Anda di halaman 1dari 14

JOURNAL READING

Effect of Wound Care Using Robusta Coffee


Powders on Diabetic Ulcer Healing in Sekarwangi
Hospital Sukabumi

Disusun oleh:
Mohammad Fajar Sodiqi
30101507494

Pembimbing:
dr. Hakimansyah, Sp.B

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
PERIODE 20 MEI – 18 JULI 2019
LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Mohammad Fajar Sodiqi


NIM : 30101507494
Universitas : Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung
Judul : Effect of Wound Care Using Robusta Coffee Powders on
Diabetic Ulcer Healing in Sekarwangi Hospital Sukabumi
Bagian : Ilmu Bedah RSUD K.R.M.T Wongsonegoro
Pembimbing : dr. Hakimansyah, Sp.B

Semarang, 10 Juli 2019

dr. Hakimansyah, Sp.B


Pengaruh Perawatan Luka Menggunakan Bubuk Kopi Robusta
pada Penyembuhan Ulkus Diabetik di Rumah Sakit
Sekarwangi Sukabumi
Yeni Yulianti1, Kusman Ibrahim2, Titis Kurniawan2
1
Stikes Sukabumi, 2Faculty of Nursing, Universitas Padjadjaran

INTISARI
Ulkus diabetes adalah salah satu komplikasi terkait diabetes yang paling merusak.
Dibutuhkan teknik perawatan luka khusus yang tidak hanya mengutamakan proses
penyembuhan tetapi juga meminimalkan infeksi dan hambatan penyembuhan
lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi efek perawatan luka
menggunakan bubuk kopi Robusta pada penyembuhan ulkus diabetes. Penelitian
eksperimen kuasi dengan desain studi Pretest-Posttest Control Group ini
melibatkan 32 pasien dengan ulkus kaki diabetik yang direkrut secara consecutive
dari Rumah Sakit Sekarwangi di Sukabumi - Jawa Barat. Pasien yang memenuhi
kriteria; GDS 70–250 mg / dl dan tidak pernah merawat luka menggunakan Bubuk
Kopi Robusta dibagi menjadi dua kelompok (kelompok intervensi menerima
perawatan luka menggunakan bubuk Kopi Robusta dan dibersihkan setiap dua hari,
sedangkan kelompok kontrol menerima perawatan luka konvensional setiap hari).
Proses penyembuhan luka diukur menggunakan Bates-Jensen Wound Assessment
Tool (BWAT) dua kali; pretest (minggu 0) dan posttest (minggu ke-2). Data
dianalisis menggunakan uji-t dependen dan independen. Hasilnya menunjukkan
bahwa tidak ada perbedaan signifikan dari karakteristik responden antara kedua
kelompok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata skor posttest, baik pada
kelompok intervensi atau kelompok kontrol secara signifikan lebih rendah (p =
0,000) daripada rata-rata skor pretest. Selain itu, perbedaan skor antara posttest dan
pretest pada kelompok intervensi (16,25 + 4,768) secara signifikan lebih tinggi (p
= 0,000) dibandingkan pada kelompok kontrol (6,25 + 3,444). Temuan ini
menunjukkan bahwa efek perawatan luka menggunakan bubuk Kopi Robusta pada
proses penyembuhan ulkus diabetes terbukti lebih baik dibandingkan dengan
perwawatan konvensional. Penting bagi staf rumah sakit untuk mempertimbangkan
perawatan luka menggunakan bubuk Kopi Robusta sebagai strategi dalam
mengelola ulkus diabetikum.

Kata kunci: skor BWAT, ulkus diabetikum, gangren, Kopi Robusta, penyembuhan
luka

Pendahuluan
Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit metabolik yang ditandai dengan
hiperglikemia yang terjadi akibat kelainan sekresi insulin, insufisiensi insulin atau
keduanya (PERKENI, 2015). Penyakit ini menjadi salah satu masalah kesehatan
serius di Indonesia. Data membuktikan bahwa Indonesia adalah salah satu dari
sepuluh negara dengan populasi usia 20-79 tahun tertinggi yang menderita DM di
dunia. Pada tahun 2010-2011, jumlah orang yang menderita DM di Indonesia
berkisar 7-7,3 juta dan diprediksi menjadi dua kali lipat pada tahun 2030 (11,8-12
juta orang) (Shaw, Hughes, Lagan, Bell & Stevenson, 2007 ; Whiting, Guariguata,
Weil, & Shaw, 2011).
Selain jumlah pasien diabetes yang terus meningkat, DM juga dikenal
sebagai salah satu penyakit kronis yang sering mengakibatkan komplikasi. Salah
satu komplikasi yang paling umum adalah ulkus diabetes. Diperkirakan bahwa 15%
pasien diabetes akan mengalami ulkus pada ekstremitas bawah. Menurut beberapa
studi di Inggris di antara pasien neuropatik, kejadian terjadinya ulkus gangren
diabetes pada awal tahun pertama adalah sekitar 7%. Neuropatik, deformitas,
tekanan tinggi pada plantar, kadar glukosa darah yang tidak terkontrol, dan jenis
kelamin laki-laki merupakan faktor yang berkontribusi terhadap terjadinya ulkus
diabetikum. Sementara itu 7% hingga 20% ulkus diabetikum pada kaki perlu
diamputasi. Di antara pasien dengan DM, ulkus diabetikum pada kaki adalah
penyebab utama (sekitar 85%) amputasi pada ekstremitas bawah (Fryberg et al.,
2006).
Manajemen ulkus diabetes / gangren dimulai dari deteksi dini gangguan
kaki diabetik, kontrol metabolik, kontrol mekanis, kontrol cedera vaskular, kontrol
infeksi, dan edukasi (PERKENI, 2015). Setelah ulkus diabetes terjadi, perawatan
luka merupakan salah satu komponen penting dalam mengelola ulkus diabetes.
Ulkus diabetik pada kaki memerlukan manajemen luka spesifik yang tidak hanya
mengutamakan proses penyembuhan tetapi juga mampu mencegah dan melawan
infeksi luka dan faktor penghambat lainnya yang biasa ditemukan pada pasien DM.
Perkembangan teknik perawatan luka saat ini telah cukup maju dan
beberapa di antaranya telah diterapkan untuk mengatasi kelemahan dari perawatan
luka konvensional. Salah satu teknik yang dikembangkan adalah perawatan luka
menggunakan Modern Wound Dressing. Modern Wound Dressing secara efektif
meningkatkan proses penyembuhan luka diabetes dengan tingkat keefektivitasan
pembiayaan yang tinggi (Ismail et al., 2009). Namun, beberapa alat dan bahan
Modern Wound Dressing masih diimpor dan memunculkan masalah keuangan.
Oleh karena itu, teknik atau metode perawatan luka lain yang tidak hanya ampuh
untuk meningkatkan proses penyembuhan luka diabetes tetapi juga mudah didapat
dan terjangkau sangat diperlukan.
Di Indonesia, beberapa bahan alami biasa digunakan untuk mengobati luka.
Salah satu yang paling umum adalah madu (Aftria, 2004). Telah dibuktikan bahwa
madu secara efektif meningkatkan penyembuhan luka termasuk ulkus diabetik
(Alam, Islam, Gan, & Khalil, 2014). Namun, banyaknya jenis madu di Indonesia
menyebabkan kesulitan dalam menemukan standar madu murni yang memenuhi
kriteria untuk perawatan luka yang digunakan (Martyarini & Najatullah, 2011).
Bahan alami lainnya adalah bubuk kopi yang biasa digunakan untuk mengobati luka
oleh orang-orang yang tinggal di daerah ladang kopi (Yuwono, 2014).
Beberapa literatur menyatakan bahwa biji kopi mengandung kafein,
senyawa alkaloid yaitu xanthin dan asam klorogenat (CGA) merupakan senyawa
polifenol yang memiliki efek antioksidan. Zat ini lebih banyak terdapat pada kopi
Robusta dibandingkan kopi Arabica atau lainnya (Johnston, Clifford, & Morgan,
2003; Sukohar, Wirakusumah, & Sastramihardja, 2013). CGA dalam kopi memiliki
fungsi biologis seperti antibakteri, antioksidan, dan anti-inflamasi (Liang & Kitts,
2015). Hal ini memungkinkan bermanfaat untuk memperbaiki kondisi ulkus
diabetik yang umumnya mengalami infeksi dan masalah penyembuhan lain. Selain
itu, bubuk kopi juga meminimalkan bau busuk yang biasa ditemukan di gangren.
Hal ini berpotensi untuk meningkatkan kenyamanan pasien.
Kopi Robusta tidak hanya biasa digunakan sebagai bahan untuk perawatan
luka tradisional untuk orang Indonesia tetapi juga telah melewati tes pra-klinik
menggunakan hewan coba di laboratorium. Tes laboratorium pada tikus yang
diinduksi alloxan tercatat bahwa bubuk kopi Robusta mempercepat penutupan luka
dengan meningkatkan jumlah limfosit, sel plasma, makrofag, fibroblast, dan
pembuluh darah yang semakin meningkatkan proses penyembuhan. Beberapa studi
klinis juga telah dilakukan oleh beberapa peneliti dan terbukti bahwa teknik
perawatan luka ini secara efektif meningkatkan penyembuhan ulkus diabetes
(Kenisa & Istiati, 2012; Susanto, Puradisastra, & Ivone, 2010). Namun, studi-studi
tersebut tidak secara jelas menjelaskan teknik ganti balut yang diterapkan dan alat
pengukur penyembuhan yang digunakan. Oleh karena itu penting untuk
mengidentifikasi lebih lanjut efek perawatan luka menggunakan bubuk Kopi
Robusta pada penyembuhan ulkus diabetikum di Rumah Sakit Sekarwangi
Sukabumi.

Metode
Penelitian ini menggunakan eksperimen kuasi dengan Pretest-Posttest
Control Group. Sebanyak 32 pasien DM dengan ulkus diabetikum direkrut secara
consecutive di Rumah Sakit Sekarwangi Sukabumi - Jawa Barat dan kemudian
dibagi menjadi dua kelompok; kelompok intervensi (16 responden) dan kelompok
kontrol (16 responden). Kelompok intervensi menerima pelayanan standar untuk
pasien diabetes dari rumah sakit dan menerima perawatan luka menggunakan
bubuk Kopi Robusta serta dicuci/dibersihkan dan dilakukan ganti balut setiap dua
hari, sedangkan kelompok kontrol menerima pelayanan standar untuk pasien
diabetes dari rumah sakit dan menerima perawatan luka konvensional
(menggunakan NaCl 0,9% kain kasa dan/atau Povidine iodine) serta
dicuci/dibersihkan dan dilakukan ganti balut setiap hari.
Penyembuhan luka/ulkus diabetikum diukur dua kali pada pra intervensi
dan dua minggu setelah perawatan diterapkan menggunakan Bates-Jensen Wound
Assessment Tool (BWAT). BWAT adalah alat penilaian luka yang dikembangkan
oleh Barbara Bates Jensen (2001) terdiri dari 13 item untuk menilai luka dari
ukuran, kedalaman, tepi, kerusakan, jenis jaringan nekrotik, jumlah jaringan
nekrotik, jaringan granulasi dan epitelisasi, jenis dan jumlah eksudat, warna kulit
di sekitarnya, edema jaringan perifer dan indurasi. Setiap item memiliki lima
kategori dengan skor terkait. Alat ini telah diuji dan memiliki reliabilitas antar
penilai yang kuat (0,91 untuk pengukuran ke-1 dan 0,92 untuk pengukuran ke-2, p
<0,001) (Pillen et al., 2009).
Sebelum pengumpulan data dilakukan, penulis melakukan uji laboratorium
untuk memastikan bahwa bubuk Kopi Robusta yang digunakan aman untuk
perawatan luka. Penelitian ini menerapkan prinsip-prinsip etika dan memperoleh
izin etis dari Komite Etik Universitas Padjadjaran pada 3 Mei 2017 Surat izin etis
No 566/UN6.C10/PN/2017.
Pengumpulan data dilakukan pada 8 Mei – 4 Juli 2017 di Ruang Rawat Inap
Bedah dan Rawat Jalan Rumah Sakit Sekarwangi Sukabumi Barat - Jawa. Data
yang dikumpulkan dianalisis secara deskriptif dan diuji normalitasnya. Tes
normalitas didappatkan bahwa data skoring penyembuhan luka, baik pretes maupun
postes pada kedua kelompok terdistribusi normal. Analisis lebih lanjut dilakukan
untuk mengidentifikasi perbedaan skor penyembuhan luka baik pretes-postes pada
setiap kelompok (uji-t dependen) atau antara kelompok (uji-t independen).

Hasil
Tabel 1 menunjukkan bahwa umumnya kedua kelompok didominasi oleh
usia pra lansia, perempuan, kadar glukosa darah kurang dari 200 mg%, indeks
massa tubuh normal, ulkus diabetes lebih dari 4 minggu, dan menerima terapi
antibiotik dan insulin. Itu juga menandakan tidak ada perbedaan yang signifikan
antara kedua kelompok (p> 0,05) dalam hal homogenitas sampel.
Analisis uji t dependen menunjukkan bahwa rata-rata skor posttest secara
signifikan lebih rendah (p = 0,00) daripada rata-rata skor pretes baik pada kelompok
intervensi atau kontrol. Hal ini menandakan ada peningkatan penyembuhan ulkus
diabetikum yang signifikan pada kedua kelompok.
Tabel tersebut mencatat bahwa skor rata-rata posttest pada kelompok
intervensi secara signifikan lebih rendah (p = 0,005) dibandingkan pada kelompok
kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa skor penyembuhan luka ulkus diabetikum
pada kelompok intervensi secara signifikan lebih baik daripada pada kelompok
kontrol. Temuan ini juga diklarifikasi oleh analisis lebih lanjut yang menunjukkan
perberbedaan skor rata-rata pre-postes pada kelompok intervensi secara signifikan
lebih tinggi (p = 0,00) dibandingkan pada kelompok kontrol.
Pembahasan
Penelitian ini membuktikan bahwa perawatan luka menggunakan Robusta
Coffee Powder sebagai complementary therapy memiliki efek positif pada
penyembuhan ulkus diabetikum. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Yuwono (2014) dimana ditemukan bahwa proses
penyembuhan ulkus diabetes pada kelompok bubuk Kopi Robusta secara signifikan
lebih cepat dibandingkan pasien yang menerima perawatan luka menggunakan
NaCl 0,9%. Namun, penelitian kami menerapkan metode perawatan luka yang
berbeda. Yuwono (2014) mencuci/membersihkan ulkusnya hanya saat perawatan
pertama kemudian menambahkan kopi di permukaan ulkus. Bubuk kopi diganti
setiap hari selama empat minggu sampai proses penyembuhan terjadi. Di sisi lain,
dalam penelitian ini teknik perawatan luka menggunakan bubuk Kopi Robusta
sebagai pembalut primer dan mencuci ulkus menggunakan NaCl 0,9% sebelum
diaplikasikan. Prosedur pembersihan ulkus menggunakan NaCl 0,9% dilakukan
setiap dua hari, tetapi mengganti atau menambahkan kopi baru dilakukan setiap
hari.
Dasar untuk membersihkan ulkus setiap dua hari adalah membersihkan
permukaan ulkus dari debris dan jaringan nekrotik. Atiyeh, Dibo, dan Hayek (2009)
mencatat bahwa pembersihan luka merupakan faktor penting dalam pengobatan
ulkus kronis. Prosedur ini secara efektif menghilangkan debris, benda asing, dan
jaringan nekrotik yang menghambat proses penyembuhan luka. Pencucian luka
dianggap sebagai salah satu metode terbaik untuk membersihkan ulkus. Cairan
yang digunakan untuk membersihkan ulkus harus nontoxic, efektif untuk
mengurangi jumlah mikroorganisme, dan menyebabkan reaksi hiper-sensitif yang
minimal pada kulit (Boateng, Matthews, Stevens, & Eccleston, 2008).
Dalam banyak kasus, karena luka kronis sebagian besar terbentuk biofilm
dan jaringan nekrotik yang luas, pembersihan dasar luka menggunakan teknik
debridemen kadang-kadang diperlukan. Debridemen menjadi pilihan terbaik dalam
mengelola biofilm (bakteri) yang resisten terhadap penggunaan antibiotik, baik
yang diirigasi atau dioleskan (Jones, Cochrane, & Percival, 2015). Untuk alasan ini,
penyembuhan ulkus diabetes yang signifikan ditemukan pada kedua kelompok
penelitian ini, dimana hal ini efek debridemen menjadi pertimbangan penyebab
penyembuhan. Seperti yang disajikan sebelumnya, 43,75% responden pada
kelompok intervensi dan 25% responden pada kelompok kontrol direkrut setelah
melakukan debridement. Debridement bedah dengan cepat mengubah status luka
dari luka kronis menjadi luka akut.
Kondisi ulkus diabetes dan penyembuhannya dipengaruhi oleh beberapa
faktor: hiperglikemia progresif, pro-inflamasi, penyakit arteri perifer, dan neuropati
perifer. Keempat kondisi di atas secara bersamaan menyebabkan sel-sel imun yang
tidak berfungsi, respon inflamasi menjadi tidak efektif, disfungsi sel endotel, dan
gangguan choroidal (Tellechea, Leal, Veves & Carvalho, 2010). Ketika kopi
dioleskan pada ulkus, Kopi dianggap sebagai salah satu bahan alami yang
mempercepat penyembuhan luka karena memfasilitasi konsep TIME (Tissue
Managemen, Infection or Inflamation control, Moisture balance, Edge of wound)
dalam penyembuhan ulkus diabetes. Ada beberapa mekanisme yang berpotensi
meningkatkan penyembuhan ulkus. Pertama, kopi menyebabkan kondisi ulkus
menjadi asam (Arimbi & Yuwono, 2016). Area ulkus yang relatif asam dapat
merusak kolagen abnormal dari dasar ulkus, mengurangi aktivitas protease (MMPs)
dengan menghambat pengeluaran TNF a, meningkatkan angiogenesis, aktivitas
makrofag (Gethin, 2007). Dari segi potensi angiogenesis, hal ini dianggap mampu
membantu masalah hipoksia yang biasa ditemukan pada luka kronis. Seperti
diketahui, oksigen dibutuhkan untuk replikasi fibroblas, migrasi, menjalankan
fungsi serta pematangan kolagen. Oleh karena itu, proses penyembuhan luka akan
menghambat dalam kondisi hipoksia (Hanson, Bents, & Hematti, 2010; Kartika,
2005; Schreml et al., 2014).
Kedua, kopi dikenal mampu mengendalikan infeksi dan peradangan karena
mengandung CGA yang bersifat antibakteri (Z. Lou et al., 2011). Bubu Kopi
Robusta mengandung kafein, chlorogenic acids (CGA), trigonelin, karbohidrat,
lemak, asam amino, asam organik, aroma yang mudah menguap dan mineral pH
sekitar 5,67-5,73. Daerah luka asam akan mengurangi aktivitas protease dan
merangsang oksigenasi jaringan. Selain itu, itu akan mengurangi zat toksik bakteri
(amonia), menghancurkan kolagen abnormal di dasar ulkus, meningkatkan
angiogenesis, meningkatkan aktivitas makrofag dan fibroblast serta mengontrol
aktivitas enzim protease (Gethin, 2007).
CGA diketahui mampu memperpendek fase inflamasi dengan merangsang
pelepasan interleukin 6 (IL-6). Ketika luka melewati fase inflamasi maka akan
berlanjut ke fase proliferasi. Fase ini dimulai 2-3 hari setelah luka dan ditandai oleh
migrasi fibroblast ke luka. Umumnya, tumpang tindih dengan fase inflamasi,
ditandai oleh re-epitelisasi. Di dalam dermis, sel-sel fibroblast dan endotel
meningkat dan membantu perkembangan kapiler, pembentukan kolagen, dan
pembentukan jaringan granulasi. Di dasar ulkus, fibroblast menghasilkan kolagen
dan juga glikosaminoglikan serta proteoglikan, yang merupakan komponen utama
dari matriks ekstraseluler. Kolagen dan pembuluh darah terbentuk di tepi luka untuk
membantu penyembuhan luka dan penutupan luka (Lobmann, Schultz, dan Lehnert,
2005).
Kandungan CGA yang tinggi dalam kopi memiliki banyak keuntungan
untuk menghasilkan efek farmakologis (Farhaty, 2017). CGA memiliki fungsi
biologis sebagai antioksidan, aktivitas inflamasi, dan antibakteri karena mencegah
perkembangan bakteri positif dan negatif termasuk staphylococcus aureus (Liang
& Kitts, 2015; Yaqin & Nurmilawati, 2016). Asam klorogenik (CGA) juga
berkontribusi untuk mengurangi radikal bebas dan menghambat reaksi oksidasi dan
merangsang sintesis kolagen oleh fibroblast, yang berkontribusi terhadap
penyembuhan ulkus (Alexandru et al., 2015). Selain itu, CGA memiliki aktivitas
antioksidan dengan meningkatkan superoksida dismutase, katalase, dan
mengurangi konsentrasi lipid, protein sel dan asam nukleat. Dengan antioksidan
kuat tersebut mampu menjaga bentuk membran sel dan fungsi sel terhadap
antigen/agen infeksi (dos Santos, Almeida, Lopes, & de Souza, 2006; Hebeda et al.,
2011; Winarsi, 2005). Mekanisme ini memperkuat efek terapi antibiotik dalam
mendukung proses penyembuhan luka. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya,
semua responden dalam penelitian ini diresepkan dengan terapi antibiotik. Oleh
karena itu proses penyembuhan yang signifikan terjadi pada kedua kelompok harus
mempertimbangkan efek terapi antibiotik yang diberikan.
Ketiga, kopi memiliki potensi untuk menjaga kelembapan. Bubuk kopi
menyerap eksudat akan bermanfaat dalam mencegah kondisi lembab dan lebih
mempercepat proses penyembuhan (Yuwono, 2014). Penanganan kondisi lembab
tersebut merupakan hal dasar dalam menangani segala jenis luka. Selain itu, hal ini
juga dianggap mampu untuk manajemen edema. Keadaan hipoksia jaringan dapat
disebabkan oleh keadaan edema pada luka di mana kondisi edema pada luka
memperbesar jarak antara kapiler, sehingga perfusi oksigen lokal akan semakin
berkurang sehingga menghambat proses penyembuhan luka (Hanson, Bents , &
Hematti, 2010; Kartika, 2005; Schreml et al., 2014).
Keempat, faktor tepi luka. Keasaman kafein, luteolin dan apogent
merupakan antioksidan tinggi yang merangsang sintesis kolagen oleh fibroblast.
Hal ini ampuh untuk lebih berkontribusi pada stabilitas dan kekuatan jaringan
ulkus. (Arimbi & Yuwono, 2016; Liang & Kitts, 2015; Yuwono, 2014).
Studi ini juga menemukan bahwa pasien dalam kelompok kontrol yang
menerima perawatan luka konvensional menggunakan pembalut NaCl 0,9% juga
menunjukkan penyembuhan ulkus diabetes yang signifikan. Perawatan luka
konvensional menggunakan kasa NaCl 0,9% lembab dan kadang-kadang
ditambahkan dengan pemberian iodine 10% sebagai pembalut primer dan kasa
kering sebagai pembalut sekunder. Pada prinsipnya, teknik perawatan luka ini dapat
menjadikan lingkungan dengan kelembapan yang diperlukan untuk mendukung
penyembuhan luka. Namun, tingkat kelembapan yang dihasilkan oleh teknik ini
tidak cukup lama. Selain itu perlu mengganti dan membersihkan luka setiap hari
yang kadang-kadang mengganggu pertumbuhan jaringan baru. Kerugian ini
meminimalkan teknik pembalut konvensional dalam meningkatkan penyembuhan
ulkus diabetes (Ismail, Irawaty, & Haryati, 2009). Efek yang lebih rendah pada
perawatan luka dengan bubuk kopi dalam penelitian ini diklarifikasi dalam skor
penyembuhan ulkus antara kelompok kontrol dan intervensi.
Terapi lain yang berkontribusi pada hasil penelitian ini adalah manajemen
hiperglikemia. Responden dalam penelitian ini diberi resep insulin untuk menjaga
glukosa darah mereka. Hal ini dibuktikan dengan kadar glukosa darah pasien yang
terkontrol (<200 mg%). Glukosa darah tinggi diidentifikasi sebagai faktor
penghambat penyembuhan luka yang signifikan. Leukosit yang berperan dalam
proses peradangan dan perlawanan infeksi tidak akan bekerja dengan baik dalam
kondisi hiperglikemik (Chodijah & Pandelaki, 2013).
Usia responden yang terlibat dalam penelitian ini juga dapat berkontribusi
pada proses penyembuhan ulkus dalam penelitian ini. Seperti yang ditunjukkan
dalam karakteristik responden, sebagian besar responden dalam penelitian ini
adalah usia pra-lansia, terutama dalam kelompok kontrol. Hasil yang berbeda dapat
ditemukan jika responden yang terlibat berasal dari usia lanjut. Secara umum
diketahui bahwa usia lanjut berhubungan erat dengan masalah penyembuhan luka
(Guo & Dipietro, 2010).

Keterbatasan Penelitian
Beberapa ulkus diabetes yang diamati dalam penelitian ini adalah ulkus
diabetes pasca bedah. Proses debridemen ini dapat berkontribusi pada
penyembuhan luka yang signifikan pada kedua kelompok, karena debridemen
bedah yang dilakukan memberikan kondisi ideal untuk proses penyembuhan luka
dengan mengubah keadaan lingkungan luka dari kondisi kronis menjadi kondisi
akut. Oleh karena itu, studi lebih lanjut direkomendasikan untuk lebih memperjelas
efek perawatan luka menggunakan Coffee Robusta pada penyembuhan ulkus
diabetes dengan memperhatikan variabel pengganggu seperti prosedur
debridement.

Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi efek perawatan luka
menggunakan bubuk Kopi Robusta pada penyembuhan ulkus diabetes. Dapat
disimpulkan bahwa terdapat efek yang signifikan dari perawatan luka
menggunakan bubuk Kopi Robusta sebagai complementary therapy pada
penyembuhan ulkus diabetes. Efeknya secara signifikan lebih besar dibandingkan
dengan perawatan konvensional menggunakan NaCl 0,9%. Penting bagi
profesional kesehatan di Rumah Sakit Sekarwangi Sukabumi - Jawa Barat untuk
mempertimbangkan teknik perawatan luka ini sebagai bagian dari manajemen ulkus
diabetik.

Anda mungkin juga menyukai