Anda di halaman 1dari 14

PRAKTIKUM KE VIII

DORMANSI PADA BIJI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Dormansi biji adalah status dimana benih tidak berkecambah walaupun pada kondisi
lingkungan yang ideal untuk perkecambahan. Mekanisme dormansi terjadi pada benih
baik fisik maupun fisiologi termasuk dormansi primer dan sekunder. Dormansi primer
merupakan bentuk dormansi yang paling umum yaitu dormansi eksogen dan dormansi
endogen. Dormansi eksogen adalah kondisi dimana persyaratan penting untuk
perkecambahan (air, cahaya, suhu) tidak tersedia sehingga benih gagal berkecambah.
Dormansi sekunder merupakan perkecambahan oleh suhu atau termodormancy
(Bradbeer, 1989). Faktor-faktor penyebab dormansi eksogen antara lain air, gas dan
hambatan mekanis. Benih yang impermeabel terhadap air dikenal dengan benih keras
(hard seed).
Metode pematahan dormansi eksogen yaitu dengan cara skarifikasi mekanis untuk
menipiskan testa, pemanasan, pendinginan (chilling), perendaman dalam air mendidih,
pergantian suhu drastis, dan skarifikasi kimia untuk mendegradasi testa yaitu dengan
asam sulfat. Tipe dormansi ini biasanya berkaitan dengan sifat fisik kulit benih (seed
cout) akan tetapi kondisi cahaya ideal dan stimulus lingkungan lainnya untuk
perkecambahan mungkin tidak tersedia (Ilyas dan Diarni, 2007). Kulit biji dapat berperan
penting sebagai penghambat untuk terjadinya perkecambahan, sehingga biji tersebut
dapat digolongkan sebagai biji yang dalam keadaan dorman. Penyebab hambatan kulit
biji tersebut adalah : Kulit biji mengandung senyawa penghambat tumbuh. Kulit
menghambat difusi oksigen dan air masuk ke dalam biji. Kulit biji memiliki resistensi
mekanis yang besar radikal tidak mempu menembus tanaman tersebut. 1
Faktor-faktor penyebab dormansi adalah faktor eksternal (cahaya, suhu, air) dan
faktor internal (kulit biji, kematangan embrio, adanya inhibitor, rendahnya perangsang
tumbuh) (Lambers et al., 1998). Perkecambahan biji adalah kulminasi dari serangkaian
kompleks proses-proses metabolik yang masing-masing harus berlangsung tanpa
gangguan. Perkecambahan merupakan proses pertumbuhan dan perkembangan embrio,
dimana tahap awal perkembangan suatu tumbuhan khususnya pada tumbuhan berbiji.
Pada tahap ini embrio didalam biji yang semula berada pada kondisi dorman mengalami
sejumlah perubahan fisiologis yang menyebabkan ia berkembang menjadi tumbuhan
muda. Hasil perkecambahan ini menghasilkan munculnya tumbuhan kecil dalam biji
(Noorhidayah dkk, 2008).
Cara lain untuk dapat dilakukan agar memperpendek dormansi adalah dengan cara
perendaman. Pada padi, perendaman benih yaitu gabah bertujuan untuk memberikan
keleluasaan gabah untuk menyerap air sesuai dengan yang dibutuhkan. Masuknya air ke
dalam biji akan diatur oleh kulit biji. Pada padi ini akan berkait-kaitan satu sama lain dan
dapat patah (Soemartono et al., 1981).

1.2 tujuan

Tujuan yang ingin dicapai dalam praktikun ini adalah :


1. Mematahan dormansi pada biji karena kulit biji yang keras dengan perlakuan fisik dan
kimia.
2. Melihat pengaruh zat penghambat yang terdapat dalam daging buah terhadap
perkecambahan biji.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Biji terdiri dari embrio, endosperma, dan selaput biji yang berasal dari integumen.
Ovarium berkembang menjadi buah saat ovulnya menjadi biji. Setelah disebarkan, biji dapat
bergerminasi jika kondisi-kondisi lingkungan menguntungkan. Selaput akan pecah dan
embrio muncul sebagai semaian, menggunakan cadangan makanan di dalam endosperma dan
kotiledon (Campbell, 2008 : 194)
Biji berasal dari bakal biji adalah suatu hal yang mudah dikenal. Pada biji yang telah
masak saja masih dapat kita kenal mikropil-nya, yang bagi biji merupakan jalan keluar akar
lembaga dan batang hipokotil. Sambungan dengan tali pusar yang pada biji telah terputus
tampak sebagai pusat atau hilum, dan jika bakal biji dulu bengkok (anatrop), pada biji
kelihatan suatu garis yang keluar dari hilum, yaitu garis biji atau rafe, bekas jalan berkas
pengangkutan dari tali pusar ke biji (Tjitrosoepomo, 2010 : 59).
Biji merupakan salah satu alat perkembang-biakan tanaman hijauan, yang memiliki
arti penting bagi kelanjutan pertumbuhan tanaman. Biji atau benih yang akan digunakan
seringkali mengalami kerusakan oleh berbagai macam organisme perusak berupa hama dan
patogen, atau juga karena kulit biji yang tebal, sehingga menyebabkan kualitas benih menjadi
turun atau sangat rendah. Biji yang telah masak dan siap untuk berkecambah membutuhkan
kondisi klimatik dan tempat tumbuh yang sesuai untuk dapat mematahkan dormansi dan
memulai proses perkecambahannya (Lima, 2012).
Perkecambahan adalah muncul dan berkembangnya radikula dan plumula dari
benih/biji. Secara visual dan morfologis suatu benih yang berkecambah ditandai dengan
terlihatnya radikula dan plumula dari biji. Perkecambahan benih Sengon termasuk tipe
perkecambahan epigeal dimana perkecambahan yang menghasilkan kecambah dengan
cotyledon muncul dipermukaan tanah (jika ditanam pada media tanah) (Kaya, E. Marthen,
dan H. Rehatta, 2013).
Proses perkecambah sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti air, O2, cahaya
dan suhu. Air berperan dalam melunakkan kulit biji, memfasilitasi masuknya O2,
pengenceran protoplasma untuk aktifitas fungsi dan alat transportasi makanan. Suhu berperan
dalam pematahan dormansi, aplikasi fluktuasi suhu yang tinggi diharapkan akan berhasil
mematahkan dormansi pada kulit biji yang keras. Suhu yang tinggi dapat melunakkan
permukaan kulit biji sedangkan oksigen dibutuhkan untuk proses oksidasi pemben-tukan
energi perkecambahan (Kuswanto, 1996). Dengan demikian dengan perlakuan air panas pada
suhu 60oC dapat mempercepat daya kecambah dari suatu spesies tanaman hijauan
leguminosa sebagai pakan ternak. Perlakuan air panas diharapkan dapat merubah suhu pada
permukaan kulit biji sehingga permukaan kulit biji menjadi lunak, memungkinkan proses
perkecambah akan berlangsung (Lima, 2012).
Perbanyakan cara generatif yaitu melalui biji tanaman banyak menghadapi
kendala, salah satu kendalanya adalah sifat permeabilitas kulit biji tanaman sehingga
menyebabkan adanya sifat dormansi pada biji. Dormansi adalah keadaan dimana sebuah biji
dikatakan hidup tetapi tidak dapat berkecambah. Hal ini disebabkan oleh faktor - faktor
dalam biji itu sendiri, kemungkinan kulit biji yang kedap air dan udara atau karena adanya zat
penghambat perkecambahan (Kamil, 1980) (Nurshanti, 2013).
Dormansi bisa disebabkan karena sifat fisik kulit benih, keadaan fisiologis dari
embrio, atau interaksi dari keduanya (Sadjad, 1980). Penyebab dormansi yang sangat meluas
adalah karena pada beberapa jenis tanaman benih memiliki organ tambahan berupa struktur
penutup benih yag keras. Kulit benih yang keras ini biasanya menyebabkan dormansi melalui
satu dari tiga cara, adalah kulit yang keras mungkin menyebabkan impermeabel terhadap air,
gas atau mungkin secara mekanik menekan perkembangan embrio. Kulit benih ini tahan
terhadap gesekan dan kadang terlindungi oleh lapisan seperti lilin. Kulit benih yang keras ini
sebenarnya secara alamiah berfungsi untuk mencegah kerusakan benih dari serangan jamur
atau serangga predator (Leadem, 1997) (Yuniarti, 2013).
BAB III METODELOGI

3.1 waktu dan tempat


Adapun waktu dan tempat di adakannya praktikum dormansi pada biji ini adalah di
UPT. Laboratorium dasar , Fakultas teknik univesitas samudra

3.2 Alat dan bahan

Bahan :
1. Biji saga/ Abrus precatorius
2. Asam sulfat pekat
3. Akuades
B. Alat :
1. Cawan petri
2. Amplas/ alat penggosok
3.3 cara kerja
1. Mengambil 50 biji saga dan membaginya pada 5 kelompok masing-masing 10 biji
2. Kelompok 1 : biji saga diperlakukan secara fisik dengan menghilangkan sebagian
kulit biji pada bagian yang tidak ada lembaganya. Caranya dengan mengamplasnya.
Selanjutnya dikecambahkan dalam akuades.
3. Kelompok 2, 3, 4 biji saga diperlakukan secara kimiawi dengan direndam dalam
asam sulfat pekat selama 5 menit, 10 menit, dan 15 menit. Setelah direndam biji
dicuci menggunakan akuades dan dikecambahan dalam akuades.
4. Kelompok 5: biji saga langsung dikecambahkan dalam akuades sebagai kontrol.
5. Akuades untuk perkecambahan diganti setiap 2 hari.
6. Mengamati kapan mulai berkecambah dan menghitung banyaknya biji yang
berkecambah pada tiap kelompok
7. Pengamatan dilakukan selama 2 minggu.
3.4 metode pelaksanaan
1. Bahan :Biji padi/gabah, Larutan Buah tomat, Larutan Buah jeruk, Larutan Buah
pepaya, Larutan Buah markisa, Akuades
2. Alat : Cawan petri
3. Cara kerja
1. Mengambil 250 biji padi dan membaginya pada 5 kelompok setiap kelompok
masing-masing 50 biji.
2. Mencuci Biji padi dengan menggunakan akuades dan masukkan dalam cawan
petri.
3. 4 kelompok biji padi dikecambahkan dalam larutan buah yang sudah
dipersiapkan, dan 1 kelompok kecambahkan dalam akuades sebagai kontrol.
4. Setiap 2 hari sekali cairan buah diganti dengan yang baru.
5. Sebelum dimasukkan dalam cairan buah yang baru, biji dicuci dahulu dengan
akuades sampai bersih.
6. Mengamati kapan mulai berkecambah, berapa jumlah biji yang berkecambah
dan menentukan presentasi biji berkecambah.
7. Setelah perkecambahan biji pada kontrol mencapai 70%, mencuci biji yang
dikecambahkan dalam cairan buah dan mengecambahkan dalam akuades.
8. Melanjutkan pengamatan sampai persentase biji yang berkecambah mencapai
100%.
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
a. dormansi biji saga
Tanggal Kulit biji yg Perakuan Perlakuan Perlakuan Control/
perakuan dihiangkan asam sulfat 5 asam sulfat 10 asam sulfat 15 tanpa
menit menit menit perlakuan
3 des 2019 0 0 0 0 0
5 des 2019 0 0 0 0 0
7 des 2019 1 0 0,5 1 0
Rata rata 0,3 0 0,16 0,3 0

b. Dormansi pada biji padi


Hari ke Perlakuan
Pada aquades Pada jus jeruk Pada jus pepaya Pada jus tomat
1 - - - -
2 - - - -
Akar 3 - - - -
4 - - - -
5 - - - -
Batang 1 - - - -
2 - - - -
3 - - - -
4 - - - -
5 - - - -
4.2 Pembahasan
Pada praktikum ini melakukan percobaan tentang pematahan dormansi biji yang
bertujuan untuk mengetahui pengaruh cara pematahan dormansi pada biji berkulit keras
dengan perlakuan fisik dan perlakuan kimia. Bahan yang digunakan adalah biji saga dan padi
yang memiliki kulit biji yang sangat keras, perlakuan pertama yang dilakukan adalah
perlakuan fisik dengan cara dengan menghilangkan sebagian kulit biji pada bagian yang tidak
ada lembaganya. Caranya dengan mengamplasnya, sehingga kulit biji terkikis habis sampai
terlihat bagian endosperma-nya kemudian di letakkan di atas petridish atau cawan petri yang
telah dilapisi dengan kertas hisap/ kapas yang telah diberi air dan ditutup lagi dengan kapas
yang telah dibasahi, hal tersebut bertujuan untuk memberikan kondisi lembab terhadap biji
asam tersebut. Perlakuan kedua adalah perlakuan kimia yang dengan direndam dalam asam
sulfat pekat selama 5 menit, 10 menit, dan 15 menit. Setelah direndam biji dicuci
menggunakan akuades dan dikecambahan dalam akuades., kemudian biji juga diletakkan
diatas petridish yang telah dilapisi kapas yang basah dan ditutupi dengan kapas yang basah
juga. Dan menggunakan 10 biji saga yang tanpa perlakuan yang dijadikan sebagai kontrol.
Tabel 1. menjelaskan daya kecambah tertinggi terdapat pada perlakuan perendaman
H2SO4 (asam sulfat ) selama 15 menit yaitu dengan tinggi kecambah 1 cm bila dibandingkan
dengan perlakuan kontrol atau tanpa perlakuan yang tidak tumbuh sama sekali . Hal ini
menunjukkan bahwa penggunaan H2SO4 mampu melunakkan kulit biji saga dengan kadar
tertentu sehingga benih dapat melakukan proses imbibisi. Menurut Sadjad et al., (1975)
pemberian H2SO4 memiliki prinsip membuang lapisan lignin pada kulit biji yang keras dan
tebal membuat biji kehilangan lapisan permiabel terhadap gas dan air,sehingga lapisan
sehingga metabolisme dapat berjalan baik. Berdasarkan hasil pengamatan dan sidik ragam
potensi tumbuh maksimum diketahui bahwa perlakuan pematahan dormansi secara kimia
berpengaruh nyata terhadap potensi tumbuh maksimum. Rataan pengaruh pematahan
dormansi secara kimiawi terhadap potensi tumbuh maksimum pada
Pada tabel 1. Juga menjelaskan Selain perlakuan secara kimia, perlakuan secara fisik
juga sangat mempengaruhi pertumbuhan dari biji saga yaitu dengan cara memecahkan kulit
biji sehingga tinggi kecambah sama dengan perlakuan perendaman asal sulfat 15 menit yaitu
dengan panjang kecambah 1 cm. hal ini disebab kan karna pengaruh kulit yang sudah
dihilangkan sehingga agar air mudah masuk sehingga lapisan metabolisme dapat berjalan
baik. Disamping itu biji saga yang direndam asam sulfat selama 5 menit dan 10 menit tidak
tumbuh dikarenakan perendaman larutan asam sulfat (H2SO4) selama 1 sampai 10 menit
tidak berpengaruh terhadap pematahan dormansi benih saga. sedangkan perendaman selama
60 menit atau lebih dapat menyebabkan kerusakan pada benih secara umum. Jadi
perendaman biji saga dalam larutan asam sulfat terhadap pemecahan dormansi benih dan
mendapatkan lama waktu perendaman sangat mempengaruhi dalam pemecahan dormansi biji
saga.
Pada tabel ke 2 yaitu terdapat empat perlakuan yaitu yang pertama perendaman biji
padi dengan larutan jus papaya, yang kedua perendaman biji padi dengan jus jeruk,yang
ketiga perendaman biji padi dengan jus tomat dan yang terakhir tanpa perlakuan atau control
perendaman biji padi dengan air biasa. Dari hasil tabel terlihat bahwa tidak ada satu benih biji
padi yang tumbuh dari ke empat perlakuan tersebut. Hal ini disebab kan karna beberapa
factor yaitu faaktor internal dan eksternal yang mempengaruhi perkecambahan pada biji.
Faktor eksternal yang mempengaruhi perkecambahan biji meliputi air, temperatur, oksigen,
dan cahaya. Sifat kulit biji dan jumlah air yang tersedia pada lingkungan sekitarnya
mempengaruhi penyerapan air oleh biji. Pada saat perkecambahan, respirasi meningkat
disertai dengan meningkatnya pengambilan oksigen dan pelepasan karbondioksida, air dan
energi. Faktor internal yang mempengaruhi perkecambahan biji meliputi tingkat keasaman
(pH) biji, ukuran biji, dormansi dan penghambat perkecambahan. Dormansi dapat disebabkan
oleh beberapa faktor antara lain impermeabilitas kulit biji terhadap air dan gas atau resistensi
kulit biji terhadap pengaruh mekanis, dormansi sekunder dan bahan penghamba
perkecambahan.

Proses secara umum perkecambahan, pada awal perkecambahan di mulai dengan


berakhirnya masa dormansi pada biji. Berakhirnya masa tersebut ditandai dengan proses
imbibisi, yaitu masuknya air ke dalam biji yang mengakibatkan biji mengembang dan kulit
pada biji pecah. Secara fisiologi, proses perkecambahan berlangsung dalam beberapa tahapan
penting, yang pertama adalah absorbsi air atau penyerapan air oleh biji (imbibisi) yang
menyebabkan biji mengembang dan kulit pada biji pecah, yang kedua terjadi proses
metabolisme pemecahan materi cadangan makanan yang berfungsi dalam pross pertumbuhan
atau germinasi (perkecambahan) yang berlangsung, yang ketiga terjadi transpor materi hasil
pemecahan dari endosperm ke embrio yang aktif tumbuh untuk proses pertumbuhan
selanjutnya menjadi individu baru yang mampu memenuhi kebutuhan nutrisi sendiri, yang
keempat Terjadi proses pembentukan kembali materi-materi baru dan yang terakhir adalah
terjadi proses respirasi pada tumbuhan tersebut karena telah menjadi individu baru yang siap
melangsungkan hidupnya dilingkungan
BAB V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Untuk mengetahui pengaruh cara pematahan dormansi pada biji berkulit keras dengan
fisik dan kimiawi. Perlakuan secara fisik dengan menggosok biji asam sampai kulitnya
mengelupas dan perlakuan kimia dengan merendam 10 biji asam dalam asam pekat selama
15 menit. Dapat disimpulakan yang dapat mematahkan dormansi biji adalah perlakuan fisik.
Perkecambahan biji dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal (luar) meliputi air, temperatur,
oksigen, dan cahaya dan faktor-faktor internal (dalam) meliputi tingkat keasaman (pH) biji,
ukuran biji, dormansi dan penghambat perkecambahan. dormansi adalah keadaan dimana
sebuah biji dikatakan hidup tetapi tidak dapat berkecambah. Hal ini disebabkan oleh faktor -
faktor dalam biji itu sendiri, kemungkinan kulit biji yang kedap air dan udara atau karena
adanya zat penghambat perkecambahan.

6.2 saran
Sebaiknya saat proses pemilihan biji asam dilakukan lebih teliti agar biji yang
digunakan itu dalam kedaan baik sehingga percobaan pematahan dormansi berjalan dengan
baik
DAFTAR PUSTAKA

Bradbeer, J.W Seed Dormancy and Germination. Champan and Hall, New York. 146p.

Ilyas, S. dan W.T. Diarni Persistensi dan pematahan dormansi benih pada beberapa
varietas

padi gogo. Jurnal Agrista II (2) : Lambers, H., Stuart Chapin, Thijs, L. Pons Plant
Physiologycal-Ecology. Springer, New York. Noorhidayah,

Agus Akhmadi, dan Priyono Proses perkecambahan benih akar kuning (Coscinium
fenestratum). Wana Benih (9) : 2.

Soemartono, S. Somad, dan R. Harjono Bercocok Tanam Padi. . Yosa Guna, Jakarta.
228p. 5
Sadjad S., S.Hari, S.H.Sri, S.Jusup, H. Sugihdan Sudarsono. 1975. Dasar- Dasar
Teknologi Benih. Biro Penataran. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
LAMPIRAN

A. Perlakuan biji saga


Biji saga yang direndam asam sulfat selama 5 menit

Biji saga dengan perlakuan kulit biji di peccah

Biji saga yang direndamasam sulfat 15 menit


Biji saga yang irendam asam sulfat 10 menit

Bii saga tanpa perlakuan/kontrol

B. Perlakuan biji padi


Perlakuan pertama : biji padi dengan jus tomat

Perlakuan kedua: biji padi dengan jus pepaya


Perlakuan ketiga : biji padi dengan jus jeruk

Perlakuan ke empat: biji padi dengan air biasa

Anda mungkin juga menyukai