Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Indonesia yang terdiri dari gugusan kepulauan mempunyai potensi


bencana yang sangat tinggi dan juga sangat bervariasi dari aspek jenis
bencana. Kondisi alam tersebut serta adanya keanekaragaman penduduk
dan budaya di Indonesia menyebabkan timbulnya risiko terjadinya
bencana alam, bencana ulah manusia dan kedaruratan kompleks, meskipun
disisi lain juga kaya akan sumber daya alam.
Pada umumnya risiko bencana alam meliputi bencana akibat faktor
geologi (gempabumi, tsunami dan letusan gunung api), bencana akibat
hydrometeorologi (banjir, tanah longsor, kekeringan, angin topan),
bencana akibat faktor biologi (wabah penyakit manusia, penyakit
tanaman/ternak, hama tanaman) serta kegagalan teknologi (kecelakan
industri, kecelakaan transportasi, radiasi nuklir, pencemaran bahan kimia).
Bencana akibat ulah manusia terkait dengan konflik antar manusia akibat
perebutan sumberdaya yang terbatas, alasan ideologi, religius serta politik.
Sedangkan kedaruratan kompleks merupakan kombinasi dari situasi
bencana pada suatu daerah konflik.
Kompleksitas dari permasalahan bencana tersebut memerlukan
suatu penataan atau perencanaan yang matang dalam penanggulangannya,
sehingga dapat dilaksanakan secara terarah dan terpadu. Penanggulangan
yang dilakukan selama ini belum didasarkan pada langkah-langkah yang
sistematis dan terencana, sehingga seringkali terjadi tumpang tindih dan
bahkan terdapat langkah upaya yang penting tidak tertangani.

Disaster Nursing Page 1


Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana mengamanatkan pada pasal 35 dan 36 agar setiap daerah dalam
upaya penanggulangan bencana, mempunyai perencanaan penanggulangan
bencana. Secara lebih rinci disebutkan di dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan
Bencana.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan Bencana ?
2. Apa saja yang dilakukan dalam Keperawatan Bencana ?
3. Bagaimana Konsep dan Kompetensi Keperawatan Bencana ?
4. Apa saja yang dilakukan dalam Manajemen Kegawatdaruratan Krisis
?
5. Bagaimana Siklus dalam Penanganan Bencana ?
6. Apa yang dimaksud dengan Assesment/Pengkajian : Rapid Assesment
?
7. Bagaimana Perumusan Masalah dalam Siklus Penanganan Bencana ?
8. Apa saja Perancanan dalam Siklus Penanganan Bencana ?
9. Bagaimana Evaluasi dalam Siklus Penanganan Bencana ?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian Bencana
2. Untuk mengetahui Keperawatan bencana
3. Untuk mengetahui Konsep dan Kompetensi Keperawatan Bencana
4. Untuk mengetahui Manajemen Kegawatdaruratan Krisis
5. Untuk mengetahui Siklus dalam Penanganan Bencana.
6. Untuk mengetahui Assesment/Pengkajian : Rapid Assesment dalam
Siklus Penanganan Bencana.
7. Untuk mengetahui Perumusan Masalah dalam Siklus Penenganan
Bencana.
8. Untuk mengetahui Perencanaan dalam Siklus Penanganan Bencana.
9. Untuk mengetahui Evaluasi dalam Siklus Penanganan Bencana.

Disaster Nursing Page 2


BAB II

LANDASAN TEORI

A. Definisi Bencana
Bencana umumnya dikategorikan sesuai dengan penyebab ilmiah,
seperti penyebab alamiah, manusia, teknologi, ataupun konflik manusia.
Berbagai definisi bencana dapat ditemukan di berbagai referensi. World
Health Organization I WHO mendefinisikan bencana sebagai “suatu
gangguan yang berdampak serius bagi fungsi komunitas atau masyarakat
yang menimbulkan kehilangan dan kerugian besar dari segi manusia,
materi, ekonomi, maupun lingkungan, dimana gangguan tersebut melebihi
kemampuan komunitas atau masyarakat untuk mengatasinya dengan
menggunakan sumber daya sendiri.”
Definisi WHO (2010) di atas ruang lingkupnya meliputi bencana-
bencana yang menimbulkan banyak korban dan juga bencana yang tidak
menyebabkan bahaya ataupun penyakit bagi manusia. Dalam pelayanan
kesehatan bencana juga didefinisikan sebagai ”jumlah pasien yang ada
dalam waktu tertentu, melebihi kapasitas unit gawat darurat untuk
memberikan pelayanan dan mengakibatkan dibutuhkannya penambahan
sumber daya manusia dan alat/barang dari luar unit gawat darurat
tersebut.” Definisi ini tidak mencakup bencana-bencana dimana tidak ada
pasien/korban yang selamat yang dibawa keruang gawat darurat. Banyak
insiden, seperti kecelakaan pesawat, tidak memiliki atau hanya memiliki
korban yang selamat (penyintas). Bencana lainnya, seperti bencana
teknologi sering kali tidak menimbulkan kerugian atau penyakit bagi
manusia sama sekali. Namun dalam sistem pelayanan sistem kesehatan
bencana jenis ini dapat memberikan dampak pada pasien yang
kelangsungan hidupnya bergantung pada teknologi (seperti intervena).
Meskipun sebagian besar bencana terkait teknologi, seperti pemadaman
jaringan listrik masal atau gangguan sistem komputer, tidak secara
langsung mencederai arau menimbulkan penyakit, bencana jenis ini dapat
memiliki efek tidak langsung yang cukup serius terhadap nyawa manusia,
terutamma berdampak bagi pasien yang kelangsungan hidupnya
bergantung pada teknologi.
Indonesia sebagai negara yang terletak di area lempeng tektonik
dan rangkaian gunung api yang aktif, memiliki jumblah penduduk yang
banyak dan perkembangan industri yang memakai teknologi tinggi, sangat
rentan terhadap kemungkinanan terjadi bencana. Dalam pendekatan
menghadapi bencana, indonesia memiliki UU No 24 tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana. Menurut UU No 24 tersebut bencana,

Disaster Nursing Page 3


dinyatakan sebagai rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan
baik faktor alam dan atau faktor non alam maupun faktor manusia
sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Bencana dalam
UU No 24 tahun 2007 dibagi menjadi bencana alam, bencana non alam,
dan bencana sosial.
Tahapan bencana dibagi menjadi : tahap pencegahan, tahap
tanggap darurat, dan tahap rehabilitasi rekonstruksi. Kegiatan penanganan
bencana dilakukan sesuai dengan tahapan bencana dengan titik berat pada
pencegahan bencana.
Tahapan dan kegiatan penanganan bencana, meliputi :
1. Tahapan pencegahan bencana, merupakan kegiatan yang dilakukan
untuk menghilangkan dan atau mengurangi ancaman bencana.
Kegiatan ini dalam UU bencana dibagi dalam; pencegahan dan
mitigasi, serta kesiapsiagaan bencana.
2. Tahap tanggap darurat, merupakan kegiatan yang dilakukan dengan
segera saat bencana untuk mengurangi dampak bencana antara lain;
evakuasi, penyelamatan, pengobatan korban bencana, pengungsian
serta pemulihan sarana dan prasarana.
3. Tahap rehabilitasi dan rekontruksi, yaitu; rehabilitasi untuk
pemulihan semua aspek, pelayanan dan kondisi masyarakat serta
rekontruksi untuk pembangunan kembali sarana dan prasarana agar
dapat berfungsi kembali.

B. Keperawatan Bencana
Indonesia sebagai negara yang rentan terjadi bencana harus
memiliki tenaga kesehatan yang mampu melakukan pelayanan untuk
mengurangi resiko bencana. Perawat sebagai tim kesehatan memiliki
peran yang besar untuk mengurangi resiko bencana. Perawat memiliki
kemampuan dalam memberikan pelayanan penatalaksanaan bencana
disemua tahap bencana melalui kegiatan keperawatan, pelaksanaan
program pemerintah dan kordinasi dengan para pihak terkait penganagan
bencana. Dalam setiap tahap kegiatan penatalaksanaan bencana ini,
perawat melakukan kegiatan keperawatan bencana melalui perannya
sebagai memberi asuhan keperawatan, educator kesiapsiagaan bencana,
kordinator dan pengembangan program penanganan bencana serta sebagai
peneliti.

Disaster Nursing Page 4


Kegiatan edukasi terkait kesiapsiagaan bencana dilakukan untuk
meningkatkan kemampuan masyarakat antara lain berfokus tentang:
1. Pencegahan banjir, penggundulan dan kebakaran hutan.
2. Peningkatan kewaspadaan dan pemahaman deteksi dini bencana.
3. Persiapan evakuasi jika ada peringatan bencana.
4. Persiapan diri dan keluarga untuk barang cadangan; air minum,
makanan dan cara mengatasi masalah kesehatan dalam kondisi
bencana.
5. Persiapan diri dan keluarga untuk memiliki ketahanan kembali secara
optimal setelah bencana (ketahanan individu dan keluarga menghadapi
bencana).

Kegiatan perawat selama tahap respon bencana seringkali


pelayanan nya berpusat pada pemberian asuhan terhadap pasien yang
mengalami cedera fisik, penyakit, dan respon emosional tehadap kejadian
tersebut. Untuk memberikan asuhan untuk korban bencana, perawat dan
tenga kesehatan lainnya harus memahami penatalaksanaan bencana seperti
mitigasi, perencanaan, tanggap darurat, dan pemulihan.

Tidak semua kejadian bencana menyebabkan korbannya dirawat di


UGD rumah sakit setempat. Suatu bencana besar mungkin saja berdampak
terhadap infrastruktur rumah sakit ataupun lingkungan dimana rumah sakit
tersebut berada. Bencana yang tidak menimbulkan korban bisa
menimbulkan kerusakan infrastruktur sistem komputer, gangguan jaringan
listrik atau air rumah sakit, atau kerusakan jaringan telepon rumah sakit.

Prinsip dasar keperawatan umumnya sama untuk kejadian bencana,


kejadian yang menimbulkan korban masal (mass casualty incident/MCI),
kejadian khusus, atau bahkan bencana-bencana yang berasal dari kelalaian,
faktor alam, kejadian khusus, ataupun terorisme. Waktu tanggapan yang
cepat ( response time) yang penting dikarenakan banyaknya nyawa yang
dapat diselamatkan lewat triase bencana dan pembuatan keputusan cepat
yang memungkinkan diberikannya penanganan darurat pada pasien
dengan kondisi atau cedera paling parah/kritis. Prinsip melakukan yang
terbaik terhadap sebanyak-banyaknya korban bencana, pada kondisi
sumber daya terbatas merupakan hal yang sering terjadi dikeperawatan
saat mendapatkan kejadian korban masal, bencana, ataupun kejadian
khsusus berskala besar.

Pada tahap rehabilitasi, pemulihan individu dan keluarga dapat


dilakukan dalam bekerja sama untuk memenuhi kebutuhan fisik (makanan,
minuman, perumahan) dan pemulihan kondisi kesehatan individu yang

Disaster Nursing Page 5


sakit, selanjutnya dilanjutkan untuk memulihkan fisik dan psikologis agar
mereka dapat kembali ke kehidupan normal sebelum terjadi bencana. Pada
daerah bencana sangat penting diperlihatkan kondisi lingkungan untuk
mencegah terjadinya wabah penyakit sanitasi dan lingkungan yang buruk
akibat bencana. Kelompok beresiko, antara lain; anak-anak, orangtua,
orang dengan kebutuhan khusus, ibu hamil, penderita penyakit menahun
perlu mendapat pelayanan khusus agar kebutuhan spesifik mereka dapat
segera dipenuhi dengan lebih baik disaat pemulihan bencana.

C. Konsep dan Kompetensi Keperawatan Bencana


Perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan bencana dapat
melakukan program-program untuk meningkatkan ketahanan masyarakat
(community resilience) terhadap bencana. Community resilience atau
ketahanan masyarakat dapat dijabarkan sebagai kapasitas
masyarakat/sistem untuk mengatasi gangguan, bergerak dinamis terhadap
perubahan, dan mempertahankan semua fungsi penting, struktur, identitas,
dan masukan. Ketahanan masyarakat dalam menghadapi bencana adalah
kemampuan dari masyarakat/institusi untuk mengatasi gangguan yang
terjadi akibat bencana, melakukan adaptasi terhadap permasalahan dan
keterbatasan yang ada dan tetap mempertahankan fungsi sosial, spritual,
dan ekonomi masyarakat atau institusi tersebut. Ketahanan masyarakat
terhadap bencana juga berdampak pada semakin meningkatnya
kemampuan masyarakat atau institusi dalam menghadapi bencana setiap
saat nya.
Dalam meningkatkan ketahanan masyarakat dalam menghadapi
bencana lebih ditekankan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat
secara luas, baik masyarakat dalam komunitasnya maupun masyarakat
dalam institusi/lembaga seperti rumah sakit, sekolah, dan lainnya. Perawat
berperan menjadi katalisator tumbuhnya kesadaran masyarakat dalam
mengdapi bencana. Peran perawat bencana harus selalu dilakukan, dalam
kondisi tidak terjadi bencana maka penekanan dilakukan untuk edukasi
dan pengembangan program/kebijakan yang tepat. Ketika terjadi bencana
perawat memiliki kemampuan melakukan asuhan keprawatan pada
individu, keluarga, kelompok beresiko dan masyarakat di daerah bencana,
serta melakukan kordinasi. Tahap rehabilitasi ditujukan untuk masyarakat
di daerah terkena bencana. Kompetensi perawat bencana indonesia telah
dikembangkan berdasarkan dari kompetensi perawat bencana International
Council of Nursing. Kompetensi perawat bencana ICN memiliki empat
pilar :
1. Kemampuan melakukan tindakan pencegahan/mitigasi,
2. Kemampuan kesiapsiagaan,

Disaster Nursing Page 6


3. Kemampuan melakukan pelayanan saat tanggap darurat dan
4. Kemampuan melakukan rehabilitasi pada individu, keluarga dan
masyarakat.

Keempat pilar kompetensi ICN selanjutnya dalam konteks standar


kompetensi perawat indonesia, diintegrasikan dengan aspek:

1. Etika, legal dan peka budaya.


2. Praktik asuhan keperawatan
3. Profesionalisme yang sesuai dengan aturan indonesia.

D. Manajemen Kegawatdaruratan Krisis


Kejadian kegawatdaruratan/krisis dapat menjadi ancaman bagi
seluruh organisasi peayanan kesehatan. Sejak tahun 2008 JCI telah
mewajibkan rumah sakit unuk memenuhi standar manajemen
kegawatdaruratan terbaru, yang terpisah dan berbeda dengan standar
Lingkungan Pelayanan Kesehatan. Standar manajemen kegawatdaruratan
ini disusun sesuai dengan empat fase manajemen kegawatdaruratan, yaitu;
mitigasi, kesiapsiagaan, tanggap darurat, dam pemulihan.
Manajemen kegawatdaruratan ini bertujuan untuk mengurangi atau
menghindari potensi kehilangan, termasuk kehilangan nyawa dan benda,
dari potensi kemungkinan bencana atau kejadian bencana seseungguhnya.
Empat fase manajemen kegawatdaruratan tersebut menggambarkan proses
berkelanjutan dimana suatu organisasi pelayanan kesehatah merencanakan
dan mengirangi dampak bencana, bertindak saat dan segera saat terjadinya
bencana, dan mengambil langkah untuk pemulihan pasca terjadinya
bencana. Tindakan yang tepat pada semua tahapan siklus akan berdampak
pada :
1. Kesiapsiagaan yang lebih baik.
2. Peringatan yang lebih baik.
3. Mengurangi kerentanan.
4. Pencegahan bencana.

Siklus manajemen bencana yang utuh meliputi pembentukan kebijakan


dan perencanaan fasilitas pelayanan kesehatan yang dapat mengurangi
penyebab bencana atau memitigasi efeknya terhadap manusia, benda, dan
infrastruktur rumah sakit dan komoditas. Fase mitigasi dan kesiapsiagaan
timbul saat pengembangan menejemen bencana dilakukan untuk
mengantisipasi kejadian bencana. Hal-hal yang harus dipertimbangkan
saat membuat manajemen kegawardaruratan penting dalam kontribusi
terhadap mitigasi dan persiapan sistem pelayanan kesehatan untuk

Disaster Nursing Page 7


menghadapi bencana secara efektif. Empat fase manajemen kegawat
daruratan tidak terjadi secara terpisah atau secara berurutan. Pada banyak
kesempatan, fase-fase tersebut saling tumpang tindih dan lama nya suatu
fase begantung pada derajat keparahan suatu bencana. Mengingat
pentingnya keempat fase manajemen kegawatdaruratan ini, unit ini akan
membahas fase-fase secara mendalam.

1. Mitigasi
Dalam lingkup rumah sakit dan fasilitas-fasilitas kesehatan,
mitigasi merujuk kepada langkah-langkah yang diambil untuk mencegah
semua kemungkinaan bahaya atau resiko yang bisa menyebabkan kejadian
bencana. Tahap mitigasi dalam manajemen kegawatdaruratan sangat unik
karna terfokus pada tugas-tugas jangka panjang dalam mengurangi atau
menghilangkan resiko-resiko dari kejadian bencana secara efektif. Tentu
saja tidak semua resiko bisa dihilangkan, contohnya resiko-resiko akibat
bencana alam seperti badai topan, puting beliung, dan lainnya. Namun,
ketika strategi-strategi mitigasi diimplementasikan, dampak merugikan
dari bencana-bencana tersebut terhadap fasilitas kesehatan dan kegiatan-
kegiatan didalamnya dapat diminimalkan. Contohnya, pada wilayah-
wilayah yang rawan bencana badai topan, rumah sakit bisa membangun
tempat perlindungan untuk meminimalkan dampak badai terhadap
bangunan rumah sakit. Pada wilayah-wilayah rawan banjir, bisa dibangun
bendungan untuk mencegah atau mengurangi ketinggian banjir. Strategi
mitigasi lainnya yang dapat diaplikasikan dirumah sakit yang terletak
diwilayah rawan banjir adalah meninggikan infrastruktur- infrastruktur
yang penting seperti pusat energi listrik, oksigen sentral atau generator.
Langkah awal dalam mitigasi adalah mengidentifikasi resiko.
EM.01.01.01 dan EM.02.01.01 dari joint commision membahas perlunya
rumah sakit mengevaluasi kemungkinan-kemungkinan kegawatdarutan
yang dapat menyebabkan meningkatnya kebutuhan untuk pelayanan RS
atau mempengaruhi kemampuan RS untuk menyediakan kebutuhan
pelayanan-pelayanan tersebut serta mengganggu efektifitas kegiatan-
kegiatan RS dalam perencanaan penanganan kegawatdaruratan. Kegiatan
ini termasuk tinjauan tahunan tentang resiko-resiko dalam RS, bencana
dan kemungkinan kegawatdaruratan dalam bentuk analisa kerentanan
bencana ( hazard vulnerability analysis).

Disaster Nursing Page 8


2. Analisa Kerentanan Bencana (Hazard Vulnerability Analysis/HVA)
Analisa kerentanan bencana adalah pendekatan sistematik yang
bertujuan untuk :
a. Mengidentifikasi semua bencana yang mungkin mempengaruhi suatu
organisasi atau komunitas didalamnya
b. Mengkaji resiko dan kemungkinan kejadian bencana
c. Menentukan dampak dari setiap bencana yang dapat dialami organisasi
tersebut
d. Mengalisa temuan untuk menyusun perbandingan prioritas kerentanan
bencana yang ada.

Konsekuensi atau kerentanan dihubungkan dengan dampak terhadap


fungsi organisasi dan kemungkinan meningkatnya tuntutan pelayanan
sebagai akibat dari kejadian bencana. Hasil dari sebuah analisa kerentanan
bisa digunakan untuk memprioritaskan kegiatan-kegiatan mitigasi dan
untuk mengembangkan rencana-rencana pada fase-fase pemulihan setelah
bencana, mitigasi dan respons/tanggap bencana. Analisa kerentanan
bencana berbasis rumah sakit harus dilakukan dengan melibatkan berbagai
pihak di masyarakat seperti penegak hukum diwilayah terkait, tim
pelayanan medis gawat darurat (Emergensi Medical Services), dan
personil pemadam kebakaran. Keterlibatan mereka sangat penting untuk
memperoleh hasil pengkajian yang tepat dan sebagai dasar untuk strategi
mitigasi, karna sebagian besar dari tim tersebut akan terintegrasi dalam
rencana mitigasi dan respons rumah sakit. Analisa kerentanan bencana
harus dilaksanakan tahunan atau lebih sering terutama ketika ada
perubahan pada rumah sakit, fasilitas-fasilitas pelayanan kesehatan atau
populasi (perluasan rumah sakit atau pengembangan-pengembangan
infrastruktur baru dalam komunitas mungkin mempengaruhi jumlah orang
yang mencari pelayanan kesehatan dari fasilitas tersebut).

3. Kesiapsiagaan (preparedness)
Upaya-upaya mitigasi saja tidak akan bisa menghilangkan atau
mencegah semua situasi kegawatdaruratan. Kegiatan kesiapsiagaan rumah
sakit harus memastikan bahwa pegawainya, pengunjung, dan pasien siap
untuk bereaksi dengan cepat dan efektif ketika terjadi kegawatdaruratan
atau bencana. Bencana biasanya dilihat sebagai kejadian yang
probabilitasnya rendah tetapi berdampak tinggi meskipun berbagai definisi
sudah digunakan, bencana rumah sakit sering dipandang sebagai situasi
dimana jumlah pasien yang datang ke fasilitas dalam jangka waktu tertentu
melebihi kemampuan rumah sakit untuk menyediakan perawatan tanpa
bantuan eksternal atau berdampak pada infrastruktur dan kegiatan rumah

Disaster Nursing Page 9


sakit tersebut. Dengan demikian, karena definisi tersebut spesifik
menyebutkan tentang fasilitas, oleh karena itu kegiatan kesiapsiagaan
harus juga spesifik.
Kegiatan kesiapsiagaan pelayanan kesehatan termasuk :
1) Mencari informasi tentang ancaman/bahaya (analisis kerentanan
bencana).
2) Merencanakan respons yang terorganisir untuk kondisi
kegawatdaruratan.
3) Menyediakan pelatihan kesiapsiagaan kegawatdaruratan bencana.
4) Melakukan latihan dan simulasi kegawatdaruratan untuk menilai
perencanaan-perencanaan dan hasil pelatihan.
5) Memperoleh dan mempertahankan peralatan dan fasilitas-fasilitas
kegawatdaruratan.
6) Menjalin perjanjian koordinasi antar-pemerintah/antar dapertemen.
7) Melakukan pendidikan pada masyarakat tentang kegawatdaruratan.

Rencana penanganan kegawatdaruratan komprehensif

Rencana Penanganan Kegawatdaruratan Komprehensif (RPKK) atau


Comprehensive Emergency Management Plan (CEMP) adalah dokumen
perencanaan penyelamatan utama untuk fasilitas pelayanan kesehatan
seharusnya :

1) Menjadi panduan dalam merespon semua kegawatdaruratan dan


bencana baik bencana besar dan kecil.
2) Bersifat luas dan general, dan mungkin memaksimalkan hal-hal detail
atau spesifik sebagai tambahan.
3) Memerlukan latihan-latihan tahunan untuk mengetahui kemampuan
dari fasilitas pelayanan kesehatan komunitas dan, jika perlu
pemerintah wilayah daerah setempat dalam berespons pada saat terjadi
kegawatdaruratan dan bencana.
4) Menguraikan strategi-strategi dasar, asumsi-asumsi tujuan operasional
dan mekanisme melalui fasilitas pelayanan kesehatan yang akan
menggerakan sumber-sumber daya dan melaksanakan kegiatan-
kegiatan untuk memandu dan mendukung respon bencana.
5) Fleksibel, dapat beradaptasi dan dapat diukur.
6) Selalu diberlakukan setiap saat.
7) Menjelaskan peran dan tanggung jawab dari berbagai petugas
kesehatan.
8) Menguraikan bagaimana fasilitas pelayanan kesehatan akan
berinteraksi dengan masyarakat sekitarnya dan pemerintah setempat.

Disaster Nursing Page 10


Kesimpulannya, dokumen ini berfokus pada proses mempersiapkan,
menanggapi, memperbaiki, dan mitigasi terhadap kegawatdaruratan dan
bencana, serta proses untuk meminta dan menerima bantuan

Rencana Tindak Lanjut Penanganan Bencana/ Continuity Of


Operations Plan (COOP)

Rencana tindak lanjut (RTL) penanganan bencana menguraikan langkah


langkah yang diambil oleh fasilitas pelayanan kesehatan pada saat
aktivitas pelayanan.

4. Fase Tanggap Darurat


Fase tanggap darurat adalah saat dilaksanakannya sejumlah
tindakan yang sesuai ketika situasi kegawatdaruratan sedang terjadi.
Singkatnya, tanggap darurat adalah “melakukan apa yang sudah anda
rencanakan sebelumnya”. Berbeda dengan kegawatdaruratan yang
biasanya terjadi dirumah sakit, respons yang efesien saat bencana
membutuhkan prosedur triase dan pendistribusian korban.
Langkah pertama dalam merespon suatu insiden adalah mengenali
bahwa insiden atau suatu hal yang tak lazim sedang terjadi. Pengenalan
insiden sebagai langkah pertama tanggap darurat dapat dilakukan dengan
bantuan akronim RAIN, sebagai berikut
R : Recognize the hazard of threat/kenali ancaman atau bahaya.
A : Avoid the hazard, contaminant, or injury/ hindari bahaya, kontaminasi,
atau cedera.
I: Isolate the hazard area/ isolasi area yang berbahaya.
N: Notify the appropriate support/laporkan kepada pihak/pendukung yang
tepat.
Pada kejadian bencana apapun, keamanan orang-orang yang
terlibat di dalam nya menjadi pertimbangan penting. Penggunaaan sistem
komando insiden ( Incident Command System ) seperti NIMS (National
Inciden Management System) dapat membantu dalam mempertahankan
lingkungan pelayanan kesehatan yang aman selama insiden berlangsung.
Sewaktu-waktu mungkin terdapat ketidakjelasan apakah pasien yang
datang ke IGD terkontaminasi atau tidak. Adanya indeks/nilai pada
protokol NIMS yang tinggi akan membuat tenaga kesehatan lebih waspada
terhadap potensi kontaminasi.

Disaster Nursing Page 11


Apa itu triase bencana ?
Pada umumnya, triase disebut juga sebaga kunci dasar dalam
mengelola korban masal. Konsep dasar triase bencana adalah melakukan
yang sebaik-baiknya terhadap sebanyak-banyaknya korban bencana,dan
hal ini lebih dari sekedar menentukan siapa yang perlu mendapatkan
penanganan terlebih dahulu. Saat triase juga harus mampu secara
maksimal memanfaatkan penggunaan peralatan medis yang tersedia
karena adanya keterbatasan alat di daerah bencana. Korban-kobran harus
di distribusikan secara rasional kepada seluruh rumah sakit dan fasilitas
pelayanan kesehatan lainnya. Secara umum, perhatian dan tindakan medis
diberikan terlebih dahulu kepada korban dengan kondisi paling gawat dan
korban yang paling memungkinkan untuk diselamatkan. Umumnya,
setelah terjdi bencana, korban-korban tidak didistribusikan keseluruh
rumah sakit yang ada secara rasional dan efesien. Sebagian besar korban
tersebut malah dibawa kerumah sakit terdekat sementara rumah sakit
lainnya tidak mendapat kiriman korban sama sekali.

Metode Triase Bencana


Start. Simple Triage And Rapide Transport (START)/ triase
sederhana dan transportasi cepat pertama kali dibuat pada tahun 1980an di
Orange County, Calofornia, sebagai salah satu sistem triase penduduk sipil
yang pertama. Sistem ini kemudian mulai diadobsi diseluruh Amerika
Serikat dengan sangat cepat dan juga dibeberapa negara Internasional.
Sistem START ini mencakup :
1) Melakukan pengkajian singkat (<1menit) pada setiap korban.
2) Menentukan korban akan dimasukan kedalam salah satu dari keempat
katagori.
3) Mengidentifikasi katagori secara visual dengan code warna.

Disaster Nursing Page 12


E. Siklus Manajemen Bencana
Manajemen bencana meliputi tahap – tahap sebagai berikut :
1. Sebelum bencana terjadi, meliputi langkah – langkah pencegahan,
mitigasi, kesiapsiagaan dan kewaspadaan.
2. Pada waktu bencana sedang atau masih terjadi, meliputi langkah –
langkah peringatan dini, penyelamatan, pengungsian dan pencarian
korban.
3. Sesudah terjadinya bencana, meliputi langkah penyantunan dan
pelayanan, konsolidasi, rehabilitasi, pelayanan lanjut, penyembuhan,
rekonstruksi dan pemukiman kembali penduduk.

Tahapan diatas dalam kenyataannya tidak dapat ditarik tegas antara


tahapan satu ketahapan berikutnya. Demikian pula langkah – langkah yang
diambil belum tentu dapat dilaksanakan secara berturut – turut dan runtut.
Namun jelas bahwa manajemen bencara (disarter management) adalah
suatu kegiatan atau rangkaian kegiatan yang menyeluruh, terpadu dan
berlanjut yang merupakan siklus kegiatan :

1. Sebelum bencana terjadi.


a. Pencegahan, yaitu kegiatan yang lebih dititik beratkan pada upaya
penyusunan berbagai peraturan perundang – undangan yang
bertujuan mengurangi resiko bencana. Misal peraturan tentang
RUTL, IMB, rencana tata guna tanah, rencana pembuatan peta
rawan bencana dsb.
b. Mitigasi, upaya untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan
bencana, misal pembuatan tanggul, sabo dam, check dam, Break
water, Rehabilitasi dan normalisasi saluran.
c. Kesiapsiagaan, Yaitu kegiatan penyuluhan, pelatihan dan
pendidikan kepada masyarakat, petugas di lapangan maupun
operator pemerintah, disamping itu perlu dilatih ketrampilan dan
kemahiran serta kewaspadaan masyarakat.

Disaster Nursing Page 13


2. Pada waktu bencana sedang atau masih terjadi.
a. Peringatan dini, yaitu kegiatan yang memberikan tanda atau isyarat
terjadinya bencana pada kesempatan pertama dan paling awal.
Peringatan dini ini diperlukan bagi penduduk yang bertempat
tinggal didaerah rawan bencana agar mereka mempunyai
kesempatan untuk menyelamatkan diri.
b. Penyelamatan dan pencarian, yaitu kegiatan yang meliputi
pemberian pertolongan dan bantuan kepada penduduk yang
mengalami bencana. Kegiatan ini meliputi mencari, menyeleksi
dan memilah penduduk yang meninggal, luka berat, luka ringan
serta menyelamatkan penduduk yang masih hidup.
c. Pengungsian, yaitu kegiatan memindahkan penduduk yang sehat,
luka ringan dan luka berat ketempat pengungian (evakuasi) yang
lebih aman dan terlindung dari resiko dan ancaman bencana.
3. Sesudah bencana.
a. Penyantunan dan pelayanan, yaitu kegiatan pemberian pertolongan
kepada para pengungsi untuk tempat tinggal sementara, makan,
pakaian dan kesehatan.
b. Konsolidasi, yaitu kegiatan untuk mengevaluasi seluruh kegiatan
yang telah dilaksanakan oleh petugas dan mesyarakat dalam
tanggap darurat, antara lain dengan melakukan pencarian dan
penyelamatan ulang, penghitungan ulang korban yang meninggal,
hilang, luka berat, luka ringan dan yang mengungsi.
c. Rekonstruksi, yaitu kegiatan untuk membangun kembali berbagai
yang diakibatkan oleh bencana secara lebih baik dari pada keadaan
sebelumnya dengan telah mengantisipasi berbagai kemungkinan
terjadinya bencana di masa yang akan datang. Disini peranan K 3
menjadi penting untuk mendukung siklus itu.

Disaster Nursing Page 14


F. Assesment/pengkajian : Rapid Assesment
Rapid Health Assessment (penilaian kesehatan secara cepat)
dilakukan untuk mengatur besarnya suatu masalah yang berkaitan dengan
kesehatan akibat bencana, yaitu dampak yang terjadi maupun yang
kemungkinan dapat terjadi terhadap kesehatan, sebarapa besar kerusakan
terhadap sarana permukiman yang berpotensi menimbulkan masalah
kesehatan dan merupakan dasar bagi upaya kesehatan yang tepat dalam
penanggulangan selanjutnya. RHA adalah kegiatan pengumpulan data dan
informasi dengan tujuan untuk menilai kerusakan dan mengidentifikasi
kebutuhan dasar yang diperlukan segera sebagai respon dalam suatu
kejadian (WHO). Ketika bencana RHA (Rapid Health Assessment)
dilakukan hari H hingga H+3.
Rapid Health Assesment (RHA), melihat dampak-dampak apa saja
yang ditimbulkan oleh bencana, seperti berapa jumlah korban, barang-
barang apa saja yang dibutuhkan, peralatan apa yang harus
disediakan,berapa banyak pengungsi lansia, anak-anak, seberapa parah
tingkat kerusakan dan kondisi sanitasi lingkungan.

Disaster Nursing Page 15


Assessment terhadap kondisi darurat merupakan suatu proses yang
berkelanjutan. Artinya seiring dengan perkembangan kondisi darurat
diperlukan suatu penilaian yang lebih rinci.
Manfaat Rapid Health Assessment adalah :
1. Mengidentifikasi fakta-fakta di lokasi bencana.
2. Mengindikasi kebutuhan yang harus segera dipenuhi.
Tujuan dari dilakukannya assessment awal secara cepat adalah :
1. Mendapatan informasi yang memadai tentang perubahan keadaan
darurat.
2. Menjadi dasar bagi perencanaan program.
3. Mengidentifikasi dan membangun dukungan berbasis self-help serta
aktivitas-aktivitas berbasis masyarakat.
4. Mengidentifikasi kesenjangan, guna :
a. Menggambarkan secara tepat dan jelas jenis bencana, keadaan,
dampak, dan kemungkinan terjadinya perubahan keadaan
darurat.
b. Mengukur dampak kesehatan yang telah terjadi dan akan
terjadi.
c. Menilai kapasitas sumber daya yang ada dalam pengelolaan
tanggap darurat dan kebutuhan yang perlu direspon secepatnya.
d. Merekomendasikan tindakan yang menjadi prioritas bagi aksi
tanggap darurat.
5. Pasca bencana: berdasarkan dari RHA untuk menentukan langkah
selanjutnya
a. Pengendalian penyakit menular (ISPA,
diare,DBD,chikungunya, tifoid,dll)
b. Pelayanan kesehatan dasar
c. Memperbaiki kesehatan lingkungan (air bersih, MCK,
pengelolaan sampah, sanitasi makanan, dll)

Disaster Nursing Page 16


Langkah-Langkah Rapid Health Assessment (RHA)

a. Apa bencana yang sedang terjadi


b. Siapa / Organisasi Pelaksana
1) Petugas puskesmas
2) Dinas kesehatan kabupaten dan dibantu dinas kesehatan provinsi
dan depkes
3) Terdapat tim yang melakukan RHA :
4) Petugas medis
5) Epidemiologist
6) Sanitasi (kesehatan lingkungan)

Dan diharapkan tim RHA :

1) Memiliki kemampuan analisis yang baik dalam bidangnya


2) Dapat bekerjasama dan dapat diterima
3) Memiliki kapasistas untuk mengambil keputusan
c. Dimana / Informasi Yang Mana
1) Area geografi yang terkena bencana.
2) Status sarana transportasi, komunikasi, listrik.
3) Ketersediaan air bersih, pangan, fasilitas sanitasi dan kondisi
tempat pengungsian.
4) Perkiraan jumlah korban (meninggal, luka ).
5) Kondisi SDM kesehatan yang ada.
6) Perkiraan jumlah pengungsi
7) Endemisitas penyakit menular setempat.
8) Kondisi penyakit potensial KLB dan kecenderungannya.
9) Kondisi lingkungan (sebagai ‘risk factors’)
10) Jenis bantuan awal yang diperlukan segera.
11) Kondisi rumah sakit dan sarana kesehatan lainnya.

Disaster Nursing Page 17


d. Kapan RHA dilakukan
1) Dalam situasi yg memerlukan pertimbangan keamanan, waktu
pelaksanaan penilaian dapat dipersingkat
2) Bencana banjir, pengungsian, pengungsian penduduk dalam jumlah
besar, selambat-lambatnya 2 hari setelah kejadian.
3) Kedaruratan mendadak ( gempa bumi, keracunan makanan,
kecelakaan kimiawi, dan lain-lain) perlu dilakukan secepat
mungkin atau beberapa jam setelah kejadian
e. Bagaimana Langkah Penting dalam Mengumpulan Data dan Informasi
1) Sesuaikan dengan tujuan assessment
2) Review information yang lalu dan yang ada
3) Interview tokoh-tokoh kunci
4) Ke lapangan, observasi, interview & dengar
5) Rumuskan berbagai informasi dan
6) Analisis segera dan buat rekomendasi
7) Laporkan segera ke pimpinan

G. Perumusan Masalah
Berikut ini merupakan akibat-akibat bencana yang dapat muncul baik
langsung maupun tidak langsung terhadap bidang kesehatan.
1. Korban jiwa, luka, dan sakit (berkaitan dengan angka kematian dan
kesakitan)
2. Adanya pengungsi yang pada umumnya akan menjadi rentan dan
beresiko mengalami kurang gizi, tertular penyakit, dan penderita stress.
3. Kerusakan lingkungan, sehingga kondisi menjadi darurat dan
menyebabkan keterbatasan air dan sanitasi serta menjadadi tempat
perindukan vector penyakit
4. Seringkali sistem pelayanan kesehatan terhenti, selain karna rusak,
besar kemungkinan tenaga kesehatan setempat juga menjadi korban
bencana

Disaster Nursing Page 18


5. Bila tidak diatasi segera, maka derajat kesehatan semakin menurun dan
berpotensi menyebabkan KLB

Penyakit-penyakit yang sering kali diderita para pengungsi diindonesia


tidak lepas dari kondisi kadaruratan lingkungan, antara lain diare, ISPA,
campak dan malaria. WHO mengidentifikasi empat penyakit tersebut The
Big Four. Kejadian penyakit spesifik sering muncul sesua dengan bencana
yang terjadi.

H. Perencanaan Masalah
Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab dalam
penyelenggaraan penanggulangan bencana. Sebagaimana didefinisikan
dalam UU 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana,
penyelenggaraan Penanggulangan Bencana adalah serangkaian upaya yang
meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya
bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi.
Rangkaian kegiatan tersebut apabila digambarkan dalam siklus
penanggulangan bencana adalah sebagai berikut :
Pada dasarnya penyelenggaraan adalah tiga
tahapan yakni :
1. Pra bencana yang meliputi:
a. situasi tidak terjadi bencana.
b. situasi terdapat potensi bencana.
2. Saat Tanggap Darurat yang dilakukan dalam situasi terjadi bencana.
3. Pasca bencana yang dilakukan dalam saat setelah terjadi bencana.

Disaster Nursing Page 19


Dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana, agar setiap kegiatan
dalam setiap tahapan dapat berjalan dengan terarah, maka disusun suatu
rencana yang spesifik pada setiap tahapan penyelenggaraan
penanggulangan bencana.

1. Pada tahap Prabencana dalam situasi tidak terjadi bencana, dilakukan


penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana (Disaster Management
Plan), yang merupakan rencana umum dan menyeluruh yang meliputi
seluruh tahapan / bidang kerja kebencanaan. Secara khusus untuk
upaya pencegahan dan mitigasi bencana tertentu terdapat rencana yang
disebut rencana mitigasi misalnya Rencana Mitigasi Bencana Banjir
DKI Jakarta.
2. Pada tahap Prabencana dalam situasi terdapat potensi bencana
dilakukan penyusunan Rencana Kesiapsiagaan untuk menghadapi
keadaan darurat yang didasarkan atas skenario menghadapi bencana
tertentu (single hazard) maka disusun satu rencana yang disebut
Rencana Kontinjensi (Contingency Plan).
3. Pada Saat Tangap Darurat dilakukan Rencana Operasi (Operational
Plan) yang merupakan operasionalisasi/aktivasi dari Rencana
Kedaruratan atau Rencana Kontinjensi yang telah disusun sebelumnya.
4. Pada Tahap Pemulihan dilakukan Penyusunan Rencana Pemulihan
(Recovery Plan) yang meliputi rencana rehabilitasi dan rekonstruksi
yang dilakukan pada pasca bencana. Sedangkan jika bencana belum
terjadi, maka untuk mengantisipasi kejadian bencana dimasa
mendatang dilakukan penyusunan petunjuk /pedoman mekanisme
penanggulangan pasca bencana.

Perencanaan penanggulangan bencana disusun berdasarkan hasil


analisis risiko bencana dan upaya penanggulangannya yang dijabarkan
dalam program kegiatan penanggulangan bencana dan rincian
anggarannya. Perencanaan penanggulangan bencana merupakan bagian
dari perencanaan pembangunan. Setiap rencana yang dihasilkan dalam

Disaster Nursing Page 20


perencanaan ini merupakan program/kegiatan yang terkait dengan
pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan yang dimasukkan dalam Rencana
Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Jangka Menengah (RPJM) maupun
Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahunan. Rencana penanggulangan
bencanaditetapkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan
kewenangan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun. Penyusunan rencana
penanggulangan bencana dikoordinasikan oleh:

1. BNPB untuk tingkat nasional;


2. BPBD provinsi untuk tingkat provinsi; dan
3. BPBD kabupaten/kota untuk tingkat kabupaten/kota.
4. Rencana penanggulangan bencana ditinjau secara berkala setiap 2
(dua) tahun atau sewaktu-waktu apabila terjadi bencana.

I. Evaluasi
Evaluasi (evaluation) adalah proses penilaian. Evaluasi
pelaksanaan rencana sendiri merupakan bagian dari sistem perencanaan
pembangunan yang meliputi 4 hal yaitu:
1. Penyusunan rencana
2. Penetapan rencana pengendalian (monitoring)
3. Pelaksanaan rencana, dan
4. Evaluasi pelaksanaan rencana.

Evaluasi pelaksanaan rencana pembangunan dilakukan untuk


menilai efisiensi, efektifitas dan manfaat dari program dan kegiatan.
Evaluasi pelaksanaan rencana tahunan dilakukan terhadap implementasi
RENAS PB 2015-2019. Menurut PP No. 39/2006, disebutkan bahwa
efisiensi adalah derajat hubungan antara barang/jasa yang dihasilkan
melalui suatu program/kegiatan dan sumberdaya yang diperlukan untuk
menghasilkan barang/jasa tersebut yang diukur dengan biaya per unit
keluaran/output. Sedangkan efektifitas adalah ukuran yang menunjukkan
seberapa jauh program/kegiatan mencapai hasil dan manfaat yang

Disaster Nursing Page 21


diharapkan. Kemanfaatan adalah kondisi yang diharapkan akan dicapai
bila keluaran (output) dapat diselesaikan tepat waktu, tepat lokasi, dan
tepat sasaran serta berfungsi dengan optimal.

Sementara keluaran adalah barang atau jasa yang dihasilkan oleh


kegiatan yang dilaksanakan untuk mendukung pencapaian sasaran dan
tujuan program dan kebijakan. Indikator kinerja pelaksanaan program dan
kegiatan mempunyai beberapa unsur atau alat pengukuran (measurement)
yang sudah lazim digunakan. Alat ukur tersebut terdiri atas masukan
(input), keluaran (output), hasil (outcome), manfaat (benefit) dan dampak
(impact). Berdasarkan UU No. 25/2004, evaluasi merupakan dalam
tahapan perencanaan yang perlu dilakukan, dimana dalam tatanan analisis
kebijakan, evaluasi berfungsi untuk memberi masukan pada klarifikasi dan
kritik nilai-nilai yang mendasari pemilihan tujuan dan sasaran kebijakan
serta memberi masukan pada aplikasi metode analisis kebijakan lainnya,
termasuk perumusan masalah dan penyusunan rekomendasi.

Dalam sistem perencanaan pembangunan, indikator yang diukur


adalah indikator kinerja. Dalam kaitannya dengan kegiatan PB, menurut
PP No. 21/2008 maka (1) evaluasi penyelenggaraan PB dilakukan dalam
rangka pencapaian standar minimum dan peningkatan kinerja PB; dan (2)
evaluasi dilakukan oleh unsur pengarah BNPB untuk penanganan bencana
tingkat nasional dan unsur pengarah BPBD untuk penanganan bencana
tingkat daerah.

Disaster Nursing Page 22


BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Indonesia yang terdiri dari gugusan kepulauan mempunyai potensi
bencana yang sangat tinggi dan juga sangat bervariasi dari aspek jenis
bencana. Kondisi alam tersebut serta adanya keanekaragaman penduduk
dan budaya di Indonesia menyebabkan timbulnya risiko terjadinya
bencana alam, bencana ulah manusia dan kedaruratan kompleks, meskipun
disisi lain juga kaya akan sumber daya alam.
Kompleksitas dari permasalahan bencana memerlukan suatu
penataan atau perencanaan yang matang dalam penanggulangannya,
sehingga dapat dilaksanakan secara terarah dan terpadu. Penanggulangan
yang dilakukan selama ini belum didasarkan pada langkah-langkah yang
sistematis dan terencana, sehingga seringkali terjadi tumpang tindih dan
bahkan terdapat langkah upaya yang penting tidak tertangani.

B. SARAN
Dalam menyusun makalah ini kami menyadari masih banyak
kekurangan,baik dari segi bahasa maupun penulisan. Oleh karena itu, kami
harapkan kritik dan saran dari para dosen, mahasiswa dan pihak lain yang
menaruh perhatian terhadap perbaikan makalah ini.Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membaca.

Disaster Nursing Page 23


DAFTAR PUSTAKA

Sutanto, 2013. Peranan K3 Dalam Manajemen Bencana.


http://eprints.undip.ac.id/42901/1/NASKAH_II.PDF . Diakses Sabtu, 18
Januari 2020 Pukul 15:00 WITA

Badan Nasional Penanggulangan Bencana.2014. Pedoman Penyusunan Rencana


Penanggulangan Bencana 2015-2019.
https://bpbd.bantenprov.go.id/upload/deni/Produk%20Hukum/Per%20BNPB/8
-4.pdf . Diakses Sabtu 18 Januari 2020 Pukul 15:45 WITA

Geulis, Navysa. 2016. MAKALAH KONSEP AREA BENCANA DI


KEPERAWATAN KOMUNITAS.
https://www.academia.edu/28844751/MAKALAH_KONSEP_AREA_BENCAN
A . Diakses Sabtu 18 Januari 2020 Pukul 16:00

Disaster Nursing Page 24

Anda mungkin juga menyukai