Anda di halaman 1dari 53

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pertolongan penderita gawat darurat dapat terjadi dimana saja baik di

dalam rumah sakit maupun di luar rumah sakit, dalam penanganannya

melibatkan tenaga medis maupun non medis termasuk masyarakat awam.

Pada pertolongan pertama yang cepat dan tepat akan menyebabkan pasien

atau korban dapat tetap bertahan hidup untuk mendapatkan pertolongan yang

lebih lanjut.

Adapun yang disebut sebagai penderita gawat darurat adalah

penderita yang memerlukan pertolongan segera karena berada dalam keadaan

yang mengancam nyawa, sehingga memerlukan suatu pertolongan yang

cepat, tepat, cermat untuk mencegah kematian maupun kecacatan. Untuk

memudahkan dalam pemberian pertolongan korban harus diklasifikasikan

termasuk dalam kasus gawat darurat, darurat tidak gawat, tidak gawat tidak

darurat dan meninggal.

Salah satu kasus gawat darurat yang memerlukan tindakan segera

dimana pasien berada dalam ancaman kematian karena adanya gangguan

hemodinamik adalah trauma abdomen di mana secara anatomi organ-organ

yang berada di rongga abdomen adalah organ-organ pencernaan. Selain

trauma abdomen kasus-kasus kegawatdaruratan pada sistem pencernaan salah

satunya perdarahan saluran cerna baik saluran cerna bagian atas ataupun

1
saluran cerna bagian bawah bila hal ini dibiarkan tentu akan berakibat fatal

bagi korban atau pasien bahkan bisa menimbulkan kematian. Oleh karena itu

kita perlu memahami penanganan kegawatdaruratan pada sistem pencernaan

secara cepat, cermat dan tepat sehingga hal-hal tersebut dapat kita hindari.

Insiden trauma abdomen meningkat dari tahun ke tahun. Mortalitas

biasanya lebih tinggi pada trauma tumpul abdomen dari pada trauma tusuk.

Walaupun tekhnik diagnostik baru sudah banyak dipakai, misalnya

Computed Tomografi, namun trauma tumpul abdomen masih merupakan

tantangan bagi ahli klinik. Diagnosa dini diperlukan untuk pengelolaan

secara optimal.

Evaluasi awal sangat bermanfaat tetapi terkadang cukup sulit karena

adanya jejas yang tidak jelas pada area lain yang terkait. Jejas pada abdomen

dapat disebabkan oleh trauma tumpul atau trauma tajam. Pada trauma tumpul

dengan velisitas rendah (misalnya akibat tinju) biasanya menimbulkan

kerusakan satu organ. Sedangkan trauma tumpul velositas tinggi sering

menimbulkan kerusakan organ multipel.

Perforasi adalah kemungkinan yang bisa terjadi pada trauma

abdomen. Gejala perangsangan peritonium yang terjadi dapat disebabkan

oleh zat kimia atau mikroorganisme. Bila perforasi terjadi dibagian atas,

misalnya lambung, maka terjadi perangsangan oleh zat kimia segera sesudah

trauma dan timbul gejala peritonitis hebat. Bila perforasi terjadi di bagian

bawah seperti kolon, mula-mula timbul gejala karena mikroorganisme

membutuhkan waktu untuk berkembang biak. Baru setelah 24 jam timbul

2
gejala-gejala akut abdomen karena perangsangan peritoneum. Mengingat

kolon tempat bakteri dan hasil akhirnya adalah feses, maka jika kolon terluka

dan mengalami perforasi perlu segera dilakukan pembedahan. Jika tidak

segera dilakukan pembedahan, peritonium akan terkontaminasi oleh bakteri

dan feses. Hal ini dapat menimbulkan peritonitis yang berakibat lebih berat.

Istilah trauma abdomen atau gawat abdomen menggambarkan

keadaan klinik akibat kegawatan dirongga abdomen yang biasanya timbul

mendadak dengan nyeri sebagian keluhan utama. Keadaan ini memerlukan

penanggulangan segera yang sering beri tindakan beda, misalnya pada

obstruksi, perforasi atau perdarahan, infeksi, obstruksi atau strangulasi jalan

cerna dapat menyebabkan perforasi yang mengakibatkan kontaminasi rongga

perut oleh isi saluran cerna sehingga terjadilah peritonitis. Keputusan untuk

melakukan tindakan beda harus segara diambil karena setiap kelambatan

akan menyebabkan penyulit yang berakibat meningkatkan morbiditas dan

mortalitas ketepatan diagnosis dan penanggulangannya tergantung dari

kemampuan melakukan analisis pada data anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan penunjang. Pengetahuan mengenai anatomi dan faal abdomen

beserta isinya sangat menentukan dalam menyingkirkan satu demi satu

sekian banyak kemungkinan penyebab trauma abdomen. Trauma abdomen

akan ditemukan pada 25% penderita multi-trauma, gejala dan tanda yang

ditimbulkannya kadang-kadang lambat sehingga memerlukan tingkat

kewaspadaan yang tinggi untuk dapat menetapkan diagnosis.

3
B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui konsep dasar dan asuhan keperawatan dengan

Trauma Abdomen.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui pengertian Trauma Abdomen

b. Mengetahui etiologi Trauma Abdomen

c. Mengetahui klasifikasi Trauma Abdomen

d. Mengetahui patofisiologi Trauma Abdomen

e. Mengetahui manifestasi klinis Trauma Abdomen

f. Mengetahui dampak masalah terhadap pasien

g. Mengetahui pemeriksaan diagnostik Trauma Abdomen

h. Mengetahui penatalaksanaan Trauma Abdomen

i. Mengetahui asuhan keperawatan Trauma Abdomen

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian

Trauma adalah cedera atau kerugian psikologis atau emosional.

(Dorland, 2002)

Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis

akibat gangguan emosional yang hebat. (Brooker, 2001)

Trauma adalah cedera fisik dan psikis, kekerasan yang

mengakibatkan cedera. (Sjamsuhidayat, 1997)

Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma

tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja.

(Smeltzer, 2001)

Trauma perut merupakan luka pada isi rongga perut dapat terjadi

dengan atau tanpa tembusnya dinding perut dimana pada penanganan atau

penatalaksanaan lebih bersifat kedaruratan dapat pula dilakukan tindakan

laparatomi. (FKUI, 1995)

Trauma tumpul abdomen adalah pukulan atau benturan langsung pada

rongga abdomen yang mengakibatkan cedera tekanan atau tindasan pada isi

rongga abdomen, terutama organ padat (hati, pankreas, ginjal, limpa) atau

berongga (lambung, usus halus, usus besar, pembuluh-pembuluh darah

abdominal) dan mengakibatkan ruptur abdomen. (Temu Ilmiah Perawat

Bedah Indonesia, 2000)

5
B. Etiologi

Menurut Sjamsuhidayat (1998), penyebab trauma abdomen adalah

sebagai berikut :

1. Penyebab trauma penetrasi

a. Luka akibat terkena tembakan

b. Luka akibat tikaman benda tajam

c. Luka akibat tusukan

2. Penyebab trauma non-penetrasi

a. Terkena kompresi atau tekanan dari luar tubuh

b. Hancur (tertabrak mobil)

c. Terjepit sabuk pengaman karena terlalu menekan perut

d. Cedera akselerasi atau deserasi karena kecelakaan olahraga

Menurut Hudak & Gallo (2001), kecelakaan atau trauma yang terjadi

pada abdomen, umumnya banyak diakibatkan oleh trauma tumpul. Pada

kecelakaan kendaraan bermotor, kecepatan, deselerasi yang tidak terkontrol

merupakan kekuatan yang menyebabkan trauma ketika tubuh pasien terpukul

setir mobil atau benda tumpul lainnya.

Trauma akibat benda tajam umumnya disebabkan oleh luka tembak

yang menyebabkan kerusakan yang besar didalam abdomen. Selain luka

tembak, trauma abdomen dapat juga diakibatkan oleh luka tusuk, akan tetapi

luka tusuk sedikit menyebabkan trauma pada organ internal di abdomen.

6
Trauma pada abdomen disebabkan oleh 2 (Dua) kekuatan yang

merusak, yaitu :

1. Paksaan atau benda tumpul

Merupakan trauma abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga

peritoneum. Luka tumpul pada abdomen bias disebabkan oleh :

a. Jatuh

b. Kekerasan fisik atau pukulan

c. Kecelakaan kendaraan bermotor

d. Cedera akibat berolahraga

e. Benturan

f. Ledakan

g. Deselarasi

h. Kompresi atau sabuk pengaman

i. Lebih dari 50% disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas.

2. Trauma tembus

Merupakan trauma abdomen dengan penetrasi ke dalam rongga

peritoneum. Luka tembus pada abdomen disebabkan oleh tusukan

benda tajam atau luka tembak.

C. Klasifikasi

Trauma pada dinding abdomen terdiri dari :

1. Kontusio dinding abdomen

Disebabkan trauma non-penetrasi. Kontusio dinding abdomen tidak

terdapat cedera intra abdomen, kemungkinan terjadi eksimosis atau


7
penimbunan darah dalam jaringan lunak dan masa darah dapat

menyerupai tumor.

2. Laserasi

Jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus rongga

abdomen harus di eksplorasi atau terjadi karena trauma penetrasi.

Trauma abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ

abdomen yang dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi

gangguan metabolisme, kelainan imunologi dan gangguan faal berbagai

organ. Trauma abdomen pada isi abdomen, menurut Suddarth & Brunner

(2002) terdiri dari :

1. Perforasi organ visceral intraperitoneum

Cedera pada isi abdomen mungkin di sertai oleh bukti adanya cedera

pada dinding abdomen.

2. Luka tusuk (trauma penetrasi) pada abdomen

Luka tusuk pada abdomen dapat menguji kemampuan diagnostik ahli

bedah.

3. Cedera thoraks abdomen

Setiap luka pada thoraks yang mungkin menembus sayap kiri

diafragma, atau sayap kanan dan hati harus dieksplorasi.

8
D. Patofisiologi

Trauma pada abdomen dibagi menjadi trauma tumpul dan tembus.

Trauma tumpul abdomen disebabkan kompresi dan deselerasi. Kompresi

rongga abdomen disebabkan oleh benda-benda terfiksasi, seperti sabuk

pengaman atau setir kemudi akan meningkatkan tekanan intraluminal dengan

cepat, sehingga mungkin menyebabkan ruptur usus, atau perdarahan organ

padat. Gaya deselerasi (perlambatan) akan menyebabkan tarikan atau

regangan antara struktur yang terfiksasi dan yang dapat bergerak. Deselerasi

dapat menyebabkan trauma pada mesenterium, pembuluh darah besar atau

kapsul organ padat, seperti ligamentum teres pada hati. Organ padat, seperti

limpa dan hati merupakan jenis organ yang tersering mengalami terluka

setelah trauma tumpul abdomen terjadi. (Demetriades, 2000)

Trauma tumpul pada abdomen juga disebabkan oleh pengguntingan,

penghancuran atau kuatnya tekanan yang menyebabkan ruptur pada usus

atau struktur abdomen yang lain. Luka tembak dapat menyebabkan

kerusakan pada setiap struktur di dalam abdomen. Tembakan menyebabkan

perforasi pada perut atau usus yang menyebabkan peritonitis dan sepsis.

Patofisiologi yang terjadi berhubungan dengan terjadinya trauma abdomen

adalah :

1. Terjadi perpindahan cairan berhubungan dengan kerusakan pada

jaringan , kehilangan darah dan syok.

2. Perubahan metabolik dimediasi oleh CNS dan sistem mikroendokrin

9
3. Terjadi masalah koagulasi atau pembekuan di hubungkan dengan

perdarahan masif dan transfuse multiple.

4. Inflamasi, infeksi dan pembentukan formasi disebabkan oleh sekresi

saluran pencernaan dan bakteri ke peritoneum.

5. Perubahan nutrisi dan elektrolit yang terjadi karena akibat kerusakan

integritas rongga saluran pencernaan.

6. Limpa merupakan organ yang paling sering terkena kerusakan yang

di akibatkan oleh trauma tumpul. Sering terjadi hemoragi atau

perdarahan masif yang berasal dari limpa yang ruptur sehingga semua

upaya dilakukan untuk memperbaiki kerusakan di limpa.

7. Liver, karena ukuran dan letaknya hati merupakan organ yang paling

sering terkena kerusakan yang di akibatkan oleh luka tembus dan

sering kali kerusakan disebabkan oleh trauma tumpul. Hal utama

yang dilakukan apabila terjadi perlukaan di hati yaitu mengontrol

perdarahan dan mendrainase cairan empedu.

8. Esophagus bawah dan lambung, kadang-kadang perlukaan esophagus

bawah disebabkan oleh luka tembus. Karena lambung fleksibel dan

letaknya yang mudah berpindah, sehingga perlukaan jarang

disebabkan oleh trauma tumpul tapi sering disebabkan oleh luka

tembus langsung.

9. Pankreas dan duodenum, walaupun trauma pada pankreas dan

duodenum jarang terjadi. Tetapi trauma pada abdomen yang

menyebabkan tingkat kematian yang tinggi disebabkan oleh

10
perlukaan di pankreas dan duodenum. Hal ini disebabkan karena

letaknya yang sulit terdeteksi apabila terjadi kerusakan.

E. Manifestasi Klinis

Berdasarkan jenis trauma :

1. Trauma tembus abdomen

a. Potensi mematikan dan segera membahayakan jika disertai

cedera pembuluh darah besar.

b. Luas cedera intraabdominal tergantung tenaga kinetic objek

penetratif. Luka akibat peluru dibedakan menjadi low-velocity

dan high-velocity.

c. Peritonitis sampai dengan sepsis bila mengenai organ yang

berongga intra peritoneal.

d. Usus merupakan organ yang paling sering terkena pada luka

tembus abdomen karena usus mengisi sebagian besar rongga

abdomen.

e. Perforasi dibagian atas (lambung) terjadi perangsangan segera

setelah trauma dan akan terjadi gejala peritonitis hebat.

Sedangkan bagian bawah, gejala baru timbul setelah 24 jam

karena mikroorganisme membutuhkan waktu berkembang biak

setelah 24 jam.

2. Trauma tumpul abdomen

a. Gejala pada trauma tumpul abdomen merupakan akibat

kehilangan darah, memar, atau kerusakan pada organ-organ atau


11
iritasi cairan usus yaitu nyeri tekan, nyeri ketok, nyeri lepas dan

kekuatan perut (akibat hematoma).

b. Bising usus biasanya melemah atau menghilang

c. Rangsangan peritoneum dapat pula berupa nyeri alih di daerah

bahu terutama di sebelah kiri yang dikenal sebagai referred pain

atau tanda dari KEHR.

Berdasarkan tipe cedera :

1. Pada organ padat

Yang paling sering mengalami kerusakan adalah hati dan limpa yang

akan menyebabkan perdarahan bervariasi dari ringan sampai sangat

berat bahkan kematian.

Gejala dan tandanya adalah :

a. Gejala perdarahan secara umum

1) Penderita tampak anemia

2) Bila perdarahan berat akan timbul syok hemoragik

b. Gejala adanya darah intraperitoneal

1) Nyeri abdomen dapat bervariasi dari ringan sampai hebat

2) Pada auskultasi bising usus menurun tapi bukan merupakan

tanda yang dapat dipercaya karena bising usus akan menurun

pada banyak keadaan lain.

3) Ada nyeri tekan, nyeri lepas dan defans muskuler (kekakuan

otot) seperti pada peritonitis.

12
4) Perut akan semakin membesar jika ditemukan pada

perdarahan hebat dan penderita tidak gemuk.

5) Pada perkusi ditemukan pekak pada sisi ysng meninggi

2. Pada organ berongga

a. Akan menimbulkan peritonitis yang dapat timbul cepat sekali

b. Penderita akan mengeluh nyeri seluruh abdomen

c. Kadang-kadang ditemukan ada organ intraabdomen yang

menonjol keluar paling sering omentum, usus halus, atau colon

(pada trauma tajam).

d. Auskultasi bising usus menurun dan adanya defans muskuler.

Menurut Hudak & Gallo (2001), tanda dan gejala trauma abdomen yaitu:

1. Nyeri

Nyeri dapat terjadi mulai dari nyeri sedang sampai yang berat. Nyeri

dapat timbul di bagian yang luka atau tersebar. Terdapat nyeri saat

ditekan dan nyeri lepas.

2. Darah dan cairan

Adanya penumpukkan darah atau cairan dirongga peritoneum yang

disebabkan oleh iritasi.

3. Cairan atau udara dibawah diafragma

Nyeri disebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan limfa. Tanda

ini ada saat pasien dalam posisi rekumben.

13
4. Mual dan muntah

Penurunan kesadaran (malaise, letargi, gelisah) yang disebabkan oleh

kehilangan darah dan tanda-tanda awal syok hemoragik.

F. Dampak Masalah Terhadap Pasien

Setiap musibah yang dihadapi seseorang akan selalu menimbulkan

dampak masalah baik bio-psiko-sosial-spiritual yang dapat mempengaruhi

kesehatan dan perubahan pola kehidupan. Dampak dari pre operasi :

1. Dampak pada fisik

a. Pola pernafasan

Keadaan ventilasi pernafasan terganggu jika terdapat gangguan

atau instabilitasi cardiovaskuler, respirasi dan kelainan-kelainan

neurologis akibat multiple trauma. Penyebab yang lain adalah

perdarahan didalam rongga abdominal yang menyebabkan

distended sehingga menekan diafragma yang akan mempengaruhi

ekspansi rongga thoraks.

b. Pada sirkulasi

Perdarahan dalam rongga abdomen karena cedera dari organ-

organ abdominal yang padat maupun berongga atau terputusnya

pembuluh darah, sehingga tubuh kehilangan darah dalam waktu

singkat yang mengakibatkan syok hipovolemik dimana sisa darah

tidak cukup mengisi rongga pembuluh darah.

14
c. Perubahan perfusi jaringan

Penurunan perfusi jaringan disebabkan karena suplai darah yang

dipompakan jantung ke seluruh tubuh berkurang atau tidak

mencukupi kesesuaian kebutuhan akibat dari syok hipovolemik.

d. Penurunan volume cairan tubuh

Perdarahan akut akan mempengaruhi keseimbangan cairan di

dalam tubuh, dimana cairan intra celluler (ICF), Extracelluler

(ECF) diantaranya adalah cairan yang berada di dalam pembuluh

darah (IV) dan cairan yang berada di dalam jaringan di antara sel-

sel (ISF) akan mengalami defisit atau hipovolemia.

e. Kerusakan integritas kulit

Trauma benda tumpul dan tajam akan menimbulkan kerusakan

dan terputusnya jaringan kulit atau yang dibagian dalamnya

diantaranya pembuluh darah, persyarafan dan otot didaerah

trauma.

2. Dampak psikologis

Perasaan cemas dan takut akan menyelimuti diri pasien, hal ini

disebabkan karena musibah yang dialaminya dan kurangnya

informasi tentang tindakan pengobatan dengan jalan pembedahan

atau operasi.

3. Dampak sosial

Mengingat dana yang dibutuhkan untuk tindakan pembedahan tidak

sedikit dan harga obat–obatan yang cukup tinggi, hal ini akan

15
mempengaruhi kondisi ekonomi dan membutuhkan waktu yang amat

segera (sempit).

G. Pemeriksaan Diagnostik

1. Trauma penetrasi

Bila ada dugaan bahwa ada luka tembus dinding abdomen, seorang

ahli bedah yang berpengalaman akan memeriksa lukanya secara lokal

untuk menentukan dalamnya luka. Pemeriksaan ini sangat berguna

bila ada luka masuk dan luka keluar yang berdekatan.

a. Skrinning pemeriksaan rontgen

Foto rontgen toraks tegak berguna untuk menyingkirkan

kemungkinan hemo atau pneumotoraks atau untuk menemukan

adanya udara intraperitonium. Serta rontgen abdomen sambil

tidur (supine) untuk menentukan jalan peluru atau adanya udara

retroperitoneum.

b. IVP atau urogram excretory dan CT scanning

Ini di lakukan untuk mengetauhi jenis cedera ginjal yang ada.

c. Uretrografi

Di lakukan untuk mengetauhi adanya ruptur uretra.

d. Sistografi

Ini di gunakan untuk mengetahui ada tidaknya cedera pada

kandung kencing.

16
2. Trauma non-penetrasi

Penanganan pada trauma benda tumpul di rumah sakit :

a. Pengambilan contoh darah dan urine

Darah di ambil dari salah satu vena permukaan untuk

pemeriksaan laboratorium rutin, dan juga untuk pemeriksaan

laboratorium khusus seperti pemeriksaan darah lengkap,

potasium, glukosa, amylase.

b. Pemeriksaan rontgen

Pemeriksaan rontgen servikal lateral, toraks anteroposterior dan

pelvis adalah pemeriksaan yang harus di lakukan pada penderita

dengan multi trauma, mungkin berguna untuk mengetauhi udara

ekstraluminal di retroperitoneum atau udara bebas di bawah

diafragma, yang keduanya memerlukan laparotomi segera.

c. Study kontras urologi dan gastrointestinal

Dilakukan pada cedera yang meliputi daerah duodenum, kolon

ascendens atau decendens dan dubur.

H. Penatalaksanaan

1. Penanganan awal

a. Trauma non-penetrasi (trauma tumpul)

1) Stop makanan dan minuman

2) Imobilisasi

3) Kirim kerumah sakit

17
b. Penetrasi (trauma tajam)

1) Bila terjadi luka tusuk, maka tusukan (pisau atau benda tajam

lainnya) tidak boleh dicabut kecuali dengan adanya tim medis.

2) Penanganannya bila terjadi luka tusuk cukup dengan

melilitkan dengan kain kassa pada daerah antara pisau untuk

memfiksasi pisau sehingga tidak memperparah luka.

3) Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ tersebut

tidak dianjurkan dimasukkan kembali kedalam tubuh,

kemudian organ yang keluar dari dalam tersebut dibalut kain

bersih atau bila ada verban steril.

4) Imobilisasi pasien

5) Tidak dianjurkan memberi makan dan minum

6) Apabila ada luka terbuka lainnya maka balut luka dengan

menekan.

7) Kirim ke rumah sakit

2. Penanganan dirumah sakit

a. Segera dilakukan operasi untuk menghentikan perdarahan

secepatnya. Jika penderita dalam keadaan syok tidak boleh

dilakukan tindakan selain pemberantasan syok (operasi).

b. Lakukan prosedur ABCDE

c. Pemasangan NGT untuk pengosongan isi lambung dan mencegah

aspirasi.

18
d. Kateter dipasang untuk mengosongkan kandung kencing dan

menilai urine yang keluar (perdarahan).

e. Pembedahan atau laparatomi (untuk trauma tembus dan trauma

tumpul jika terjadi rangsangan peritoneal : syok : bising usus

tidak terdengar : prolaps visera melalui luka tusuk : darah dalam

lambung, buli-buli, rektum : udara bebas intraperitoneal : lavase

peritoneal positif : cairan bebas dalam rongga perut).

f. Pasien yang tidak stabil atau pasien dengan tanda-tanda jelas yang

menunjukkan trauma intraabdominal (pemeriksaan peritoneal,

injuri diafragma, abdominal free air, evisceration) harus segera

dilakukan pembedahan.

g. Trauma tumpul harus diobservasi dan dimanajemen secara non-

operatif berdasarkan status klinik dan derajat luka yang terlihat di

CT.

h. Pemberian obat analgetik sesuai indikasi

i. Pemberian O2 sesuai indikasi

j. Lakukan intubasi untuk pemasangan ETT jika diperlukan

k. Kebanyakan GSW membutuhkan pembedahan tergantung

kedalaman penetrasi dan keterlibatan intraperitoneal.

l. Luka tikaman dapat dieksplorasi secara lokal di ED (di bawah

kondisi steril) untuk menunjukkan gangguan peritoneal : jika

peritoneum utuh, pasien dapat dijahit dan dikeluarkan.

19
m. Luka tikaman dengan injuri intraperitoneal membutuhkan

pembedahan.

n. Bagian luar tubuh penopang harus dibersihkan atau dihilangkan

dengan pembedahan.

3. Penatalaksanaan kedaruratan

a. Mulai prosedur resusitasi (memperbaiki jalan nafas, pernafasan,

sirkulasi) sesuai indikasi.

b. Pertahankan pasien pada brankar atau tandu papan, gerakkan

dapat menyebabkan fragmentasi bekuan pada pada pembuluh

darah besar dan menimbulkan hemoragi massif.

c. Pastikan kepatenan jalan nafas dan kestabilan pernafasan serta

sistem syaraf.

d. Jika pasien koma, bebat leher sampai setelah sinar x leher

didapatkan.

e. Gunting baju dari luka dan Hitung jumlah luka

f. Tentukan lokasi luka masuk dan keluar

g. Kaji tanda dan gejala hemoragi. Hemoragi sering menyertai

cedera abdomen, khususnya hati dan limpa mengalami trauma.

h. Kontrol perdarahan dan pertahanan volume darah sampai

pembedahan dilakukan.

i. Berikan kompresi pada luka perdarahan eksternal dan bendungan

luka dada.

20
j. Pasang kateter IV diameter besar untuk penggantian cairan cepat

dan memperbaiki dinamika sirkulasi.

k. Perhatikan kejadian syok setelah respons awal terjadi terhadap

transfuse, ini sering merupakan tanda adanya perdarahan internal.

l. Dokter dapat melakukan parasentesis untuk mengidentifikasi

tempat perdarahan.

m. Aspirasi lambung dengan selang nasogastrik. Prosedur ini

membantu mendeteksi luka lambung, mengurangi kontaminasi

terhadap rongga peritonium, dan mencegah komplikasi paru

karena aspirasi.

n. Tutupi visera abdomen yang keluar dengan balutan steril, balutan

salin basah untuk mencegah kekeringan visera.

o. Fleksikan lutut pasien, posisi ini mencegah protusi lanjut

p. Tunda pemberian cairan oral untuk mencegah meningkatnya

peristaltik dan muntah.

q. Pasang kateter uretra menetap untuk mendapatkan kepastian

adanya hematuria dan pantau haluaran urine.

r. Pertahankan lembar alur terus menerus tentang tanda vital,

haluaran urine, pembacaan tekanan vena sentral pasien (bila

diindikasikan), nilai hematokrit, dan status neurologik.

s. Siapkan untuk parasentesis atau lavase peritonium ketika terdapat

ketidakpastian mengenai perdarahan intraperitonium.

21
t. Siapkan sinografi untuk menentukan apakah terdapat penetrasi

peritonium pada kasus luka tusuk.

u. Jahitan dilakukan disekeliling luka

v. Kateter kecil dimasukkan ke dalam luka

w. Agens kontras dimasukkan melalui kateter, sinar x menunjukkan

apakah penetrasi peritonium telah dilakukan.

x. Berikan profilaksis tetanus sesuai ketentuan

y. Berikan antibiotik spektrum luas untuk mencegah infeksi. trauma

dapat menyebabkan infeksi akibat karena kerusakan barier

mekanis, bakteri eksogen dari lingkungan pada waktu cedera dan

manuver diagnostik dan terapeutik (infeksi nosokomial).

z. Siapkan pasien untuk pembedahan jika terdapat bukti adanya

syok, kehilangan darah, adanya udara bebas dibawah diafragma,

eviserasi, atau hematuria.

22
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Dalam pengkajian pada trauma abdomen harus berdasarkan prinsip-

prinsip Penanggulangan Penderita Gawat Darurat yang mempunyai skala

prioritas A (Airway), B (Breathing), C (Circulation), Seperti :

A : Airway

Tidak ada obstruksi jalan nafas

B : Breathing (pernafasan)

Ada dispneu, penggunaan otot bantu nafas dan nafas cuping hidung.

C : Circulation (sirkulasi)

Hipertensi, perdarahan, tanda Cullen, tanda Grey-Turner, tanda

Coopernail, tanda balance, takikardi, diaphoresis.

D : Disability (ketidakmampuan)

Nyeri, penurunan kesadaran, tanda Kehr.

Hal ini dikarenakan trauma abdomen harus dianggap sebagai dari

multi trauma dan dalam pengkajiannya tidak terpaku pada abdomennya saja.

1. Anamnesa

a. Biodata

Terdiri dari identitas : Nama anak, umur, jenis kelamin, alamat,

nama KK, pekerjaan, pendidikan, dan lain-lain.

23
b. Keluhan Utama

1) Keluhan yang dirasakan sakit

2) Hal spesifik dengan penyebab dari traumanya.

c. Riwayat penyakit sekarang (trauma)

1) Penderita trauma abdomen menampakkan gejala nyeri dan

perdarahan.

2) Penyebab dari traumanya dikarenakan benda tumpul atau

peluru.

3) Kalau penyebabnya jatuh, ketinggiannya berapa dan

bagaimana posisinya saat jatuh.

4) Kapan kejadiannya dan jam berapa kejadiannya

5) Berapa berat keluhan yang dirasakan bila nyeri, bagaimana

sifatnya pada quadran mana yang dirasakan paling nyeri atau

sakit sekali.

d. Riwayat penyakit yang lalu

1) Kemungkinan pasien sebelumnya pernah menderita gangguan

jiwa.

2) Apakah pasien menderita penyakit asma atau diabetes mellitus

dan gangguan faal hemostasis.

3) Pasien belum pernah mengalami penyakit trauma abdomen

seperti yang diderita pasien sekarang.

e. Riwayat psikososial spiritual

1) Persepsi pasien terhadap musibah yang dialami

24
2) Apakah musibah tersebut mengganggu emosi dan mental

3) Adakah kemungkinan percobaan bunuh diri (tentamen-

suicide).

2. Pemeriksaan fisik

a. Sistem pernafasan

1) Pada inspeksi bagian frekuensinya, iramanya dan adakah jejas

pada dada serta jalan nafasnya.

2) Pada palpasi simetris tidaknya dada saat paru ekspansi dan

pernafasan tertinggal.

3) Pada perkusi adalah suara hipersonor dan pekak

4) Pada auskultasi adakah suara abnormal, wheezing dan ronchi

b. Sistem cardivaskuler (B2 = blead)

1) Pada inspeksi adakah perdarahan aktif atau pasif yang keluar

dari daerah abdominal dan adakah anemis.

2) Pada palpasi bagaimana mengenai kulit, suhu daerah akral dan

bagaimana suara detak jantung menjauh atau menurun dan

adakah denyut jantung paradoks.

c. Sistem neurologis (B3 = Brain)

1) Pada inspeksi adakah gelisah atau tidak gelisah dan adakah

jejas di kepala.

2) Pada palpasi adakah kelumpuhan atau lateralisasi pada

anggota gerak.

25
3) Bagaimana tingkat kesadaran yang dialami dengan

menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS).

d. Sistem gatrointestinal (B4 = bowel)

1) Pada inspeksi

a) Adakah jejas dan luka atau adanya organ yang luar

b) Adakah distensi abdomen kemungkinan adanya

perdarahan dalam cavum abdomen.

c) Adakah pernafasan perut yang tertinggal atau tidak

d) Apakah kalau batuk terdapat nyeri dan pada quadran

berapa, kemungkinan adanya abdomen iritasi.

2) Pada palpasi

a) Adakah spasme atau defance mascular dan abdomen

b) Adakah nyeri tekan dan pada quadran berapa

c) Kalau ada vulnus sebatas mana kedalamannya

3) Pada perkusi

a) Adakah nyeri ketok dan pada quadran mana

b) Kemungkinan–kemungkinan adanya cairan atau udara

bebas dalam cavum abdomen.

4) Pada auskultasi

Kemungkinan adanya peningkatan atau penurunan dari bising

usus atau menghilang.

26
5) Pada rectal toucher

a) Kemungkinan adanya darah atau lendir pada sarung

tangan.

b) Adanya ketegangan tonus otot atau lesi pada otot rectum.

e. Sistem urologi (B5 = bladder)

1) Pada inspeksi adakah jejas pada daerah rongga pelvis dan

adakah distensi pada daerah vesica urinaria serta bagaimana

produksi urine dan warnanya.

2) Pada palpasi adakah nyeri tekan daerah vesica urinaria dan

adanya distensi.

3) Pada perkusi adakah nyeri ketok pada daerah vesica urinaria.

f. Sistem tulang dan otot (B6 = Bone)

1) Pada inspeksi adakah jejas dan kelaian bentuk extremitas

terutama daerah pelvis.

2) Pada palpasi adakah ketidakstabilan pada tulang pinggul atau

pelvis.

B. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis

2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan sindrom hipoventilasi,

hiperventilasi (penurunan suplai O2)

3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan

aktif

27
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanik

(trauma)

5. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kontaminasi bakteri dan

feses, tidak adekuatnya pertahanan perifer, perubahan sirkulasi, kadar

gula darah yang tinggi, prosedur invasif dan kerusakan kulit.

C. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Perencanaan
No
Keperawatan NOC NIC

1 Nyeri akut Dalam waktu 3 x 24 1. Manajemen nyeri

berhubungan jam nyeri yang Definisi : mengurangi

dengan agen dirasakan pasien atau meringankan

cedera biologis dapat berkurang nyeri yang dirasakan

Definisi : dengan indikator : pasien

Pengalaman Kontrol nyeri (1-5 Tindakan :

emosional dan ekstrem, berat, a. Kaji lokasi nyeri :

sensori yang tidak sedang, ringan, lokasi,

menyenangkan nyaman) karakteristik, onset

yang muncul dari Definisi : Aksi atau durasi,

kerusakan jaringan personal untuk frekuensi, kualitas,

secara aktual dan kontrol nyeri. intensitas

potensial atau 1. Mengenali onset keparahan nyeri

menunjukkan nyeri dan presipitasi

28
adanya kerusakan. 2. Mendiskripkan nyeri

(Assosiation for faktor penyebab b. Observasi keluhan

study of pain : nyeri secara ketidaknyamanan

Serangan sederhana verbal, terutama

mendadak atau 3. Memakai ketika tidak dapat

perlahan dari pengobatan berkomunikasi

intensitas ringan preventif secara efektif

sampai berat yang 4. Memakal c. Gunakan strategi

diantisipasi atau terapinon- komunikasi

diprediksi durasi analgesik terapeutik untuk

nyeri kurang dari 6 5. Menggunakan mengetahui

bulan. terapi analgesik pengalaman nyeri

Batasan yang dan sampaikan

karakteristik : terekomendasi respon pasien

1. Perubahan 6. Melaporkan tentang nyeri

nafsu makan gejala yang tidak d. Eksplor

2. Perubahan terkontrol pengetahuan

tekanan darah kepada pasien tentang

3. Perubahan paramedis nyeri

frekuensi 7. Melaporkan e. Cari tau tentang

jantung nyeri terkontrol dampak nyeri

4. Mengekspresik Level nyeri (pain terhadap kualitas

an prilaku level) hidup (misal :

29
(misal : (1-5 : ekstrem, berat, tidur, nafsu

gelisah, sedang, ringan, tidak makan, aktivitas,

merengek, ada) kognitif, suasana

menangis, Definisi : Observasi hati, pekerjaan,

iritabilitas, atau melaporkan hubungan dengan

mendesah) keburukan nyeri orang lain)

5. Perubahan 1. Melaporkan f. Eksplor bersama

frekuensi nafas keparahan nyeri pasien tentang

6. Masker wajah 2. Mengobservasi faktor yang dapat

fokus (misal : tahapan nyeri memperingan/me

mata kurang mperburuk nyeri

bercahaya, g. Evaluasi riwayat

tampak kacau, penyakit terdahulu

gerakan mata tentang nyeri baik

berpencar atau dari pasien sendiri

tetap pada satu atau keluarga yang

fokus mempunyai

meringis) riwayat nyeri

7. Prilaku kronik

berjaga-jaga, h. Evaluasi

melindungi keefektifan

area nyeri kontrol nyeri

8. Fokus terdahulu dengan

30
menyempit pasien dan tim

(misal : kesehatan

gangguan i. Dampingi pasien

persepsi nyeri, dan keluarga

hambatan ketika

proses berfikir, memerlukan

penurunan dukungan

interaksi j. Pilih implementasi

dengan orang untuk penanganan

dan nyeri

lingkunganya) (farmakologi,

9. Indikasi nyeri nonfarmakologi,

yang dapat interpersonal)

diamati k. Ajarkan untuk

10. Perubahan memakai tekhnik

posisi untuk nonfarmakologi

menghindari (misal : hipnosisi,

nyeri relaksasi, terapi

11. Sikap musik dan masase)

melindungi l. Pantau pasien

tubuh ketika

12. Dilatasi pupil menggunakan

13. Melaporkan metode

31
nyeri farmakologi

14. Fokus pada diri m. Ajarkan pasien

sendiri tentang metode

farmakologi

n. Periksa level

ketidaknyamanan

pada pasien, catat

perubahannya

dimedikal record

o. Dorong pasien

untuk

menceritakan

perasaan

2. Adminitrasi analgesik

(Penggunaan agen

farmakologi untuk

menghilangkan atau

mengurangi nyeri)

a. Lokasi, sifat,

kualitas dan berat

nyeri sebelum

pengobatan

b. Periksa anjuran

32
obat, dosis dan

frekuensi

pemberian

c. Nilai kemampuan

pasien untuk ikut

serta dan terlibat

dalam pemilihan

obat analgesik,

dosis dan rute

d. Pilih analgesik

yang tepat atau

kombinasi

analgesik saat

lebih dari satu

analgesik yang

dianjurkan

e. Tentukan pilihan

analgesik

berdasarkan tipe

dan berat nyeri

f. Pilih rute IV untuk

suntikan analgesik

yang teratur

33
g. Pantau tanda vital

sebelum dan

sesudah pemberian

analgetik narkotik

h. Bentuk

pengharapan

positif

berhubungan

dengan keefektifan

analgetik untuk

mengoptimalkan

respon pasien

i. Evaluasi

keefektifan obat

analgesik

j. Catat respon

terhadap analgetik

dan adanya efek

yang tidak

diinginkan

k. Evaluasi dan catat

tingkat sedasi pada

pasien yang

34
mendapat

golongan opioid

2 Pola nafas tidak Status pernafasan 1. Manajemen jalan

efektif Definisi : pergerakan nafas

berhubungan udara masuk dan Tindakan ;

dengan sindrom keluar dari paru-paru a. Membuka jalan

hipoventilasi, dan pertukaran nafas dengan

hiperventilasi karbondioksida dan menggunakan

(penurunan suplai oksigen pada tingkat tekhnik jaw thrust

O2) alveolar. yang sesuai

Batasan 1. Tingkat b. Posisikan pasien

karakteristik : pernafasan untuk

1. Nafas dalam 2. Irama pernafasan memaksimalkan

2. Perubahan 3. Kedalaman potensi ventilasi

gerakan dada inspirasi c. Mengidentifikasi

3. Mengambil 4. Suara nafas requiringactual

posisi tiga titik auskultasi atau potensi nafas

4. Bradipneu 5. Kepatenan jalan penyisipan pasien

5. Penurunan nafas d. Masukkan jalan

tekanan 6. Volume tidal nafas melalui

ekspirasi 7. Kapasitas vital mulut atau

6. Penurunan 8. Saturasi oksigen nasofaring yang

tekanan 9. Sianosis sesuai

35
inspirasi 10. Dispnea saat e. Melakukan

7. Penurunan istirahat fisioterapi dada

ventilasi 11. Dispnea dengan yang sesuai

semenit tenaga ringan f. Bersihkan sekret

8. Penurunan 12. Kegelisahan dengan

kapasitas vital 13. Sifat tidur menganjurkan

9. Dispneu 14. Gangguan batuk atau suction

10. Peningkatan kognitif g. Mendorong

diameter 15. Sesak nafas lambat balik

anterior 16. Mendengus pernafasan dan

posterior Status respirasi : batuk

11. Nafas cuping ventilasi h. Menggunakan

hidung Definisi : Pergerakan tekhnik

12. Ortopneu udara masuk dan menyenangkan

13. Fase ekspirasi keluar dari paru untuk mendorong

yang lama 1. Rata-rata pernafasan dalam

14. Pernafasan pernafasan untuk anak-anak

pursed-lip 2. Irama pernafasan i. Menginstruksikan

15. Takipneu 3. Kedalaman cara batuk efektif

16. Penggunaan respirasi j. Membantu dengan

otot-otot bantu 4. Bunyi perkusi spirometer insentif

untuk bernafas 5. Volume tidal yang sesuai

6. Tidak ada bunyi k. Auskultasi bunyi

36
nafas nafas, mencatat

7. Mulut berkerut daerah menurun

saat bernafas atau hilangnya

8. Retraksi dada ventilasi dan bunyi

9. Dispneu saat tambahan

istirahat l. Melakukan

10. Pengembangan endotrachea

dada tidak pengisapan yang

simetris sesuai

11. Distorsi bunyi m. Mengelola

suara saat bronkodilator

auskultasi yang sesuai

n. Pasien bagaimana

menggunakan

inhaler yang

ditentukan

o. Mengelola

perawatan aerosol

yang sesuai

p. Mengelola

perawatan

nebulizer

ultrasonik yang

37
sesuai

q. Mengelola udara

lembab atau

oksigen yang

sesuai

r. Menghilangkan

benda asing

dengan forsep

McGill yang

sesuai

s. Mengatur asupan

cairan untuk

mengoptimalkan

keseimbangan

cairan

t. Posisi untuk

mengurangi

dispnea

u. Memonitor

pernafasan dan

status oksigenasi

yang sesuai

38
3 Kekurangan 1. Fluid balance 1. Pengurangan

volume cairan Definisi : perdarahan

berhubungan Keseimbangan Definisi : Pembatasan

dengan kehilangan cairan intraseluler volume darah yang

cairan aktif dan ekstraseluler hilang selama episode

Definisi : Keadaan dalam tubuh perdarahan

individu yang a. Tekanan Aktivitas :

mengalami darah : a. Identifikasi

penurunan cairan Dalam batas penyebab dari

intravaskuler, normal perdarahan

interstisial dan b. Tekanan b. Memantau pasien

intrasel. Diagnosis arteri rata-rata secara ketat untuk

ini merujuk ke : Dalam batas perdarahan

dehidrasi yang normal c. Terapkan tekanan

merupakan c. Tekanan vena langsung atau

kehilangan cairan sentral : tekanan ganti

saja tanpa Dalam batas sesuai ketentuan

perubahan dalam normal d. Terapkan kompres

natrium. d. Tekanan es ke daerah yang

Batasan hambatan terkena dampak

karakteristik : pulmonal : sesuai ketentuan

1. Perubahan Dalam batas e. Memantau jumlah

status mental normal dan sifat

39
2. Kelemahan e. Palpasi nadi kehilangan darah

3. Penurunan perifer f. Memantau ukuran

turgor kulit f. Hipotensi dan karakter

4. Penurunan ortostatik (-) hematoma jika ada

turgor lidah g. Keseimbanga g. Catat kadar

5. Kulit atau n intake dan hemoglobin atau

membran output (24 hematokrit

mukosa kering jam) sebelum dan

6. Frekuensi nadi h. Perubahan sesudah

meningkat suara nafas (-) kehilangan darah

7. Penurunan i. Kestabilan h. Monitor tekanan

tekanan darah berat badan darah dan

8. Penurunan j. Ansietas (-) parameter

volume nadi k. Distensi vena hemodinamik jika

9. Penurunan leher (-) tersedia (misalnya

pengisian vena l. Edema perifer : tekanan vena

10. Penurunan (-) sentral dan kapiler

haluaran urine m. Mata cekung paru atau tekanan

11. Konsentrasi (-) arteri temporalis)

urine n. Kebingungan i. Pantau status

meningkat (-) cairan termasuk

12. Suhu tubuh o. Rasa haus intake dan output

meningkat abnormal (-) j. Pantau fungsi

40
13. Hematokrit p. Hidrasi kulit neurologis

meningkat 2. Hydration k. Periksa

Definisi : Air perdarahan dari

yang cukup selaput lendir,

dalam memar setelah

kompartemen trauma minimal

intraseluler dan mengalir dari

intraseluler tubuh bekas tusukan dan

a. Turgor kulit adanya peteki

b. Kelembaban l. Pantau adanya

membran tanda dan gejala

mukosa perdarahan

c. Asupan cairan persisten (yaitu :

d. Output urine periksa semua

e. Natrium sekresi darah

serum terang atau darah

f. Perfusi samar)

jaringan m. Lakukan tindakan

g. Fungsi pencegahan yang

kognitif tepat dalam

h. Haus menangani produk

i. Urine gelap darah atau cairan

j. Lembut atau berdarah

41
sayu, bola n. Mengevaluasi

mata cekung, respon psikologis

ubun-ubun pasien terhadap

cekung perdarahan dan

k. Penurunan persepsi dari

tekanan darah kejadian

l. Cepat denyut o. Instruksikan

nadi pasien dan

m. Peningkatan keluarga tanda

hematokrit dari perdarahan

n. Penurunan dan tindakan yang

berat badan tepat (yaitu :

o. Peningkatan memberitahu

suhu tubuh perawat) jika

terjadi perdarahan

lanjutan

p. Anjurkan pasien

tentang

pembatasan

aktivitas

q. Instruksikan

pasien dan

keluarga pada

42
beratnya

kehilangan darah

dan tindakan yang

tepat untuk

dilakukan

4 Kerusakan 1. Integritas 1. Perawatan kulit :

integritas kulit jaringan : Kulit pengobatan topikal

berhubungan dan membran Definisi : Penerapan

dengan faktor mukosa zat topikal atau

mekanik (trauma) a. Temperatur manipulasi perangkat

Definisi : kulit untuk meningkatkan

Perubahan pada b. Sensasi integritas kulit dan

epidermis atau c. Hidrasi meminimalkan

dermis. d. Tekstur kerusakan kulit.

Batasan e. Perfusi Aktivitas :

karakteristik : jaringan a. Hindari

1. Kerusakan f. Integritas penggunaan sprei

pada lapisan kulit yang bertekstur

kulit g. Pigmentasi kasar

2. Gangguan pada abnormal b. Bersihkan dengan

permukaan h. Lesi kulit sabun antibakteri

kulit i. Lesi mucus yang sesuai

3. Invasi dan membran c. Taburi kulit

43
gangguan pada mukosa dengan obat bubuk

struktur tubuh j. Jaringan parut yang sesuai

k. Kulit d. Berikan dukungan

mengelupas ke daerah-daerah

l. Pucat edematous

m. Nekrosis (misalnya : bantal

dibawah lengan

dan dukungan

skrotum)

e. Tahan diri dari

penggunaan sabun

basa pada kulit

f. Jaga sprei tetap

bersih, kering dan

kerut

g. Gerakkan pasien

setidaknya setiap 2

jam sesuai dengan

jadwal tertentu

h. Gunakan

perangkat di

tempat tidur

(misalnya : kulit

44
domba) yang

melindungi pasien

i. Gunakan

antibiotik topikal

didaerah terkena

j. Terapkan agen

antijamur di

daerah yang

terkena, sesuaikan

k. Periksa kulit

sehari-hari bagi

mereka yang

beresiko

kerusakan

l. Dokumentasikan

kerusakan kulit

yang tidak sesuai

2. Pengawasan kulit

a. Inspeksi kulit

b. Monitor

kelembapan kulit

c. Monitor warna

kulit dan

45
temperatur

d. Monitor infeksi

yang mungkin

menyerang pada

pasien

e. Dokumentasi

perubahan warna

kulit dan membran

mukosa

5 Resiko tinggi Infection severily 1. Infection control

infeksi Yang dibuktikan Aktivitas keperawatan :

berhubungan dengan indikator : (1 a. Jaga kebersihan

dengan : berat sekali, 2 : lingkungan sekitar

kontaminasi berat, 3 ; sedang, 4 : pasien

bakteri dan feses, ringan dan 5 : tidak b. Lakukan

tidak adekuatnya ada) perawatan pasien

pertahanan perifer, Kriteria hasil : sesuai dengan

perubahan 1. Demam prosedur safety

sirkulasi, kadar 2. Nyeri yang berlaku

gula darah yang 3. Peningkatan c. Batasi pengunjung

tinggi, prosedur leukosit atau keluar masuk

invasif dan keluarga terhadap

kerusakan kulit pasien

46
Definisi : Rentan d. Lakukan cuci

mengalami invasif tangan sebelum

organism dan sesudah

patogenik yang kontak atau

dapat mengganggu merawat pasien

kesehatan. dengan

Faktor resiko : menggunakan

1. Pertahanan antiseptik

tubuh primer e. Lakukan

yang tidak pergantian kateter

adekuat secara periodik

(trauma untuk mengurangi

jaringan, insiden infeksi

destruksi pada bladder

jaringan) f. Lakukan

pengambilan

urine untuk

urinalisis

g. Kolaborasi

pemberian

antibiotik dengan

medis

47
2. Infection protection

Aktivitas keperawatan :

a. Monitor adanya

tanda dan gejala

infeksi sistemik

dan lokal

b. Batasi pengunjung

c. Jaga tekhnik

septik dan aseptik

pada perawat

pasien yang

beresiko

d. Lakukan kultur

urine sesuai

kebutuhan

e. Instruksikan

pasien untuk

minum antibiotik

dengan tepat

waktu sesuai dosis

anjuran

48
D. Implementasi

Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas-aktivitas

yang telah dicatat dalam rencana perawatan pasien. Agar implementasi atau

pelaksanaan ini dapat tepat waktu dan efektif maka perlu mengidentifikasi

prioritas perawatan, memantau dan mencatat respon pasien terhadap setiap

intervensi yang dilaksanakan serta mendokumentasikan pelaksanaan

perawatan.

E. Evaluasi

Pada tahap ini yang perlu dievaluasi pada pasien dengan trauma

abdomen adalah mengacu pada tujuan yang hendak dicapai yakni :

1. Nyeri yang dirasakan pasien dapat berkurang

2. Pasien bebas dari ketidakefektifan pola nafas

3. Kekurangan volume cairan terpenuhi

4. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan, tidak ada luka atau lesi

pada kulit, perfusi jaringan baik, menunjukkan pemahaman dalam

proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya cedera berulang serta

mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembapan kulit dan

perawatan alami.

5. Pasien bebas dari tanda dan gejala infeksi, menunjukkan kemampuan

untuk mencegah timbulnya infeksi dan jumlah leukosit dalam batas

normal serta menunjukkan prilaku hidup sehat.

49
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma

tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja.

(Smeltzer, 2001)

Trauma tumpul abdomen adalah pukulan atau benturan langsung pada

rongga abdomen yang mengakibatkan cedera tekanan atau tindasan pada isi

rongga abdomen, terutama organ padat (hati, pankreas, ginjal, limpa) atau

berongga (lambung, usus halus, usus besar, pembuluh-pembuluh darah

abdominal) dan mengakibatkan ruptur abdomen. (Temu Ilmiah Perawat

Bedah Indonesia, 2000)

Prinsip-prinsip pengkajian pada trauma abdomen harus berdasarkan A

(Airway), B (Breathing), dan C (Circulation).

B. Saran

Dalam pembuatan makalah ini kami menyadari bahwa masih terdapat

banyak kesalahan, kekurangan serta kejanggalan baik dalam penulisan

maupun dalam pengkonsepan materi. Untuk itu, kami sangat mengharapkan

kritik dan saran yang membangun agar kedepannya menjadi lebih baik.

Banyak faktor yang bisa menyebabkan terjadinya trauma abdomen, faktor

tertinggi biasanya disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, kemudian karena

penganiayaan, kecelakaan olahraga dan jatuh dari ketinggian. Agar tidak


50
terjadi hal-hal yang tidak dikehendaki, hendaknya kita harus selalu berhati-

hati dalam melakukan aktivitas, agar terhindar dari bahaya trauma maupun

cedera.

51
DAFTAR PUSTAKA

American College of Surgeon Committee of Trauma. 2004. Advanced


Trauma Life Support Seventh Edition. Indonesia : Ikabi.

Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan, Edisi 31. Jakarta :


EGC.

Carpenito, Lynda Jual. 1998. Buku Saku : Diagnosa Keperawatan Aplikasi


Pada Praktek Klinis, Edisi 6. Jakarta : EGC.

Catherino, Jeffrey M. 2003. Emergency Medicine Handbook. USA :


Lipipincott Williams.

Dorland. 2002. Kamus Saku Kedokteran. Jakarta : EGC.

ENA (Emergency Nurse Association). 2000. Emergency Nursing Core


Curiculum, 5th. USA : W.B. Saunders Company.

FKUI. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta : Binarupa Aksara.

Hudak & Gallo. 2001. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik. Jakarta :


EGC.

Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. FKUI : Media


Aesculapius.

Marilynn E, Doengoes. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3.


Jakarta : EGC.

Nanda. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda Definisi dan


Klasifikasi 2005 -2006, Editor : Budi Sentosa. Jakarta : Prima Medika.

Scheets, Lynda J. 2002. Panduan Belajar Keperawatan Emergency. Jakarta:


EGC.

Sjamsuhidayat. 1998. Buku Ajar Bedah. Jakarta : EGC.

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and


Suddarth Ed.8 Vol.3. Jakarta : EGC.

Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan


Medikal Bedah. Jakarta : EGC.

52
Suddarth & Brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta: EGC.

53

Anda mungkin juga menyukai