Anda di halaman 1dari 2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Filsafat

Secara etimologis, filsafat berasal dari dua kata Yunani philo yang berarti cinta dan
sophia yang berarti kebijaksanaan. Oleh karena itu, filsafat yang berasal dari kata
philosophia berarti cinta kebijaksanaan sedangkan filsuf dapat diartikan pencinta
kebijaksanaan. Pertama kali kata philosophia terlihat dalam tulisan sejarahwan Yunani
Kuno Herodotus yang hidup pada 484-424 SM. Dia menggunakan kata kerja ‘berfilsafat’
yang merujuk pada aktivitas Solon yang telah melakukan perjalanan melalui berbagai
negeri yang didorong oleh hasrat akan pengetahuan. Dalam konteks itu, ‘berfilsafat’
mengindikasikan bahwa Solon mencari pengetahuan untuk pengetahuan itu sendiri
(Fullerton : 1915, dalam Buku MPKTA, 2017).

Menurut Socrates, guru dari filsuf Plato, kebijaksanaan yang dimaksud di sini bukan
soal mengetahui banyak fakta atau mengetahui bagaimana caranya melakukan sesuatu.
Kebijaksanaan yang dimaksud itu adalah kemampuan untuk memahami hakikat (true
nature) dari semesta (universe) dan eksistensi manusia. Pemahaman ini dapat dicapai
dengan terus menerus bersedia mengajukan pertanyaan dan memperdebatkan ide yang
kita miliki mengenai keduanya (Donald:2006, dalam Buku MPKTA, 2017). Salah satu
kutipan dari Socrates yang menggambarkan idenya tentang kebijaksanaan adalah hidup
hanya pantas dijalani apabila kita memikirkan apa yang kita kerjakan (“The unexamined
life is not worth living”, ungkap Sokrates).

Definisi etimologis yang dijelaskan di atas ini terlalu umum untuk menjelaskan apa
itu filsafat. Oleh karena itu, diperlukan rumusan definisi filsafat yang lebih spesifik yang
mengacu kepada aktivitas dan menjernihkan pergertiannya dalam kerangka akademis.
Filsafat seringkali dituduh sebagai suatu studi yang tidak punya relevansi dengan
kehidupan sehari-hari. Akan tetapi, siapapun yang telah melakukan studi lebih dalam atas

M a k a l a h M P K T A F I K U I 2 0 1 7 |1
filsafat, orang dapat melihat bahwa filsafat bisa sangat relevan dengan kehidupan sehari-
hari. Tanpa kita sadar, kita semua memegang kepercayaan filosofis tertentu. Misalnya,
kepercayaan kita bahwa pengetahuan di masa lalu cukup bisa diandalkan untuk
memberikan pentunjuk terhadap masa depan. Kita percaya bahwa Tuhan itu ada. Lebih
lanjut, kita mungkin percaya bahwa kejujuran haruslah dipertahankan tanpa
memperhitungkan konsekuensinya. Sementara itu, orang lain mungkin percaya bahwa
berbohong diperbolehkan bila dengan tujuan-tujuan tertentu, seperti untuk
menyelamatkan seseorang dari malapetaka dalam situasi krisis.

Makalah MPKT A FIK UI 2017| 2

Anda mungkin juga menyukai