatan industri adalah
studi) yang menjadi potensi erosi yang pada adanya pengendalian perluasan kawasan/zona
akhirnya berpengaruh terhadap kualitas air, industri yang hanya berada pada kawasan yang
volume dan debit aliran air pada daerah telah ditetapkan serta adanya pengendalian
tangkapan air di wilayah pesisir. Untuk itu pembuangan limbah secara langsung, termasuk
upaya seperti restorasi hutan berupa reboisasi ke perairan pesisir.
sangat diperlukan terutama pada lahan kritis
dan lahan agak kritis. Berdasarkan hasil analisis yang telah
dikemukakan sebelumnya bahwa materi
4.3 Pengendalian Pencemaran Perariran pencemar perairan pesisir dengan terutama
Pesisir pada Tahapan Pelaksanaan dan bahan berbahaya dan beracun (B3) sebagian
Indikasi Program Pembangunan Dalam besar berada pada lokasi industri kimia.
RTRW Kota Cilegon pada Kegiatan Adapun lokasi industri kimia di pesisir Kota
Industri Cilegon di Kecamatan Grogol dan Pulomerak
berada dekat dengan keberadaan ekosistem
Menurut Rahayu (2009), kualitas materi terumbu karang dan mangrove, sedangkan
pencemar perairan pesisir yang berasal dari industri kimia di Kecamatan Ciwandan
kegiatan industri tergantung pada volume berdekatan dengan kawasan wisata bahari

158
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 22/No.2 Agustus 2011

Anyer di Kabupaten Serang,sehingga 5. Penutup


pengendalian dan pengawasan terhadap
pencemaran industri haruslah dilakukan secara Pencemaran perairan pesisir Kota Cilegon
intensif dan terus menerus. yang bersumber dari pemanfaatan ruang
permukiman menunjukkan bahwa permukiman
Secara ekologi terdapat persyaratan agar yang berdekatan dengan pantai berdampak
pembangunan suatu wilayah pesisir terhadap tingginya nilai pencemar berupa
berlangsung secara berkelanjutan. Pada limbah deterjen. Hal ini juga ditunjukkan
aktivitas pembuangan limbah ke lingkungan dengan status pencemaran perairan pesisir
pesisir, jenis limbah yang dibuang bukan yang Cilegon berdasarkan Baku Mutu Air Laut
bersifat B3 (Bahan Berbahaya Beracun), tetapi (BMAL). Pada beberapa lokasi nilai pencemar
jenis limbah yang dapat diuraikan di alam deterjen berada di ambang batas BMAL bagi
(biodegradable) termasuk limbah organik dan kegiatan pariwisata dan rekreasi. Padahal
unsur hara dan jumlah limbah non-B3 yang lokasi tersebut terdapat obyek wisata bahari.
dibuang ke laut tidak boleh melebihi kapasitas
asimilasi lingkungan laut. Sedangkan untuk Pencemaran yang bersumber dari pertanian
limbah B3 tidak diperkenankan dibuang ke dan lahan terbuka lainnya (kebun,
lingkungan alam (termasuk pesisir dan lautan), rumput/tanah kosong, tegalan/ladang dan hutan
tetapi harus diolah di fasilitas Pengolahan lindung) berpengaruh terhadap tingginya
Limbah B3. Berdasarkan PP No. 18 Tahun materi pencemar berupa materi padat
1999, beberapa kewajiban penghasil limbah tersuspensi. Namun, secara umum materi
B3 adalah dilarang membuang limbah B3 pencemar perairan pesisir berupa materi padat
secara langsung ke lingkungan (termasuk tersuspensi masih memenuhi baku mutu air
perairan pesisir), termasuk pelarangan adanya laut yang ditetapkan. Akan tetapi, pada seluruh
upaya pengenceran limbah B3 serta wajib lokasi pengukuran, nilai indikator pencemar
untuk melakukan reduksi, pengolahan dan berada di ambang batas baku mutu air laut bagi
penimbunan limbah B3 sesuai dengan kehidupan biota laut.
persyaratan yang berlaku.
Hasil identifikasi indikator pencemaran pada
Penanganan masalah lingkungan terutama kegiatan industri berupa materi pencemar
pencemaran perairan pesisir di Kota Cilegon amoniak bebas, nitrit dan seng menunjukkan
harus dilakukan secara terpadu/terintegrasi bahwa industri kimia yang berlokasi di selatan
dengan melibatkan berbagai instansi terkait, menghasilkan limbah industri yang lebih tinggi
karena permasalahan lingkungan hidup yang dibandingkan dengan industri yang sejenis di
ditimbulkan satu sama lain saling terkait. wilayah lain serta industri jenis lain pada
Misalnya kegiatan pengolahan pertanian dan umumnya. Seperti pada pencemaran yang
kehutanan di wilayah hulu (upland) yang bersumber dari pertanian dan lahan terbuka
buruk tidak saja merusak ekosistem sungai lainnya, nilai indikator pencemar berada di
(dengan peningkatan erosi / sedimentasi dan ambang batas baku mutu air laut bagi
banjir), tetapi juga akan menimbulkan dampak kehidupan biota laut. Padahal di wilayah
negatif pada wilayah hilir yakni pada perairan pesisir Kota Cilegon terdapat keragaman
pesisir (Bapedal Provinsi Banten, 2004). ekosistem yang dapat menunjang sektor
perikanan tangkap.

159
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Vol 22/No.2 Agustus 2011

Pada tahapan pelaksanaan dan indikasi Penggunaan Lahan dan Pemanfaatannya


program pembangunan dalam pengendalian untuk Pemetaan Lahan Kritis di Kota
Cilegon. Skripsi, Departemen Ilmu Tanah
pencemaran perairan pesisir pada RTRW Kota dan Sumber Daya Lahan, Fakultas Pertanian,
Cilegon menunjukkan bahwa kebijakan Institut Pertanian Bogor.
prasarana limbah lebih difokuskan pada Hantoro, WS. 2008. Pengaruh Karakteristik Laut
dan Pantai terhadap Perkembangan
kebijakan prasarana air limbah yang berasal Kawasan Kota Pantai. Prosiding : Kerugian
dari kegiatan industri serta program pada Bangunan dan Kawasan Akibat
pengembangan prasarana air limbah Kenaikan Muka Air Laut pada Kota-Kota
Pantai di Indonesia. Program Studi Teknik
pemukiman lebih difokuskan pada wilayah di Kelautan, Institut Teknologi Bandung.
kota bagian timur (bukan pada wilayah KP3K-DKP. 2009. 720 hari Membangun Kelautan,
pesisir), padahal pengendalian pencemaran Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Direktorat
Jenderal Kelautan Pesisir dan Pulau-Pulau
perairan pesisir pada pemukiman harus segera Kecil, Departemen Kelautan dan Perikanan
ditangani seperti keberadaan IPAL pada RI.
pemukiman. Juga perlu adanya upaya seperti Latifah,Siti. 2004. Pengelolaan dan Pengendalian
Pencemaran Laut dan Pesisir. USU digital
restorasi hutan pada lahan kritis serta library.Medan.
pengawasan dan pengendalian yang lebih Lutfi,Achmad 2009 Penanggulangan Terhadap
intensif terhadap pengelolaan limbah industri. Terjadinya Pencemaran Air dan Pengolahan
Limbah. Tanpa Nama Jurnal Vol 1 No I
Selain itu terdapat beberapa alternatif dalam
(http://www.chem-is-try.org diakses 12
mengelola limbah industri. Maret 2009)
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 18
Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah
Ucapan Terima Kasih
Bahan Berbahaya dan Beracun.
Rahayu, S.S. 2009. Industri sebagai Sumber
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Pencemaran. Dari http://www.chemistry.
Arief Rosyidie, Drs., MSP., M.Arch., Ph.D org/materi_kimia/kimia-
untuk arahan dan bimbingan sehingga industri/limbahindustri/industri-
penelitian ini dapat ditulis. Terima kasih juga sebagaisumber-pencemaran. Diunduh
kepada dua mitra bestari yang telah Tanggal 4 Desember 2009.
memberikan komentar yang berharga. Rais, J; Sulistiyo, B; Diamar, S; Gunawan, T;
Sumampouw, M; Soeprapto, TA; Suhardi, I;
Karsidi, A; Widodo, MS. 2004. Menata
Daftar Pustaka Ruang Laut Terpadu. Pradnya Paramita.
Jakarta.
Bapeda Kota Cilegon. 2007. Buku Saku Badan Rencana Tata Ruang Daerah Kota Cilegon. 2000.
Perencana Daerah Kota Cilegon. Simajuntak. Herbita. 2005. Kajian Tingkat
Bapedal Provinsi Banten. 2004. Penyusunan Pencemaran di Perairan Pantai Losari
Rencana Induk (Grand Design). Makassar. Tesis, Magister Perencanaan
Cicin-Sain, B dan Knecht, RK. 1998. Integrated Wilayah dan Kota, Institut Teknologi
Coastal and Ocean Management. Island Bandung.
Press. Washington DC. SK Meneg LH Nomor: KEP-02/MENKLH/I/1988
Clark, JR. 1996. Coastal Zone Management. Lewis tentang Pedoman Penetapan Baku Mutu
Publisher. Boca Raton-Florida. Lingkungan.
Dahuri, R; Jacub Rais; Ginting, S.P; Sitepu, M.J.
2001. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah
Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Edisi
Kedua. PT Pradnya Paramita, Jakarta.
Dirjen Penataan Ruang. 2007. Pedoman
Pemanfaatan Ruang Tepi Pantai di Kawasan
Perkotaan. Direktorat Jenderal Penataan
Ruang – Departemen Pekerjaan Umum RI.
Dwiyanti, E. 2009. Analisis Data Landsat ETM+
untuk Kajian Geomorfologi dan Penutupan /

160

Anda mungkin juga menyukai