Anda di halaman 1dari 11

Hubungan Antara Glaukoma Primer Sudut Terbuka Dengan Sekelompok Komponen

Sindrom Metabolik

Seyed Ahmad Rasoulinejad, Ali Kasiri, Mahdi Montazeri, Negin Rashidi, Maryam Montazeri
,Mohammad Montazeri and Hesam Hedayati

Department of Ophthalmology, Babol University of Medical Sciences, Babol, Iran


Department of Ophthalmology, Jundishapur University of Medical Sciences, Ahvaz, Iran
Department of Cardiology, Tehran University of Medical Sciences, Tehran, Iran
Department of Internal Medicine, Tehran University of Medical Sciences, Tehran, Iran
Department of Internal Medicine, Shiraz University of Medical Sciences, Shiraz, Iran
Young Researchers Club, Islamic Azad University, Babol Branch, Babol, Iran

Abstrak

Tujuan : Masih terdapat bukti yang bertentangan apakah bagian dari sindrom metabolik dapat
meningkatkan atau menurunkan resiko dari glaukoma primer sudut terbuka . Tujuan
penelitian ini adalah untuk menentukan hubungan antara sindrom metabolic dan glaukoma
primer sudut terbuka.

Metode : Sebanyak 200 peserta yang terdiri dari 100 kontrol dan 100 pasien dengan
glaukoma primer sudut terbuka tercatat dengan uji klinis dan diperiksa oleh dokter mata
berpengalaman menggunakan peralatan oftalmologi testandar yang dilibatkan dalam
penelitian tersebut . Definisi sindroma metabolik menggunakan standar dari kriteria ATP III
dan definisi glaukoma primer sudut terbuka menggunakan kriteria International Society of
Geographic and Epidemiological Ophthalmology (ISGEO). Kemudian input dan analisa data
menggunakan program SPSS.

Hasil : Prevalensi dari sindroma metabolic pada kelompok glaukoma sebesar 53%
sedangankan pada kelompok kontrol sebesar 38% (p=0,037). Sindrom metabolik dikaitkan
dengan peningkatan odd ratio untuk TIO lebih dari 21 mmHg (OR = 1,72; 95% CI (1,03-
2,79);p=0,034). Tekanan intraocular rata-rata pada pasien yang tidak mengalami metabolik
sindrom adalah 24.91±4.29 mmHg dan 27.23±4.81 mmHg pada pasien dengan metabolic
sindrom (p=0.027). Nilai rata-rata dari ketebalan kornea sentral adalah 603.64±63.16 µm
pada pasien dengan sindrom metabolik dan 579.27±72.87 µm pada kelompok kontrol
(p=0.018).

Kesimpulan : Data menunjukan terdapat peningkatan prevalensi pasien sindrom metabolic


dengan glaukoma. Mekanisme yang mendasari hubungan ini perlu diteliti lebih lanjut pada
studi berikutnya . Hasil kami mendukung rekomendasi bahwa pasien dengan sindrom
metabolik menjalani ujian oftalmologi rutin untuk memantau untuk onset atau perkembangan
glaukoma.

PEMBUKAAN
Glaukoma primer sudut terbuka merupakan sebuah penyakit kronik dan terkait
umur yang dapat menyebabkan kecacatan pengelihatan yang permanen. Untuk mencegah
kebutaan, Badan Internasional Pencegahan Kebutaan ( IAPB ) dan Organisasi Kesehatan
Dunia ( WHO ) memasukan glaukoma dalam daftar prioritas penyakit mata yang dapat
menyebabkan kebutaan. Gejala Glaukoma sudut terbuka biasanya asimptomatis sampai tahap
yang lebih lanjut, dengan mengetahui factor risiko yang beruhubungan dengan onset atau
progesivitas dari glaukoma sudut terbuka akan membantu dokter untuk mengeindetifikasi
dengan baik skrening yang paling tepat. Kelainan lain dalam metabolism glukosa, termasuk
pre diabetes dan sindrom metabolic mungkin juga dihubungkan sebagai faktor risiko dari
glaukoma, tetapi dari beberapa penelitian yang sudah dilakukan mengenai teori ini hasilnya
masih bertentangan. Hasil penelitian yang masih bertentangan dari beberapa penelitian
tersebut adalah komponen-komponen dari metabolic sindrom yang mungkin dapat
meningkatkan risiko dari glaukoma sudut terbuka yaitu obesitas sentral, hipertensi,
meningkatknya gula darah puasa, dan hyperlipidemia.
Kelainan lain dari metabolisme glukosa, termasuk didalamnya pre-diabetes dan
sindrom metabolik, dapat juga dikaitkan dengan risiko glaukoma, beberapa studi telah
meneliti masalah tersebut dengan hasil yang masih bertentangan. Adapun hasil yang masih
bertentangan di beberapa studi penelitian yang berbeda yaitu apakah komponen dari
metabolik sindrom seperti obesitas sentral, hipertensi, peningkatan gula darah puasa, dan
hiperlipidemia menjadi faktor risiko untuk terjadinya glaukoma primer sudut terbuka.
Sebagian besar orang iran memiliki komponen sindrom metabolik yang multipel
dan penelitian menunjukan bahwa sekitar 43% penduduk iran ditemukan memiliki kriteria
sindrom metabolik. Sehubungan dengan prevalensi hipertensi, DM, hiperlidipdemi, dan
obesitas pada penduduk iran, penting bagi penyedia layanan kesehatan mata dan dokter mata
untuk mendukung hasil yang lebih baik dari hubungan antara sindrom metabolik dengan
penyakit mata kronis (glaukoma primer sudut terbuka).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan hubungan antara komponen
dari sindrom metabolik dan glaukoma primer sudut terbuka.

BAHAN DAN METODOLOGI


Study Design dan Sampel
Dalam studi kasus-kontrol ini, total subyek yang diteliti adalah sebesar 200 orang
iran yang terdiri dari 100 kontrol dan 100 pasien dengan glaukoma primer sudut tertutup yang
tercatata oleh uji klinis dan diperiksa oleh dokter mata berpengalaman, menggunakan standar
peralatan optalmologi.
Penelitian ini dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip Deklarasi Helsinki dan semua
peserta telah menyetujui dengan menandatangani informed consent.
Glaukoma primer sudut terbuka menurut kriteria International Society of
Geographic and ephidemiological Ophtalmology (ISGEO) merupakan sebuah tekanan
intraocular sebesar 21mmHg atau lebih yang tidak terobati dan diukur dengan tonometri
goldman, sudut camera okuli anterior yang terbuka pada gonioskopi, perubahan diskus optik
glaukomatosa (peningkatkan rasio cup dan disk, penipisan dari lapisan neuroretina,
pencekungan) saat oftalmoskopi dan defek lapang pandang dinilai menggunakan perimetry
otomatis (Humphery Visual Field Analyzer). Pasien yang termasuk dalam kelompok POAG
yaitu pasien yang tidak memiliki kondisi sistemik atau lokal yang dapat menyebabkan
sekunder glaukoma.
Central kornea tebal (CCT) dilakukan dengan pachymetry ultrasonik (Tomey
Corporation, Nagoya, Jepang).
Kriteria inklusi untuk subyek kontrol adalah TIO dibawah 21 mm Hg, tidak ada
perubahan pada disc optik, tidak terjadi kehilangan lapang pandang dan tidak ada
pseudoexfoliation dalam kapsula lensa atau dekat dengan pupil .
Kriteria eksklusi adalah: glaukoma sudut tertutup, miopia tinggi (> 5D), pupil yang
tidak berdilatasi, pasien yang tidak mampu memahami skala chart untuk menggambarkan
rasa sakit, riwayat operasi intraokular, subluksasi lensa, trauma, dan katarak.
Pengukuran Tekanan Darah Dan Antopometri
Lingkar pinggang ( WC ) dihitung berdasarkan lingkar minimal antara krista iliaka
dan tulang rusuk saat mengenakan pakaian tipis menggunakan pita ukur elastis tanpa
dilakukan tekanan pada bagian tubuh yang akan diukur adalah 0,1 cm. Untuk mencegah
kesalahan subjektif semua pengukuran diambil oleh dokter pria untuk subjek pria dan dokter
wanita untuk subjek wanita.
Tinggi badan (dengan skala sentimeter diukur menggunaka stadiometer) dan Berat
badan (dengan skala klinis) diukur dengan tetap menggunakan pakaian yang tipis dan tanpa
menggunakan sepatu. Indek Massa Tubuh (IMT) dihitung dengan rumus Berat Badan (Kg)/
Tinggi Badan (m2) dan IMT ≥30 Kg/m2 termasuk dalam kategori obesitas.
Tekanan darah diukur dua kali setelah istirahat selama 5 menit, menggunakan
tangan kanan dan pasien dalam posisi duduk dengan menggunakan standar manometer
merkuri dilakukan oleh petugas yang bersertifikat, dan rata-rata pengukuran dicatat sebagai
tekanan darah.
Pengukuran Laboratorium
Sampel darah diambil setelah 10-12 jam puasa melalui vena antecubital . Sampel
disentrifugasi dalam waktu 30-45 menit setelah pengambilan. Gula darah puasa,
trigliserida,kolesterol total, LDL dan HDL diukur menggunakan sampel darah segar dengan
standar kit ( Pars Azmoun ,Iran) dengan menggunakan auto - analyzer ( Hitachi , Jepang )
.Gula darah puasa diukur dengan metode kolorimetri enzimatik menggunakan tes oksidasi
glukosa. Konsentrasi serum trigliseride diuji menggunakan reagen enzimatik dengan gliserol
oksidase fosfat. HDL diukur setelah pengendapan apolipoprotein B yang mengandung
lipoprotein dengan asam fosfotungstat.
Definisi Sindrom Metabolik
Definisi sindroma metabolik pada penelitian ini didasarkan kriteria NCEP ATP III
(National Cholestrol Education Program Adult Treatment Panel III).
Kriteria ATP III ( munculnya 3 atau lebih dari 5 tanda berikut ini : )
1. Obesitas sentral : Lingkar Pinggang >102 cm (laki-laki) dan >88cm (perempuan)
2. Hipertrigliseridemia : level serum trigliserid ≥ 150 mg/dl atau terapi obat untuk
peningkatan trigriserid
3. LDL : <40 mg/dl pada laki-laki dan <50 mg/dl pada wanita atau terapi obat untuk
LDL
4. Tekanan Darah : Tekanan Darah Sistolik ≥ 130 mmHg dan atau Tekanan Darah
Diastolik ≥85 mmHg atau terapi obat untuk tekanan darah tinggi
5. Gula darah puasa : level serum glukosa ≥ 110 mg/dl atau terapi untuk diabetes
Analisa Statistik
Semua data dianalisis dengan Paket Statistik Sosial Studi ( SPSS ) versi 21 ( SPSS
Inc , Chicago , IL , USA ) . Variabel kontinyu dilaporkan sebagai mean ± SD dan variabel
kategori disajikan sebagai persentase . Untuk variabel kontinyu , data diuji normalitas
menggunakan uji Kolmogorov - Smirnov . Variabel kategori dibandingkan dengan uji chi -
square dan sarana yang dibandingkan dengan student t -test . P - value < 0,05 dianggap
signifikan secara statistik.

Hasil

Sebanyak 200 peserta ( 100 pada kelompok glaukoma dan 100 pada kelompok
kontrol ) dilibatkan dalam penelitian kami. Tabel 1 menunjukkan perbandingan karakteristik
penelitian peserta dengan dan tanpa glaukoma. Usia rata-rata adalah 62,44 ± 6,71 tahun pada
kelompok glaukoma dan 59,51 ± 9,13 tahun pada kelompok kontrol ( P = 0,549 ) . Kelompok
glaukoma terdiri 34 laki-laki , sedangkan kelompok kontrol 42 ( P = 0,171 ). Profil lipid dan
gula darah puasa tidak berbeda signifikan antara dua kelompok . Ada perbedaan signifikan
antara tekanan intraokular dan ketebalan kornea sentral antara kelompok glaukoma dan
kelompok kontrol ( Tabel.1).
Prevalensi sindrom metabolik pada kelompok glaukoma adalah 53 % dibandingkan
dengan kelompok kontrol yaitu sebesar 38 %. Sindrom metabolik secara signifikan lebih
tinggi pada pasien dengan glaukoma ( p = 0,037 ) . Sindrom metabolik dikaitkan dengan
peningkatan odd ratio untuk TIO lebih dari 21mmHg (OR :1,72 ; 95 % CI 1,03-2,79 ; p =
0,034).
Rata-rata TIO pada pasien tanpa metabolik sindrom adalah sebesar 24.91±4.29 dan
27.23±4.81 mmHg pada pasien dengan metabolik sindrom (p=0,027). Subjek dengan
sindroma metabolik memiliki secara signifikan memiliki TIO yang lebih tinggi dari pada
subjek tanpa sindrom metabolik. Pada analisis data komponen dari sindroma metabolik
menunjukan pasein dengan gula darah puasa yang tinggi, tekanan darah yang tinggi, dan
trigliserid yang tinggi memiliki TIO yang meningkat secara signifikan ketika dibandingkan
dengan subjek yang tidak memiliki faktor risiko. Nilai rata-ratadari ketebalan korena sentral
(CCT) adalah 603.64±63.16 μm pada pasien dengan sindrom metabolik dan 579.27±72.87
μm pada pasien tanpa sindroma metabolik (p=0,018). Pasien dengan tekanan darah yang
tinggi secara signifikan memiliki rata-rata ketebalan kornea sentral yang tingg jika
dibandingan dengan pasien tanpa faktor risiko. Komponen sindrom metabolik yang lain tidak
berhubungan dengan nilai ketebalan kornea sentral.
Seperti yang ditunjukan pada tabel 3, peningkatan gula darah puasa, tekanan darah
yang tinggi, dan peningkatan trigliserid dihubungkan dengan glaukoma. Walaupun demikian,
tidak ada hubungan antara obesitas sentral dengan rendahnya nilai HDL dengan glaukoma.
Grafik (1) menunjukan bahwa hanya 1% pasien glaukom yang tidak memiliki
sindroma metabolik, sedangkan sebanyak 12% memiliki keseluruhan dari 5 komponen.
Kemungkinan untuk glaukoma tampak bervariasi untuk komponen yang berbeda dari
sindroma metabolik , dan risiko komponen sindroma metabolik meningkat dari 1 sampai 5 .
Seperti yang ditunjukan pada tabel 4, individu dengan komponen sindroma metabolik 4 dan 5
memiliki peningkatan nilai OR untuk glaukoma masing-masing sebesar 3,76 (95% CI, 2,15-
4,64) dan 5,12 (95% CI, 1,58-8,39) jika dibandingkan dengan individu yang tidak memiliki
komponen sindroma metabolik.
Pembahasan
Pada penelitia ini prevalensi sindrom metabolik secara signifikan tinggi pada pasien
dengan glukoma. Sindrom metabolik dihubungkan dengan peningkatan OR untuk TIO lebih
dari 21 mmHg. Selain itu, subjek dengan sindrom metabolik secara signifikan memiliki level
TIO yang tinggi daripada subjek tanpa sindrom metabolik.
Beberapa penelitian telah mengevaluasi hubungan antara sindrom metabolik atau
biomarker metabolisme glukosa dan glaukoma dengan hasil yang bertentangan. Pada
penelitian malay eye di singapore, peserta dengan sindrom metabolik memiliki prevalensi
glaukom yang rendah,sementara itu beberapa komponen dari sindrom metabolik secara
positif menunjukan hubungan dengan risiko untuk terjadinya glaukoma primer sudut terbuka
pada penelitian kohort di amerika.
Pada penelitian ini, obesitas sentral ditemukan tidak memiliki hubungan dengan
nilai TIO pada pasien glaukoma. Tidak ada hubungan antara obesitas sentral dengan
glaukoma. Beberapa laporan sebelumnya mengungkapkan bahwa obesitas sentral dan
peningkatan BMI terkait dengan TIO yang tinggi . Beberapa studi telah meninjau langsung
hubungan antara obesitas dan glaukoma sudut tebuka; beberapa penelitian melaporkan ada
hubungan sementara yang lain tidak dimana hasil tersebut konsisten dengan penelitian ini .
Beberapa hipotesis setuju dengan adanya hubungan antara obesitas dengan glaukoma
sudut terbuka. Pertama, peningkatan jaringan lemak intraorbital dan peningkatan viskositas
darah berefek pada peningkatan tekanan vena episklera. Faktor tersebut dapat menyebabkan
penurunan aliran yang berefek pada peningkatan TIO. Teori ini didukung oleh beberapa
penelitian yang melaporkan bahwa obesitas dihubungkan dengan peningkatkan TIO. Kedua,
beberapa penelitan menunjukan bahwa hiperleptinemia, yang merupakan tanda dari obesitsa
berdampak pada peningkatan stress oksidatif. Ini terbukti bahwa trabekular meshwork pada
pasien glaukoma sudut terbuka memilii level nilai oksidativ yang tinggi dibandingkan dengan
subjek yang sehat. Teori ketiga tentang hubungan antara peningkatan TIO dan obesitas saat
dilakukannya pemeriksaan dengan Goldman Tonometri yang dilakukan didepan slitlamp
pada pasien obesitas yang menahan napas, dan kompresi dada dapat meningkatkan TIO pada
pasien ini.

Pada pasien glaukoma di penelitian ini, trigliserida yang tinggi secara signifikan
memiliki level TIO yang tinggi ketikan dibandingkan dengan subjek yang trigliseridnya
rendah. Hal tersebut juga menunjukan bahwa peningkatan trigliserid dihubungkan dengan
glaukoma. Tetapi rendahnya nilai LDL secara signifikan tidak menunjukan hubungan dengan
TIO dan glaukoma.
Penelitian ten at all menemukan sedikit hubungan positif antara kolestrol total dan
level trigliserid dengan TIO. Penelitian berbasis populasi lain menemukan hubungan antara
kolesterol dan IOP , sedangkan penelitian pada pasien dengan dugaan glaukoma menemukan
mereka memiliki hipertrigliseridemia. Hubungan antara hiperlipidemia dengan TIO tinggi
dan OAG masing-masing dilaporkan oleh penelitian Oh et al dan Jaen - Diaz et al. Dengan
mengobati hiperlipidemia , terjadi pengurangan risiko berkembangnya penyakit glaukoma
sudut terbuka yang dilaporkan di beberapa penelitian. Sebuah mekansime yang di usulkan
menunjukan bahwa statin dapat meningkatkan aliran humor aqous dan dilaporkan bahwa bisa
mereperfusi retina yang iskemi pada penelitian menggunakan model tikus, statin memiliki
efek neuroprotektif.
Dalam banyak penelitian , HTN ditunjukkan sebagai faktor independen yang
mempengaruh TIO. Sama seperti dalam penelitian ini, beberapa penelitian menunjukkan
hubungan antara HTN dan OAG. Namun , hubungan ini tidak dilaporkan dalam penelitian
lain.
Untuk menjelaskan hubungan antara HTN dan OAG , ada banyak teori yang telah
diusulkan . Pertama, hipertensi dapat menyebabkan peningkatan perfusi dari ciliary arteri ,
yang menyebabkan peningkatan produksi humor aoqous, mengakibatkan risiko lebih tinggi
terkena galukoma sudut terbuka. Hipotesis kedua menunjukkan bahwa pasien dengan HTN
mungkin memiliki kerusakan arteri dan kekakuan dari end artery nervus optik. Perubahan ini
mungkin mempengaruhi untuk terjadinya glaukoma neuropati optik pada pasien. Lain teori
mengusulkan bahwa menggunakan obat anti - hipertensi bisa disertai dengan hipotensi
sistemik episodik , mengakibatkan tekanan perfusi menurun yang bisa merusak saraf optic.
Dalam penelitian ini, hasil analisa komponen sindrom metabolik menunjukkan
bahwa pasien dengan peningkatan glukosa puasa secara signifikan memiliki level TIO yang
tinggi dibandingkan dengan subjek yang gula darah puasa normal. Juga, glukosa puasa
dikaitkan dengan glaucoma.
Mekanisme potensial yang mendasari hubungan kelainan metabolisme glukosa dan
prevalensi glaukoma di subjek dengan diabetes belum jelas. Kehadiran sindrom metabolik
dan peningkatan kadar glukosa, HOMA-IR dan glikosilasi hemoglobin mungkin
berhubungan dengan peningkatan TIO, faktor penyebab utama bagi glaukoma. Hiperglikemia
meningkatkan produksi fibronektin di trabeculimeshwork, yang dapat meningkatkan
resistensi terhadap humor aquosus dan menyebabkan peningkatan TIO. Bahkan,
hiperglikemia dapat menginduksi apoptosis pada sel neuron retina melalui jalur biosintesis
hexosamine. Selain itu, hiperglikemia menginduksi stres oksidatif dan produk akhir glikasi
lanjut dapat meningkatkan apoptosis kematian di neuron retina.
Telah terbukti dalam penelitian bahwa DM dikaitkan dengan terjadinya glaukoma
primer sudut terbuka. Ada beberapa teori yang bisa menjelaskan hubungan antara DM dan
glaukoma primer sudut terbuka. Pertama, ada bukti bahwa menunjukkan bahwa risiko cedera
saraf di akibatkan karena glukosa darah dan dislipidemia berada didalam darah dalam waktu
yang lama. Pengukuran laboratorium telah memberikan bukti yang kuat untuk hubungan ini.
Kedua, laporan menunjukkan bahwa kapasitas untuk autoregulasi aliran darah berkurang
pada mata diabet dan aliran darah pada retina berkurang pada mata ini. Akibatnya, terjadi
peningkatkan TIO, hipoksia relatif terjadi di mata diabet dan jumlah faktor 1 yang
menginduksi hipoksia (HIF-1α) meningkat di sel ganglion retina dan di nervus optikus.
Teori selanjutnya dapat berhubungan dengan remodelling jaringan ikat dari nervus
optikus. Penelitian menunjukkan bahwa DM dapat menimbulkan suatu eksaserbasi pada
remodelling jaringan ikat. Remodelling ini dapat mengurangi kerja dari trabecular meshwork
yang menghasilkan peningkatan IOP dan juga mengurangi kerja dari lamina kribosa yang
menghasilkan tingginya stres mekanik pada nervus optikus. Faktor genetik dan disfungsi
otonom yang berkaitan dengan diabetes mungkin berpengaruh kepada hubungan ini.

Kesimpulan

Glaukoma memiliki periode laten yang panjang, yang berarti kerusakan nervus optik
glaukomatous akan tetap berlangsung tetapi tidak menunjukkan adanya gejala (asimptomatik)
sampai stadium yang lanjut. Kepatuhan akan pemeriksaan oftalmologi secara berkala harus
ditekankan pada pasien dengan sindrom metabolik (MetS), terutama pada pasien dengan 4
atau 5 komponen pada sindrom metabolik. Data kami menunjukkan bahwa adanya
peningkatan angka kesakitan pada komponen- komponen sindrom metabolik pada pasien
dengan glaukoma. Hal ini menunjukkan bahwa Setengah dari populasi Iran Memiliki sindrom
metabolik pada glaukoma. Angka kesakitan glaukoma sudut terbuka (OAG) mungkin akan
meningkat di tahun-tahun mendatang. Mekanisme yang mendasari hubungan dari penyakit-
penyakit ini diperlukan penelitian yang lebih lanjut. Hasil penelitian kami mendukung untuk
pasien dengan sindrom metabolik untuk melakukan pemeriksaan oftalmologik secara berkala
untuk mengukur onset atau perjalanan penyakit dari glaukoma. Penelitian lebih lanjut
dibutuhkan untuk membantu dalam pembelajaran tentang hubungan yang kompleks antara
kelainan metabolik, tekanan intraokulet (IOP) dan risiko dan patogenesis dari glaukoma.

Anda mungkin juga menyukai