Anda di halaman 1dari 12

Menurut Webb (2005), skrining/penapisan merupakan metode test sederhana yang digunakan secara

luas pada populasi sehat atau populasi yang tanpa gejala penyakit (asimptomatik). Skrining/penapisan
tidak dilakukan untuk mendiagnosa kehadiran suatu penyakit, tetapi untuk memisahkan populasi subjek
skrining/penapisan menjadi dua kelompok yaitu orang-orang yang lebih beresiko menderita penyakit
tersebut dan orang-orang yang cenderung kurang beresiko terhadap penyakit tertentu. Mereka yang
mungkin memiliki penyakit (yaitu, mereka yang hasilnya positif) dapat menjalani pemeriksaan diagnostik
lebih lanjut dan melakukan pengobatan jika diperlukan. (1)

Menurut Komisi Penyakit Kronis AS (1951) dalam kamus Epidemiologi (A Dictionary of Epidemiology),
skrining/penapisan didefinisikan sebagai "identifikasi dugaan penyakit atau kecacatan yang belum
dikenali dengan menerapkan pengujian, pemeriksaan atau prosedur lain yang dapat diterapkan dengan
cepat. Tes skrining/penapisan memilah/memisahkan orang-orang yang terlihat sehat untuk
dikelompokkan menjadi kelompok orang yang mungkin memiliki penyakit dan kelompok orang yang
mungkin sehat. Sebuah tes skrining/penapisan ini tidak dimaksudkan untuk menjadi upaya diagnosa.
Orang dengan temuan positif menurut hasil skrining/penapisan atau suspek suatu kasus harus dirujuk ke
dokter untuk diagnosis dan menjalani pengobatan yang diperlukan (3).

Skrining/penapisan juga merupakan pemeriksaan untuk membantu mendiagnosa penyakit (atau kondisi
prekursor penyakit) dalam fase awal riwayat alamiah atau di ujung kondisi yang belum parah dari
spektrum dibanding yang dicapai dalam praktek klinis rutin. (4). Sedangkan menurut Bonita et.al (2006),
skrining/penapisan adalah proses menggunakan tes dalam skala besar untuk mengidentifikasi adanya
penyakit pada orang sehat. Tes skrining/penapisan biasanya tidak menegakkan diagnosis, melainkan
untuk mengidentifikasi faktor resiko pada individu, sehingga bisa menentukan apakah individu
membutuhkan tindak lanjut dan pengobatan. Untuk yang terdeteksi sebagai individu yang sehat pun,
bukan berarti terbebas 100% dari suatu penyakit karena tes skrining/penapisan dapat salah.(5)

Inisiatif untuk skrining/penapisan biasanya berasal dari peneliti atau orang atau badan kesehatan dan
bukan dari keluhan pasien. Skrining/penapisan biasanya berkaitan dengan penyakit kronis dan bertujuan
untuk mendeteksi penyakit yang belum umum dalam pelayanan medis. Skrining/penapisan dapat
mengidentifikasi faktor - faktor risiko, faktor genetik, dan pencetus, atau indikasi suatu penyakit(3)

PRINSIP DALAM SKRINING (PENAPISAN)

Untuk menghasilkan program skrining/penapisan yang bermanfaat bagi masyarakat luas, harus ada
kriteria tertentu dalam memilih penyakit apa yang akan diskrining/penapisan. Berikut beberapa
katrakteristik penyakit yang harus dipertimbangkan dalam memutuskan kebijkan skrining/penapisan. (1,
11).
Jenis penyakit harus termasuk jenis penyakit yang parah, yang relatif umum dan dianggap sebagai
masalah kesehatan masyarakat oleh masyarakat. Pada umumnya memiliki prevalensi yang tinggi pada
tahap pra-klinis. Hal ini berkaitan dengan biaya relatif dari program skrining/penapisan dan dalam
kaitannya dengan jumlah kasus yang terdeteksi serta nilai prediksi positif. Pengeluaran yang harus
dikeluarkan untuk kegiatan skrining/penapisan harus selaras dengan mengurangi angka morbiditas dan
mortalitas. Namun kriteria ini menjadi tidak berlaku pada kasus tertentu seperti keganasan/keparahan
dari suatu penyakit. Contohnya skrining/penapisan Fenilketouria atau Phenylketouria (PKU) pada bayi
baru lahir. Fenilketouria adalah gangguan desakan autosomal genetik yang dikenali dengan kurangnya
enzim fenilalanin hidroksilase (PAH). Enzim ini sangat penting dalam mengubah asam amino fenilalanina
menjadi asam amino tirosina. Jika penderita mengkonsumsi sumber protein yang mengandung asam
amino ini, produk akhirnya akan terakumulasi di otak, yang mengakibatkan retardasi mental. Meskipun
hanya satu dari 15.000 bayi yang terlahir dengan kondisi ini, karena faktor kemudahan, murah dan akurat
maka skrining/penapisan ini sangat bermanfaat untuk dilakukan kepada setiap bayi yang baru lahir.

Skrining/penapisan harus aman dan dapat diterima oleh masyarakat luas. Dalam proses
skrining/penapisan membutuhkan partisipasi dari masyarakat yang dinilai cocok untuk menjalani
pemeriksaan. Oleh karena itu skrining/penapisan harus aman dan tidak mempengaruhi kesehatannya.

Skrining/penapisan harus akurat dan reliable. Tingkat akurasi menggambarkan sejauh mana hasil tes
sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dari kondisi kesehatan/penyakit yang diukur. Sedangkan
reliabilitas biasanya berhubungan salah satu dengan standardisasi atau kalibrasi peralatan pengujian
atau keterampilan dan keahlian dari orang-orang menginterpretasikan hasil tes.

Harus mengerti riwayat alamiah penyakit dengan baik dan percaya bahwa dengan melakukan
skrining/penapisan maka akan menghasilkan kondisi kesehatan yang jauh lebih baik. Misalnya pada
Kanker Prostat, secara biologis penderita kanker tidak bisa dibedakan, namun kemungkinan banyak pria
yang kanker bisa terdeteksi oleh pemeriksaan ini (PSA Test). Meskipun demiikian, skrining/penapisan
kanker prostat juga berbahaya sehingga umumnya skrining/penapisan ini tidak dianjurkan, meskipun
dapat digunakan.

Skrining/penapisan akan sangat bermanfaat jika dilakukan pada saat yang tepat. Periode antara
kemungkinan diagnosis awal dapat dilakukan dan periode kemunculan gejala merupakan waktu yang
sangat tepat (lead time). Namun jika penyakit berkembang dengan cepat dari tahap pra-klinis ke tahap
klinis maka intervensi awal kurang begitu manfaat, dan akan jauh lebih sulit untuk mengobati penyakit
tersebut.

Kebijakan, prosedur dan tingkatan uji harus ditentukan untuk menentukan siapa yang harus dirujuk
untuk pemeriksaan, diagnosis dan tindakan lebih lanjut.

Sistem pelayanan kesehatan dapat mengatasi banyaknya diagnosis dan pengobatan tambahan karena
menemukan penyakit yang umum yang positif palsu. Sebelum memulai program skrining/penapisan
sangat penting untuk menilai infrastruktur yang dibutuhkan untuk mendukung pelaksanaannya. Fasilitas-
fasilitas tersebut tentu dibutuhkan untuk proses skrining/penapisan tapi, sama pentingnya juga untuk
konfirmasi lanjutan mengenai pengujian dan diagnosis, pengobatan dan tindak lanjut bagi yang positif.
Perkiraan (Nilai Prediktif) sangat dibutuhkan dalam sebagai kemungkinan pengambilan
skrining/penapisan, jumlah total yang hasilnya positif (termasuk positif palsu), tersangka (berdasarkan
prevalens penyakit dan sensitivitas serta spesifisitas hasil pemeriksaan) dan kemungkinan dampak yang
dihasilkan berupa peningkatan permintaan pelayanan medis.(1)

Unknown di 21.53

Berbagi 1

Tujuan dan keuntungan pelaksanaan screening

- Deteksi dini penyakit tanpa gejala atau dengan gejala tidak khas terhadap orang-orang yang
tampak sehat, tetapi mungkin menderita penyakit, yaitu orang yang mempunyai resiko tinggi untuk
terkena penyakit (population at risk).

- Dengan ditemukannya penderita tanpa gejala dapat dilakukan pengobatan secara tuntas hingga
mudah disembuhkan, tidak membahayakan dirinya maupun lingkungannya, dan tidak menjadi sumber
penularan hingga epidemic dapat dihindari.

- Mendidik dan membiasakan masyarakat memeriksakan diri sedini mungkin.

- Mendapat keterangan epidemiologis yang berguna bagi klinisi dan peneliti.

- Mendidik dan memberikan gambaran kepada petugas kesehatan tentang sifat penyakit dan selain
mewaspadai dan melakukan pengamatan terhadap setiap gejala-gejala dini.

Pengertian

Skrining (screening) adalah deteksi dini dari suatu penyakit atau usaha untuk mengidentifikasi penyakit
atau kelainan secara klinis belum jelas dengan menggunakan test, pemeriksaan atau prosedur tertentu
yang dapat digunakan secara cepat untuk membedakan orang-orang yang kelihatannya sehat tetapi
sesunguhnya menderita suatu kelainan. Test skrining dapat dilakukan dengan : Pertanyaan (anamnesa)
Pemeriksaan fisik Pemeriksaan laboratorium

2.

Tujuan skrining

Skrining bertujuan untuk mengurangi morbiditas atau mortalitas dari penyakit dengan pengobatan dini
terhadap kasus yang ditemukan. Program diagnosis dan pengobatan dini hampir selalu diarahkan kepada
penyakit yang tidak menular seperti kanker, diabetes mellitus, glaucoma, dan lain-lain.

Tujuan Screening

Mengetahui diagnosis sedini mungkin agar cepat terapi nya

Mencegah meluasnya penyakit

Mendidik masyarakat melakukan general check up

Memberi gambaran kepada tenaga kesehatan tentang suatu penyakit (waspada mulai dini)

Memperoleh data epidemiologis, untuk peneliti dan klinisi

3. Latar Belakang
Screening atau uji tapis adalah suatu usaha mendeteksi atau menemukan penderita penyakit tertentu
yang tanpa gejala atau tidak tampak dalam suatu masyarakat atau kelompok penduduk tertentu melalui
suatu tes atau pemeriksaan secara singkat dan sederhana untuk dapat memisahkan mereka yang betul-
betul sehat terhadap mereka yang kemungkinan besar menderita (Noor, 2008). Screening test
merupakan suatu tes yang

PENEMUAN PENYAKIT DENGAN ‘SCREENING’

Screening: Penemuan penyakit secara aktif pada orang-orang yang tampak sehat dan tidak menunjukkan
adanya gejala. -

Uji screening tidak dimaksudkan sebagai diagnostik, akan tetapi seringkali digunakan sebagai tes
diagnosis. -

Diagnosis menyangkut konfirmasi mengenai ada atau tidaknya suatu penyakit pada individu yang
dicurigai atau menderita suatu penyakit tertentu. Orang-orang dengan tanda positif atau dicurigai
menderita penyakit seharusnya diberi perawatan/ pengobatan setelah diagnosa dipastikan hasilnya.

KRITERIA MENILAI, SUATU ALAT UKUR

Suatu alat (test) scereening yang baik adalah yang mempunyai tingkat validitas dan reabilitas yang tinggi
yaitu mendekati 100%. Validitas merupakan petunjuk tentang kemampuan suatu alat ukur (test) dapat
mengukur secara benar dan tepat apa yang akan diukur. Sedangkan reliabilitas menggambarkan tentang
keterandalan atau konsistensi suatu alat ukur

Bentuk Pelaksanaan Screening

Mass screening adalah screening secara masal pada masyarakat tertentu


Selective screening adalah screening secara selektif berdasarkan kriteria tertentu, contoh pemeriksaan
ca paru pada perokok; pemeriksaan ca servik pada wanita yang sudah menikah

Single disease screening adalah screening yang dilakukan untuk satu jenis penyakit

Multiphasic screening adalah screening yang dilakukan untuk lebih dari satu jenis penyakit contoh
pemeriksaan IMS; penyakit sesak nafas

Kriteria Program Penyaringan

Penyakit yang dipilih merupakan masalah kesehatan prioritas

Tersedia obat potensial untuk terapi nya

Tersedia fasilitas dan biaya untuk diagnosis dan terapinya nya

Penyakit lama dan dapat dideteksi dengan test khusus


Screeningnya memenuhi syarat sensitivitas dan spesivisitas

Teknik dan cara screening harus dapat diterima oleh masyarakat

Sifat perjalanan penyakit dapat diketahui dengan pasti

Ada SOP tentang penyakit tersebut

Biaya screening harus seimbang (lebih rendah) dengan resiko biaya bila tanpa screening

Penemuan kasus terus menerus

Contoh Screening

Mammografi untuk mendeteksi ca mammae

Pap smear untuk mendeteksi ca cervix


Pemeriksaan Tekanan darah untuk mendeteksi hipertensi

Pemeriksaan reduksi untuk mendeteksi deabetes mellitus

Pemeriksaan urine untuk mendeteksi kehamilan

Pemeriksaan EKG untuk mendeteksi Penyakit Jantung Koroner

Apa Itu Validitas

Validitas adalah kemampuan dari test penyaringan untuk memisahkan mereka yang benar sakit terhadap
yang sehat

Besarnya kemungkinan untuk mendapatkan setiap individu dalam keadaan yang sebenarnya (sehat atau
sakit)

Validitas berguna karena biaya screening lebih murah daripada test diagnostik

Komponen Validitas

Sensitivitas adalah kemampuan dari test secara benar menempatkan mereka yang positif betul-betul
sakit

Spesivicitas adalah kemampuan dari test secara benar menempatkan mereka yang negatif betul-betul
tidak sakit

Hasil Screening

3.

Bentuk Pelaksanaan

Screening

Bentuk Pelaksanaan

Screening

Test yaitu : a.

Mass screening

adalah

screening

secara masal pada masyarakat tertentu b.

Selective screening

adalah
screening

secara selektif berdasarkan kriteria tertentu, contoh pemeriksaan ca paru pada perokok; pemeriksaan
ca servik pada wanita yang sudah menikah c.

Single disease screening

adalah

screening

yang dilakukan untuk satu jenis penyakit d.

Multiphasic screening

adalah

screening

yang dilakukan untuk lebih dari satu jenis penyakit contoh pemeriksaan IMS; penyakit sesak nafas
Proses pelaksanaan sceening adalah : a. Tahap 1: melakukan pemeriksaan terhadap kelompok penduduk
yang dianggap mempunyai resiko tinggi menderita penyakit. 1) Apabila hasil negatif, dianggap orang
tersebut tidak menderita penyakit. 2) Apabila hasil positif dilakukan pemeriksaan tahap 2 b. Tahap 2 :
pemeriksaan diagnostic. 1) Hasilnya positif maka dianggap sakit dan mendapat pengobatan. 2) Hasilnya
negatif maka dianggap tidak sakit (dilakukan pemeriksaan ulang secara periodik).

4.

Kriteria Evaluasi

Screening

a. Validitas Validitas adalah kemampuan dari test penyaringan untuk memisahkan mereka yang benar
sakit terhadap yang sehat. Besarnya kemungkinan untuk mendapatkan setiap individu dalam keadaan
yang sebenarnya (sehat atau sakit). Validitas dilakukan dengan melakukan

pemeriksaan di luar tes penyaringan untuk diagnosa pasti, dengan ketentuan bahwa biaya dan waktu
yang digunakan daripada yang dibutuhkan pada penyaringan (Noor, 2002). Validitas berguna karena
biaya

screening
lebih murah daripada test diagnostik. Komponen Validitas : 1) Sensitivitas adalah kemampuan dari test
secara benar menempatkan mereka yang positif betul- betul sakit. 2) Spesifisitas adalah kemampuan
dari test secara benar menempatkan mereka yang negatif betul- betul tidak sakit

Tabel 1. Tabel Kontigensi 2 x 2

Hasil Tes

Keadaan Penderita

Jumlah

Sakit

Tidak Sakit

Positif a b a + b Negatif c d c + d Jumlah a + c b + d N a = positif benar b = positif semu c = negatif semu


d = negatif benar N = a + b + c + d Sensitivitas = a/(a + b) Spesifisitas = d/(b + d) Proporsi negatif semu =
c/(a + c) Proporsi positif semu = b/(b + d)

Penilaian hasil

screening

test dengan menghitung sensitivitas dan spesifisitas menggunakan perhitungan di atas mempunyai
beberapa kelemahan yaitu: 1)

Tidak semua hasil pemeriksaan dapat dinyatakan dengan tegas “Ya” atau “Tidak”.

2) Perhitungan ini tidak sesuai dengan kenyataan karena perhitungan sensitivitas dan spesifisitas
dilakukan setelah penyakit diketahui atau didiagnosis, sedangkan tujuan

screening
adalah untuk mendeteksi penyakit yang belum tampak dan bukan untuk menguji kemampuan alat tes
yang digunakan. Untuk mengatasi kelemahan tersebut, dilakukan perhitungan perkiraan nilai
kecermatan dengan maksud untuk menafsirkan banyaknya orang yang benar-benar menderita dari
semua hasil tes yang positif. b. Reliabilitas Reliabilitas adalah kemampuan suatu test memberikan hasil
yang sama/ konsisten bila test diterapkan lebih dari satu kali pada sasaran yang sama dan kondisi yang
sama. Ada 2 faktor yg mempengaruhi: 1) Variasi cara

screening

: stabilitas alat; fluktuasi keadaan (demam) 2) Kesalahan/perbedaan pengamat: pengamat beda/


pengamat sama dengan hasil beda. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan reliabilitas yaitu: 1)
Pembakuan/standarisasi cara

screening

2) Peningkatan ketrampilan pengamat 3) Pengamatan yg cermat pada setiap nilai pengamatan 4)


Menggunakan dua atau lebih pengamatan untuk setiap pengamatan 5) Memperbesar klasifikasi kategori
yang ada, terutama bila kondisi penyakit juga bervariasi/ bertingkat. c. Derajat

Screening

(Yield) Yield adalah kemungkinan menjaring mereka yang sakit tanpa gejala melalui

screening

, sehingga dapat ditegakan diagnosis pasti serta pengobatan dini. Faktor yang dapat mempengaruhi
yaitu: 1) Derajat sensitivitas tes 2) Prevalensi penyakit 3) Frekuensi penyaringan 4) Konsep sehat
masyarakat sehari-hari (Noor, 2002).

Anda mungkin juga menyukai