Anda di halaman 1dari 20

Tuberkulosis Paru Putus Obat dan Penatalaksanaannya

Prilia Pratiwi Munda (102010150), Elseyra Rebecca Parhusip (102012116), Abi


Mayu (102012150), Eric Yesaya (102013151), Amarce Estevina Yoteni
(102013328), Lydia Natasha (102014031), Evalusty Karunia P.L (102014093),
Yulie Yang (102014172), Rully Sugeng (102014217)
Kelompok D1
Mahasiswi Fakultas Kedokteran Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510, Tlp : 5666952


Abstrak

Tuberculosis (TBC) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium
tuberculosis, TBC terutama menyerang paru-paru sebagai tempat infeksi primer. Bakteri ini
merupakan basil yang sangat kuat sehingga memerlukan waktu lama untuk mengobatinya.
Tuberculosis (TBC) merupakan penyakit menular yang masih menjadi perhatian dunia.
Hingga saat ini, belum ada satu negara pun yang bebas dari TBC. Angka kematian dan
kesakitan akibat bakteri Mycobacterium tuberculosis ini pun tinggi. Penatalaksanaan pada
kasus ini sangat penting untuk menentukan baik atau buruknya prognosis pasien tergantung
dari kepatuhannya meminum obat yang diberikan. Untuk itu, perlunya pencegahan dan
pengawasan agar penyakit ini dapat di tekan penularannya.
Kata kunci: tuberkulosis, gejala, penatalaksanaan

Abstract

Tuberculosis (TB) is an infectious disease caused by the bacterium Mycobacterium


tuberculosis, TB primarily affects the lungs as a primary infection. This bacterium is the
result of a very strong so it takes a long time to treat it. Tuberculosis (TB) is an infectious
disease that is still the world's attention. Until now, there has been no single country that is
free of tuberculosis. Mortality and morbidity due to Mycobacterium tuberculosis germ is too
high. Management in this case is very important to determine the patient's prognosis is good
or bad depends on compliance with taking the drugs given. To that end, the need for
prevention and control of diseases that can be transmitted in press.
Keywords: tuberculosis, symptoms, treatment

1
Pendahuluan

Tuberkulosis (TB) paru merupakan salah satu penyakit menular yang menjadi
masalah kesehatan masyarakat seluruh dunia. Survei yang dilakukan National Network of
Health (NNH) pada tahun 2005 menunjukkan kasus kematian TA menempati urutan ketida
setelah penyakit kardiovaskular dan penyakit infeksi saluran pernapasan. Berdasarkan
laporan Global Tuberculosis Control Report 2008 prevalensi TB pada tahun 2006 sebesar
14,4 juta dan diperkirakan 1,7 juta orang di dunia meninggal akibat TB.1
TB paru merupakan penyakit infeksi kronik dan menular yang erat kaitannya dengan
keadaan lingkungan dan perilaku masyarakat. Penyakit TB paru merupakan penyakit infeksi
yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini ditularkan melalui udara
yaitu droplet, bersin, dan batuk. Penyakit TB biasanya menyerang paru akan tetapi dapat
menyerah organ tubuh lain.
TB paru masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia. Penyakit TB paru
banyak menyerang kelompok usia produktif. Kebanyakan berasal dari kelompok sosial
ekonomi rendah dan tingkat pendidikan rendah. TB paru menyerang sepertiga dari 1,9 miliar
penduduk di dunia dewasa ini. Satu orang akan memiliki potensi menularkan 10 hingga 15
orang dalam waktu setahun.
Saat ini, masih terdapat berbagai tantangan dalam penanggulangan TB di Indonesia.
Minimnya kesadaran masyarakat, ketersediaan informasi tentang penyakit TB, pelayanan TB
yang berkualitas dan mudah dijangkau masyarakat, dan masalah ekonomi menyebabkan
masih terdapat pasien yang putus dari pengobatan OAT. Untuk itu, makalah ini akan
menjelaskan lebih lanjut mengenai TB paru putus obat dan cara penyembuhan, serta
pencegahannya,

Skenario

Seorang laki-laki berusia 35 tahun datang untuk mengetahui kondisi penyakit TB paru
nya. Pasien mempunyai riwayat pengobatan TB 2x.

Anamnesis

2
Anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter dengan cara
melakukan serangkaian wawancara dengan pasien (autoanamnesis) dan dengan keluarga
pasien atau dalam keadaan tertentu dengan penolong pasien (aloanamnesis). Berbeda dengan
wawancara biasa, anamnesis dilakukan dengan cara yang khas, yaitu berdasarkan
pengetahuan tentang penyakit dan dasar-dasar pengetahuan yang ada di balik terjadinya suatu
penyakit serta bertolak dari masalah yang dikeluhkan oleh pasien. Hal yang dapat ditanyakan
pada saat anamnesis adalah:2
1. Identitas.
Untuk melengkapi identitas pasien yang harus ditanyakan meliputi, nama, umur,
pekerjaan dan alamat pasien.
2. Keluhan Utama
Keluhan utama dan sejak kapan keluhan tersebut terjadi berisi hal tentang apa
yang membuat pasien datang kepada dokter.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
a. Menanyakan karakter keluhan utama
 Apakah terdapat batuk yang lama?
 Apakah batuk disertai darah atau ldahak yang bercampur darah?
 Apakah terdapat demam? Bagaimana intensitas demamnya?
 Apakah terdapat nyeri dada?
 Bagaimana warna darah yg dikeluarkan? (biasa merah terang dan berbuih).
b. Menanyakan perkembangan atau perburukan keluhan utama
 Apakah selama mulai sakit sampai pergi ke dokter makin membaik atau
memburuk?
c. Menanyakan kemungkinan adanya faktor pencetus keluhan utama
 Biasanya terjadi batuk sehabis konsumsi apa? Atau jika lelah?
d. Menanyakan keluhan-keluhan penyerta
 Apakah ada keluluhan seperti lemas, lesu, atau penurunan berat badan?
 Apakah terdapat rasa sesak?
 Apakah terdapat keringat pada malam hari?
4. Riwayat Penyakit Dahulu
 Pernahkah pasien berkontak dengan pasien TB
 Dahulu apakah pernah mengalami sakit yang serupa seperti ini?
 Apakah ada alergi terhadap obat, makanan dan lain-lain?

3
5. Riwayat Penyakit Keluarga
 Apakah dalam anggota keluarga juga ada yang mengalami kejadian yang serupa?
 Menanyakan riwayat penyakit menahun keluarga.
6. Riwayat pribadi dan sosial
 Menanyakan riwayat kebersihan pada diri sendiri.
 Menanyakan kebiasaan merokok.
 Menanyakan apakah pernah ada konsumsi obat-obatan terlarang secara halus.
 Menanyakan lingkungan tempat tinggal, bersih atau tidak, padat atau tidak.
 Menanyakan apakah keadaan dalam rumah cukup ventilasi?
 Menanyakan keadaan sekitar lembab atau tidak?
7. Riwayat obat-obatan
Pada riwayat pengobatan harus ditanyakan apakan pasien menjalani terapi TB.
Jika ya, obat apa yang digunakan, berapa lama terapinya, bagaimana kepatuhan pasien
mengikuti terapi.

Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin ditemukan konjungtiva
mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu demam (subfibris), badan kurus atau berat
badan menurun. Tempat kelainan lesi TB yang perlu dicurigai adalah bagian apeks paru. Bila
dicurigai infiltrat yang agak luas, maka akan didapatkan perkusi yang redup dan auskultasi
nafas bronkial. Akan didapatkan juga suara nafas tambahan berupa ronkhi basah, kasar, dan
nyaring. Tetapi bila infiltrat ini diliputi oleh penebalan pleura, suara nafasnya menjadi
vesikular melemah.2
Secara umum pemeriksaan fisik dimulai dengan Inspeksi (melihat), Palpasi (raba) dan
auskutasi (mendengarkan melalui stetoskop). Posisi pemeriksa sebelah kanan,pasien
Bayi dan anak kecil sebaiknya diperiksa tanpa pakaian, hal yang dapat di periksa pada
pasien:2
1. Pemeriksaan kesadaran, tanda vital yang perlu dilakukan adalah mengukur nadi,
frekuensi nafas,frekuensi denyut jantung dan suhu tubuh.
2. Inspeksi dapat diperoleh kesan keadaan umum anak. Inspeksi local dilihat perubahan
yang terjadi.
3. Palpasi menggunakan telapak tangan, pada palpasi abdomen flexi sendi panggul dan
lutut abdomen tidak tegang dapat menentukan bentuk, besar, tepi, permukaan,
konsistensi organ.

4
4. Auskultasi menggunakan stetoskop mendengar suara nafas, bunyi dan bising jantung,
peristaltik usus, aliran darah pada stetoskop. Sisi membran mendengar suara frekiensi
tinggi, Sisi mangkok mendengar suara frekuensi rendah bila ditekan lembut pada kulit
mendengar suara frekuensi tinggi, bila ditekan keras pada kulit bising presistolik, mid-
diastolik nada rendah.
Dalam penampilan klinis, TB paru sering asimptomatik dan penyakit baru dicurigai
dengan didapatkannya kelainan radiologis dada pada pemeriksaan rutin atau uji tuberkulin
yang positif. Pada TB dalam pengobatan (sesuai dengan skenario) didapatkan hasil:
1. Keluhan utama tampak sakit ringan, kesadaran: compo mentis
2. Tekanan darah: 120/70, frekuensi nadi: 78x/menit, frekuensi pernafasan:
20x/menit,suhu 37,50C.
3. Pada mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, leher: tidak teraba KGB
yang membesar, JVP 5-2 cmH20, tiroid tidak teraba membesar.
4. Suara napas tidak ditemukannya bunyi ronki maupun wheezing.

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan darah, pemeriksaan
radiologis, pemeriksaan sputum, dan tes tuberkulin.3

Pemeriksaan Darah

Pemeriksaan ini kurang mendapatkan perhatian, karena hasilnya kadang-kadang


meragukan, hasilnya tidak sensitif dan juga tidak spesifik. Pada saat TB baru mulai (aktif)
akan didapatkan jumlah leukosit yang sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke
kiri. Jumlah limfosit masih di bawah normal. Laju endap darah mulai meningkat. Bila
penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal dan jumlah limfosit masih tinggi.
Laju endap darah mulai turun ke arah normal lagi.3
Hasil pemeriksaan darah lain didapatkan juga: 1) Anemia ringan dengan gambaran
normokrom dan normositer; 2) Gamma globulin meningkat; kadar natrium darah menurun.
Pemeriksaan tersebut di atas nilainya juga tidak spesifik.
Pemeriksaan serologis yang pernah dipakai adalah reaksi Takahasi. Pemeriksaan ini
dapat menunjukkan proses tuberkulosis masih aktif atau tidak. Kriteria positif yang dipakai di
Indonesia adalah titer 1/128. Pemeriksaan ini juga kurang mendapat perhatian karena angka-
angka positif palsu dan negatif palsunya masih besar.

5
Belakangan ini terdapat pemeriksaan serologis yang banyak juga dipakai yakni
Peroksidasi Anti Peroksida (PAP-TB) yang oleh beberapa peneliti mendapatkan nilai
sensitivitas dan spesifisitasnya cukup tinggi (85-95%), tetapi beberapa peneliti lain
meragukan karena mendapatkan angka-angka yang lebih rendah. Sungguhpun begitu PAP-
TB ini masih dapat dipakai, tetapi kurang bermanfaat bila digunakan sebagai sarana tunggal
untuk diagnosis TB. Prinsip dasar uji PAP-TB ini adalah menentukan adanya antibodi IgG
yang spesifik terhadap antigen M. tuberculose. Sebagai antigen dipakai polimer sitoplasma
M. tuberculin var bovis BCG yang dihancurkan secara ultrasonik dan dipisahkan secara
ultrasentrifus. Hasil uji PAP-TB dinyatakan patologis bila pada titer 1:10.000 didapatkan
hasil uji PAP-TB positif. Hasil positif palsu kadang-kadang masih didapatkan pada pasien
reumatik, kehamilan, dan masa 3 bulan revaksinasi BCG.
Uji serologis lain terhadap TB yang hampir sama cara dan nilainya dengan uji PAP-
TB adalah uji Mycodot. Di sini dipakai antigen LAM (Lipoarabinomannan) yang dilekatkan
pada suatu alat berbentuk sisir plastik. Sisir ini dicelupkan ke dalam serum pasien. Antibodi
spesifik anti LAM dalam serum akan terdeteksi sebagai perubahan warna pada sisir yang
intensitasnya sesuai dengan jumlah antibodi.4

Pemeriksaan Radiologis

Pada tuberkulosis primer, hal-hal berikut dapat terlihat pada sinar-X dada.3,4

 Daerah konsolidasi pneumonik perifer (fokus Gohn) dengan pembesaran kelenjar hilus
mediastinum. Keadaan ini biasanya dapat sembuh dengan gambaran kalsifikasi.
 Daerah konsolidasi yang dapat berukuran kecil, lobaris, atau lebih luas hingga seluruh
lapangan paru.
 Gambaran radiologis lain yang sering menyertai tuberkulosis paru adalah penebalan
pleura (pleuritis), massa cairan di bagian bawah paru (efusi pleura/empiema), bayangan
hitam radiolusen di pinggir paru/pleura (pneumotoraks).

Pemeriksaan Sputum

Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukan kuman BTA, diagnosis
TB sudah dapat dipastikan. Disamping itu pemeriksaan sputum juga dapat memberikan
evaluasi terhadap pengobatan yang sudah diberikan. Pemeriksaan ini mudah dan murah
sehingga dapat dikerjakan di lapangan (puskesmas). Tetapi kadang-kadang tidak mudah

6
untuk mendapat sputum, terutama pasien yang tidak batuk atau batuk non produktif. Dalam
hal ini dianjurkan satu hari sebelum pemeriksaan sputum, pasien dianjurkan minum air
sebanyak +2 liter dan diajarkan melakukan refleks batuk. Dapat juga dengan memberikan
tambahan obat-obat mukolitik ekspektoran atau dengan inhalasi larutan garam hipertonik
selama 20-30 menit. Bila masih sulit, sputum dapat diperoleh dengan cara bronkoskopi
diambil dengan brushing dan bronchial washing atau BAL (broncho alveolar lavage). BTA
dari sputum bisa juga didapat dengan cara bilasan lambung. Hal ini sering dikerjakan pada
anak-anak karena mereka sulit mengeluarkan dahaknya. Sputum yang akan diperiksa
hendaknya sesegar mungkin.
Bila sputum sudah didapat, kuman BTA pun kadang-kadang sulit ditemukan. Kuman
baru dapat ditemukan bila bronkus yang terlibat prosis penyakit ini terbuka ke luar, sehingga
sputum yang mengandung kuman BTA mudah keluar. Diperkirakan di Indonesia terdapat
50% pasien BTA positif tetapi kuman tersebut tidak ditemukan dalam sputum mereka.7
Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang
kuman BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5.000 kuman dalam 1 mL
sputum.5
Untuk pemeriksaan BTA sediaan mikroskopis biasa dan sediaan biakan, bahan-bahan
selain sputum dapat juga diambild ari bilasan bronkus, jaringan paru, pleura, cairan pleura,
cairan lambung, jaringan kelenjar, cairan serebrospinal, urin, dan tinja.5

Uji kepekaan obat

M. tuberculosis yang telah diasingkan harus diuji untuk kepekaan terhadap isoniazid dan
rifampisin untuk mendeteksi MDR-TB, terlebih jika satu atau lebih faktor resiko
teridentifikasi atau pasien pernah gagal dalam terapi atau terjadi kekambuhan setelah
pengobatan selesai. Dan lagi, uji kepekaan lebih luas untuk obat anti-TB lini kedua wajib
dilakukan ketika MDR-TB ditemukan. Uji kepekaan dapat dilakukan secara langsung atau
secara tidak langsung pada media padat maupun cair. Hasil didapatkan dengan cepat pada uji
kepekaan secara langsung pada media cair, dengan rata-rata waktu laporan sekitar 3 minggu.
Dengan cara tidak langsung pada media padat, hasil dapat tidak ada untuk lebih dari 8
minggu. Metode molekuler untuk identifikasi cepat pada mutasi genetik diketahui terkait
dengan resistensi terhadap rifampin dan isoniazid telah berkembang dan secara luas
dijalankan untuk screening pasien dengan resiko TB resisten obat yang meningkat.

7
Diagnosis Banding

MDR-TB (Multi Drug Resistant Tuberculosis)4

Resisten ganda yang menunjukkan M. Tuberculosis resisten terhadap rifampicin dan INH
dengan atau tanpa OAT lainnya.

Secara umum resisternsi terhadap obat tuberkulosis dibagi menjadi:

- Resistensi primer ialah apabila penderita sebelumnya tidak pernah mendapat


pengobatan TB
- Resistensi inisial ialah apabila tidak diketahui pasti apakah penderitanya sudah
pernah ada priwayat pengobatan sebelumnya atau tidak
- Resistensi sekunder ialah apabila penderita telah punya riwayat pengobatan
sebelumnya.4

Ada beberapa penyebab terjadinya resistensi terhadap obat tuberkulosis, yaitu:

- Pemakaian obat tunggal dalam pengobatan tuberkulosis


- Penggunaan paduan obat yang tidak adekuat, baik karena jenis obatnya yang tidak
tepat misalnya hanya memberikan INH dan etambutol pada awal pengobatan,
maupun karena dilingkungan tersebut telah terdapat resistensi yang tinggi
terhadap obat yang digunakan, misalnya memberikan rifampisin dan INH saja
pada daerah dengan resistensi terhadap keduan obat tersebut.
- Pemberian obat yang tidak teratur, misalnya hanya dimakan dua atau tiga minggu
lalu stopm setelah dua bulan berhenti kemudian berpindah dokter dan mendapat
obat kembali.4
Pemberian obat anti tuberkulosis (OAT) untuk pengobatan MDR-TB menurut PMDT
(Programmatic Management of Drug-resistant Tuberculosis) dibagi atas 5 kelompok
berdasarkan potensi dan efikasi obat.5
Kelompok 1, obat oral lini pertama adalah kelompok obat yang paling efektif dan
paling baik ditoleransi oleh tubuh, yaitu pirazinamid dan etambutol.5
Kelompok 2, obat suntik yaitu kanamisin, amikasin, kapreomisin dan streptomisin.
Obat-obat ini bersifat bakterisidal, diberikan pada fase awal dalam dosis maksimal.5

8
Kelompok 3, obat golongan fluorokuinolon, terdiri dari moksifloksasin, gatifloksasin,
levofloksasin, dan ofloksasin. Kelompok ini bersifat bakterisidal kuat dan digunakan apabila
bakteri masih sensitif dengan fluorokuinolon. 5
Kelompok 4, obat oral yang bersifat bakteriostatik kuat. Pilihan dalam kelompok ini
berupa etionamid, protionamid, sikloserin, dan asam para-aminosalisilat (PAS). Penggunaan
obat kelompok 4 ini dimulai dengan dosis rendah terlebih dahulu, kemudian dosis dapat
diekskalasi setelah 2 minggu karena sering menimbulkan gangguan pencernaan dan
hipotiroid. 5
Kelompok 5, merupakan kelompok obat-obatan yang tidak direkomendasikan oleh
WHO karena efiksasinya dalam pengobatan MDR-TB belum jelas. Contoh obat kelompok ini
yaitu klofazimin, amoksisilin-klavulanat, imipenem, klaritromisin, dan isoniazid dosis
tinggi.5
Paduan disusun menggunakan 4 kelompok obat yang direkomendasikan WHO dan
diberikan dalam fase intensif dan fase lanjutan. Pengobatan pada fase intensif disertai dengan
pemberian obat suntik (obat kelompok 2) selama minimal 6 bulan atau 4 bulan setelah biakan
negatif. Fase lanjutan diberikan setelah fase intensif. Beberapa prinsip panduan pengobatan
yang harus diperhatikan antara lain paduan terdiri dari 4 macam obat yang sudah terbukti
keefektifannya, pemberian obat harus berdasarkan riwayat pengobatan pasien sebelumnya,
dosis diberikan sesuai dengan berat badan pasien.5
Pemberian obat suntik (aminoglikosida atau kapreomisin) diberikan selama minimal 6
bulan atau 4 bulan setelah konversi biakan (fase intensif). Lama pengobatan minimal 18
bulan setelah konversi biakan. Efek samping obat harus ditatalaksana segera untuk
meminimalkan risiko akibat penghentian pengobatan dan mencegah morbiditas atau
mortalitas akibat efek samping. Contoh paduan obat menurut PMDT 2008 misalnya Km-E-
Eto-Lfx-Z-Cs / E-Eto-Lfx-Z-Cs.5

XDR-TB (Extensive Drug Resistant Tuberculosis)

Suatu bentuk TB resisten pada obat primer dan sekunder yang mematikan pasien
dalam hanya 25 hari, XDR adalah pasien yang resisten terhadap rifampisin dan INH
ditambah dengan fluorokuinolon dan setidaknya satu obat suntik (amikasin, kanamisin,
kapreomisin). XDR dapat didiagnosis 6-16 minggu.Extensively drug-resistant TB (XDR TB)
adalah drug-resistant yang tahan terhadap hampir semua obat yang digunakan untuk mengobati TB.
Karena XDR TB resistan terhadap obat terampuh lini pertama dan kedua, opsi pengobatan untuk

9
pasien pasien yang tersisa menjadi kurang efektif dan sering memiliki hasil pengobatan yang lebih
buruk.5
Pasien dengan MDR TB biasanya memiliki kavitas berdinding tebal dengan bagian paru yang
rusak. Pada daerah ini kaya akan kuman tuberkulosis yang bersarang dan menjadi sumber infeksi.
Oleh karena vaskularisasi yang kurang baik, terapi medikamentosa tidak dapat mencapai daerah
tersebut. Pengobatan hanya dengan medikamentosa memberikan hasil yang tidak memuaskan dengan
kurabilitas rendah, toksisitas tinggi serta pengobatan membutuhkan waktu yang lama.5

Tabel 1. Indikasi MDR/XDR TB5

Tindakan pembedahan dapat dilakukan setelahuji fungsi paru untuk memprediksi kemampuan
paru yang tersisa untuk mengkompensasi fungsi respirasi. Tindakan operatif dilakukan setelah
setidaknya 2-3 bulan pengobatan dengan OAT, beberapa penulis merekomendasikan pembedahan
setelah 6-8 bulan terapi medikamentosa. Setelah operasi pengobatan OAT diteruskan dengan regimen
yang telah ditentukan.Komplikasi yang dapat terjadi pada pembedahan ini adalah fistel bronkopleura,
empiema sampai kematian. Risiko komplikasi dapat dikurangi dengan pemberian OAT yang efektif
pra dan pasca bedah, serta fisioterapi dan drainase postural. 6

TDR-TB (Total Drug Resistant Tuberculosis)

Completely/totally drug resistant tuberculosis didefinisikan sebagai bentuk yang


paling parah dari tuberkulosis resisten obat yang resisten terhadap pengobatan dengan semua
lini pertama, semua lini kedua dan semua lini ketiga OAT. Perkembangan resistensi ini
dikaitkan dengan buruknya manajemen / pengobatan TB serta fakta pada TDR telah
dihasilkan mutasi genom bakteri yang lebih lanjut melampaui yang terlihat di XDR dan
MDR. Sampai saat ini belum ada pengobatan untuk mengobati dan menyembuhkan TDR,
dimana angka kematian individu penderita TDR adalah 100%. Strain baru dari XDR
M.tuberculosis humanis ini sangat virulen dan sangat menular baik pada individu
imunokompeten dan yang memperoleh sel-imunitas adaptif dari penggunaan kedua lini obat;
semua individu imunokompetent dan semua penderita TB aktif. Dengan demikian individu
penderita TDR harus diisolasi pada fasilitas kesehatan khusus di mana barrier ketat diberikan

10
sampai mati. Peralatan yang digunakan umumnya sekali pakai dan larutan hipoklorit harus
digunakan untuk membersihkan, serta semua limbah bekas pemakaian harus segera dibakar
sebagai limbah klinis. Hanya pelayan kesehatan yang khusus dan terlatih yang boleh
melakukan kontak minimal dengan pasien.7

Diagnosis kerja
Diagnosis kerja ialah TB putus obat secara definisi TB paru putus berobat adalah penderita
TB paru yang sedang menjalani pengobatan telah mengentikan pengobatan anti OAT selama fase
intensif atau fase lanjutan sesuai jadwal yang ditentukan dan belum di nyatakan sembuh oleh dokter
yang mengobatinya.6
Kriteria TB paru putus obat sebagai berikut:6
a. Berobat ≥ 4 bulan, BTA negatif dan klinis, radiologis negatif OAT STOP
b. Berobat > 4 bulan, BTA positif: pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih
kuat dan jangka wawktu pengobatan yang lebih lama
c. Berobat < 4 bulan, pengobatan dimulai dari awal dengan pengobatan yang sama
d. Berobat < 4 bulan, berhenti berobat > 1 bulan, BTA negatif akan tetapi klinis dan radiologis
positif: pengobatan dimulai dari awal dengan panduan obat yang sama
e. Berobat < 4 bulan, BTA negatif, berhenti berobat 2-4 minggu pengobatan dilakukan kembali
sesuai jadwal.

Epidemiologi

Walaupun pengobatan TB yang efektif sudah tersedia tapi sampai saat ini TB masih
tetap menjadi problem kesehatan dunia yang utama. Pada bulan Maret 1993 WHO
mendeklarasikan TB sebagai global helath emergency. TB dianggap sebagai masalah
kesehatan dunia yang penting karena lebih kurang 1/3 penduduk dunia terinfeksi oleh
mikobakterium TB. Pada tahun 1998 ada 3.617.047 kasus TB yang tercatat di seluruh dunia.
Sebagian besar dari kasus TB ini (95%) dan kematiannya (98%) terjadi di negara-negara
yang sedang berkembang. Di antara mereka 75% berada pada usia produktif yaitu 20-49
tahun. Karena penduduk yang padat dan tingginya prevalensi maka lebih dari 65% kasus-
kasus TB yang baru dan kematian yang muncul terjadi di Asia.Alasan utama munculnya dan
meningkatnya beban TB global ini antara lain disebabkan:1). Kemiskinan pada berbagai
penduduk, tidak hanya pada negara yang sedang berkembang tetapi juga pada penduduk
perkotaan tertentu di negara maju. 2). Adanya perubahan demografik dengan meningkatnya
penduduk dunia dan perubahan dari struktur usia manusia yang hidup. 3). Perlindungan

11
kesehatan yang tidak mencukupi pada penduduk di kelompok yang rentan terutama di
negara-negara miskon. 4). Tidak memadainya pendidikan mengenai TB di antara para dokter.
5). Terlantar dan kurangnya biaya untuk obat, sarana diagnostik, dan pengawasan kasus TB
dimana terjadi deteksi dan tatalaksana kasus yang tidak adekuat. 6). Adanya epidemi HIV
terutama di Afrika dan Asia.3

Indonesia adalah negeri dengan prevalensi TB ke-3 tertinggi di dunia setelah China
dan India. Pada tahun 1998 diperkirakan TB di China, India, dan Indonsia berturut-turut
1.828.000, 1.414.000, 591.000 kasus. Perkiraan kejadian BTA di sputum yang positif di
Indonesia adalah 266.000 tahun 1998. Berdasarkan survei kesehatan rumah tangga 1985 dan
survei kesehatan nasional 2001, TB menempati ranking nomor 3 sebagai penyebab kematian
tertinggi di Indonesia. Prevalensi nasional terakhir TB paru diperkirakan 0,24%. Sampai
sekarang angka kejadian TB di Indonesia relatif terlepas dari angka pandemi infeksi HIV
karena masih relatif rendahnya infeksi HIV, tapi hal ini mungkin akan berubah di masa
datang melihat semakin meningkatnya laporan infeksi HIV dari tahun ke tahun.3

Etiologi
Tuberculosis ialah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium
tuberculosis kompleks. Bakteri ini berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung, tidak
berspora dan tidak berkapsul. Berukuran lebar 0,3-0,6 mm dan panjang 1-4 mm. dinding M.
tuberculosis sangat kompleks terdiri dari lapisan lemak (60%) penyusun utama dindingnya
ialah asam mikolat, lilin kompleks, trehalosa dimikolat (cord factor) dan mycobacterial
sulfolipids (virulensi). Unsur lain yang terdapat pada dinding bakteri ini ialah polisakarida
(arabinogalaktan & arabinomanan). Struktur dinding sel yang kompleks tersebut
menyebabkan M. tuberculosis bersifat tahan asam yang apabila diberi pewarnaan Ziehl-
Neelsen (karbol-fukhsin) akan tetap tahan (warna merah) meski dilakukan upaya
penghilangan zat warna tersebut dengan asam-alkohol.6

12
Gambar 2. Bakteri Mycobacterium tuberculosis6
Keberhasilan pengobatan rendah kemungkinan disebabkan karena:6
 Pasien yang datang sendiri atau dirujuk sudah dalam keadaan lanjut dan penderita
sudah berobat di tempat fasilitas kesehatan lain.
 Penderita TB paru yang menggunakan DOT hanya mendapatkan obat secara gratis
tanpa intensif yang lain seperti pemberian uang transport, uang makan, pemeriksaan lab
dan tidak ada kunjungan ke rumah.
 Petugas poliklinik paru yang terbatas untuk memberikan obat dan pencatatan pengawas
minum obat biasanya keluarga sendiri dan tidak pernah dilatih tentang TB paru selama
jangka waktu tertentu.
 Penderita TB paru kurang mendapat konseling dan edukasi yang adekuat sehingga
menyebabkan ketidakpatuhan dan ketidakberhasilan pengobatan karena kurang
pengetahuan tentang penyakit TB.
 Adanya gejala efek samping dari obat juga merupakan salah satu penyebab kegagalan
pengobatan
 Rasa bosan berobat dikarenakan terlalu lama pengobatan, jauhnya jarak rumah
penderita dengan layanan kesehatan umum, dan adanya anggapan pengobatan di
puskesmas kurang baik.

Gejala klinis
Keluhan yang dirasakan pasien tuberku-losis dapat bermacam-macamatau malah
banyak pasien ditemukan TB paru asimtomatik dalam pemeriksaan kesehatan. Keluhan yang
terbanyak adalah:7
a. Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang panas
badan dapat mencapai 40-41°C. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar,

13
tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya hilang timbul demam
influenza ini, sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari serangan demam
influenza. Keadaan ini masih dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat
ringannya infeksi kuman tuberculosis yang masuk.
b. Batuk/batuk darah
Gejala ini banyak ditemukan. Batuk terjadi karena adanya iritasi bronkus. Batuk
ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar. Sifat batuk dimulai dari
batuk kering (non-produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif
(menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena
terdapat pembuluh darah pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberculosis terjadi pada
kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.
c. Sesak napas
Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya
sudah meliputi setengah bagian paru-paru.
d. Nyeri dada
Gejala ini jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah
sampai pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadinya gesekan kedua pleura
sewaktu pasien menarik/ melepaskan napasnya.
e. Malaise
Penyakit tuberculosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering
ditemukan berupa anoreksia tidak ada nafsu makan, badan makin kurus (berat badan
turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam dll. Gejala malaise ini makin
lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.

Patofisiologi

Kebanyakan infeksi TB terjadi melalui udara (inhalasi droplet). TB ialah penyakit yang
dikendalikan oleh respons imunitas diperantarai sel. Sel efektornya ialah makrofag dan
limfosit sel T merupakan imunosupresif. Tipe ini biasanya local, melibatkan makrofag yang
diaktifkan di tempat infeksi oleh limfosit dan limfokinnya. Respon ini disebut sebagai reaksi
hipersensitivitas seluler.6
a. Tuberculosis primer
Kuman yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan paru
sehingga terbentuk suatu sarang pneumoni yang disebut sarang primer (afek primer).

14
Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda dengan
sarang reaktivasi. Dari sarang primer ini akan kelihatan peradangan saluran getah
bening menuju hilus (limfangitis local). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran
kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama
dengan limfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks ini akan
mengalami salah satu nasib sebagai berikut:6
 Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad integrum),
 Sembuh dengan meninggalkan bekas sedikit (sarang Ghon, garis fibrotic, sarang
perkapuran di hilus)
 Menyebar dengan cara:6
- Perkontinutatum, menyebar ke sekitarnya. Salah satu contoh adalah
epituberkulosis yaitu suatu kejadian penekanan brongkus, biasanya bronkus
medius oleh kelenjar hilus yang membesar sehingga menimbulkan obstruksi
saluran napas dengan akibat atelektasis. Kuman akan menjalar sepanjang
brongkus yang tersumbat ini ke lobus yang atelektasis dan menimbulkan
peradangan pada lobus atelektasis tersebut.
- Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru
sebelahnya.
- Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini berkaitan dengan
daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Sarang yang ditimbulkan dapat
sembuh secara spontan, akan tetapi bila tidak terdapat imunitas yang adekuat,
penyebaran ini akan menimbulksn keadaan cukup gawat seperti tuberculosis
milier, meningitis tuberculosis,\. Penyebaran ini juga dapat menimbulkan
tuberculosis pada alat tubuh lainnya misalnya tulang, ginjal, genitalia dan
sebagainya. Komplikasi dan penyebaran ini mungkin berakhir dengan sembuh
meninggalkan sekuale (misalnya pertumbuhan terbelakang pada anak setelah
mendapat ensefalomeningitis, tuberkulom) atau meninggal.
b. Tuberculosis post primer
Akan muncul bertahun-tahun kemudian setelah tuberculosis primer, biasanya
terjadi pada usia 15-40 tahun. Tuberculosis postprimer mempunyai nama yang
bermacam-macam seperti tuberculosis bentuk dewasa, localized tuberculosis,
tuberculosis menahun, dan sebagainya. Bentuk inilah yang menjadi masalah kesehatan
dimasyarakat karena merupakan sumber penularan. Tuberculosis postprimer dimulai

15
dengan sarang dini, yang umumnya terletak di segmen apical lobus superior maupun
lobus inferior. Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumoni kecil. Sarang
pneumoni ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut:6
 Diresopsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat
 Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan dengan
penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan terjadi pengapuran dan akan
sembuh dalam bentuk perkapuran. Sarang tersebut dapat menjadi aktif kembali
membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti bila jaringan keju dibatukkan
keluar.
 Sarang pneumoni meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kaviti
akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti awalnya
berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik).
Kaviti tersebut akan menjadi:6
- Meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumoni baru. Sarang ini akan
mengikuti pola perjalanan seperti di atas.
- Memadat dan membungkus diri (enkapsulasi) dan disebut tuberkuloma.
Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tetapi mungkin pula aktif
kembali, mencair lagi dan menjadi kaviti lagi.
- Bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity, atau kaviti
menyembuh dengan membungkus diri dan akhirnya mengecil. Kemungkinan
berakhir sebagai kaviti yang terbungkus dan menciut sehingga kelihatan
seperti bintang (stellate shaped).

16
.

Gambar 3. Patogenesis tuberculosis paru6

Penatalaksanaan
Medikamentosa
Pemberian obat pada TB resisten obat dapat diberikan dengan 2 fase yaitu fase awal (4–
6 bulan) dan fase lanjutan (18-24 bulan). Fase awal ialah obat peroral ditelan setiap hari
(7hari dalam seminggu), suntikan diberikan 5 hari dalam seminggu (senin-jumat). Adapun
pengelompokan OAT, perhitungan dosis OAT untuk TB Resisten obat, paduan pemberian
OAT untuk TB Resisten Obat dapat dilihat pada table 1 & 2.

Tabel 1. Pengelompokan OAT7


Golongan Jenis Obat

Golongan Obat lini Pertama Isoniazid (H) Pirazinamid (Z)


1
Rifampisin (R) Streptomisin (S)

Etambutol (E)

17
Golongan Obat suntik lini kedua Kanamisin (Km)Kapreomisin (Cm)
2
Amikasin (Am)

Golongan Golongan florokuinolon Levofloksasin (Lfx) Ofloksasin (Ofx)


3
Moksifloksasin (Mfx)

Golongan Obat bakteriostatik lini Etionamid (Eto) Terizidon (Trd)


4 kedua
Protionamid (Pto) Sikloserin (Cs)

Para amino salisilat (PAS)

Golongan Obat yang belum terbukti Clofazimin (Cfz) Klaritromisin (Clr)


5 efikasinya dan tidak
Linezolid (Lzd) Imipinem (Ipm)
direkomendasikan WHO
untuk rutin TB MDR Amoksilin/Asam Klavulanat (Amx/Clv)

Tabel 2. Ringkasan panduan obat7


Kategori Kasus Paduan obat yang diajurkan Keterangan
I - TB paru BTA (+), 2 RHZE / 4 RH atau
BTA (-) , lesi luas 2 RHZE / 6 HE
*2RHZE / 4R3H3
II - Kambuh -RHZES / 1RHZE / sesuai hasil uji Bila
- Gagal pengobatan resistensi atau 2RHZES / 1RHZE / 5 streptomisin
RHE alergi, dapat
-3-6 kanamisin, ofloksasin, diganti
etionamid, sikloserin / 15-18 kanamisin
ofloksasin, etionamid, sikloserin atau
2RHZES / 1RHZE / 5RHE
II - TB paru putus Sesuai lama pengobatan sebelumnya,
berobat lama berhenti minum obat dan

18
keadaan klinis, bakteriologi dan
radiologi saat ini (lihat uraiannya)
atau
*2RHZES / 1RHZE / 5R3H3E3
III -TB paru BTA (-), 2 RHZE / 4 RH atau
lesi minimal 6 RHE atau
*2RHZE /4 R3H3
IV - Kronik RHZES / sesuai hasil uji resistensi
(minimal OAT yang sensitif) + obat
lini 2 (pengobatan minimal 18 bulan)
IV - MDR TB Sesuai uji resistensi + OAT lini 2
atau H seumur hidup

Non medikamentosa
Memberikan edukasi kepada pasien ataupun kepada keluarganya agar selalu
mengingatkan si penderita untuk selalu minum obat tepat pada waktunya jangan sampai
terjadi putus obat lagi karena akan terjadi resisten terhadap obat tersebut.7

Komplikasi
Penyakit TB paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi.
Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut:8
 Komplikasi dini: pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis, usus, Poncet’s arthropathy
 Komplikasi lanjut: Obstruksi jalan napas → SOPT (Sindrom Obstruksi Pasca
Tuberkulosis), kerusakan parenkum berat → fibrosis paru, sindrom gagal napas dewasa
(ARDS), sering terjadi pada TB milier dan kavitas TB.

Prognosis
Ketika pengobatan dengan regimen tertentu telah selesai, ditambah dengan DOT, angka
kekambuhan berkisar dari 0% hingga 14%. Di negara dengan jumlah penderita TB yang rendah,
kekambuhan biasanya terjadi 12 bulan setelah penyelesaian obat dan karena kekambuhan. Di negara
dengan jumlah penderita TB yang tinggi, kebanyakan kekambuhan setelah pengobatan yang baik

19
adalah karena reinfeksi daripada kekambuhan.Penanda prognosis buruk adalah keterlibatan jaringan
ekstrapulmoner, penderita immunocompromised, usia lanjut, dan riwayat pengobatan sebelumnya.2

Kesimpulan
Pada kasus yang dibahas, berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang. Laki-laki tersebut menderita TB putus obat. Hal ini terjadi karena pasien tersebut
tidak patuh dalam mengkonsumsi obat anti tuberkulosis dengan berhenti mengkonsumsi obat
tersebut dalam jangka waktu tertentu.Untuk itu diperlukan penatalaksanaan yang baik
sehingga laki-laki tersebut tidak mengalami resisten obat..

Daftar Pustaka
1. Sylvia Price, Lorraine M. Patofisiologi konsep klinis proses proses penyakit. Edisi 6.
Jakarta: EGC; 2006.h.14-23,852-61.
2. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga; 2007.h.42-
4.
3. Arif A. Tuberkulosis pulmonal pada orang dewasa. Dalam: Tuberkulosis Klinis.
Jakarta: Erlangga;2010.h.93-9.
4. Longo D, Fauci A, Kasper D, Hauser S, Jameson J, Loscalzo J. Harrison’s principles of
internal medicine ed.18. USA: McGraw Hill Professional; 2011.h.1340-53.
5. Gillespie SH, Bamford KB. At a glance mikrobiologi medis dan infeksi. Jakarta:
Erlangga; 2009.h.40-1.
6. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis: pedoman diagnosis dan
penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia; 2006.h.2-
30.
7. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, penyunting. Buku ajar
ilmu penyakit dalam. Jakarta: Interna Publishing; 2009.h.31-2, 2196-9, 2230-47, 2256-
7.
8. Departemen Penyakit Dalam FKUI. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid III Dalam:
Zulkifli A, Asril B, penyunting. Tuberkulosis Paru. Edisi ke-5. Jakarta: Pusat
Penerbitan Penyakit Dalam; 2009.h.2230-1.

20

Anda mungkin juga menyukai