Anda di halaman 1dari 8

PERISTIWA SETELAH KEMERDEKAAN

I. PERTEMPURAN PALAGAN AMBARAWA

Adapun tokoh-tokoh terkenal dalam pertempuran di ambarawa adalah :


1. Letkol Isdiman, gugur medan pertempuran ambarawa.
2. Kolonel Sudirman, pemimpin pasukan Indonesia menggantikan Isdiman yang gugur dahulu.
3. M Sarbini, Pemimpin TKR Resimen magelang.
4. Brigadir Bethel, Pemimpin tentara Inggris.

KRONOLOGI PERISTIWA AMBARAWA

Pada tanggal 20 Oktober 1945, pasukan Sekutu di bawah kepemimpinan Bethell Brigadier
mendarat di Semarang dengan maksud untuk merawat para tawanan perang dan tentara Jepang
di Jawa Tengah. Kedatangan sekutu-sekutu ini disertai oleh NICA. Kedatangan Sekutu pada
awalnya disambut baik, bahkan Gubernur Jawa Tengah Bapak Wongsonegoro setuju untuk
menyediakan makanan dan kebutuhan lain untuk kelancaran operasi Sekutu, sementara Sekutu
berjanji untuk tidak mengganggu kedaulatan Republik Indonesia.

Tetapi, saat pasukan Sekutu dan NICA tiba di Ambarawa dan Magelang untuk membebaskan para
tahanan tentara Belanda, para tahanan bahkan dipersenjatai untuk membuat marah pihak
Indonesia. Insiden bersenjata muncul di kota Magelang, sampai terjadi pertempuran. Di Magelang,
tentara Sekutu bertindak sebagai penguasa yang mencoba melucuti Tentara Keamanan Rakyat
dan menciptakan kekacauan. TKR Resimen Magelang yang dipimpin oleh Letkol M. Sarbini
menanggapi tindakan ini dengan mengepung pasukan Sekutu dari segala arah. Tetapi mereka
selamat dari kehancuran berkat intervensi Presiden Soekarno yang berhasil menenangkan
suasana. Kemudian pasukan Sekutu diam-diam meninggalkan kota Magelang untuk pergi ke
benteng Ambarawa. Akibat insiden itu, Resimen Kedu Tengah dipimpin oleh Letnan Kolonel. M.
Sarbini segera mengejar mereka. Gerakan mundur pasukan Sekutu diadakan di Desa Jambu
karena diblokir oleh pasukan Angkatan Muda di bawah kepemimpinan Oni Sastrodihardjo yang
diperkuat oleh pasukan gabungan dari Ambarawa, Suruh dan Surakarta.
Pasukan Sekutu sekali lagi dikonfrontasi oleh Batalion 1 Soerjosoempeno di Ngipik. Selama
pengunduran diri, pasukan Sekutu mencoba menduduki dua desa di sekitar Ambarawa. Pasukan
Indonesia di bawah kepemimpinan Letnan Kolonel Isdiman mencoba membebaskan kedua desa
itu, tetapi dia mati lebih dulu. Sejak kematian Letnan Kolonel. Isdiman, Komandan Divisi V
Banyumas, Kol. Sudirman merasakan kehilangan perwira terbaiknya dan dia segera turun ke
lapangan untuk memimpin pertempuran. Kehadiran Kolonel Sudirman memberi napas baru bagi
pasukan Indonesia. Koordinasi diadakan antara komando sektor dan pengepungan musuh yang
semakin sulit. Taktik yang diterapkan adalah serangan serentak di semua sektor. Bala bantuan
terus mengalir dari Yogyakarta, Solo, Salatiga, Purwokerto, Magelang, Semarang, dan lainnya.

Pada tanggal 23 November 1945 ketika matahari mulai muncul, mulai baku tembak dengan
pasukan Sekutu yang selamat di gereja Belanda dan kompleks kerkhop di Jl. Margo Agoeng.
Pasukan Indonesia terdiri dari Yon. Imam Adrongi, Yon. Suharto dan Yon. Soegeng. Pasukan
Sekutu mengerahkan tahanan Jepang dengan tank yang diperkuat, menyusup ke kursi Indonesia
dari belakang, oleh karena itu pasukan Indonesia pindah ke Bedono.

Pertempuran di Ambarawa
Pada 11 Desember 1945, Kolonel Sudirman mengadakan pertemuan dengan Komandan dan
Tentara Sektor TKR. Pada 12 Desember 1945 pukul 4.30 pagi, serangan dimulai. Pembukaan
serangan dimulai dengan menembak pertama kali, kemudian diikuti oleh penembak karabin.
Pertempuran pecah di Ambarawa. Satu setengah jam kemudian, jalan raya Semarang-Ambarawa
dikendalikan oleh unit TKR.

Pertempuran Ambarawa sangat sengit. Kol. Sudirman segera memimpin pasukannya untuk
menggunakan taktik gelar supit urang, atau pengepungan ganda di kedua sisi sehingga musuh
benar-benar terkurung. Pasokan dan komunikasi dengan kekuatan utama sepenuhnya terputus.
Setelah berjuang selama 4 hari, pada 15 Desember 1945 pertempuran berakhir dan Indonesia
berhasil membawa Ambarawa dan Sekutu kembali ke Semarang.

Kemenangan pertempuran ini kini diabadikan dengan didirikannya Monumen Palagan Ambarawa
dan diperingatinya Hari Jadi TNI Angkatan Darat atau Hari Juang Kartika.
II. PERTEMPURAN 10 NOVEMBER
PERISTIWA 10 November 1945 yang sekarang dikenal sebagai Hari Pahlawan, merupakan satu
peristiwa heroik segenap rakyat Indonesia, dalam mempertahankan kemerdekaan yang
diproklamasikannya, pada 17 Agustus 1945.

Peristiwa bersejarah ini, dipicu oleh tewasnya Brigadir Jenderal Mallaby, dalam pertempuran di
Surabaya, Jawa Timur. Dalam peperangan itu, Mallaby tewas terpanggang di dalam mobil yang
ditumpanginya, diduga akibat terkena lemparan granat, saat melintas di depan Gedung Internatio.

Komandan Angkatan Perang Inggris di Indonesia Jenderal Christison menyebut tewasnya Mallaby
sebagai satu pembunuhan yang kejam. Dia menyatakan, akan menuntut balas terhadap rakyat
Indonesia, dan Surabaya khususnya.

Pucuk Pimpinan Barisan Pemberontak Rakyat Indonesia (BPRI) Sutomo atau biasa dipanggil
Bung Tomo alias Bung Kecil mengatakan, rakyat Indonesia tidak takut dengan ancaman Christison
yang akan menuntut balas.

Dia juga melihat, di balik pernyataan Christison yang ingin menurunkan kekuatan militernya secara
penuh, untuk menggempur rakyat Indonesia yang sedang berjuang mempertahankan
kemerdekaan yang baru diproklamirkannya itu, terdapat satu muslihat licik.

Dalam hal ini, Bung Tomo teringat perang Jepang melawan China, tahun 1931. Ketika itu, Jepang
ingin menguasai Mansuria. Dalam pertempuran dengan rakyat Tiongkok itu, opsir Nippon
Nakamura tewas. Tidak terima serdadunya tewas, Jepang mengancam akan menuntut balas.

Mula-mula, perasaan rakyat Jepang untuk menuntut balas yang dikobarkan. Lalu, dari berbagai
penjuru, tentara Nippon menyerang dan mencaplok seluruh wilayah Mansuria. Satu serdadu
Nippon tewas, seluruh wilayah Mansuria dikuasai.

Dengan tewasnya Mallaby, Bung Tomo khawatir pihak Belanda memakai Inggris untuk mencaplok
kawasan Surabaya, seperti Jepang menguasai Mansuria, saat perang melawan China.
Kekhawatiran itu pun terbukti benar. Pihak Belanda melalui Inggris, mengultimatum pemerintah
Indonesia yang baru terbentuk, untuk menyerahkan diri dengan meletakan senjata, dan
mengangkat tangan tinggi-tinggi.

Dalam selebaran yang disebar melalui udara, Komandan Angkatan Perang Inggris di Jawa Timur
Mayor Jenderal Mansergh meminta seluruh pimpinan Indonesia, pemuda, polisi, dan kepala radio
Surabaya, menyerahkan diri ke Bataviaweg atau Jalan Batavia, pada 9 November 1945.

Penghinaan itu kontan membuat dada para pejuang kemerdekaan terbakar. Dengan cepat, BPRI
memberikan pelatihan kilat perang gerilya. Terutama tentang tata cara penggunaan senjata hasil
rampasan pasukan Nippon.

Perlu diketahui, pada zaman itu banyak pejuang rakyat yang belum mengerti tata cara
menggunakan senjata rampasan. Hingga akhirnya, tidak jarang senjata itu memakan tuannya
sendiri, dan otomatis merugikan perjuangan kemerdekaan.

Setelah mendapatkan pelatihan yang cukup, secara bergantian mereka memberikan pengajaran
kepada teman-temannya yang lain, dan seterusnya. Mereka inilah yang kemudian dikenal dengan
sebutan "pasukan berani mati".

Di antara kelompok pejuangan itu, terdapat bukan hanya rakyat Surabaya. Tetapi juga pejuang
dari Sumatera, Kalimantan, Maluku, Sulawesi, Bali, para kiai dan alim ulama dari berbagai Pulau
Jawa. Anak-anak, pemuda, pemudi, dan orang tua. Semua terjun ke medan perang.

Di tengah situasi genting itu, Gubernur Jawa Timur Suryo berpidato di corong radio, meminta
rakyat untuk bersabar dan menunggu keputusan dari pemerintah pusat di Jakarta. Karena
ultimatum itu, ditunjukkan kepada republik yang baru berdiri.

Tetapi Jakarta menyerahkan keputusan yang diambil kepada pemerintah daerah dan rakyat.
Akhirnya, Gubernur Suryo kembali berpidato, dan meminta rakyat mempertahankan kemerdekaan
yang baru diproklamirkan.

Hingga 10 November 1945 pagi, rakyat yang siap angkat senjata pun masih menunggu. Hingga
akhirnya tersiar kabar, sekira pukul 09.00 WIB lebih, seorang pemuda melaporkan terjadi
penembakan oleh pasukan Inggris.

Peristiwa yang ditunggu-tunggu pun tiba. Masing-masing pasukan pemuda, dikerahkan ke pos dan
pangkalan yang sudah menjadi tanggung jawabnya.

Pertempuran hebat pun terjadi. Moncong senjata memuntahkan pelornya. Segenap rakyat
berjuang bersama. Tidak ada perbedaan golongan, tingkatan, agama, dan paham. Ketika satu
Indonesia terancam, satu bangsa Indonesia akan membelanya.

Inilah hakikat dari peristiwa bersejarah itu. Di mana semua rakyat menjadi satu, dan melupakan
semuanya, kecuali Republik Indonesia. Perorangan tidak berlaku pada hari itu. Pemerintah,
tentara, rakyat, melebur jadi satu.

Kepada segenap rakyat Indonesia yang telah berkorban saat itulah, gelar pahlawan layak
disematkan. Selamat Hari Pahlawan.
III. PERISTIWA BANDUNG LAUTAN API
Peristiwa bandung lautan api merupakan salah satu peristiwa sejarah yang sangat populer.
Peristiwa sejarah ini terjadi saat Indonesia sedang menghadapi upaya untuk mempertahankan
kemerdekaannya pasca proklamasi kemerdekaan tahun 1945.

Bandung Lautan Api adalah sebuah sebutan untuk peristiwa terbakarnya kota Bandung, Provinsi
Jawa Barat, Indonesia dalam upaya menjaga kemerdekaan Indonesia. Pembakaran ini dilakukan
oleh masyarakat Bandung sebagai bentuk respon atas ultimatum oleh sekutu yang memerintahkan
untuk mengosongkan Bandung.

Peristiwa Bandung Lautan Api terjadi pada bulan Maret 1946. Sejarah besar ini dilakukan oleh
para masyarakat Bandung yang jumlahnya sekitar 200.000 orang. Dalam waktu tujuh jam, mereka
melakukan pembakaran rumah serta harta benda mereka sebelum akhirnya pergi meninggalkan
Bandung.

Latar Belakang Bandung Lautan Api

Peristiwa Bandung Lautan Api ini dilatarbelakangi oleh banyak hal, yaitu:
 Brigade Mac Donald atau sekutu menuntut para masyarakat Bandung agar menyerahkan
seluruh senjata dari hasil pelucutan jepang kepada pihak sekutu.
 Sekutu mengeluarkan ultimatum yang berisi memerintahkan agar kota Bandung bagian utara
dikosongkan dari masyarakat Indonesia paling lambat tanggal 29 November 1945.
 Sekutu membagi Bandung menjadi dua sektor, yaitu sektor utara serta sektor selatan.
 Rencana pembangunan kembali markas sekutu di Bandung.
Kronologi Terjadinya Bandung Lautan Api

Kronologi Bandung Lautan Api bisa dirunut dari peristiwa saat pasukan sekutu mendarat di
Bandung. Pasukan Inggris bagian dari Brigade MacDonald tiba di Bandung pada Oktober 1945.
Para pejuang Bandung saat itu tengah gencar-gencarnya merebut senjata serta kekuasaan dari
tangan Jepang.

Hubungan pemerintah RI dengan sekutu juga sedang tegang. Di saat seperti itu, pihak sekutu
menuntut agar seluruh senjata api yang ada di tangan masyarakat, kecuali TKR serta polisi,
diserahkan pada pihak sekutu.

Tetapi, sekutu yang baru tiba ini meminta pihak Indonesia untuk menyerahkan seluruh senjata
hasil pelucutan Jepang ini. Hal ini ditegaskan lewat ultimatum yang dikeluarkan pihak Sekutu. Isi
ultimatum itu yaitu agar senjata hasil pelucutan Jepang segera diserahkan pada Sekutu serta
masyarakat Indonesia segara mengosongkan kota Bandung paling lambat tanggal 29 November
1945 dengan alasan untuk keamanan rakyat.

Ditambah lagi, orang- orang Belanda yang baru dibebaskan dari kamp tawanan juga mulai
melakukan tindakan-tindakan yang mengganggu keamanan rakyat. Hal semacam ini juga
semakin mendorong adanya bentrokan bersenjata pada Inggris serta TKR (Tentara Keamanan
Rakyat) jadi tidak dapat dijauhi.

Saat malam tanggal 21 November 1945, TKR serta sebagian badan perjuangan Indonesia
melancarkan serangan pada kedudukan-kedudukan Inggris di wilayah Bandung bagian utara.
Hotel Homann serta Hotel Preanger yang dipakai musuh sebagai markas juga tidak luput dari
serangan.

Menanggapi serangan ini, tiga hari kemudian, MacDonald menyampaikan ultimatum pada
Gubernur Jawa Barat. Ultimatum ini berisi agar Bandung Utara dikosongkan oleh masyarakat
Indonesia, termasuk juga dari pasukan bersenjata.
Masyarakat Indonesia yang mendengar ultimatum ini tak menghiraukannya. Karena itu, pecahlah
pertempuran pada sekutu serta pejuang Bandung di tanggal 6 Desember 1945.

Lalu, di tanggal 23 Maret 1946, sekutu kembali mengulang ultimatumnya. Sekutu memerintahkan
agar TRI (Tentara Republik Indonesia) segera meninggalkan kota Bandung. Mendengar
ultimatum itu, pemerintah Indonesia di Jakarta kemudian menginstrusikan agar TRI
mengosongkan kota Bandung untuk keamanan rakyat.

Walau demikian, perintah ini berbeda dengan yang diberikan dari markas TRI di Yogyakarta. Dari
Yogyakarta, keluar instruksi agar terus bertahan di Bandung. Dalam masa ini, sekutu juga
membagi Bandung dalam dua sektor, yaitu Bandung Utara serta Bandung Selatan. Lalu, sekutu
meminta masyarakat Indonesia untuk meninggalkan Bandung Utara.

Kondisi di kota Bandung jadi semakin genting. Situasi kota ini jadi mencekam serta dipenuhi
orang -orang yang panik. Para pejuang juga bingung dalam mengikuti instruksi yang berbeda dari
pusat Jakarta serta Yogyakarta. Pada akhirnya, para pejuang Indonesia memutuskan untuk
melancarkan serangan besar-besaran pada sekutu di tanggal 24 Maret 1946.

Para pejuang Indonesia menyerang pos-pos sekutu. Mereka juga membakar semua isi kota
Bandung Utara. Setelah berhasil membumihanguskan kota Bandung Utara, barulah mereka pergi
mengundurkan diri dari Bandung Utara. Aksi ini dilakukan oleh 200.000 orang selama 7 jam.

Keadaan Bandung yang dipenuhi dengan kobaran api laksana lautan inilah yang membuat
peristiwa tersebut dijuluki dengan sebutan Bandung Lautan Api.

Tujuan Membakar Bandung

Para pejuang Bandung memilih membakar Bandung dan lalu meninggalkannya dengan alasan
tertentu. Maksudnya yaitu untuk mencegah tentara Sekutu serta tentara NICA Belanda dalam
memakai kota Bandung sebagai markas strategis militer mereka dalam Perang Kemerdekaan
Indonesia.

Operasi pembakaran Bandung ini dikatakan sebagai operasi “bumihangus”. Keputusan untuk
membumihanguskan kota Bandung diambil lewat musyawarah Madjelis Persatoean Perdjoangan
Priangan (MP3), yang dilakukan di depan seluruh kekuatan perjuangan pihak Republik Indonesia,
tanggal 23 Maret 1946.

Hasil musyawarah itu lalu diumumkan oleh Kolonel Abdoel Haris Nasoetion sebagai Komandan
Divisi III TRI. Ia juga memerintahkan evakuasi Kota Bandung. Lalu, hari itu juga, rombongan
besar masyarakat Bandung mengalir. Pembakaran kota berlangsung malam hari sambil para
penduduknya pergi meninggalkan Bandung.

Anda mungkin juga menyukai