Anda di halaman 1dari 12

BAB X.

SISTEM TINGGI

10.1 Pendahuluan
Tinggi adalah perbedaan Vertikal atau jarak tegak dari suatu bidang referensi yang
telah ditentukan terhadap suatu titik sepanjang garis vertikalnya. Untuk suatu Negara,
biasanya Muka Air Laut (MSL) ditentukan sebagai bidang referensinya, apabila MSL sebagai
bidang referensinya maka perluasannya kedaratan disebut geoid / datum.

Gambar 10.1 Bidang Referensi


Untuk mendapatkan tinggi suatu titik perlu dilakukan pengukuran beda tinggi antara suatu
titik tehadap titik yang telah diketahui tingginya dengan mempergunakan alat ukur
Waterpass / Sipat Datar. Apabila dalam suatu pemetaan yang diinginkan hanya berorientasi
pada ketinggian setempat saja tanpa memperhatikan orientasi tinggi yang menyeluruh
terhadap daerah sekitarnya, maka titik referensi dapat diambil sembarang atau dikatakan
ketinggian local. Tetapi apabila peta yang dihasilkan membutuhkan ketelitian yang tinggi
dan mempunyai kaitan dengan pemetaan secara nasional, maka sebagai referensi dapat
diambil dari tinggi yang tersedia yang pengukurannya berdasarkan tinggi Muka Air Laut
( Datum Nasional )

10.2 Prinsip Pengukuran Beda Tinggi


Suatu pengukuran dengan mempergunakan alat waterpass yang didirikan pada
suatu titik yang diarahkan pada dua buah rambu yang berdiri vertikal maka untuk
mendapatkan beda tingginya kita baca bacaan muka dikurangi bacaan belakang.
Prinsip penentuan beda tinggi dengan menggunakan alat Sipat datar yang digunakan
sebagai garis datar 1 adalah garis bidik, sedangkan dititik A dan B didirikan rambu ukur
yang tegak , dengan alat panjang AA 1 dan BB1 dapat diukur. Pada titik A dan B angka
rambu adalah nol, bila AA1 = a dan BB1 = b maka beda tinggi A dan B dapat dihitung :
∆ HAB = a - b (10.1)
Bila :

X-1
* ∆ HAB = 0 , maka A dan B sama tinggi
* ∆ HAB › 0 , maka A lebih rendah dari B
* ∆ HAB ‹ 0 , maka A lebih tinggi dari B

Gambar 10.2 Prinsip Pengukuran Beda Tinggi


Macam-macam penentuan beda tinggi :
Cara I: adalah dengan meletakkan alat diantara dua buah rambu yang vertikal ini dilakukan
pada pengukuran sipat datar memanjang dan pada daerah yang relative datar.

Gambar 10.3 Alat di Tengah


∆HAB = HB - HA ∆HAB = BTB - BTA

Cara II : adalah dengan meletakkan alat pada salah satu titik yang akan diukur beda
tingginya dan titik yang lain didirikan rambu ukur pada cara ini biasa dilakukan pada
pengukuran sipat datar melintang karena jarak antar titik terlalu pendek.

X-2
Gambar 10.4 Alat di Titik Yang sudah Ada Tingginya

∆HAB = HB - HA ∆HAB = BTB - T Alat (10.2)


Cara III : Hal ini dilakukan apabila kondisi medan tidak memungkinkan alat berdiri ditengah
antara dua titik yang akan diukur misalnya melalui selokan

Gambar 10.5. Alat diluar titik yang ditentukan tingginya


catatan : BTA = Bacaan Benang Tengah A
BTB = Bacaan Benang Tengah B

10.3 Peralatan
Dalam pengukuran beda tinggi ini alat yang dipergunakan adalah ukur Waterpas
/Sipat Datar/ level, rambu ukur dan statif. Sebelum alat ukur waterpas digunakan alat
tersebut harus diatur terlebih dahulu agar memenuhi syarat alat adalah :
1. syarat utama adalah Garis arah nivo sejajar garis bidik
2. Syarat tambahan adalah :
- Garis arah nivo tegak lurus sumbu - I
- Benang silang mendatar tegaklurus sumbu - I.

X-3
Gambar 10.6 sumbu – I

Posisi bacaan dilakukan pada saat :


1. Nivo kotak ditengah/seimbang
2. Benang silang vertikal berimpit dengan tengah-tengah rambu
3. Benang silang mendatar tegaklurus sumbu-I
4. Rambu dalam posisi tegak
5. Nivo U (halus) dalam posisi koinsidensi.
6. Rambu dibaca BA(Benang Atas), BT(Benang Tengah), BB (Benang Bawah)
BA  BB
Kontrol : BT  , toleransi selisih 1 milimeter. (10.3)
2
7. Jarak optis : d = (BA-BB) 100 (10.4)
10.4 Macam Pengukuran Sipat Datar
10.4.1 Sipat Datar memanjang
Sipat datar memanjang adalah suatu pengukuran yang bertujuan untuk mengetahui
ketinggian titik-titik sepanjang jalur pengukuran dan pada umumnya diperlukan sebagai
kerangka vertikal bagi suatu daerah pemetaan sehingga hasil yang didapatkan adalah
ketinggian titik-titik. Karena sebagai kerangka vertikal pada umumnya diperlukan ketelitian
yang tinggi, oleh karena itu banyak persyaratan yang harus dipenuhi pada saat pengukuran.
Cara pengukuran :
1. Letakkan alat waterpas antara titik A dan B ( ± jarak ke A = jarak ke B)
2. Letakkan rambu ukur di titik A dan B
3. Baca rambu A : BA, BT, BB
4. Baca rambu B :. BA, BT, BB
5. Hitung beda tinggi A dan B (∆HAB) ∆HAB = BTB - BTA (10.5)

X-4
6. Hitung jarak AB = dA + dB
Dimana dA = jarak antara alat dengan titik A = (BAA – BBA) 100 dan
dB = jarak antara alat dengan titik B = (BAB – BBB) 100 .
7. Pada slag berikutnya rambu A menjadi bacaan rambu muka sedangkan rambuB menjadi
bacaan rambu belakang.

Gambar 10.7. Satu Seksi Pengukuran

 Istilah-istilah
 1 Slag adalah satu kali alat berdiri untuk mengukur rambu muka dan rambu
belakang.
 1 Seksi adalah suatu jalur pengukuran sepanjang ± 1-2 Km yang terbagi dalam slag
yang genap dan diukur pulang pergi dalam waktu satu hari.
 1 Kring/sirkuit adalah suatu pengukuran sipat datar yang sifatnya tertutup sehingga
titik awal dan titik akhirnya adalah sama

Syarat pengukuran
1. Alat berada ditengah antara dua rambu
2. Baca rambu belakang (b), baru kemudian dibaca rambu muka (m)
3. Seksi dibagi dalam slag berjumlah genap
4. Pengukuran dapat dilakukan dengan cara pergi pada pagi hari dan pulang pada siang
hari atau dengan cara doble stand, dimana selisih beda tinggi stand 1 dan 2 maksimum
2 mm.
5. Jumlah jarak muka = jumlah jarak belakang.
6. Jarak alat ke rambu maksimum = 75 meter.
7. Dilakukan koreksi garis bidik pada awal dan akhir.

X-5
(b1 'm1 ' )  (b 2 'm 2 ' )
tg  (10.6)
(db1  dm1 )  (db 2  dm 2 )

 = kesalahan tengah belakang posisi I.


b1’ = benang tengah belakang posisi I
b2’ = benang tengah belakang posisi II
m1’ = benang tengah muka posisi I
m2’ = benang tengah muka posisi II
db1 = jarak belakang posisi I
db2 = jarak belakang posisi II
dm1 = jarak muka posisi I
dm2 = jarak muka poisisi II
 Sipat Datar Terbuka
Sipat datar terbuka adalah pengukuran sipat datar yang titik awal dan titik akhirnya
tidak saling bertemu , pengukuran ini dilakukan untuk mendapatkan tinggi titik 5 dari titik 1
yang sudah diketahui tingginya.

Gambar 10.8 Sipat Datar Terbuka


∆H12 = H2 - H1 H2 = H1 + ∆H12
∆H23 = H3 - H2 H3 = H2 + ∆H23
∆H34 = H4 - H3 H4 = H3 + ∆H34
∆H45 = H5 - H4 H5 = H4 + ∆H45
Maka untuk mendapatkan H5 dapat dihitung apabila H1 diketahui
H5 = H1 + ∆H12 + ∆H23 + ∆H34 + ∆H45
Maka secara umum dapat ditulis :
n
H n = H1 + 
i 1
∆H I,i+1 (10.7)

Agar didapatkan hasil yang teliti maka perlu dikoreksi,dengan asumsi bahwa beda tinggi
pergi sama dengan beda tinggi pulang apabila ada perbedaan maka kesalahannya diberikan

X-6
dan dibagi rata pada hasil pengukuran beda tinggi. Tetapi apabila titik awal dan akhir
diikatkan pada titik tetap maka dapat dilakukan koreksi sebagai berikut :

A B

HA 2 HB

1
3

Gambar 10.9. Kring Terikat

A dan B : titik ikat


1,2,3 : titik yang dicari tingginya.

n 1
hAB = HB – HA =  h  k
1
dimana k = kesalahan (10.8)

k
C (10.9)
(n  1)

C = koreksi = - kesalahan
n = banyaknya titik
n-1 = banyak titik slag (beda tinggi)
Contoh 10.1:

Gambar 10.10. Contoh Pengukuran Tinggi


Dari hasil pengukuran didapat beda tinggi sebagai berikut :
A ke 1 = + 0,437 3 ke 4 = + 0,269
1 ke 2 = + 0,871 4 ke 5 = - 0,377
2 ke 3 = - 0,345 5 ke 6 = + 0,561
Bila diketahui tinggi titik A = + 100 meter diatas MSL, hitunglah tinggi titik-titik 1,2,3,4,5,
dan 6
Jawab :

X-7
 Sipat Datar Kring/Sirkuit/Tertutup
Sipat datar kring adalah suatu pengukuran sipat datar yang titik awal dan titik akhir
sama / berimpit, hal ini dilakukan agar hasil data ketinggiannya dapat dikoreksi dengan lebih
teliti.

A = titik ikat ( awal = akhir).


1,2,3,4 dan 5 = titik yang dicari.
n 1

 h  k  0
1

n 1

 h  k
1

k
C , kesalahan = - koreksi
(n  1)

 Ketelitian dan toleransi :


Waterpas Amerika Belanda
Orde-1 4 D km mm 3 D km mm
Orde-2 8.4 D km mm 4 D km mm
Orde-3 12 D km mm 6 D km mm

X-8
k = kesalahan < toleransi  pengukuran memenuhi syarat.
k = kesalahan> toleransi  pengukuran tidak memenuhi syarat.
Contoh 10.2 :

Pengukuran waterpas jaring tertutup A-B-C-D-E, dimana data pengukuran adalah sebagai
berikut :
Route Beda tinggi (m) Jarak (m)
1 ke 2 + 1,635 120
2 ke 3 - 2,376 110
3 ke 4 + 0,841 120
4 ke 5 + 1,355 90
5 ke 1 + 0,273 100

Bila diketahui elevasi titik 1 adalah 50 meter diatas MSL, hitung elevasi 2,3,4 dan 5 setelah
dikoreksi.
Jawab :
Kesalahan penutup tinggi:

 h i  1,635  2,376  0,841  1,355  0,273 m = 0,0046 m

Total jarak :

d i  120  110  120  90  100 m = 540 m

d12
Koreksi 1 ke 2   kesalahan penutup tinggi
 i
d
120
=   0,046  0,010 m
540

d 23
Koreksi 2 ke 3   kesalahan penutup tinggi
 di
110
=   0,046  0,009 m
540

X-9
120
Koreksi 3 ke 4 =   0,046  0,010 m
540
90
Koreksi 4 ke 5 =   0,046  0,008 m
540
100
Koreksi 5 ke 1 =   0,046  0,009 m
540
Sehingga :
Elevasi 1 = 50 m
Elevasi 2 = elevasi 1 + h1 = 50,000 + 1,635 - 0,010 = 51,625
Elevasi 3 = elevasi 2 + h2 = 51,625 - 2,376 - 0,009 = 49,246
Elevasi 4 = elevasi 3 + h3 = 49,246 - 0,841 - 0,010 = 48,389
Elevasi 5 = elevasi 4 + h4 = 48,389 - 1,355 - 0,008 = 49,736
Elevasi 1 = elevasi 5 + h4 = 49,736 - 0,273 - 0,009 = 50,000
10.4.2 Sipat Datar Profil
Sipat datar profil bertujuan untuk menentukan bentuk permukaan tanah atau tinggi
rendahnya permukaan tanah sepanjang jalur pengukuran, baik secara memanjang maupun
melintang.
10.4.3 Sipat Datar Luasan
Sipat datar luasan bertujuan untuk menentukan bentuk permukaan tanah pada suatu
daerah atau lapangan sehingga dapat dihitung volume galian dan timbunannya. Sipat datar
luasan biasanya dilakukan pada perencanaan bangunan yang memerlukan daerah yang rata
dan datar seperti pelabuhan udara, lapangan parkir, kompleks gudang dan sebagainya.
Bentuk permukaan tanah ditentukan berdasarkan tinggi garis bidik dan lapangan yang akan
ditentukan permukaannya dipasang patok–patok yang membagi lapangan menjadi jaring–
jaring bujur sangkar dengan luasan yang sama.
Hasil pengukuran tinggi dari patok-patok ini akan dapat digambarkan bentuk
permukaan tanahnya, dan dengan data ketinggian patok-patok tersebut dapat dihubungkan
menjadi garis kontur. Garis kontur adalah suatu garis khayal yang menghubungkan secara
berurutan semua titik yang mempunyai ketinggian yang sama terhadap suatu bidang
referensi yang telah dipilih sebelumnya, sehingga garis kontur ini tidak akan pernah
berpotongan kecuali pada daerah patahan tegak lurus atau daerah terjal.
a. Cara Pengukuran
 Cara Langsung
Cara ini lebih cenderung menekankan pada kondisi relief dari permukaan tanah,
sehingga penyajiannya dilakukan dalam dua tahap adalah :

X - 10
 Penyajian kerangka vertical adalah pengukuran ketinggian deari patok-patok tetap
yang didirikan berdasarkan rencana pengukuran.
 Pengukuran ketinggian titik detil pada daerah pengukuran secara menyebar sesuai
dengan kondisi daerahnya.

3 5
4

Gambar 10.11 : Pengukuran Sipat Datar Luas Pengukuran Cara Langsung

 Cara Tidak Langsung


Cara ini dilakukan berdasarkan pembagian daerah pengukuran menjadi kotak persil
tanah sesuai kebutuhan misalnya untuk kapling perumahan, sehingga jelas aspek luas
sangat penting sedangkan ketinggian hanya dilakukan pada titik sudut persil dan titik
lain yang dianggap perlu.

1 2 3 4 5

6 7 8 9

Gambar 10.12 :Pengukuran Sipat Datar Luas Cara Tidak Langsung

X - 11
Daftar Pustaka :
McCoomac, Jack. 2004. Surveying. Fifth Edition. Clemson University.
Rais, Jacob.1968. Ilmu Ukur Tanah. Diktat Fakultas Teknik UGM,
Sinaga, Indra. 1989. Pengukuran dan Pemetaan Pekerjaan Konstruksi. Jakarta
Sosrodarsono, Suyono dan Masayoshi. 1983. Pengukuran Topografi dan Teknik
Pemetaan, PT Pradnya Paramita Jakarta.
Wongsotjitro, Soetomo. 1977. Ilmu Ukur Tanah. Kanisius Yogyakarta, cetakan ke – 5.

X - 12

Anda mungkin juga menyukai