Anda di halaman 1dari 24

A.

DEFINISI
Cidera kepala meliputi trauma kulit kepala , tengkorak dan otak. Cidera kepala ini
bisa dikatakan sebagai salah satu penyakit neurologis yang paling serius diantara
penyakit neurologi yang lain. (Brunner & Suddarth, 2016)
Cidera kepala adalah suatu keadaan traumatik yang mengenai otak dan
menyebabkan perubahan-perubahan fisik, intelektual, emosional, sosial, dan
vokasional. (Black, 2016)
Cidera kepala adalah trauma pada otak yang disebabkan adanya kekuatan fisik dari
luar yang dapat menyebabkan terjadinya penurunan kesadaran. Akibatnya dapat
menyebabkan gangguan kognitif, gangguan tingkah laku, atau fungsi emosional.
Gangguan ini dapat bersifat sementara atau permanen, menimbulkan kecacatan baik
partial atau total dan juga gangguan psikososial. (Donna, 2014)
Cidera kepala adalah suatu gangguan traumatic dari fungsi otak yang disertai atau
tanpa disertai perdarahan interstisial dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya
kontinuitas otak.

B. ETIOLOGI & FAKTOR RISIKO


1. Cidera setempat (benda tajam)
Misalnya pisau, peluru atau berasal dari serpihan atau pecahan dari fraktur
tengkorak. Trauma benda tajam yang masuk kedalam tubuh merupakan trauma
yang dapat menyebabkan cidera setempat atau kerusakan terjadi terbatas dimana
benda tersebut merobek otak
2. Cidera Difus (cidera tumpul)
Misalnya terkena pukulan atau benturan. Trauma oleh benda tumpul dapat
menyebabkan/menimbulkan kerusakan menyeluruh (difuse) karena kekuatan
benturan. Terjadi penyerapan kekuatan oleh lapisan pelindung spt : rambut, kulit,
kepala, tengkorak. Pada trauma berat sisa energi diteruskan ke otak dan
menyebabkan kerusakan dan gangguan sepanjang perjalanan pada jaringan otak
sehingga dipandang lebih berat.
Berat ringannya masalah yang timbul akibat trauma bergantung pada beberapa
faktor yaitu:
a. Lokasi benturan
b. Adanya penyerta seperti : fraktur, hemoragik
c. Kekuatan benturan
d. Efek dari akselerasi (benda bergerak membentur kepala diam) dan deselerasi
(kepala bergerak membentur benda yang diam)
e. Ada tidaknya rotasi saat benturan
Faktor resiko meliputi:
a. Laki-laki 15 s/d 30 tahun memiliki resiko 3 kali dari pada wanita.
b. Penyebab tersering adalah kecelakaan kendaraan bermotor. Dapat juga
disebabkan oleh jatuh, kecelakaan industri, olah raga, luka pada persalinan,
trauma akibat benda tumpul, kepala terbnetur pada subjerk yang tidak
bergerak seperti badan mobil, atau tanah dan pengguna alcohol.
c. Pengendara kendaraan bermotor yang ceroboh, tidak menggunakan sabuk
pengaman.
d. Penggunaaan senjata yang tidak tepat.

C. KRITERIA CIDERA KEPALA


Glasgow Coma Scale (GCS) memberikan gambaran pada tingkat responsive pasien
dan dapat digunakan dalam pencarian yang luas pada saat mengevaluasi status
neurologik pasien yang mengalami cidera kepala.
Eyes:
Membukan mata spontan 4
Membuka mata dengan perintah 3
Membuka mata dengan nyeri 2
Tidak berespons 1

Motoric
Respon motorik dengan perintah 6
Melokalisasi nyeri 5
Menarik area yang nyeri 4
Fleksi abnormal 3
Ekstensi 2
Tidak berespons 1

Verbal
Respon verbal berorientasi 5
Bicara membingungkan 4
Kata-kata tidak tepat 3
Suara tidak dapat dimengerti 2
Tidak ada respons 1

Cidera kepala dapat diklasifikasikan menurut mekanisme, keparahan dan morfologi.


1. Berdasarkan mekanisme.
a. Cidera kepala terbuka (fraktur tengkorak).
Fraktur tengkorak meliputi robekan durameter, pembuluh darah dan jaringan
otak dan dapat menyebabkan kerusakan pusat vital dan saraf cranial.
Tanda tanda klinisnya meliputi:
 Batle sign: adanya tanda ekimosis pada daerah mastoid.
 Perdarahan telinga, periorbital ekhimosis ( mata berwarna hitam.
 Renorrhea dan Otorrhea : cairan otak yang mengalir melalui hidung dan
telinga.
Susunan tulang tengkorak dan lapisan kulit kepala membantu
menghilangkan tenaga benturan kepala sehingga sedikit kekuatanb yang
ditrasmisikan kedalam jaringan otak.
Ada dua jenis fraktur tulang tengkorak:
 Fraktur tengkorak linier.
Disebabkan oleh kekuatan yang amat berlebih terhadap luas area
tengkorak tertentu.
 Fraktur tengkorak basiller.
Hanya terbatas pada dasar tengkorak seperti bagian tulang
frontal/temporal.
b. Cidera kepala tertutup.
 Comosio Cerebri (gegar otak).
Adalah suatu kerusakan sementara fungsi neorologi yang disebabkan
olek karena benturan kepala. Biasanya tidak merusak struktur tapi
menyebabkan hilangnya kesadaran setelah cidera. Dapat timbul lesu
nausea dan muntah. Tatapi biasanya dapat kembali pada fungsi yang
normal. Setelah comosio biasanya akan timbul berupa sakit kepala,
pusing, ketiedak mampuan berkontraksi beberapa minggu sesudak
kejadian. Pingsan kurang dari 10 menit.
 Contosio Cerebri (memar otak).
Benturan dapat menyebabkan kerusakan struktur dari permukaan otak
yang mengakibatkan perdarahan dan kematian jaringan dengan atau
tanpa edema. Contosio dapat berupa coup injuri (massa relative diam)
dan coup injuri (Kepala dalam kondisi bebas bergerak).
2. Berdasarkan keparahan.
a. Cidera kepala ringan
Nilai GCS antara 13-15; kehilangan kesadaran terjadi < 30 menit akan tetapi
ada yang menyebut < 2 jam; tidak ada penyerta seperti fraktur tengkorak;
tidak kontusio (memar otak) atau hematoma. Frekuensi 55%.
b. Cidera kepala sedang
Nilai GCS antara 9-12; hilang kesadaran atau amnesia antara 30 menit- 24
jam ada juga yang menyebut antara 2-5 jam; dapat mengalami fraktur
tengkorak, disorentasi ringan (bingung). Frekuensinya 24%.
c. Cidera kepala berat
Nilai GCS 3-8; hilang kesadaran/amnesia > 24 jam; juga meliputi kontusio
cerebral, laserasi, atau hematoma intrakranial. Frekuensi 21%.

3. Berdasarkan morfologi.
a. Fraktur tengkorak.
Kranium: linier, depressi. Basis: dengan/tanpa kebocoran Cairan cerebro
spinal dan dengan tanpa kelumpuhan nervus 7
b. Lesi intracranial.
Vokal : epidural, subdural, intraserebral. Difus: konklusi ringan dan konklusi
klasik.
Dapat pula dibagi menjadi :
1. Trauma primer
Terjadi karena benturan langsung ataupun tak langsung (akselerasi/deselerasi
otak)
2. Trauma otak sekunder
Merupakan akibat dari trauma saraf (melalui akson) yang meluas, hipertensi
intrakranial, hipoksia, hiperkapnea, atau hipotensi sistemik.

Perdarahan intra cranial.


1. Haematom epidural.
Adalah bertanbahnya perdarahan yang menuju keruang antara tengkorak dan
durameter.terjadi karena laserasi dari arteri meningea media. Yang ditandai
dengan hilangnya kesadaran diikuti periode leuid (pikiran jernih) tingkat
kesadaran cepat menurun menuju bingung dan koma. Jika tidak ditangani akan
menyebabkan kematian. Lokasi yang paling sering yaitu dilobus temporalis dan
parietalis.
2. Haematom subdural.
Adalah perdarahn arteri/vena antara durameter dan arakhnoid.
a. Haematom subdural akut
Timbul antara 24-48 jam setelah cidera, gambaran klinik sakit kepala,
mengantuk, bingung, agitasi, dilatasi dan fiksasai pupil ipsi lateral.
b. Haematom subdural subakut.
Gejalanya sama dengan akut berkembang lamba, timbul 2 hari sampai 2
minggu setelah cidera.

c. Haematom subdural kronis.


Terjadi 2 minggu sampai dengan 3-4 bulan setelah cidera. Biasanya akibat
trauma kecil dapat menimbulkan sakit kepala kacau mental, kejang dan
disfasia.
3. Haematom intra serebral.
Adalah perdarahan kedalam substansi otak yang diakibatkan oleh hipertansi
sistemik yang menyebabkan degenerasi dan rupture pembuluh darah, rupture
kantung anaerisma, anomaly vaskuler, tumor intracranial, serta penyebab sitemik
termasuk gangguan perdarahan ( sperti leukemia, hemofilia, anemia aplastik,
trombositopenia dan komplikasi terapi anti koagulan). Biasanya terjadi akibat
cidera langsung, sering terjadi pada lobus frontal dan temporal.
4. Haematom subarakhnoid.
Adalah perdarahan yang terjadi pada ruang arakhnoid yaitu antara lapisan
arakhnoid dengan piameter. Adanya darah di dalam cairan otak akan
mengakibatkan penguncupan arteri-arteri di dalam rongga subaraknoid.Bila
vasokonstriksi yang terjadi hebat disertai vasospasme, akan timbul gangguan
aliran darah di dalam jaringan otak. Keadaan ini tampak pada pasien yang tidak
membaik setelah beberapa hari perawatan. Vasokonstriksi pembuluh darah mulai
terjadi pada hari ke-3 dan dapat berlangsung sampai 10 hari atau lebih. Gejala
klinis yang didapatkan berupa nyeri ke-ala hebat. Pada CT scan, tampak
perdarahan di ruang subaraknoid.
Mekanisme cidera dapat menentukan berat ringanya cidera kepala.
a. Akselerasi.
Kepala yang diam dihantam olehbanda yang bergerak seperti trauma akibat
pukulan atau lemparan benda tumpul.
b. Deselerasi.
Kepala yang bergerak menghantam benda yang diam, missal kepala
menghantam setir mobil.
c. Akselerasi dan deselerasi (coup-counter coup).
Terjadi ketika benda yang bergerak menghantam benda yang diam dan
kemudian kepala menghantam banda yang diam (otak bergeser dalam
tengkorak, injuri otak terjadi peda sisi yang terbentur dan pada sisi yang
berlawanan.
d. Deformasi.
Menyebabkan deformitas dan mengganggu integritas akibat adanya bagian
kepala yang patah.
Misanya fraktur tulang tengkorak yang dapat merobek jaringan otak dan
rusaknya struktur otak lain seperti pembuluh darah dan saraf terjadi hematom
dan mengakibatkan kerusakan otak yang luas.
D. PATOFISIOLOGI
Trauma

Cidera setempat (tajam) Cidera menyeluruh(tumpul)

Kerusakan setempat Kerusakan disetiap jaringan otak

Tergantung kekuatan, lokasi benturan, akselerasi atau deselerasi,


adanya rotasi interna dan penyerta (hematoma dan fraktur)

Cidera jaringan otak

Edema

Vasodilatasi sehingga terjadi peningkatan aliran darah kedaerah trauma

TIK meningkat

Kompresi pembuluh darah

Penurunan alairan darah ke otak

Penurunan suplai O2(iskemik)

Edema disekitar jaringan nekrotik

Akumulasi CO2

PCO2 meningkat & PH menurun


Kerusakan sel dan jaringan
E. TANDA DAN GEJALA
1. Cidera kepala ringan-sedang
a. Disorientasi ringan
b. Amnesia post partum
c. Hilang memori sesaat
d. Sakit kepala
e. Mual dan muntah
f. Vertigo dan perubahan posisi
g. Gangguan pendengaran

Tanda yang potensial berkembang :


a. Penurunan kesadaran
b. Perubahan pupil
c. Mual makin hebat
d. Sakit kepala semakin hebat
e. Gangguan pada beberapa saraf cranial
f. Tanda-tanda meningitis
g. Apasia
h. Kelemahan motorik

2. Cidera kepala sedang-berat


a. Tidak sadar dalam waktu lama
b. Fleksi dan ekstensi abnormal
c. Edema otak
d. Tanda herniasi
e. Hemiparese
f. Gangguan akibat saraf cranial
g. Kejang
Hal yang penting ingat akan trias TIK yaitu : Muntah proyektil, papiledema, dan
nyeri kepala hebat. Selain itu perlu dipahami akan terjadinya tanda-tanda tersebut
sesuai dengan patofisiologinya.

Pasien dalam keadaan sadar (GCS 15) dengan :


Simple head injury bila tanpa deficit neurology
- Dilakukan rawat luka
- Pemeriksaan radiology
- Pasien dipulangkan dan keluarga diminta untuk observasi bila terjadi penurunan
kesadran segera bawa ke rumah sakit
Kesadaran Terganggu Sesaat
- Pasien mengalami penurunan kesadaran sesaat setelah trauma dan saat diperiksa
sudah sadar kembali
- Lakukan foto kepala dan perawatan luka
- Pulangkan dan bila kesadaran menurun di rumah, segera bawa ke rumah sakit

Pasien Dengan Penurunan Kesadaran


1. CKR (GCS 13-15)
Perubahan orientasi tanpa disertai deficit fokal cerebral
- Lakukan pemeriksaan fisik, perawatan luka, foto kepala, istirahat
baring dengan mobilisasi bertahap sesuai dengan kondisi pasien disertai terapi
simptomatis
- Observasi minimal 24 jam di rumah sakit untuk menilai
kemungkinan hematom intracranial seperti sakit kepala, muntah, kesadaran
menurun, gejala lateralisasi (pupil anisokor, refleks patologis positif)
- Jika dicurigai adanya hematom, lakukan scaning otak
2. CKS (GCS 9-12)
Pada kondisi ini, pasien dapat mengalami gangguan kardiopulmoner, urutan
tindakan sebagai berikut:
- Periksa dan atasi gangguan nafas (ABC)
- Lakukan pemeriksaan kesadaran, pupil, tanda fokal cerebral dan cedera
organ
- Foto kepala dan bila perlu bagian tubuh lainnya
- Scaning otak bila dicurigai hematoma intracranial
- Observasi TTV, kesadaran, pupil dan deficit fokal cerebral lainnya

3. CKB ( GCS 3-8)


- Biasanya disertai cidera multiple
- Bila dicurigai fraktur cervical pasang collar neck
- Bila ada luka terbuka dan ada perdarahan dihentikan dengan balut tegas untuk
pertolongan pertama
- Observasi kelainan cerebral dan kelainan sistemik
- Hipokapnia, hipotensi, dan hiperkapnia akibat gangguan cardiopulmonal

F. KOMPLIKASI
1. Epilepsi
2. Infeksi
3. Edema
4. Saluran gastrointestinal:
a. Sering ditemukan gastritis erosive/lesi GI 10-14%
b. Kelainan fokal karena kelainan akut mukosa GI atau karena kelainan
patologis atau karena cedera cerebral.
c. Umumnya terjadi karena hiperaciditas , hiperfungsi kelenjar adrenal yang
ditandai dengan hiperkolesterolemia
5. Kelainan hematologis
6. Anemia, trombositopenia, hiperagregasi trombosit, hiperkoagulitas atau
disseminated intrakoagulopati (DIC) sifatnya sementara tetapi perlu penanganan
segera
7. Gelisah yang dapat disebabakan oleh kandung kemih yang penuh, usus halus
yang pecah, fraktur, TIK meningkat, emboli paru
8. Sesak nafas Akut akibat aspirasi, odema pulmonal, tromboemboli atau emboli
lemak ke arteri pulmonal
9. Trombo emboli pulmonal berasal dari trombosis vena dalam di tungkai dll
10. Emboli lemak karena patah tulang
11. Gejala lainnya seperti dispnea, hipotensi dan syok
12. Aspirasi
13. Dapat terjadi daerah-daerah infark, alveoli paru tertutup, oedema dan perdarahan
di dalam paru
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Beberapa jenis pemeriksaan dapat dilakukan untuk mengidentifikasi adanya
kelainan atau abnormalittas yang terjadi seperti perdarahan, hematom, dan edema
pada cedera kepala ini.
1. CT scan (tanpa/dengan kontras)
Mengidentifikasi adanya SOL, hemoragik, menetukan ukuran ventrikuler,
pergeseran jaringan otak, adanya nyeri kepala, mual, muntah, kejang,
penurunan kesadaran. Pemeriksaan berulang mungkin diperlukan karena pada
iskemia/infark mungkin tidak terdeteksi dalam 24-72 jam pasca trauma.
2. MRI.
Mengidentifikasi patologi otak atau perfusi jaringan otak, misalnya daerah
yang mengalami infark, hemoragik. Digunakan sama seperti CT-Scan dengan
atau tanpa kontras radioaktif.
3. Angiografi cerebral.
Menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran caiaran otak
akibat edema, perdarahan, dan trauma.
4. EEG
Memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya gelombang patologis
5. Sinar X-Ray
Mendeteksi adanya perubahan struktur tulang tengkorak (fraktur), pergeseran
srtuktur dari garis tengah (kerena perdarahan, edema), adanya fragmen tulang.
6. BAER (Brain Auditori Evoked Respon)
Menentukan cortek dan batang otak/otak kecil
7. PET (Positron Emission Tomografi)
Menunjukkan perubhan aktivitas metabolisme pada otak
8. Punksi lumbal
Dapat menduga kemungkin adanya perdarahan sub araknoid, dan menganalisa
cairan otak.
9. GDA
Mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigenisasi yang akan dapat
meningkatkan TIK.

10. Kimia/elektrolit darah


Mengetahui ketidakseimbangan cairan/ elektrolit yang berperan dalam
meningkatkan TIK / perubahan mental.
11. Perubahan/Screen toksikologi
Untuk mendeteksi obat yang memungkinkan menimbulkan terhadap
penurunan kesadaran.
12. Kadar anti konfulsan darah
Mengetahui tingkat terapi yang cukup efektif untuk mengatasi kejang.
13. ABGs
Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenisasi) jika
terjadi peningkatan tekanan intrakranial
14. AGD
Untuk mengetahui adanya masalah ventilasi perfusi atau oksigenasi yang dapat
meningkatkan TIK
15. Kimia Darah
Untuk melihat keseimbangan cairan dan elektrolit yang berperan dalam
peningkatan TIK dan perubahan status mental
16. Pemeriksaan Toksikologi
Untuk mendeteksi obat yang mungkin menimbulkan penurunan kesadaran
17. Kadar anti konvulsan darah
Untuk mengetahui keefektifan terapi untuk mengatasi kejang

H. PENGKAJIAN FISIK
1) Pengkajian Primer
- Airway: Kepatenan jalan napas, apakah ada sekret, hambatan jalan napas.
- Breathing: Pola napas, frekuensi pernapasan, kedalaman pernapasan, irama
pernapasan, tarikan dinding dada, penggunaan otot bantu pernapasan,
pernapasan cuping hidung.
- Circulation: Frekuensi nadi, tekanan darah, adanya perdarahan, kapiler refill.
- Disability: Tingkat kesadaran, GCS, adanya nyeri.
- Exposure: Suhu, lokasi luka.
2) Pengkajian Sekunder
3) Riwayat Kesehatan Sekarang
Tanyakan kapan cedera terjadi. Bagaimana mekanismenya. Apa penyebab
nyeri/cedera. Darimana arah dan kekuatan pukulan?\
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah klien pernah mengalami kecelakaan/cedera sebelumnya, atau
kejang/ tidak. Apakah ada penyakti sistemik seperti DM, penyakit jantung
dan pernapasan. Apakah klien dilahirkan secara forcep/ vakum. Apakah
pernah mengalami gangguan sensorik atau gangguan neurologis sebelumnya.
Jika pernah kecelakaan bagimana penyembuhannya. Bagaimana asupan
nutrisi.
5) Riwayat Keluarga
Apakah ibu klien pernah mengalami preeklamsia/ eklamsia, penyakit
sistemis seperti DM, hipertensi, penyakti degeneratif lainnya.

I. PRIORITAS MASALAH KEPERAWATAN


1. Bersihan Jalan Nafas Tidak efektif
2. Perubahan perfusi jaringan serebral
3. Perubahan persepsi sensori
4. Perubahan proses pikir
5. Kerusakan mobilitas fisik
6. Risiko tinggi terhadap infeksi
7. Risiko tinggi perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
8. Perubahan proses keluarga
9. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan

J. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan umum
a. ABC (Airway, Breathing, Circulation)
2. Penatalaksanaan khusus
a. Konservatif : Pemberian monitol, gliserol, furosemid, steroid, antibiotik,
barbiturat.
b. Simptomatik : Mengatasi kejang, agitasi, gelisah, encephalopathy
3. Penatalaksanaan Lain
a. Manajemen respiratori
b. Surgical repair : craniotomy, ventrikulotomy, cranioplasty
c. Pengobatan
d. Monitor TIK
e. Managemen cairan dan elektrolit
f. Gizi dan diit
g. Terapi fisik
h. Rehabilitasi
4. Penatalaksanaan medis.
a. Jika terdapat luka pad kulit kepala, diusahakan ditutup, dan control
perdarahan yang terjadi.
b. Luka pada kulit kepala yang tidak diatas fraktur, segera dianastesi local,
dibersihkan dan dijahit.
c. Pada depresi tengkorak dilakukan pembedahan untuk menata kembali
fragmen tulang dalan lapisan durameter yang robek.

d. Pembedahan :
 Kraniotomy
Membuka tengkorang untuk mwngangkat bekuan darah atau tumor,
menghentikannperdarahan intra cranial, memperbaiki jaringan otak, atau
pembuluh darah yang rusak.
 Kraniaektomy
Mengangkat bagian tulang tengkorak.
 Kranioplasty
Memperbaiki tulang tengkorak dengan logam, lempeng plastic, untuk
menutup area yang terbuka dan memperkuat area kerudakan tulang.
e. Pengobatan.
 Anti Seuzure ( serangan tiba-tiba), seperti phenitoin
 Antagonis, histamine untuk mengurangi resiko stress ulcer.
 Analgetik : acenaminoven, kodein
 Antibiotik
 Diuretic untuk menurunkan TIK

Penatalaksanaan medis SAH

Penanganan Rekomendasi

Pemeriksaan umum

Sistem jalan napas dan kardiovaskuler Pantau ketat di unit perawatan intensif
atau lebih baik di unit perawatan
neurologis.

Lingkungan Pertahankan tingkat bising yang rendah


dan batasi pengunjung sampai aneurisma
ditangani.

Nyeri Morfin sulfat (2-4 mg IV setiap 2-4 jam)


atau kodein (30-60 mg IM setiap 4 jam).

Profilaksis gastrointestinal Ranitidine ( 150 mg PO 2x sehari atau 50


mg IV setiap 8-12 jam) atau lansoprazol
(30 mg PO sehari).

Profilaksis deep venous thrombosis Gunakan thigh-high stockings dan


rangkaian peralatan kompresi pneumatic;
heparin (5000 U SC 3x sehari) setelah
terapi aneuresma.

Tekanan darah Pertahankan tekanan darah sistolik 90-


140 mmHg sebelum terapi aneuresma,
kemudian jaga tekanan darah sistolik <
200 mmHg.

Glukosa serum Pertahankan kadar 80-120 mg/dl; gunakan


sliding scale atau infus kontinu insulin
jika perlu
Suhu inti tubuh Pertahankan pada ≤ 37,20 C; berikan
asetaminofen/parasetamol (325-650 mg
PO setiap 4-6 jam) dan digunakan
peralatan cooling bila diperlukan

Calcium antagonist Nimodipin (60 mg PO setiap 4 jam


selama 21 hari)

Terapi antifibrinolitik (opsional) Asam aminokaproat (24-48 jam pertama,


5 g IV, dilanjutkan dengan infus 1,5
g/jam).

Anti konvulsan Fenitoin (3-5 mg /kg/hr PO atau IV) atau


asam palvroat (15-45 mg/kg/hr PO atau
IV).

Cairan dan hidrasi Pertahankan euvolemi (CPV 5-8 mmHg);


jika timbul vasospasme serebri,
pertahankan hipervolemi (CPV 8-12
mmHg, PCWP (pulmonary capillary
wedge pressure 12-16 mmHg).

nutrisi Coba asupan oral (setelah evaluasi


menelan ) untuk alternatif lain lebih baik
pemberian makanan enteral.

Terapi lain/ khusus aneurisma

Surgical clipping Dilakukan dalam 72 jam pertama

Endovascular coiling Dilakukan dalam 72 jam pertama

Penatalaksanaan komplikasi

Hidrosefalus Masukan drain ventrikular eksternal atau


lumbar

Perdarahan ulang Berikan terapi suportif dan terapi darurat


aneurisma.

Vasospasme serebri Beri nimodipin; pertahankan hipervolemi


atau hipertensi yang diinduksi dengan
fanilefrin, norepinefrin, atau dopamine;
terapi endovaskuler (angioplasty
transluminal atau vasodilator langsung).
Bangkitan Lorazepam (0,1 mg/kg, dengan kecepatan
2 mg/menit) atau diazepam 5-10 mg,
dilanjutkan dengan fenitoin (20 mg/kg IV
bolus dengan kecepatan < 50 mg/menit
sampai dengan 30 mg/kg).

Hiponatremia Pada SIADH; restriksi cairan; pada


cerebral salt- wasting; secara agresif
gantikan kehilangan cairan dengan 0,9 %
NaCl atau NaCl hipertonis

Aritmi miokardial Metoprolol (12,5-100 mg PO 2x sehari),


evaluasi pungsi ventrikel; tangani aritmi.

Edema pulmonal Berikan suplementasi oksigen atau


ventilasi mekanik bila perlu.

Penatalaksanaan jangka panjang

Rehabilitasi Terapi fisik, terapi wicara

Evaluasi neuropsikologis Lakukan pemeriksaan global dan domain


specific, rehabilitasi kognitif.

Depresi Pengobatan antidepresi dan psikoterapi

Nyeri kepala kronis NSAIDs, antidepresan trisiklik,


gabapentin.

1. Penatalaksanaan keperawatan
1) Pengkajian

Lakukan pemeriksaan neurologis setiap jam (untuk ruangan ICU) meliputi


pemeriksaan persarafan lengkap, glasgow coma scale (GCS) dan monitoring
status hemodinamik.

2) Jalan napas dan oksigenasi

Biasanya pasien terpasang intubasi dan vemtilasi mekanik. Monitor bunyi


napas dan kedalaman pernapasan setiap jam (di ICU).

3) Pengontrolan tekanan darah


4) Monitoring tekanan intrakranial
5) Pengontrolan demam

Jika suhu > 38,3 0 C berikan asetaminofen setiap 4-6 jam hingga mencapai
suhu normal. Berikan kompres hangat.
6) Data laboratorium

Data laboratorium awal yang harus dibuat:

Metabolisme basal dan elektrolit, troponin, masa pembekuan, hitung darah


lengkap, kimia dan toksikologi urin.

7) Cairan intravena

Pertahankan euvolemi (CPV 5-8 mmHg); jika timbul vasospasme serebri,


pertahankan hipervolemi (CPV 8-12 mmHg) hindari pembatasan cairan
pada pasien dengan hiponatremia karena dapat mengakibatkan infark
serebral.

8) Nutrisi

Nutrisi parenteral via infuse diberikan 2 hari setelah 2 hari perdarahan jika
pasien tidak mampu makan dengan rute enteral.

9) Aktivitas

Aktivitas dibatasi, beri lingkungan yang tenang, batasi pengunjung,

10) Profilaksis DVT (deep Vein Thrombosis)

Gunakan thigh-high stockings dan rangkaian peralatan kompresi pneumatic.

11) Medikasi

Kolaborasi dalam pemberian profilaksis kejang, pelunak feses, manajemen


nyeri, sedative, anti emetic, dan profilaksis gastrointestinal

12) Psikososial

Cemas karena tindakan yang dilakukan dapat terjadi oleh karena itu jelaskan
tentang prosedur kepada pasien dan keluarga, tanyakan apa yang pasien
butuhkan.

1) Post aneurisma
1) Pengkajian

Lakukan pemeriksaan neurologis setiap jam (untuk ruangan ICU) meliputi


pemeriksaan persarafan lengkap, glasgow coma scale (GCS) dan monitoring
status hemodinamik. Selanjutnya pemantauan dilakukan setipa 2 jam sekali.

2) Jalan napas dan oksigenasi


Biasanya pasien terpasang intubasi dan vemtilasi mekanik. Monitor bunyi
napas dan kedalaman pernapasan setiap jam (di ICU). Suctioning mungkin
diperlukan.

2) Pengontrolan tekanan darah

Pertahankan tekanan darah sistolik < 200 mmHg.

3) Monitoring tekanan intrakranial


4) Pengontrolan demam

Jika suhu > 38,3 0 C berikan asetaminofen setiap 4-6 jam hingga mencapai
suhu normal. Berikan kompres hangat.

5) Data laboratorium

Data laboratorium awal yang harus dibuat:

elektrolit, troponin, dan EKG.

6) Cairan intravena

Pada pasien dengan gejala vasospasme, perhatikan tiga H (hipervolemia,


hipertensi dan hemodilusi).

7) Nutrisi

Diet tinggi serat jika pasien mampu menerima masukan per oral.

8) Aktivitas

Aktivitas ditingkatkan secara bertahap sesuai kemampuan pasien.

9) Profilaksis DVT (deep Vein Thrombosis)

Gunakan thigh-high stockings dan rangkaian peralatan kompresi pneumatic.

10) Medikasi

Kolaborasi dalam pemberian profilaksis kejang, pelunak feses, sedative, anti


emetic, dan pengobatan edema serebral

11) Psikososial

Cemas karena tindakan yang dilakukan dapat terjadi oleh karena itu jelaskan
tentang prosedur kepada pasien dan keluarga, tanyakan apa yang pasien
butuhkan.
DAFTAR PUSTAKA

Black and Matasarin Jacobs. (2016). Medical surgical nursing : Clinical management
for continuity of care. (Edisi V). hiladelphia: Wb Sounders Company.
Brunner dan Suddarth. (2016). Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8.
Jakarta: EGC
Doenges M.E. (2016), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3 . EGC: Jakarta.
Carpenito, L.P. (1999). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa
Keperawatan dan Masalah Kolaboratif. Ed.2. Jakarta : EGC.

Cidera kepala TIK - oedem


- hematom
Respon biologi Hypoxemia

Kelainan metabolisme
Cidera otak primer Cidera otak sekunder
Kontusio
Laserasi Kerusakan cel otak 

Gangguan autoregulasi  rangsangan simpatis Stress

Aliran darah keotak   tahanan vaskuler  katekolamin


Sistemik & TD   sekresi asam lambung

O2   ggan metabolisme  tek. Pemb.darah Mual, muntah


Pulmonal

Asam laktat   tek. Hidrostatik Asupan nutrisi kurang


Oedem otak kebocoran cairan kapiler

Ggan perfusi jaringan oedema paru  cardiac out put 


Cerebral
Difusi O2 terhambat Ggan perfusi jaringan

Gangguan pola napas  hipoksemia, hiperkapnea

Anda mungkin juga menyukai