Disusun Oleh :
Dosen Pengampu :
Praba Diyan Rachmawati, S.Kep., Ns., M.Kep
Disusun oleh :
Kelas A3 Kelompok 4
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena atas
karunia-Nya kami dapat menyusun makalah ini tepat pada waktunya dengan judul “
Pemeriksaan Penunjang pada Penyakit Gangguan Sistem Persepsi Sensori” .
Semoga makalah ini, dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi
pembaca pada umumnya. Terima Kasih.
2
DAFTAR ISI
3
2.4.1 Definisi RAS ......................................................................... 16
2.4.2 Etiologi RAS ......................................................................... 16
2.4.3 Manisfestasi Klinis RAS ........................................................ 16
2.4.4 Pemeriksaan Penunjang RAS ................................................. 17
2.5 Patologi indra penciuman/olfaktori .................................................. 18
2.5.1 Definisi Anosomia ................................................................ 18
2.5.2 Etiologi Anosomia ................................................................. 18
2.5.3 Manisfestasi Klinis Anosomia ............................................... 19
2.5.4 Pemeriksaan penunjang Anosomia ...................................... 20
4
BAB 1
PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
Organ persepsi sensori atau alat indera seperti hidung, mata, dan
telinga memiliki peranan penting sebagai penangkap stimulus atau
rangsangan dari luar. Organ tersebut dengan perangkat kelengkapannya akan
merubah stimulus dari luar menjadi informasi yang akan dibawa menuju otak
untuk diolah dan menghasilkan persepsi dan respon atau tanggapan terhadap
stimulus tersebut. Adanya gangguan atau penyakit pada organ persepsi
sensori tersebut akan mempengaruhi kinerja tubuh pada umumnya.
5
berfungsi untuk mengenali perubahan lingkungan seperti mengenali/mencium
bau. Kelima indera ini biasa kita kenal dengan sebutan panca indera.
1. 2 Rumusan masalah
1. Bagaimana patologi indra pendengaran/auditori ?
2. Bagaimana patologi indra pengelihatan/visual?
3. Bagaimana patologi indra peraba/taktil?
4. Bagaimana patologi indra penciuman/olfaktori ?
1. 3 Tujuan
1. Untuk mengetahui patologi indra pendengaran/auditori ?
2. Untuk mengetahui patologi indra pengelihatan/visual?
3. Untuk mengetahui patologi indra peraba/taktil?
4. Untuk mengetahui patologi indra penciuman/olfaktori ?
6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
7
1. Gejala dan tanda presbikusis secara umum adalah :
a. Berkurangnya kemampuan mendengar
b. Berkurangnya kemampuan mengerti percakapan
c. Telinga menjadi sakit bila lawan bicaranya
memperkeras suara
d. Terganggunya fisik dan emosional
e. Hasil pemeriksaan pendengaran didapatkan penurunan
tajam (slooping) setelah frekuensi 2000 Hz
2. Gejala Klinis
8
2.2. 4 Pemeriksaan Penunjang Presbikus
1. Pemeriksaan audiometri nada murni
2. Audiometri tutur
9
Menunjukkan adanya gangguan diskriminasi wicara (speech
discrimination ) dan biasanya keadaan ini jelas terlihat pada
presbikusis jenis neural dan koklear.
1. Lesi demielinasi
10
Multiple Sclerosis (MS), Neuromyelitisoptica, Shilder’s disease,
Encephalitis periaxialisconcentrica (out of which MS is the most
common cause)
2. Penyakit Autoimun
3. Infeksi / parainfeksi
4. Inflamasi / PaskaVaksinasi
11
Neuromyelitis Optica adalah penyakit demielinasi inflamasi akut
yang melibatkan saraf optik dan sumsum tulang belakang. Potret
klinis lain terkait saraf optika adalah penglihatan kabur, skotoma,
atrofi atau edema optic disc, deficit / hilang lapang pandang,
hilangnya penglihatan yang permanen (satu / dua mata).(Varian,
2011)
4) PenurunanSensitivitaskontrasdangangguanpenglihatanwarna
5) Abnormalitas pupil
6) Temuan fundus
12
Temuan fundus berupalesi di dekat papil nervus optik
menyebabkan papilitis dengan pelebaran pembuluh darah
minimal dan perdarahanp eripapil. Hal ini dapat terjadi karena
infeksi atau inflamasi dan dikaitkan dengan multiple sklerosis
sebagai bagian dari uveitis intermediate. Lesi posterior
(neuritis optikretrobulbar) tidakmenyebabkanpapilitis.
(Hidayat, 2018)
2.2. 4 Pemeriksaan Penunjang Neuritis Optika
1) Oftalmoskopi
Oftalmoskopi adalah alat yang menyerupai senter dengan lensa
kecil yang dapat memperlihatkan bagian dalam bola mata.Tes
dilakukan dokter untuk memeriksa bagian belakang dan dalam
mata (fundus), termasuk cakram optik, retina, dan pembuluh
darah. Oftalmoskopi atau funduskopi, dapat mendeteksi
banyak penyakit serius di tahap awal dengan tingkat akurasi
yang tinggi.(Hoorbakht, 2012)
2) Optical Coherence Tomography
Optical coherence tomography (OCT) adalah teknik non-
invasif untuk pencitraan jaringan cross-sectiona yang berfungsi
untuk mengukur ketebalan jaringan retina yang menipis di
mata yang terkena dengan Neuritis Optica. Ini biasanya
menggunakan cahaya dalam rentang spektral inframerah- dekat
yang memiliki kedalaman penetrasi beberapa ratus mikron
dalam jaringan. Cahaya hambur balik diukur dengan set
interferometrik untuk memberikan gambaran profil kedalaman
sampel di lokasi yang dipilih. Sinar OCT pemindaian
memungkinkan untuk memperoleh gambar cross-sectional dari
struktur jaringan. Metode teknis yang berbeda diperkenalkan
dan dibandingkan mengenai sifat-sifatnya seperti sensitivitas,
kecepatan gambar dan kedalaman penetrasi. Terlepas dari
13
realisasi teknis, resolusi aksial dan jangkauan pencitraan sistem
OCT ditentukan oleh sumber cahaya dan karakteristik detektor.
(Lutfi, Prasetiyono, Loebis, Suhartono, & Yogiantoro, 2010)
3) MRI
MRI dapat menunjukkan lesi Multiple Sclerosis. Pemeriksaan
MRI pada pasien ini menunjukkan adanya plakaktif di
thalamus kiri yang mengarah pada lesi Multiple Sclerosis dan
penebalan pada saraf optikus (Nerve II) yang mengarah pada
neuritis optik (retrobulbar) kanan dan kiri. (Hoorbakht, 2012)
2.3 Patologi Indra Peraba/ Taktil
2.3.1 Definisi SSSS (Staphylococcal scalded skin syndrome)
SSSS (Staphylococcal scalded skin syndrome) adalah infeksi kulit
serius yang disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus. Bakteri
ini menghasilkan racun eksfoliatif yang menyebabkan lapisan luar
kulit melepuh dan mengelupas, seperti terbakar. SSSS merupakan
penyakit yang jarang ditemui dan seringkali menyerang anak–anak
usia <6 tahun, terutama bayi.
Penyakit ini dapat menyebabkan kematian jika bakteri menyerang
lebih dalam ke tubuh Anda, memasuki aliran darah, persendian,
tulang, paru-paru, dan jantung.
14
serta bakteri ini tahan terhadap lingkungan yang kering, suhu
ekstrim, daerah yang tingkat kadar garam tinggi.
15
Pemeriksaan kultur sel dapat dilakukan untuk mengevaluasi
adanya bakteri. Pemeriksaan ini dapat dilakukan dari sampel
darah, urine, jaringan hidung atau tenggorok, dan kulit.
3. Pengambilan sampel jaringan (biopsi) kulit yang terinfeksi.
Pada pemeriksaan ini, sampel jaringan kulit dalam jumlah kecil
dapat diambil dan diperiksa di bawah mikroskop. Setelahnya,
pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan untuk
mengonfirmasi diagnosis.
2.4 Patologi Indra Pengecap/Gustatori
2.4.1 Definisi RAS (Recurrent Apthous Stomatitis)
16
2.4.4 Pemeriksaan Penunjang
17
banyak digunakan untuk pemeriksaan mikroorganisme terutama
pada jaringan mukosa.) untuk pemeriksaan bakteri.
18
1. Gangguan Obstruksi
2. Trauma Kepala
Cedera kepala akibat trauma juga merupakan salah satu penyebab
yang sering menyebabkan anosmia. Hal ini disebabkan karena
cedera kepala yang mengakibatkan kerusakan pada hidung maupun
sinus menjadi penghambat mekanis untuk dapat menghidu. Selain
itu, trauma kepala juga dapat menyebabkan kerusakan pada saraf
penghidu (nervus olfaktorius). Anosmia akibat trauma kepala
dapat bersifat sementara atau menetap yang bergantung pada jenis
kerusakan yang terjadi.
3. Penuaan dan Proses Neurodegeneratif
Proses penuaan merupakan kondisi yang normal dan terkait
dengan penurunan kemampuan untuk mencium bau-bauan. Hal ini
disebabkan karena hilangnya sejumlah sel pada saraf penghidu.
Selain itu, beberapa penyakit neurodegeneratif, seperti Alzheimer,
Parkinson, dan demensia Badan Lewy juga mengakibatkan
penurunan kemampuan menghirup.
4. Penyakit Bawaan Lahir
Sindrom Turner dan sindrom Kallman merupakan beberapa
kondisi kongenital atau bawaan lahir yang dapat menyebabkan
anosmia yang permanen.
5. Terapi Radiasi
Anosmia merupakan salah satu efek samping dari terapi radiasi
pada kanker wilayah kepala dan leher
19
2.5.3 Manifestasi Klinis Anosmia
1. Hilangnya kemampuan mencium bau
2. Perubahan suara, sakit kepala,
3. Mendengkur,
4. Muncul massa bertangkai hidung,
5. Gangguan penglihatan,
6. Wajah dan telinga yang cenderung membesar
2.5.4 Pemeriksaan Penunjang Anosmia
1. Rinoskopi Anterior, Posterior dan Nasoendoskopi
20
BAB 3
PENUTUP
21
Terakhir adalah patologi indra penciuman contohnya adalah anosmia.
Anosmia merupakan hilangnya kemampuan menghidu secara keseluruhan.
Pemeriksaan penunjangnya berupa Rinoskopi Anterior, Posterior dan Nasoendoskopi,
pemeriksaan tomografi komputer, dan MRI.
22
DAFTAR PUSTAKA
Bastiansyah, Eko. 2010. Panduan Lengkap Membaca Hasil Tes Kesehatan. Penebar
Plus: Jakarta
Cui, R. Z., Bruce, A. J., & Rogers III, R. S. (2016). Recurrent aphthous
stomatitis. Clinics in dermatology, 34(4), 475-481.
Lutfi, D., Prasetiyono, H., Loebis, R., Suhartono, G., & Yogiantoro, D. (2010).
Bilateral Optic Neuritis in Children Due to Multiple Sclerosis. 7(4), 171–174.
23
ydin D, Alsbjorn B. Severe case of staphylococcal scalded skin syndrome in a 5 -
year-old child—case report. Clin Case Rep 2016; 4: 416–419.
24