Anda di halaman 1dari 6

LAPORAN PENDAHULUAN

CIDERA KEPALA

A. Definisi
Cidera kepala merupakan trauma yang meliputi trauma kulit kepala, tengkorak dan otak.
Resiko utama pasien cidera kepala adalah kerusakan otak akibat perdarahan dan
pembengkakan otak yang menyebabkan peningkatan tekanan intrakanial. Cidera otak
diklasifikasikan berdasarkan berat ringannya menurut glascow coma scale (GCS) menjadi
3 yakni: cidera kepala ringan (GCS 14 -15), sedang (GCS 9 – 13) dan berat (GCS 3 – 8).
Cidera kepala berat merupakan cidera otak yang menyebabkan penurunan kesadaran
berdasarkan glascow coma scale (GCS) ≤ 8 setelah resusitasi (Hammond & Zimmermann,
2018).

B. Etiologi dan Patofisiologi


Kecelakaan kendaraan bermotor merupakan penyebab terbanyak cidera kepala,
mengemudi tanpa sabuk pengaman, jatuh, penyerangan, tertembus peluru dan cidera yang
berhubungan dengan olah raga. Kerusakan otak akibat cidera kepala dapat disebabkan oleh
suatu benda atau serpihan tulang yang menembus dan merobek jaringan otak, pengaruh
kekuatan atau energi yang diteruskan ke otak, dan efek akselerasi-deselerasi pada otak
yang terbatas dalam kompartemen yang kaku. Terdapat tiga macam kekuatan yang
menimbulkan cidera otak. Pertama kekuatan akibat benda tajam berkecepatan rendah dan
sedikit energi seperti benda tajam atau fragmen tulang yang menembus ke otak. Kedua,
objek bekecepatan tinggi seperti peluru yang menimbulkan gelombang syok pada
tengkorak dan otak yang dapat merusak struktur otak diluar jalur objek secara sigifikan.
Ketiga cidera menyeluruh seperti pada trauma tumpul kepala, kerusakan terjadi akibat
energi mekanik atau kekuatan diteruskan ke otak karena sasaran dari energi tersebut adalah
jaringan lunak. Bila kepala bergerak dan berhenti mendadak secara kasar, kerusakan tidak
hanya terjadi setempat tetapi juga akibat dari akselerasi dan deselerasi. Hal tersebut
menyebabkan bergeraknya isi dalam tengkorak yang keras sehingga memaksa otak
membentur permukaan dalam tengkorak pada tempat yang berlawanan dengan arah
benturan yang disebut dengan cedera coup - contracoup (Black & Hawks, 2014, Price &
Wilson, 2015).
C. Manifestasi Klinis
Cidera otak dapat mempengaruhi setiap sistem tubuh, menimbulkan perubahan fisik,
intelektual, emosi, sosial dan vokasional. Manifestasi klinis yang timbul pada cidera
kepala bergantung pada jumlah dan distribusi cedera otak. Beberapa manifestasi klinis
meliputi nyeri kepala, mual dan muntah, gangguan kesadaran, konfusi, abnormalitas pupil,
awitan tiba-tiba defisit neurologis, perubahan tanda vital, kejang, vertigo, dan gangguan
pergerakan. Adanya fraktur pada area kubah kranial menyebabkan bengkak atau hematom
sekitar fraktur, sedangkan fraktur pada dasar tengkorak sering menimbulkan hemoragi dari
hidung (rhinorhea), faring, telinga (otorrhea), dan perdarahan di bawah konjungtiva,
battle sign suatu memar atau ekimosis diatas mastoid, dan raccoon eye sign yakni ekimosis
periorbital. Fraktur dasar tengkorak dicurigai ketika cairan cerebrospinal keluar dari
telinga dan hidung. Kontusio batang otak menimbulkan penurunan kesadaran dan koma,
abnormalitas pernafasan, nafas sangat cepat dan dangkal (takipnea), pernafasan cheyne-
stokes, abnormalitas pupil (Black & Hawks, 2014; Smeltzer & Bare, 2012).

D. Pengkajian Primer
Pengkajian primer meliputi:
- Airway/jalan nafas pemeriksaan patensi jalan nafas adanya obstruksi, adanya suara
tambahan gurgling/snoring
- Breathing/ pernafasan meliputi adanya nafas, gerakan dada, kecepatan dan dalam
pernafasan, apakah ada tanda-tanda sianosis serta efektifitas oksigenisasi
- Circulation pemeriksaan adanya tanda-tanda perdarahan, capilary refill time (CRT),
kaji pulsasi nadi, warna kulit dan perfusi jaringan.
- Disability pemeriksaan status neurologi meliputi tingkat kesadaran dengan glascow
coma scale (GCS) atau AVPU (Alert, Verbal, Pain, unresposif), pemeriksaan pupil
(besar, bentuk dan refleks cahaya)
- Eksposure pemeriksaan adanya cidera pada organ lain, adanya jejas, deformitas dan
gerakan ekstremitas

E. Pengkajian Sekunder
- Anamnesis:
Identitas klien, keluhan utama, mekanisme trauma, waktu dan perjalanan trauma,
pernah pingsan atau sadar setelah trauma, keluhan (nyeri kepala, penurunan kesadaran,
kejang, vertigo), riwayat mabuk, (alkohol, narkotika), penyakit penyerta (epilepsi,
jantung, asma, diabetes melitus, gangguan pembekuan darah dan riwayat operasi
kepala)
- Pemeriksaan fisik umum
Pemeriksaan dengan inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi serta pemeriksaan
khusus untuk menentukan kelainan patologis. Pemeriksaan fisik terkait cidera kepala
meliputi:
1. Pemeriksaan kepala
a. Jejas di kepala meliputi; luka terbuka, hematom sub kutan, sub galeal, luka
tembus dan benda asing
b. Tanda patah dasar tengkorak; ekimosis periorbita (raccoon eye sign / brill
hematoma), ekimosis mastoid (battle sign), keluarnya cairan serebrospinal
disertai perdarahan melalui hidung (rhinorhea), melalui telinga (otorhea)
c. Tanda patah tulang wajah meliput; fraktur maksila, fraktur mandibula dan
fraktur rima orbita
d. Tanda trauma pada mata meliputi; perdarahan konjungtiva, perdarahan bilik
mata, kerusakan pupil dan jejas lain di mata
e. Auskultasi pada arteri karotis untuk menetukan adanya bruit yang berhubungan
diseksi karotis
2. Pemeriksaan leher dan tulang belakang
Mencari tanda-tanda adanya cidera pada tulang servikal dan tulang belakang dan
cedera pada medula spinalis. Pemeriksaan meliputi jejas, deformitas, status
motorik, sensorik, dan autonomik.
- Pemeriksaan neurologis
Pemeriksaan saraf kranial terutama saraf II-III, yaitu pemeriksaan pupil (besar, bentuk
refleks cahaya, refleks konsensuil bandingkan kanan dan kiri); funduskopi (untuk
mencari tanda tanda edema pupil, perdarahan pre retina); pemeriksaan motorik dan
sensorik (bandingkan kanan dan kiri, atas bawah dan laterasi); pemeriksaan autonomis
(reflek tendon, refleks patologis dan tonus spingter ani).

F. Diagnosis Keperawatan
- Bersihan jalan nafas tidak efektif
- Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral
- Penurunan kapasitas adaptasi intrakranial
G. Penanganan Kegawatdaruratan
Manajemen awal pada klien dengan cidera kepala sama dengan penangan pada cidera
lainnya serta penanganan cidera otak primer, mencegah dan menangani cidera otak
sekunder dan optimalisasi metabolisme otak meliputi:
- Airway/jalan nafas dan kontrol servikal.
Bebaskan jalan nafas dan memastikan jalan nafas tetap paten. Pemasangan intubasi
endotrakeal dilakukan pada pasien cidera kepala berat dengan GCS 8 atau kurang.
Terdapat hubungan erat antara cidera kepala dengan fraktur servikal, sehingga
immobilisasi servikal harus dilakukan. Hindari hiperekstensi, hiperfleksi atau rotasi
servikal. Pemasangan penyangga leher/neck collar dilakukan dan dipertahankan
hingga dipastikan tidak ada tanda cidera servikal setelah pemeriksaan rontgen servikal.
- Breathing/pernafasan.
Berikan oksigen dan pertahankan PaO2 lebih dari 100 mmHg dengan saturasi lebih
dari 95%. Pertahankan eukapnia (paCO2 35-38 mmHg), CO2 merupakan vasodilator
potensial yang akan menurunkan tekanan perfusi jaringan serebral. Hindari
hiperventilasi walaupun terdapat tanda herniasi
- Circulation/sirkulasi,
Pertahankan volume darah dengan pemasangan IV line dan pemberian cairan isotonis
(RL/ NaCl), produk darah atau koloid jika terjadi syok. Pertahankan normovolemia,
jaga MAP antara 70 – 90 mmHg. Hindari hipotensi karena berhubungan dengan
peningkatan mortalitas pasien cidera kepala berat.. Pertahankan haluaran urine 0,5
cc/kgbb/jam. Pasang kateter urin untuk memantau Jaga osmolaritas darah < 320
mOsm.
- Pengurangan tekanan intrakranial
Lakukan dan dokumentasikan pemeriksaan neurologi secara serial, adanya tanda-tanda
peningkatan tekanan intrakranial diberikan manitol 20% 5ml/kgbb bolus dalam 20
menit dilanjutkan dengan 2 ml/kgbb dalam 20 menit setiap 6 jam. Bila pasien kejang
berikan diazepam 10 mg IV pelan dan observasi adanya depresi nafas.
Mempertahankan kepala netral dengan posisi midline dan menjaga elevasi kepala 30°,
kecuali di kontraindikasikan adanya cidera spinal. Minimalkan stimulasi eksternal
dengan meminimalkan kebisingan dan membatasi pengunjung. Pemberian analgetik
untuk mengurangi nyeri.
H. Algoritma Penatalaksanaan Cidera Kepala Berat

I. Pemantauan
Pemantauan cidera kepala meliputi pemantauan tanda vital dan observasi neurologis, dan
pemantauan tekanan intrakranial.

J. Web of Causation (WOC)


Referensi

Black, J.M., Hawks, J.H., (2014). Medical surgical nursing: clinical management for positive
outcome. Singapore: Elsevier

FK Universitas Airlangga. (2014). Pedoman tatalaksana cedera otak. Surabaya: Surabaya


Neurosience Institute.

Hammond, B.B., Zimmermann, P.G., (2016). Keperawatan gawat darurat dan bencana
Sheehy. Singapore: Elsevier

Price, S.A., Wilson, L.M., (2015). Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta:
EGC

Smeltzer, S.C., Bare, B.G., (2002). Brunner and Suddarth’s Textbook of Medical Surgical
Nursing.(Ed. Ke-8).(Terj. Y. Kuncara., Dkk). Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai