Anda di halaman 1dari 44

Lingkungan Pengendapan :

Pengertian, Faktor, dan


Klasifikasinya
By Flysh Geost di 12/18/2017 09:00:00 AM
Menurut Rigby dan Hamblin (1972), Lingkungan Pengendapan adalah suatu
tempat dimana terjadinya akumulasi material sedimen, yang mempunyai kondisi
fisis, kimia, dan biologis yang mencirikan keadaan yang khas dari tempat
pengendapan tersebut. Penentuan lingkungan pengendapan dari suatu
tubuh batuan, dapat dilakukan dengan melihat sifat-sifat khas dari batuan, yang
mana akan mencirikan kondisi pada saat sedimen itu terbentuk. Sifat-sifat
tersebut meliputi :

a. Sifat Fisis, misalnya : struktur besar dari perlapisan; kontak dengan lapisan di
atas dan di bawahnya; struktur kecil yang mencirikan, seperti : flute cast,
gelembur gelombang, tekstur batuan, orientasi butir.

b. Sifat Kimia, misalnya : macam batuan, seperti batu gamping, batu pasir;
kandungan mineral tertentu yang dapat untuk penentuan lingkungan terutama
mineral autigenik; perbandingan unsur-unsur tertentu misalnya : Ca dan Mg;
Kandungan kimia dari organisme yang sering mengalami pelarutan setelah
terendapkan; Konsentrasi nodule batu gamping pada dasar pulau penghalang
serta pada tubuh pasir kuarsa yang dihasilkan dari pengendapan CaCO3 dari
pencucian cangkang organisme.

c. Sifat Biologis, misalnya : kelimpahan flora dan fauna, Perbandingan masing-


masing jenis, baik flora maupun fauna; Adanya gejala perpindahan dan
percampuran fauna; Flora dan fauna penunjuk lingkungan.

Faktor yang Berpengaruh Pada Lingkungan Pengendapan


Menurut BLATT et al (1972) beberapa faktor yang berpengaruh dalam
Lingkungan Pengendapan adalah:
1. Kedalaman air
Kedalaman air disini penting, karena beberapa organisme dalam hidupnya sangat
dipengaruhi oleh kedalaman air, seperti : koral, algae. Kedalaman air kadang-
kadang memberikan kenampakan yang khas, dengan melihat kenampakan dapat
diketahui kedalaman dari batuan pada saat diendapkan, kenampakan tersebut
misalnya :
a. "Cut and Fill Structures", dan perlapisan silang siur, yang menunjukkan di
daerah tersebut ada arus dan gelombang.
b. "Mud Crack", yang menunjukkan daerah tersebut tersingkap pada atmosfer.
c. Beberapa jenis "Trail and Burrow" ternyata berbeda bentuknya karena
disebabkan beberapa perbedaan kedalaman dari air.

2. Kecepatan
Energi kinetis dari air merupakan kontrol bagi pegerakan sedimen. Sedimen yang
berbutir halus tidak bisa terbentuk dalam lingkungan turbulensi terlalu tinggi.

3. Temperatur
Temperatur akan mengontrol kelarutan dari CaCO3 dan kecepatan pertukaran zat
atau unsur dari tumbuh-tumbuhan dan hewan, sebagai contoh : populasi yang
besar dari organisme dan karbonat jarang terdapat di dalam air dingin.

4. Kegaraman
Merupakan kontrol penting bagi aktifitas biologis. Populasi dari hewan dan
tumbuh-tumbuhan banyak yang dipengaruhi oleh kegaraman dari air.

5. Eh (potensial oksidasi) dan pH (konsentrasi ion H)


Eh dan pH merupakan dua aspek kimia yang penting dalam lingkungan
pengendapan, yang akan mengontrol sedimen dan fauna yang hidup di dasar.

6. Bentuk Fisik dari Lingkungan Pengendapan


Bentuk fisik dari lingkungan pengendapan kerap kali mengontrol sedimen yang
ada dalam cekungan. Bentuk fisik dari lingkungan pengendapan dapat berupa :
kemiringan dari permukaan, kedalaman dari daerah deposisi.
Klasifikasi Macam-Macam Lingkungan Pengendapan
BLATT et al (1972), membagi lingkungan pengendapan menjadi empat kelompok
besar, yaitu :

1. Lingkungan darat (Terrigeneous) : Alluvial fan, Dataran banjir, Lakustrin (basah,


kering), Padang pasir, Rawa (swamp), dan Endapan es.
2. Lingkungan campuran : River Channel atau Distributary Channel (dan Lovec),
Estuarin, Teluk, Lagun, Paya-paya (marsh), Intertidal, Supratidal, Bar, dan Channel.
3. Lingkungan laut dangkal (600 kaki): Self banks (tidal dan non tidal), Self basin
(terbatasi iklim basah, iklim kering), Gradded self, Karbonat Paparan dan karang
(berhubungan atau tidak dengan daratan), Cekungan evaporit.
4. Lingkungan laut dalam (batial : 600 – 6000 kaki, abisal > 6000 kaki) : Slope dan
Canyon, Sub Marine Fan, Cekungan laut dalam (pelagik, terrigeneous), Cekungan laut
dalam tertutup (iklim basah dan kering)

Gambar Macam-macam lingkungan pengendapan.

BLATT et al (1972), memasukkan rawa ke dalam lingkungan pengendapan


darat. TWENHOFEL (1950) ; KRUMBEIN dan SLOSS (1963), memasukkan marsh ke
dalam lingkungan pengendapan darat, hal ini disebabkan karena marsh biasanya
didapatkan bersama-sama dengan rawa. Perbedaan utama dari marsh dengan
rawa adalah jenis tumbuh-tumbuhannya yang terdapat di dalam tubuh air
tersebut.

BLATT, et al (1972), memasukan marsh ke dalam lingkungan pengendapan


campuran, hal ini disebabkan karena marsh kebanyakan terdapat di tepi laut
(pantai). Selain dari pada itu, ternyata jenis tumbuh-tumbuhan memberikan efek
terhadap sedimen ataupun batuan yang terbentuk di dalam lingkungan
pengendapan tersebut.

Lingkungan Pengendapan Delta


Definisi

Pengertian delta adalah sebuah lingkungan transisional yang


dicirikan oleh adanya material sedimen yang tertransport lewat
aliran sungai (channel), kemudian terendapkan pada kondisi di
bawah air (subaqueous), pada tubuh air tenang yang diisi oleh
aliran sungai tersebut, sebagian lagi berada di darat/subaerial
(Friedman & Sanders, 1978, vide Serra, 1985). Delta terbentuk
di hampir semua benua di dunia kecuali di Antarika dan
Greenland, yang daerahnya tertutup salju), dimana
terdapat pola penyaluran sungai dengan dimensi yang luas dan
jumlah material sedimen yang besar (Boggs, 1987). Pada
umumnya, delta akan terbentuk apabila material sedimen dari
daratan yang terangkut lewat sungai dalam jumlah yang besar
masuk ke dalam suatu tubuh air yang tenang (standing body
water). Sebagian material yang terendapkan di muara sungai
tersebut terendapkan pada kondisi subaerial (Barrel, 1912 vide
Walker 1984). Proses pengendapan pada delta menghasilkan
pola progradasi yang menyebabkan majunya garis pantai.
Litologi yang dihasilkan umumnya mempunyai struktur gradasi
normal pada fasies yang berasosiasi dengan lingkungan laut
(marine facies). Dalam pembentukan delta, material sedimen
yang dibawa oleh sungai merupakan faktor pengontrol utama.

Gambar Delta Mississippi

Pembentukan delta dikontrol oleh interaksi yang rumit antara


berbagai faktor yang berasal/bersifat fluviatil, proses di laut dan
kondisi lingkungan pengendapan. Faktor-faktor tersebut
meliputi iklim, pelepasan air, muatan sedimen, proses
yang terjadi di mulut sungai, gelombang (wave), pasang surut
(tide), arus, angin, luas shelf, dan lereng (slope), tektonik, dan
geometri cekungan penerima (receiving basin) akan mengontrol
distribusi, orientasi, dan geometri internal endapan delta (Wright
et al., 1974, vide Walker, 1984).

Hanya beberapa proses saja yang tergolong sangat penting


dalam mengontrol geometri, proses internal yang bersifat
progradasi pada delta (progradational framework) serta
kecenderungan arah penyebaran (trend) delta, yaitu :
pasokan sedimen, tingkat energi gelombang, dan tingkat energi
pasang surut (Galloway, 1975; Galloway & Hobday, 1983 vide
Boggs, 1987). Ketiga faktor inilah yang nantinya akan sangat
berperan dalam penggolongan delta ke dalam tiga tipe
dasar delta yang sangat fundamental yaitu (1) fluvial-
dominated, (2) tide-dominated, dan (3) wave-dominated
(Boggs, 1987). Adanya dominasi diantara salah satu
faktor pengontrol tersebut akan mempengaruhi geometri delta
yang terbentuk. Menurut Curray (1969) delta memiliki beberapa
bentuk yang umum, yaitu :
1. Birdfoot : Bentuk delta yang menyerupai kaki burung
2. Lobate : Bentuk delta seperti cuping
3. Cuspate : Bentuk delta yang menyerupai huruf (v)
4. Arcuate : Bentuk delta yang membundar
5. Estuarine : Bentuk delta tidak dapat berkembang dengan
sempurna
Klasifikasi Delta menurut Galloway (1975) Vide Serra (1985)

Klasifikasi Delta
Klasifikasi merupakan suatu usaha pengelompokkan
berdasarkan kesamaan sifat, fisik yang dapat teramati (Tabel
4.1). Dalam hal klasifikasi delta, ada beberapa klasifikasi yang
sering digunakan. Klasifikasi delta yang sering digunakan adalah
klasifikasi menurut Galloway, 1975 dan klasifikasi menurut
Fisher, 1969
Dalam klasifikasi Galloway (1975) ditampilkan beberapa contoh
delta di dunia yang mewakili tipikal proses yang relatif dominan
bekerja membentuk setiap tipikal delta, sebagai contoh fluvial
dominated delta akan membentuk delta yang berbentuk
elongate contohnya adalah Delta Missisipi, kemudian tide
dominated delta akan membentuk delta yang berbentuk
estuarine contohnya Delta Gangga- Brahmaputra, selanjutnya
wave dominated delta akan menghasilkan delta yang berbentuk
cuspate contohnya Delta San Fransisco. Namun, pada dasarnya
setiap delta yang terdapat di dunia tidaklah murni dihasilkan
oleh dominasi salah satu faktor pengontrol di atas, namun lebih
merupakan hasil interaksi antara dua atau bahkan tiga faktor
pengontrol, sebagai contoh Delta Mahakam dan Delta Ebro
yang berbentuk lobate yang dihasilkan utamanya dari proses
fluvial dan tidal dengan sedikit pengaruh gelombang (wave),
Selain klasifikasi menurut Galloway, juga terdapat klasifikasi
menurut Fisher (1969). Dalam klasifikasi ini, Fisher
menyimpulkan bahwa proses pembentukan delta dipengaruhi
oleh dua faktor pengontrol utama yaitu proses fluvial dan
pasokan sedimen, serta proses asal laut (marine processes).
Berdasarkan dominasi salah satu faktor tersebut, Fisher dalam
klasifikasinya membagi delta menjadi dua kelompok yaitu delta
yang bersifat high constructive, apabila proses fluvial dan
pasokan sedimen yang dominan mengontrol pembentukan delta
dan delta yang bersifat high desctructive apabila proses asal laut
yang lebih dominan. Pada gambar klasifikasi Fisher dapat dilihat
beberapa geometri delta berdasarkan proses dominan yang
mengontrolnya menurut Fisher et al., (1969)

Klasifikasi Delta menurut Fisher et Al., 1969 Vide Elliot (1982).

Sublingkungan Pengendapan Delta

Secara garis besar delta di bagi menjadi beberapa


sublingkungan antara lain ;
1. Delta Plain

Merupakan bagian delta yang berada pada bagian lowland yang


tersusun atas active channel dan abandoned channel .yang
dipisahkan oleh lingkungan perairan dangkal dan merupakan
permukaan yang muncul atau hampir muncul. Delta
Plain dicirikan oleh suatu distributaries dan interdistributaries
area. Proses sedimentasi utama di delta plain adalah arus
sungai, walaupun arus tidal juga muncul. Pada daerah dengan
iklim lembab, Delta plain mungkin mengandung komponen
organik penting (gambut yang kemudian menjadi batubara).
Gambut merupakan kemenerusan dari paleosol ke arah downdip
(terletak pada bidang kronostratigrafi yang sama) yang
mewakili suatu periode panjang terbatasnya influks sedimen
klastik.
Kemudian Delta Plain Di bagi lagi menjadi 2 yaitu
– Upper Delta Plain
Merupakan bagian delta yang berada di atas area pengaruh
pasang surut (tidal) dan laut yang signifikan (pengaruh laut
sangat kecil).
– Lower Delta Plain
Sublingkungan ini terletak pada interaksi antara sungai dan laut
yang terbentang mulai dari batas surutnya muka air laut yang
paling rendah hingga batas maksimal air laut pada saat pasang.
Bagian-bagian sand deposit pada sistem Delta (Coleman & Prior, 1982)

2. Delta Front

Delta front merupakan sublingkungan dengan energi tinggi,


dimana sedimen secara konstan dirombak oleh arus pasang
surut (tidal), arus laut sepanjang pantai (marine longshore
current) dan aksi gelombang (kedalaman 10 meter atau
kurang). Endapan pada delta front meliputi sheet sand delta
front, distributary mouth bar, endapan river-mouth tidal, near
shore, longshore, dan endapan stream mouth bar. Delta front
terdiri dari zona pantai dangkal yang berbatasan dengan delta
plain
Delta front ditunjukkan oleh suatu sikuen yang coarsening
upward berskala besar yang merekam perubahan fasies vertikal
ke arah atas dari sedimen offshore berukuran halus atau fasies
prodelta ke fasies shoreline yang biasanya didominasi batupasir.
Sikuen ini dihasilkan oleh progradasi delta front dan mungkin
terpotong oleh sikuen fluvial distibutary channel atau tidal
distributary channel saat progradasi berlanjut (Serra, 1985).

3. Pro Delta
Prodelta merupakan lingkungan transisi antara delta front dan
endapan marine shelf. Merupakan bagian dari delta di bawah
kedalaman efektif erosi gelombang, terletak di luar delta front
dan menurun ke lantai cekungan sehingga tidak ada pengaruh
gelombang dan pasang surut dimana terjadi akumulasi
mud, umumnya dengan sedikit bioturbasi . Sedimen yang
ditemukan pada bagian delta ini tersusun oleh material sedimen
berukuran paling halus yang terendapkan dari suspensi.
Struktur sedimen masif, laminasi, dan burrowing structure.
Seringkali dijumpai cangkang organisme bentonik yang tersebar
luas, mengindikasikan tidak adanya pengaruh fluvial (Davis,
1983). Endapan prodelta terdiri dari marine dan lacustrine mud
yang terakumulasi dilandas laut (seaward). Endapan ini berada
di bawah efek gelombang, pasang surut dan arus sungai.
Morfologi Delta Mahakam secara keseluruhan (Modifikasi Allen & Chamber, 1998)

Referensi :

– Allen, G.P., Laurier, D., Thouvenin, J.M., 1976, Sediment


Distribution Pattern In The Modern Mahakam Delta, Indonesian
Petroleum Association, Proceedings 5th Annual Convention
Jakarta, p 159-178.
– Bachtiar, A., et.al., 1999, Geological Study on Semberah
Block, Final Report. PT Intibumi Sarana Makmur (GDA Group)
– Fisher, W.L., Brown, L.F., Scott, A.J., and McGowen, J.H.,
1969. Delta System in The Exploration for Oil & Gas. A
research Colloquium, Bureau of Economic Geology, University
of Texas at Austin, Austin, Texas.
– Galloway, W.E., 1983, Depositional System and Sequence in
The Exploration for Sandstone and Stratigraphic Traps,
Springer – Verlag, New York, USA.
– Koesoemadinata, R.P., 1978. Geologi Minyak dan Gas Bumi.
ITB, Bandung.

Lingkungan Pengendapan
Lingkungan lagun karena ada tanggul maka berenergi rendah sehingga material yang
diendapkan berupa fraksi halus, kadang juga dijumpai batupasir dan batulumpur. Beberapa lagun
yang tidak bertindak sebagai muara sungai, maka material yang diendapkan didominasi oleh
material marin. Material pengisi lagun dapat berasal dari erosi barrier (wash over) yang berukuran
pasir dan lebih kasar. Apabila ada penghalang berupa reef, dapat juga dijumpai pecahan-
pecahan cangkang di bagian backbarier atau di tidal delta. Akibat angin partikel halus dari tanggul
dapat terangkut dan diendapkan di lagun. Angin tersebut dapat juga menyebabkan terjadinya
gelombang pasang yang menerpa garis pantai dan menimbulkan energi tinggi sehingga terjadi
pengikisan dan pengendapan fraksi kasar. Struktur sedimen yang berkembang umumnya pejal
(pada batulempung abu-abu gelap) dengan sisipan tipis batupasir halus (batulempung Formasi
Lidah di Kendang Timur), gelembur - gelombang dengan beberapa internal small scale cross
lamination yang melibatkan batulempung pasiran. Struktur bioturbasi sering dijumpai pada
batulempung pasiran (siltstone) yang bersisipan batupasir dibagian dasar lagun (Boggs, 1995).
Batupasir tersebut ditafsirkan sebagai hasil endapan angin, umumnya berstruktur perarian sejajar
dan kadang juga berstruktur ripple cross-lamination.

DELTA
Gambar : Lingkungan Delta

Kata Delta digunakan pertama kali oleh Filosof Yunani yang bernama Herodotus pada tahun 490
SM, dalam penelitiannya pada suatu bidang segitiga yang dibentuk oleh oleh alluvial pada muara
Sungai Nil.
Sebagian besar Delta modern saat ini berbentuk segitiga dan sebagian besar bentuknya tidak
beraturan . Bila dibandingkan dengan Delta yang pertama kali dinyatakan oleh Herodotus pada
sungai nil. Ada istilah lain dari Delta adalah seperti yang dikemukakan oleh Elliot dan Bhatacharya
(Allen, 1994) adalah “Discrette shoreline proturberance formed when a river enters an ocean or
other large body of water”.

Proses pembentukan delta adalah akibat akumulasi dari sedimen fluvial (sungai) pada
“lacustrine” atau “marine coastline”. Delta merupakan sebuah lingkungan yang sangat komplek
dimana beberapa faktor utama mengontrol proses distribusi sedimen dan morfologi delta, faktor-
faktor tersebut adalah regime sungai, pasang surut (tide), gelombang, iklim, kedalaman air dan
subsiden (Tucker, 1981). Untuk membentuk sebuah delta, sungai harus mensuplai sedimen
secara cukup untuk membentuk akumulasi aktif, dalam hal ini prograding system. Secara
sederhana ini berarti bahwa jumlah sedimen yang diendapkan harus lebih banyak dibandingkan
dengan sedimen yang terkena dampak gelombang dan pasang surut. Dalam beberapa kasus,
pengendapan sedimen fluvial ini banyak berubah karena faktor diatas, sehingga banyak
ditemukan variasi karakteristik pengendapan sedimennya, meliputi distributary channels, river-
mouth bars, interdistributary bays, tidal flat, tidal ridges, beaches, eolian dunes, swamps, marshes
dan evavorites flats (Coleman, 1982).
Ketika sebuah sungai memasuki laut dan terjadi penurunan kecepatan secara drastis, yang
diakibatkan bertemunya arus sungai dengan gelombang, maka endapan-endapan yang
dibawanya akan terendapkan secara cepat dan terbentuklah sebuah delta.

Deposit (endapan) pada delta purba telah diteliti dalam urutan umur stratigrafi, dan sedimen yang
ada di delta sangat penting dalam pencarian minyak, gas, batubara dan uranium. Delta - delta
modern saat ini berada pada semua kontinen kecuali Antartica. Bentuk delta yang besar
diakibatkan oleh sistem drainase yang aktif dengan kandungan sedimen yang tinggi.

Klasifikasi dan pengendapan delta


Berdasarkan sumber endapannya, secara mendasar delta dapat dibedakan menjadi dua jenis
(Nemec, 1990 dalam Boggs, 1995), yaitu:
1. Non Alluvial Delta
a. Pyroklastik delta
b. Lava delta
2. Alluvial Delta
a. River Delta
Pembentukannya dari deposit sungai tunggal.
b. Braidplain Delta
Pembentukannya dari sistem deposit aliran “teranyam”
c. Alluvial fan Delta
Pembentukannya pada lereng yang curam dikaki gunung yang luas yang dibawa air.
d. Scree-apron deltas
Terbentuk ketika endapan scree memasuki air.

Pada tahun 1975, M.O Hayes (Allen & Coadou, 1982) mengemukakan sebuah konsep tentang
klasifikasi coastal yang didasarkan pada hubungan antara kisaran pasang surut (mikrotidal,
mesotidal dan makrotidal) dan proses sedimentologi. Pada tahun 1975, Galloway (Allen &
Coadou, 1982) menggunakan konsep in dalam penerapannya terhadap aluvial delta, sehingga
disimpulkan klasifikasi delta berdasarkan pada delta front regime dibagi menjadi tiga , yaitu :
1. Fluvial-dominated Delta
2. Tide-dominated Delta
3. Wave-dominated Delta

Fisiografi Delta
Berdasarkan fisiografinya, delta dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian utama , yaitu :
1. Delta plain
2. Front Delta
3. Prodelta
Gambar : Fisografi Delta dan Litologi

Gambar : Gambar : Fisografi Delta dan Litologi


Delta plain
Delta plain merupakan bagian kearah darat dari suatu delta. Umumnya terdiri dari endapan marsh
dan rawa yang berbutir halus seperti serpih dan bahan-bahan organik (batubara). Delta plain
merupakan bagian dari delta yang karakteristik lingkungannya didominasi oleh proses fluvial dan
tidal. Pada delta plain sangat jarang ditemukan adanya aktivitas dari gelombang yang sangat
besar. Daerah delta plain ini ditoreh (incised) oleh fluvial distributaries dengan kedalaman
berkisar dari 5 – 30 m. Pada distributaries channel ini sering terendapkan endapan batupasir
channel-fill yang sangat baik untuk reservoir (Allen & Coadou, 1982).

Delta front
Delta front merupakan daerah dimana endapan sedimen dari sungai bergerak memasuki
cekungan dan berasosiasi/berinteraksi dengan proses cekungan (basinal). Akibat adanya
perubahan pada kondisi hidrolik, maka sedimen dari sungai akan memasuki cekungan dan terjadi
penurunan kecepatan secara tiba-tiba yang menyebabkan diendapkannya material-material dari
sungai tersebut. Kemudian material-material tersebut akan didistribusikan dan dipengaruhi oleh
proses basinal. Umumnya pasir yang diendapkan pada daerah ini terendapkan pada distributary
inlet sebagai bar. Konfigurasi dan karakteristik dari bar ini umumnya sangat cocok sebagai
reservoir, didukung dengan aktivitas laut yang mempengaruhinya (Allen & Coadou, 1982).

Prodelta
Prodelta adalah bagian delta yang paling menjauh kearah laut atau sering disebut pula sebagai
delta front slope. Endapan prodelta biasanya dicirikan dengan endapan berbutir halus seperti
lempung dan lanau. Pada daerah ini sering ditemukan zona lumpur (mud zone) tanpa kehadiran
pasir. Batupasir umumnya terendapkan pada delta front khususnya pada daerah distributary inlet,
sehingga pada daerah prodelta hanya diendapkan suspensi halus. Endapan-endapan prodelta
merupakan transisi kepada shelf-mud deposite. Endapan prodelta umumnya sulit dibedakan
dengan shelf-mud deposite. Keduanya hanya dapat dibedakan ketika adanya suatu data runtutan
vertikal dan horisontal yang baik (Reineck & Singh, 1980).

ESTUARIN
Beberapa ahli geologi mengemukakan beberapa pengertian yang bermacam-macam tentang
estuarin. Pritchard, 1967 (Reineck & Singh, 1980) mengemukakan bahwa estuarin adalah “a
semi-enclosed coastal body of water which has a free connection with the open sea and within
which sea water is measurably diluted with fresh water derived from land drainage”. Ada dua
faktor penting yang mengontrol aktivitas di estuarin, yaitu volume air pada saat pasang surut dan
volume air tawar (fresh water) serta bentuk estuarin. Endapan sedimen pada lingkungan estuarin
dibawa dua aktivitas, yaitu oleh arus sungai dan dari laut terbuka. Transpor sedimen dari laut
lepas akan sangat tergantung dari rasio besaran tidal dan disharge sungai. Estuarin
diklasifikasikan menjadi tiga daerah yaitu :
1. Marine atau lower estuarin, yaitu estuarine yang secara bebas berhubungan dengan laut
bebas, sehingga karakteristik air laut sangat terasa pada daerah ini.
2. Middle estuarin, yaitu daerah dimana terjadi percampuran antara fresh water dan air asin
secara seimbang.
3. Fluvial atau upper estuarin, yaitu daerah estuarin dimana fresh water lebih mendominasi, tetapi
tidal masih masih berpengaruh (harian)
Marine atau lower estuarin adalah estuarine yang secara bebas berhubungan dengan laut bebas,
sehingga karakteristik air laut sangat terasa pada daerah ini. Daerah dimana terjadi percampuran
antara fresh water dan air asin secara seimbang disebut middle estuarin. Sedangkan fluvial atau
upper estuarin, yaitu daerah estuarin dimana fresh water lebih mendominasi, tetapi tidal masih
masih berpengaruh (harian). Friendman & Sanders (1978) dalam Reineck & Singh
mengungkapkan bahwa pada fluvial estuarin konsentrasi suspensi yang terendapkan lebih kecil
(<160mg/l) dibanding pada sungai yang membentuk delta. Gambar VII.31 Skema system
lingkungan pengendapan estuarin yang sangat dipengaruhi gelombang (Dalrymple, 1992)
Berdasarkan aktivitas dari tidal yang mempengaruhinya, estuarin dapat diklasifikasikan menjadi
tiga (Hayes, 1976 dalam Reading, 1978), yaitu :
1. Mikrotidal estuarin
2. Mesotidal estuarin
3. Makrotidal estuarin
Pada mikrotidal estuarin, perkembangan daerahnya sering ditandai dengan kemampuan
disharge dari sungai untuk menahan arus tidal yang masuk ke dalam sungai, meskipun kadang-
kadang pada saat disharge sungai sangat kecil, arus tidal dapat masuk sampai ke sungai. Pada
mesotidal estuarin, efektivitas dari tidal lebih efektif dibanding pada mikrotidal, khususnya ini
terjadi pada sungai bagian bawah. Pada makrotidal estuarin sering ditemukan funnel shaped dan
linier tidal sand ridges. Arus tidal sangat efektif dalam sirkulasi daerah ini, serta endapan suspensi
umumnya diendapkan pada dataran (flats) intertidal pada daerah batas estuarin (Reading, 1978).
Endapan pada daerah estuarin umumnya aggradational dengan alas biasanya berupa lapisan
erosional hasil scour pada mulut sungai. Hal ini berbeda dengan endapan delta yang umumnya
progadational yang sering menunjukan urutan mengkasar keatas. Pada daerah estuarin yang
sangat dipengaruhi oleh tidal, endapannya akan sangat sulit dibedakan dengan daerah
lingkungan pengendapan tidal, untuk membedakannya harus didapat informasi dan runtunan
endapan secara lengkap (Nichols, 1999).

TIDAL FLAT
Tidal flat merupakan lingkungan yang terbentuk pada energi gelombang laut yang rendah dan
umumnya terjadi pada daerah dengan daerah pantai mesotidal dan makrotidal. Pasang surut
dengan amplitudo yang besar umumnya terjadi pada pantai dengan permukaan air yang sangat
besar/luas. Danau dan cekungan laut kecil yang terpisah dari laut terbuka biasanya hanya
mengalami efek yang kecil dari pasang surut ini, seperti pada laut mediterania yang ketinggian
pasang surutnya hanya berkisar dari 10 – 20 cm. Luas dari daerah tidal flat ini berkisar antara
beberapa kilometer sampai 25 km (Boggs, 1995). Berdasarkan pada elevasinya terhadap tinggi
rendahnya pasang surut, lingkungan tidal flat dapat dibagi menjadi tiga zona, yaitu subtidal,
intertidal dan supratidal . Pembagian serta hubungan antara zona-zona pada lingkungan tidal flat
(Boggs, 1995) Zona subtidal meliputi daerah dibawah rata-rata level pasang surut yang rendah
dan biasanya selalu digenangi air secara terus menerus. Zona ini sangat dipengaruhi oleh tidal
channel dan pengaruh gelombang laut, sehingga pada daerah ini sering diendapkan bedload
dengan ukuran pasir (sand flat). Pada zona ini sering terbentuk subtidal bar dan shoal.
Pengendapan pada daerah subtidal utamanya terjadi oleh akresi lateral dari sedimen pasiran
pada tidal channel dan bar. Migrasi pada tidal channel ini sama dengan yang terjadi pada
lingkungan sungai meandering. Zona intertidal meliputi daerah dengan level pasang surut rendah
sampai tinggi. Endapannya dapat tersingkap antara satu atau dua kali dalam sehari, tergantung
dari kondisi pasang surut dan angin lokal. Pada daerah ini biasanya tidak tumbuh vegetasi yang
baik, karena adanya aktifitas air laut yang cukup sering (Boggs, 1995). Karena intertidal
merupakan daerah perbatasan antara pasang surut yang tinggi dan rendah, sehinnga merupakan
daerah pencampuran antara akresi lateral dan pengendapan suspensi, maka daerah ini
umumnya tersusun oleh endapan yang berkisar dari lumpur pada daerah batas pasang surut
tinggi sampai pasir pada batas pasang surut rendah (mix flat). Pada daerah dengan pasang surut
lemah disertai adanya aktivitas ombak pada endapan pasir intertidal dapat menyebabkan
terbentuknya asimetri dan simetri ripples. Facies intertidal didominasi oleh perselingan lempung,
lanau dan pasir yang memperlihatkan struktur flaser, wavy dan lapisan lentikular. Facies seperti
ini menunjukan adanya fluktuasi yang konstan dengan kondisi energi yang rendah (Reading,
1978) Zona supratidal berada diatas rata-rata level pasang surut yang tinggi. Karena letaknya
yang lebih dominan ke arah darat, zona ini sangat dipengaruhi oleh iklim. Pada daerah sedang,
daerah ini kadang-kadang ditutupi oleh endapan marsh garam , dengan perselingan antara
lempung dan lanau (mud flat) serta sering terkena bioturbasi (skolithtos). Pada daerah beriklim
kering sering terbentuk endapan evaporit flat. Daerah ini umumnya ditoreh oleh tidal channel
(incised tidal channel) yang membawa endapan bedload di sepanjang alur sungainya.
Pengendapan pada tidal channel umumnya sangat dipengaruhi oleh arus tidal sendiri, sedangkan
pada daerah datar di sekitarnya (tidal flat), pengendapannya akan dipengaruhi pula oleh aktivitas
dari gelombang yang diakibatkan oleh air ataupun angin. Suksesi endapan pada lingkungan tidal
flat umumnya memperlihatkan sistem progadasi dengan penghalusan ke atas sebagai refleksi
dari batupasir pada pasang surut rendah (subtidal) ke lumpur pada pasang surut tinggi (supratidal
dan intertidal bagian atas). Blok diagram silisiklastik pada lingkungan tidal flat (Dalrymple, 1992
dalam Walker & James, 1992)

Gambar : Model Tidal Flat, Tucker


Gambar : Model Lain Dari Tidal Flat
NERITIK (Shelf Environment)
Daerah shelf merupakan daerah lingkungan pengendapan yang berada diantara daerah laut
dangkal sampai batas shelf break . Heckel (1967) dalam Boggs (1995) membagi lingkungan shelf
ini menjadi dua jenis, perikontinental (marginal) dan epikontinental (epeiric).
Perikontinental shelf adalah lingkungan laut dangkal yang terutama menempati daerah di sekitar
batas kontinen (transitional crust) shelf dengan laut dalam. Perikontinental seringkali kehilangan
sebagian besar dari endapan sedimennya (pasir dan material berbutir halus lainnya), karena
endapan-endapan tersebut bergerak memasuki laut dalam dengan proses arus traksi dan
pergerakan graviti (gravity mass movement). Karena keberadaannya di daerah kerak transisi
(transitional crust), perikontinental juga sering menunjukan penurunan (subsidence) yang besar,
khususnya pada tahap awal pembentukan cekungan, yang dapat mengakibatkan terbentuknya
endapan yan tebal pada daerah ini (Einsele, 1992). Sedangkan epikontinental adalah lingkungan
laut yang berada pada daerah kontinen (daratan) dengan sisi-sisinya dibatasi oleh beberapa
daratan. Daerah ini biasanya dibentuk jauh dari pusat badai (storm) dan arus laut, sehingga
seringkali terproteksi dengan baik dari kedua pengaruh tersebut. Jika sebagian dari daerah
epeiric ini tertutup, maka ini akan semakin tidak dipengaruhi oleh gelombang dan arus tidal.
Skema penampang lingkungan pengendapan laut (Boggs, 1995) Ada enam faktor yang
mempengaruhi proses sedimentasi pada lingkungan shelf (Reading, 1978), yaitu : 1. kecepatan
dan tipe suplai sedimen 2. tipe dan intensitas dari hidrolika regime shelf 3. fluktuasi muka air laut
4. iklim 5. interaksi binatang – sedimen 6. faktor kimia Pasir shelf modern sebagian besar (70%)
adalah berupa relict sedimen, meskipun kadang-kadang daerah shelf ini menerima secara
langsung suplai pasir dari luar daerah, seperti dari mulut sungai pada saat banjir dan dari pantai
pada saat badai (Drake et al, 1972 dalam Reading, 1978). Endapan sedimen pada lingkungan
shelf modern umumnya sangat didominasi oleh lumpur dan pasir, meskipun kadang-kadang
dijumpai bongkah-bongkah relict pada beberapa daerah. Ada empat tipe arus (current) yang
mempengaruhi proses sedimentasi pada daerah shelf (Swift et al, 1971 dalam Boggs, 1995),
yaitu :
1. Arus tidal
2. Arus karena badai (storm)
3. Pengaruh gangguan arus lautan
4. Arus density
Sehingga berdasarkan pada proses yang mendominasinya, lingkungan shelf ini secara dibagi
menjadi dua tipe (Nichols, 1999), yaitu shelf didominasi tidal (tide dominated shelves) dan shelf
didominasi badai (storm dominated shelves). Pada lingkungan shelf modern pada umumnya tidak
ada yang didominasi oleh pengaruh arus density.
Shelf yang didominasi oleh arus tidal ditandai dengan kehadiran tidal dengan kecepatan berkisar
dari 50 sampai 150 cm/det (Boggs, 1995). Sedangkan Reading (1978) mengungkapkan bahwa
beberapa shelf modern mempunyai ketinggian tidal antara 3 – 4m dengan maksimum kecepatan
permukaan arusnya antara 60 sampai >100 cm/det. Endapan yang khas yang dihasilkan pada
daerah dominasi pasang surut ini adalah endapan-endapan reworking in situ berupa linear ridge
batupasir (sand ribbons), sand waves (dunes), sand patches dan mud zones. Orientasi dari sand
ridges tersebut umumnya paralel dengan arah arus tidal dengan kemiringan pada daerah muka
sekitar 50. Umumnya batupasir pada shelf tide ini ditandai dengan kehadiran cross bedding baik
berupa small-scale cross bedding ataupun ripple cross bedding.

Shelf yang didominasi storm dicirikan dengan kecepatan tidal yang rendah (<25 m/det). Pada
daerah ini biasanya sangat sedikit terjadi pengendapan sedimen berbutir kasar, kecuali pada saat
terjadi badai yang intensif. Kondisi storm dapat mempengaruhi sedimentasi pada kedalaman 20
– 50 m. pada saat terjadi badai, daerah shelf ini menjadi area pengendapan lumpur dari suspensi.
Material klastik berbutir halus dibawa menuju daerah ini dari mulut sungai dalam kondisi suspensi
oleh geostrphik dan arus yang disebabkan angin (Nichols, 1999). Storm juga dapat
mengakibatkan perubahan (rework) pada dasar endapan sedimen yang telah diendapkan terlebih
dahulu. Pada suksesi daerah laut dangkal dengan pengaruh storm akan dicirikan dengan
simetrikal (wave) laminasi bergelombang (ripple), hummocky dan stratifikasi horisontal yang
kadang-kadang tidak jelas terlihat karena prose bioturbasi.

8 Oceanic (Deep-water Environment)


Sekitar 70% daerah bumi ini merupakan daerah cekungan laut dengan alas kerak samudra tipe
basaltis. Daerah cekungan laut dalam merupakan daerah yang pada bagian atanya dibatasi oleh
lingkungan shelf pada zona break, secara topografi ditandai dengan kemiringan yang curam
(lebih besar) dibandingkan dengan shelf. Berdasarkan dari fisiografinya, lingkungan laut dalam
ini dibagi menjadi tiga daerah yaitu,
1. continental slope,
2. continental rise dan
3. cekungan laut dalam .

Prinsip elemen dari Kontinental margin (Drake, C.L dan Burk, 1974 dalam Boggs, 1995) Lereng
benua (continental slope) dan continental rise merupakan perpanjangan dari shelf break.
Kedalaman lereng benua bermula dari shelf break dengan kedalaman rata-rata 130 m sampai
dengan 1500-4000 m. Kemiringan pada lereng benua ini sekitar 40, walaupun ada variasi pada
lingkungan delta (20) dan pada lingkungan koral (450) (Boggs, 1995). Sedangkan kemiringan
pada continental rise biasanya lebih kecil dibandingkan kemiringan pada lereng benua. Karena
lerengnya yang cukup curam dibandingkan paparan, pada lereng benua ini sering merupakan
daerah dari pergerakan arus turbidit. Continental rise biasanya tidak akan ada pada daerah
convergen atau aktif margin dimana subduksi berlangsung. Morfologi pada lereng benua ini
sering menunjukan bentuk cembung, kecuali pada daerah-daerah yang yang mempunyai stuktur
sangat aktif. Volume endapan sedimen yang dapat mencapai lereng benua dan continental rise
ini akan sangat bergantung pada lebarnya shelf dan jumlah sedimen yang ada. Continental rise
dan cekungan laut dalam membentuk sekitar 80% dari total dasar laut. Bagian lebih dalam dari
continental slope dibagi menjadi dua fisiografi, yaitu :
1. Lantai Samudra (ocean floor), yang dikarakteristikan dengan kehadiran dataran abisal,
perbukitan abisal (< 1 km) dan gunungapi laut (> 1 km)
2. Oceanic Ridges
Dataran abisal merupakan daerah yang relatif sangat datar, kadang-kadang menjadi sedikit
bergelombang karena adanya seamount. Beberapa dataran abisal juga kadang-kadang
terpotong oleh channel-channel laut dalam. Pada pusat cekungan laut dalam biasanya
terendapkan sedimen dari material pelagik. Mid-oceanic ridges memanjang sejauh 60.000 km
dan menutupi sekitar 30 – 35% dari luas lautan.

Transport Laut Dalam


Aliran turbidit merupakan salah satu jenis aliran yang sangat banyak dilakukan kajian oleh para
peneliti. Aliran turbidit pada prinsipnya dapat terjadi pada berbagai macam lingkungan
pengendapan, tetapi aliran turbidit lebih sering ditemukan pada lingkungan laut dalam. Pada
lingkungan laut dalam sebenarnya terdapat beberapa proses transpor yang dapat terjadi (Boggs,
1995), yaitu :
1. Transport suspensi dekat permukaan oleh air dan angin
2. Transport nepheloid-layer
3. Transport arus tidal pada submarine canyon
4. Aliran sedimen gravitasi
5. Transpor oleh arus geostrophic contour
6. Transport oleh floating ice
Transport oleh aliran gravitasi adalah transpor yang mendominasi dan banyak dijadikan kajian
sejak beberapa tahun kebelakang. Sedimen dengan aliran gravitasi merupakan material-material
yang bergerak di bawah pengaruh gravitasi. Aliran gravitasi ini secara prinsip terbagi menjadi
empat tipe dengan karakteristik endapannya masing-masing.Keempat tipe tersebut adalah :
1. Aliran arus turbidit
2. Aliran sedimen liquefied
3. Aliran butiran (Grain Flow)
4. Aliran Debris (Debris Flow)
Kuenen dan Migliori (1950) dalam Allen (1978) memvisualisasikan aliran turbidit sebagai aliran
suspensi pasir dan lumpur dengan densitas yang tinggi serta gravitasi mencapai 1,5 – 2,0. Ketika
aliran melambat dan cairan turbulence berkurang, maka aliran turbidit akan kelebihan beban, dan
diendapkanlah butiran-butiran kasar. Beberapa percobaan menunjukan bahwa aliran turbidit
secara umum terbagi menjadi empat bagian, yaitu kepala, leher, tubuh dan ekor. Pengendapan
dengan aliran turbidit merupakan suatu proses yang sangat cepat, sehingga tidak terjadi
pemilahan dari butiran secara baik, kecuali pada grading yang normal pada sekuen Bouma
(Nichols, 1999). Pasir yang terendapkan oleh aliran turbidit umumnya lebih banyak berukuran
lempung, mereka sering diklasifikasikan sebagai wackes dalam klasifikasi Pettijohn.

Kipas Laut Dalam


Ngarai (canyons) pada shelf merupakan tempat masuknya aliran air dan sedimen ke dalam laut
dalam (Gambar VII. 37). Hal ini dapat dianalogikan dengan pembentukan alluvial fan. Pada
setting laut dalam, morfologi kipas juga dapat terbentuk, menyebar dari ngarai-ngarai dan
membentuk menyerupai kerucut (cone) pada lantai samudera. Morfologi tersebut terkenal
dengan sebutan kipas bawah laut (submarine fans). Ukuran dari kipas bawah laut ini sangat
bervariasi, terbentang mulai dari beberapa kilometer sampai 2000 km (Stow, 1985).

Proses sedimentasi yang terjadi pada kipas bawah laut ini umumnya didominasi oleh sistem
aliran turbidit yang membawa material-material dari shelf melalui ngarai-ngarai. Proses
sedimentasi ini membentuk trend yang sangat umum, dimana material yang kasar akan
terendapkan dekat dengan sumber dan material yang halus akan terendapkan pada bagian distal
dari kipas. Kipas bawah laut modern dan turbidit purba terbagi ke dalam tiga bagian, proximal
(upper fan), medial (mid fan) dan distal (lower fan).

Upper fan berada pada kedalaman beberapa meter sampai puluhan meter dengan lebar bisa
mencapai ratusan meter. Kecepatan aliran yang sangat cepat pada daerah ini menyebabkan
endapan yang terbentuk berupa endapan tipis, tanpa struktur sedimen atau perlapisan batuan
yang kasar (Nichols, 1999). Jika didasarkan pada sekuen endapan turbidit dari Bouma, maka
pada daerah ini banyak ditemukan endapan dengan tipe sekuen “a”, sedangkan pada overbank
upper fan dan channel sering ditemukan sekuen Bouma bagian atas (Tcde atau Tde). Pada
daerah mid fan, aliran turbidit menyebar dari bgian atas kipas (upper fan). Pada daerah ini
endapan turbidit membentuk lobe (cuping) yang menutupi hampir seluruh daerah ini. Unit
stratigrafi yang terbentuk pada mid fan lobe ini, idealnya berupa sekuen mengkasar ke atas
(coarsening-up) serta adanya unit-unit channel. Pada mid fan lobe ini sering ditemukan sekuen
boma secara lengkap “ Ta-e dan Tb-e”. Kadang-kadang aliran turbidit yang mengalir dari upper
fan dan melintasi mid fan dapat pula mencapai daerah lower fan. Daerah lower fan merupakan
daerah terluar dari kipas bawah laut, dimana material yang diendapkan pada daerah ini umumnya
berupa pasir halus, lanau dan lempung. Lapisan tipis dari aliran turbidit ini akan membentuk divisi
Tcde dan Tde. Hemipelagic sedimen akan bertambah pada daerah ini seiring dengan
menurunnya proporsi endapan turbidit (Nichols, 1999).

SEDIMENTASI ANGIN
Di samping air, angin merupakan salah satu energi yang dapat mengikis dan mengangkut bahan-
bahan untuk diendapkan, khususnya pada daerah yang mempunyai iklim kering dan semi kering.
Angin terjadi karena perbedaan temperatur antara dua daerah yang berbeda di muka bumi akibat
ketidakseragaman pemanasan kedua tempat oleh sinar matahari yang menimbulkan beda
tekanan. Kekuatan angin ditentukan oleh besarnya beda tekanan pada kedua tempat dan jarak
antara kedua tempat tersebut (Sukendar Asikin, 1978). Kekuatan angin akan bertambah dengan
bertambahnya jarak. Gerakannya akan laminer jika perlahan dan turbulen bila cepat. Endapan
sedimen yang berasal dari proses pengendapan oleh angin disebut endapan eolian.

PENGENDAPAN ANGIN
Menurut Allen (1970), endapan oleh angin (eolian) dapat terjadi pada :
a. Daerah gurun, dimana iklimnya tropis, subtropis dan lintang tengah.
b. Daerah disekitar, outwash plain pada endapan glasial dan tudung es pada daerah lintang
tinggi.
c. Di daerah pantai, di puncak pulau penghalang (barrier island) atau di muka pantai terbuka
dalam berbagai iklim.
Gurun terjadi pada lintang tengah dan rendah yang berhubungan dengan daerah yang tertutup
dengan curah hujan dari 30 cm. Daerahnya kira-kira 20 % - 25% dari total daratan sekarang
(Boggs, 1995). Gurun modern yang terbesar dengan panjang 12.000 km dan lebar 3.000 km
terletak antara Afrika Utara dan Asia Tengah. Dengan gurun lain yang luas adalah Australia
Tengah, berukuran 1500 - 3000 km. Gurun yang berukuran kecil berada di Afrika baratdaya, Chili
- Peru dan Patagonia, dan di baratnya Afrika Utara.
Pelapukan di gurun terjadi secara mekanis dan kimiawi. Pelapukan mekanis tergantung pada
perubahan gradien temperatur oleh pemanasan pada siang hari dan pendinginan pada malam
hari. Perbedaan temperatur permukaan batuan pada waktu siang dan malam dapat mencapai
50° C. Pada kondisi seperti ini batuan secara perlahan akan rekah dan pecah. Butiran tersebut
akan terbawa oleh angin dan diendapkan sebagai bukit pasir.

Bukit pasir dapat pula terbentuk di muka pantai. Meskipun demikian hanya terjadi pada pantai
pada daerah kering dimana vegetasi (tumbuhan) tidak ada. Angin kering yang kuat dengan arah
tegak lurus pantai secara aktif memindahkan pasir menjadi gundukan pasir. Hanya sedikit
gugusan bukit pasir di muka pantai yang terjadi pada daerah curah hujan rendah. Selain itu,
endapan angin dapat pula terjadi pada outwash plain dari arus air es glasial yang ditemukan pada
daerah lintang tinggi.
Allen (1970) menggambarkan bahwa angin mengangkut sedimen secara suspensi dan saltasi
atau merayap dipermukaan (surface creep).

Butiran yang halus (0 - 0,2 mm ) akan diangkat secara suspensi, yaitu sedimen dibawa oleh angin
tanpa terjadi kontak dengan lapisan. Angin bertiup melalui alluvium yang mengering dan
membawa butiran terbang di udara Lanau lempung adalah contoh batuan yang dapat diangkut
dengan cara suspensi. Bahan ini umumnya akan diangkut melalui jarak yang lebih jauh.
Cara kedua adalah saltasi dimana butiran dengan ukuran yang lebih besar (0,2 - 2 mm) akan
diangkut dengan cara menggelinding, bergeser dan bertumbukan. Bila angin bertiup di atas
permukaan pasri, maka kalau cukup kuat butiran pasir akan melaju melalui seretan lompatan
yang panjang. Jika mendarat mereka akan terpantul dan meloncat kembali ke udara dan akan
melontarkan butiran pasir lainnya. Batupasir sangat halus adalah yang pertama dapat
dipindahkan dengan saltasi.

Pengangkutan bahan yang berukuran pasir ini disebut sand storm. Pasir umumnya terdiri dari
mineral kwarsa yang membulat. Butiran demikian akan mampu melompat dengan mudah bila
terbentur dengan bahan yang keras seperti butiran pasir lainnya atau kerakal . Gambar 2
menunjukkan trajektori saltasi dari butiran batupasir, dimana butiran yang lebih kecil akan
mempunyai trajektori yang lebih panjang dari pada butiran yang benar.

Studi tentang kecepatan ambang yang dibutuhkan untuk memulai pergerakan butir menunjukkan
bahwa kecepatan ambang bertambah dengan bertambahnya ukuran butir. Butiran yang lebih
kecil akan mempunyai kecepatan awal yang lebih kecil dari pada butiran yang besar.
Proses pemindahan bahan-bahan oleh angin dapat terjadi dengan 2 cara, yaitu deflasi dan abrasi
(Sukendar Asikin, 1978).
 Deflasi adalah proses pemindahan bahan dengan cara menyapu bahan- bahan Yang ringan.
Proses ini menghasilkan relief di gurun-gurun pasir. Deflasi dapat pula menyebabkan lekukan
yang dalam hingga beberapa ratus meter di bawah permukaan laut. Kalau mencapai batas
permukaan air tanah, maka akan membentuk oase (mata air di gurun)

 Abrasi adalah pengikisan oleh angin yang menggunakan bahan yang diangkutnya sebagai
senjata. Daerahnya tidak luas. Contohnya adalah batuan bentuk jamur yang terjadi karena bahan
yang diangkut tidak merata. Dibagian bawah lebih banyak dan lebih kasar dibandingkan dengan
diatasnya.

3. Macam Endapan Oleh Angin

Bahan yang diangkut oleh angin akan menimbulkan tiga macam endapan yang sangat berbeda
(Boggs, 1995) yaitu :
• Endapan lanau (silt), kadang-kadang disebut loess yang berasal dari sumber yang cukup jauh.
• Endapan pasir yang terpilah sangat baik.
• Endapan lag (lag deposit), terdiri dari partikel berukuran gravel yang diangkut oleh angin dengan
kecepatan yang cukup besar.

Endapan gurun dapat dikelompokkan ke dalam 3 sublingkungan pengendapan utama yaitu bukti
pasir (sand dune), interdune dan sand sheet.

3.1 Bukit pasir (sand dune)

Lingkungan bukit pasir pada umumnya yang diangkut dan diendapkan adalah pasir yang
diakumulasi dalam berbagai bentuk dune . Sand dune (bukit pasir) dapat dibagi menjadi 4 tipe
morfologi utama (Selley, 1988), yaitu :

a. Barchan atau lunate dune, adalah bukit pasir yang paling indah. Bentuknya cembung terhadap
arah angin umum (utama dengan kedua titik ujungnya seperti tanduk, dimana pada kedua arah
tersebut kekuatan angin berkurang. Barchan mempunyai
muka gelincir yang curam pada sisi cekung. Barchan terjadi pada daerah yang terisola
(tertutup) atau disekitar sudut pantai. Pada permukaan yang turun biasanya ditutupi oleh lumpur
(mud) atau granula. Hal ini menunjukkan bahwa barchan/lunate dunate terbentuk terbentuk
dimana pengangkutan pasir lebih sedikit.

b. Tipe stellate, piramida atau Matterhorn. Terdiri dari rangkaian sinus, tajam, punggung pasir
yang tinggi, yang bergabung bersama-sama dalam satu puncak yang tinggi. Angin selalu meniup
bulu-bulu pasir di puncak peramida, membuat dune tampak seperti berasap. Stellate dune
kadang-kadang ratusan meter tingginya, terbentuk pada batas pasir laut dan jebel, menandakan
titik interferensi dari arus angin dengan topografi yang resistan.

c. Longitudinal atau Seif dune. Bentuknya panjang, tipis dengan batas punggung yang jelas. Dune
secara individu dapat mencapai 200 km panjangnya, kadang-kadang dapat konvergen pada
perbatasan seif dimana arah angin berkurang. Tingginya dapat mencapai 100 km dan batas dune
lebarnya sampai 1 atau 2 km, dengan daerah interdune yang datar, terdiri dari pasir atau gravel.

d. Tranversal dune, bentuknya kursus atau sinusoidal ramping dengan puncak tegak lurus arah
angin rata - rata. Muka gelincir yang curam terdapat pada arah angin yang berkurang. Transversal
dune jarang terjadi pada permukaan deflasi. Tranversal dune adalah tipe berkelompok, naik pada
bagian belakang dari dune berikutnya.
3.2 Interdune

Interdune adalah antara dua dune, dibatasi oleh bukit pasir atau sand sheet. Interdune dapat
terdeflasi (erosi) atau pengendapan. Sedikit sekali sedimen yang terakulasi pada interdune yang
terdeflasi. Daerah interdune dapat meliputi dua arah endapan angin dan sedimen diangkut dan
diendapkan oleh arus di daerah paparan.

3.3 Sand Sheet

Sand sheet adalah badan pasir yang berundulasi dari datar sampai tegas yang terdapat di sekitar
lapangan bukit pasir. Dicirikan oleh kemiringan yang rendah (00-200). Lingkungan sand sheet
berada di pinggiran bukit pasir.

4. Bentuk Perlapisan

Wilson (1991, 1992) dalam Walker (1992) menyatakan ada tiga skala utama bentuk perlapisan
pada endapan eolin yaitu ripple, dune dan draa. Ripple yang disebabkan oleh angin lebih datar
dari pada yang disebabkan oleh air dan biasanya mempunyai garis puncak yang lebih regular.
Bentuk perlapisan dune lebih besar dari pada ripple dan ketinggiannya bervariasi dari 0,1 sampai
100 meter. Bentuk perlapisan draa adalah perlapisan pasir yang besar antara 20 sampai 450
meter tingginya dan dicirikan oleh melampiskan keatas (superimpose) dari dune yang lebih kecil.
Tabel- 1 adalah klasifikasi perlapisan endapan eolian.

5. Tekstur

Tekstur meliputi bentuk, ukuran dan susunan butir. Batupasir eolian mempunyai 3 sublingkungan
pengendapan (Walker, 1992) yang membedakan 3 macam tekstur pada endapan eolian, yaitu :

• terpilah baik sampai dengan sangat baik pada batupasr halus yang terjadi pada sublingkungan
pantai.
• terpilah sedang sampai baik pada batupasir dune di darat yang berbutir baik.
• terpilah jelek pada batupasir interdune dan serir.

Bukit pasir bervariasi dalam ukuran butir dari 1,6 - 0,1 mm. Endapan bukit pasir umumnya terdiri
dari tekstur pasir yang terpilah baik dan kebundaran baik juga ;kaya akan kwarsa. Endapan bukit
pasir di pantai mungkin kaya akan mineral berat dan fragmen batuan yang tidak stabil. Bukit pasir
di pantai yang terjadi didaerah tropis banyak mengandung ooid, fragmen cangkang, atau butiran
karbonat lainnya. Bukit pasir yang terdapat di daerah gurun dapat mengandung gypsum seperti
White Sand, New Mexico

6. Struktur Sedimen

Pengangkutan dan pengendapan oleh angin membentuk tipe struktur sedimen ripple, dune dan
silang siur (cross-bed) seperti yang dihasilkan pada pengangkutan oleh air (Boggs, 1995).
Struktur sedimen yang terdapat pada bukit pasir adalah :
 kumpulan perlapisan silang (cross-strata) berukuran sedang sampai besar, yang cirinya
terdapat pada muka kemiringan arah sari angin bertiup pada sudut 300 - 340 .
 kumpulan perlapisan silang tabular-planar dalam arah vertikal yang terdapat pada bagian
bawah.
 bidang batas antara kumpulan individu dan perlapisan silang yang umumnya horinsontal atau
miring dengan sudut rendah.
-
Tipe geometri struktur bagian dalam barchan dapat dilihat pada gambar-4. Selain itu beberapa
jenis struktur sedimen internal pada skala kecil dapat pula berbentuk perarian lapisan datar (plane
-bed lamination), perarian bergelombang (rippleform lamination),ripple-foreset cross lamination,
climbing ripple, grainfall lamination dan sandflow cross -strata.

Pada bukit pasir yang kecil terdapat perarian silang siur tunggal (single cross lamination)
dan perlapisan silang siur yang tebal terdapat pada lapisan pasir yang cukup tebal. Struktur
sedimen yang besar tidak tampak pada inti pemboran, sehingga struktur sedimen seolah-olah
massive. Pengeboran melalui tranversal dan lunate dune mengungkapkan bahwa beberapa
kumpulan dari puncak bukit pasir dipisahkan oleh permukaan erosi dan lapisan datar.
Heterogenenitas perlapisan ini menggambarkan variasi yang tidak menentu dari morfologi bukit
pasir secara kasar. Perlapisan silang siur diendapkan saat migrasi angin rendah pada muka
gelincir dan unit perlapisan datar dan subhorisontal diendapkan pada sisi belakang dari bukit
pasir.

Endapan interdune dicirikan oleh perlapisan dengan sudut kemiringan yang rendah (< 100 )
karena interdune terbentuk oleh proses migrasi dari bukit pasir, banyak terdapat bioturbasi yang
merusak struktur perlapisan. Sedimen yang diendapkan pada interdune dapat mencakup dua
macam endapan yaitu subaquaeous dan subaerial, tergantung pada iklim dimana mereka
diendapkan, basah, kering atau daerah yang banyak terjadi penguapan.

Endapan pada interdune kering dibentuk oleh ripple karena proses pengangkutan oleh angin.
Endapannya relatif kasar, bimodal dan terpilah jelek dengan kemiringan yang tegas, lapisannya
membentuk perarian yang jelek. Endapannya banyak mengandung bioturbasi yang merupakan
hasil acak binatang maupun bekas tumbuhan.

Pada interdune yang terjadi di daerah basah dekat dengan danau, silt dan clay terperangkap oleh
badan yang semipermanen. Endapan ini dapat mengandung spesies organisme air tawar seperti
gastrododa, pelesipoda, diatome dan ostracoda (Boggs, 1995). Dapat pula terbentuk bioturbasi
seperti jejak kaki binatang.

Endapan sheet sand juga mengandung kemiringan yang tegas atau permukaan iregular dari erosi
beberapa meter panjangnya, terdapat jejak bioturbasi yang disebabkan oleh serangga atau
tumbuhan, struktur cut-and-fill pada skala kecil, kemiringan yang tegas, lapisan perarian yang
jelek sebagai hasil dari perbatasan pengendapan grainfall, diskontinu, lapisan tipis pasir kasar
yang interkalasi dengan pasir halus, dan kadang-kadang interkalasi dengan endapan eolian yang
mempunyai sudut besar Gb.5 menunjukkan distribusi dan hubungan stratigrafi dari sheet sand
dan endapan bukit pasir eolian.

7. Model Perlapisan dan Batas Permukaan

Hasil perlapisan dari migrasi bentuk lapisan sebagai pendakian/undakan pasir mempunyai sudut
dan arah yang berbeda-beda (Gb.II). Model perlapisan yang sederhana meliputi sistem bentuk
lapisan termigrasi dengan sederhana dan bentuk kumpulan arsitektur yang sederhana. Sebagai
contoh bukit pasir tranversal migrasi melewati gurun dari lapisan silang siur tabular (tabular cross-
bed) dipisahkan oleh permukaan bidang planar. Transversal dune migrasi melalui transversal
draa dari bentuk yang sederhana ke bentuk yang lebih kompleks, termasuk permukaan orde
kedua pada kemiringan arah angin berkurang. Meskipun demikian, bentuk lapisan dibangun oleh
perpindahan pasir dan juga disebabkan oleh keberadaan struktur perbahan angin meyebabkan
perubahan bentuk perlapisan yang ada dan perubahan bentuk lapisan juga berinteraksi dengan
angin untuk menghasilkan bermacam-macam bentuk keseimbangan.

GLASIAL
Pengertian tentang sistem pengendapan glasial dan macam - macam bentuknya penting dalam
aplikasi. Pertama, data kandungan endapan glasial dapat digunakan menyelesaikan masalah
tentang proses - proses geologi yang terjadi. Kedua, endapan glasial merupakan dasar untuk
mempelajari lingkungan geologi. Dengan adanya investigasi karakteristik teknik geologi,
pedoman hydrogeological, dan arus transportasi dalam sistem pengendapan glasial. Sistem
pengendapan glasial merupakan suatu pendorong dalam penyelidikan tentang sistem
pengendapan glasial ini juga merupakan pendorong untuk mempelajari / mengetahui tentang
letak dari pengendapan klastik dan karbonat dari suatu reservoar hidrokarbon pada tahun 1950 -
an

Setelah mempelajari aspek - aspek dari glasial dan hubungannya satu sama lain, kemudian
diaplikasikan kedalam ilmu geologi ekonomi atau hasil penyelidikan geologi yang bernilai
ekonomi. Selain itu diketahui pula bahwa dalam sistem pengendapan glasial juga membawa serta
endapan -endapan mineral dan bermacam - macam batuan yang dibungkus oleh es. (Placer ;
Eyles, 1990), dan sistem pengendapan glasial digunakan juga dalam penyelidikan untuk endapan
mineral yang terdapat pada pelindung / pembungkusnya sendiri. (drift prospecting ; Dilabio and
Coker, 1989). Dimana diketahui pula bahwa lapisan batu dari glasial mempunyai kebiasaan
digunakan dalam geologi minyak, tetapi kandungan dari Paleozoic glasial lebih penting / berarti
digunakan dalam penyelidikan minyak dan gas, seperti : Australia, Argentina, Brasil, Bolivia,
Saudi Arabia, Yordan dan Oman. (Levll et al, 1988; Franca and Potter, 1991). Banyak orang
berpikiran bahwa fasies dari pengendapan glasial masih karakteristik yang unik. Ini disebabkan
oleh campuran yang tidak tersotir dengan baik, semua ukuran ada, mulai dari bongkah - bongkah
/ batu - batu besar sampai kelempung, Kadang - kadang endapannya tepat pada glasier dan
lapisan - lapisan esnya. Bagaimana sedimen yang mempunyai penampilan singkapan sama
dapat memberikan sebuah endapan luas baik itu lingkungan glasial dan nonglasial “Term
diamitct” akan digunakan untuk sebuah deskripsi, masa nongenetic betul - betul dari fasies yang
sortirannya kurang baik tanpa memperhatikan asal mulanya. Hanya dengan diamict dapat
diketahui endapan yang langsung pada “ice glasier” dapat diidentifikasi dengan baik. Suatu
permasalahan pokok dalam mempelajari stratigrafinya adalah untuk menentukan apakah fasies
diamict spesifik sumbernya dari glasial atau nonglasial. Banyak contoh dalam literatur dimana
sedimen itu mula - mula terjadi dan dapat ditunjukkan berasal dari sumber nonglasial. Diamict
hanya tipe fasies dalam keadaan biasa dan produksinya dari lingkungan pengendapan dalam
sebuah luas daerah tertentu dan juga pengaruh iklim. Dalam keadaan biasa tidak mungkin kita
berkesimpulan bahwa sumber sebuah diamict berasal dari sebuah singkapan tunggal dan kecil.
Yang penting selalu diperhatikan adalah hubungan antara facies dalam stratigrafi.

Agar dapat memperkirakan tanda - tanda untuk lingkungan pengendapan digunakan refensi
asosiasi fasies. Dengan pendekatan yang dasar dapat ditarik kesimpulan bahwa itu adalah
produksi facies diamict, sebagai contoh, aliran sedimen oleh gaya berat, yang cenderung
faciesnya dipengaruhi oleh arus turbidit. Dimana asosiasi fasies ini berubah - rubah pada
lingkungan pengendapan yang berbeda, dalam model 3 dimensi dapat memperlihatkan endapan
dengan jelas. Untuk interprestasi yang baik memerlukan profil defosit vertikal secara terinci,
bersama - sama dengan informasi variasi lateral dan geometri deposit diluar singkapan lokal.
Umumnya. Asosiasi glasial fasies beserta lingkungan pengendapannya terjadi khususnya pada
sungai, danau, darat yang berbatu dan pada kemiringan. Dalam kebanyakan kasus glasier yang
mempunyai volume besar diberikan oleh lingkungan pengendapan dilaut atau lacustrine basin,
dimana sedimen glasial primer lebih banyak bekerja dibandingkan proses sedimen nonglasial
yang berbeda dan pengaruh lingkungan glasial dapat diidentifikasi dan juga asosiasi - asosiasi
fasiesnya. Sistem pengendapan glasial dapat terlihat dengan jelas pada geometri 3 dimensi,
dimana proses hubungan fasiesnya mencatat bahwa elemen paleogemorphic basin yang
terbesar. Berdasarkan pemisahan dan krnologis lingkage, sistem pengendapan ini diidentifikasi
menjadi dua bagian yaitu glacioterrestrial dan glaciomarine

Sistem Glacioterestrial Tract.

Lingkungan pengendapan glacioterestrial dapat dibedakan atas 4 jenis yaitu :

1. Subglacial
2. Supraglacial
3. Glaciolacustrine
4. Glaciofluvial

Substrate relief dan lingkungan tektonik adalah berperan sebagai dasar dalam pengendapan
glacialteretrial ini. Menurut hasil penyelidikan bahwa pertumbuhan lembar - lembar es dibumi ini
dalam jumlah yang besar, tetapi kurang yang mengandung endapan - endapan. Glacial itu aktif
pada basin akibat tektonik. Dalam jumlah yang besar ternyata glacial besar dari sedimen ocean
basin. Iklim juga mempengaruhi endapan glacial terrestrial ditepi es.

Posisi Glacioteretrial Pada Low - Relief.

Glasil low - relief ini ditunjukkan dengan baik dengan adanya distribusi glasial deposit pleistocene
seperti yang terjadi di Amerika bagian utara. (gambar 2,3) Beberapa sistem pengendapan pada
low - relief yang dapat terjadi dapat dilihat pada gambar 1.

1. Sistem Pengendapan Subglacial

Kondisi / keadaan didasar lembaran - lembaran es yang besar akanberubah luasnya yang
diakibatkan oleh perbedaan temperatur es dan kecepatannya. Untuk es yang dasarnya basah
dimana kondisi tertutup oleh tekanan titik lebur es, es tersebut meluncur serta berakhir pada
substrate. (gambar 4a,b). Sedangkan dalam kondisi dasar yang kering es tetap pada lapisan
Frozen dan kebanyakan berpindah / bergeraknya juga menyebabkan perubahan bentuk pada
bagian dalamnya. Sedangkan deposit fasies subglasial diamict pada prinsipnya terjadi/terdapat
dibawah bagian dasar es yang basah. (gambar 4c,d). Runtuhan Englacial didalam transportasi
sebuah lapisan basal tipis (1m) itu terdiri dari lapisan - lapisan es yang tidak rata. Abrasi yang
kuat itu terjadi diantara kedua partikel dalam lapisan dasar, dan diantara partikel dengan
substrate. Runtuhan itu saling bertubrukan dengan lapisan, dapat membentuk subtratelagi
sebagai akibat dari tekanan cairan dan yang dikeluarkan dari es. Sedangkan ciri dari “Glacially -
shaped Clasts” dapat dilihat pada gambar 5. Kelanjutan dari produksi lodgement membuat
lapisan lentircular menjadi tebal. (gambar 6,7,8). Pada yang poros yang panjang “Clast”
mempunyai penjajaran pararel yang lebih kuatyang ditimbulkan oleh aliran es. Pengukuran poros
yang panjang berorientasi dengan sedikit clasts memberikan sebuah indikasi aliran es lansung
yang cepat. Letak dari “lodgement till” ditentukan oleh lokal dan regional unconformity dan
cenderung mempunyai geometri regional “ sheet - like” (gambar 6,7). Dimana ketebalan totalnya
tidak melebihi dari 50 meter Unit “lentircular till” yang kuat terjadi didalam bentuk “sheet - like”.
Hubunganya merupakan potongan menyilang dan tumpang tindih sebagi akibat dari erosi pada
substrate dalam merespon perubahan kecepatan gerak dari es. Perubahan aliran lengsung dari
es dan runtuhan dari litologi yang berbeda hasilnya dapat dilihat sebagai suatu tumpukan dari
beberapa “lodgement till” yang berlapis keatas selama sebuah glaciation tunggal. (gambar 6).
Setiap unit till mengandung clasts dan matrix dari perbedaan sumber lapisan batuan (bedrock).
Penekanan ini dibutuhkan untuk ketelitian dalam interprestasi maju/ mundurnya siklus dari
“multiple - till” stratigrafi. Adanya tanah bercampur batu kerikil pada chanel sebagai hasil dari
sungai - sungai kecil yang kering, juga kumpulan dari komponen-komponen dari stratigrafi
subglasial (gambar 6) Chanel mempunyai sebuah planah pada permukaan bagian atas yang
memotong diamict, dimana berorientasi pada aliran es langsung yang subparalel dan hubungan
genetik dengan “ekers ridges” (gambar 6). Oleh karena itu kehadiran fasies glaciofluvial didalam
lingkungan “lodgement - till” tidak terlalu penting sebagai petunjuk mundurnya glacier.

2. Sistem Pengendapan Supraglasial

Bagian luar dari tepi lembaran - lembaran es biasanya merupakan batas dimana sisa daerah
yang luas dari tofografi bukit-bukit kecil terdiri dari sedimen-sedimen yang bervariasi dengan
geometri komplek. Selama proses glaciation yang terakhir, perluasan dari es berhenti sekitar
seperempat kilometer seperti yang terjadi di Amerika bagian utara

(gambar 2,3). Perbedaan tekanan yang kuat antara “upglacier” yang aktif dengan penghalang -
penghalang oleh bagian tepi es menghasilkan perlipatan yang kompleks dan perlapisan runtuhan
basal yang tebal (gambar 9). Dimana “melt-out till” bersama dengan perkembangan fasies
“diamict” pada permukaan es adalah asosiasi dengan topografi bukit-bukit kecil yang khusus
dimana itu merupakan data kompleks dari pemisahan tepi-tepi es. (gambar 10 d). Jika bagian
luar dari tepi es yang tipis menjadi “frozen” pada substrate maka lempengan dari “bedrock” yang
besar juga glaciotectonized boleh tidak ikut dengan proses tersebut. Ini adalah pergerakan dari
es tidak melakukan luncuran pada basal, tetapi terjadi deformasi dibawah substrate sedimen.
Apabila proses ini tidak berjalan lagi, maka bentuk ini menjadi menutup oleh runtuhan-runtuhan
englasial pada permukaan es. (gambar 9,10a,b,c). Penutupan ini tidak stabil dan pergerakan
sedimen akibat aliran gravitasi untuk kedalam basin yang berbentuk ketel, merupakan generasi
penutupan oleh pencairan es pada suatu tempat tertentu. (gambar 10b,c). Dimana pencairan
kearah bawah lebih cepat oleh produksi tofografi daerah rendah “diamict” supraglacial pada
prosese sedimentasi ulang secara umum diakibatkan oleh aliran dari reruntuhan - reruntuhan
yang ada, serta mempunyai lapisan berupa “clast” yang pararel dengan arah alirannya, dimana
“clast” itu merupakan rancangan dari lapisan-lapisan paling atas, bagian-bagian berbentuk rakit
dan fragmen-fragmen dari sedimen yang sudah lebih dulu, juga channelnya berbentuk bagian
yang menyilang, terdapat geometri lenticular yang mengalami penebalan pada “down-slope”
serta ketidak hadirin relief pada perlapisan atas dari permukaan dan adanya suatu kecendrungan
untuk mengisi tofografi yang rendah. Massive dan lapisan kasar dari fasies “diamict”
berpengaruh, dimana fasies lapisan - lapisan kasar sebagai hasil dari aliran massive yang tipis
pada lapisan diatasnya. Dimana fasies “ diamict” adalah merupakan “interbedded” dengan
“glaciofluvial” dan fasies “lacustrine”. Ini merupakan basal yang ada pada bagian atas sebagai
hasil dari “melt-out till” (gambar 9), yang boleh menutup lapisan batuan berbentuk rakit pada
bagian atas yang sekarang merupakan pembentuk dari dasar es. Kondisinya berada dibawah
sehingga struktur englasial berupa perlipatan dari rangkaian runtuhan basal yang merupakan
kelanjutan dari “melt-out” dalam bentuk perlapisan berhubungan serta berorientasi melintang
sebagai pembentuk aliran es langsung (Shaw, 1979).

3. Sistem Pengendapan Glaciolacustrine.

Kolam glaciolacustrine sebagai hasil dari erosi glacial, disrupsi glacial bekas sistem drainase dan
mengeluarkan / menghasilkan air akibat proses pencairan dalam jumlah yang besar. Berubahnya
basin dari daerah yang sempit/terbatas, menyerupai tipe pegunungan dalam daerah high - relief,
daratan yang luas dalam skala danau berada dibagian dalam dari seaways. Danau yang luas
dalam statical yang sama menekan evaluasi bagian dalam dari daratan oleh lembaran es. Danau
Agassiz adalah contoh yang terkenal, yang luasnya kira - kira 1.000.000 km2 terdapat di Amerika
bagian utara (Teller and Clayton, 1983). Sebuah perbedaan yang sederhana antara kontak es
dengan badan danau dapat dilihat pada gambar dilihat pada gambar (11). Satu dari banyak
karakteristik dari fasies glaciolcustrine, yang setiap tahun produksinya berantai dimana ukuran
butirnya sangat kontras sebagai hasil dari kondisi sedimen yang berbeda dalam musim dingin
dan musim panas. Dimana diketahui jika musim panas lapisannya kebanyakan terdiri dari sand
dan silt, sedangkan pada musim dingin lapisannya terdiri dari cly (lempung). Untuk model klasik
formasi varve dalam non ice - contact danau-danau glacial menegaskan pengaruh musim kuat
sangat kuat, misalnya pada musim panas tepi - tepi es pada supraglacial mencair sehingga
endapan - endapannya dapat berpindah. Mencairnya supraglacial sangat berarti dalam menahan
musim dingin. Dibawah pengaruh ini sedimentasinya didominasi oleh perkembangan delta yang
berbentuk kipas, bulat dan menonjol. Dalam musim panas, sedimen dibebani kerapatan dibawah
aliran. Tanda - tanda dari fasies lithologi suatu endapan itu menjadi jelas dalam setiap musim
panas yang merupakan musim mencairnya es, (gambar 12) dan pencatatan mulai berawal dari
penambahan dan menurunnya kerapatan aliran bawah yang aktif (Ashley, 1975). Pada musim
panas tanda dari lapisan tipis dikategorikan ke dalam jenis silt dengan bungkus oleh ripple dan
ripple - drift yang tipis dan mengalami laminasi yang menyilang. Bagian dasar umumnya kasar,
tajam dan perlapisannya boleh meratakan tanah (gambar 12,13D). Kandungan / endapannya
boleh dari multiple lamination yang mewakili endapan sebuah getaran tunggal. Boleh juga
kontribusi kecil itu merupakan material pelagic dari interflow atau overflow yang menyerupai bulu
atau sedimen yang melayang-layang. Unit lempung (clay) hitam boleh juga memperlihatkan
indikasi tingkatan deposit normal yang merupakan sedimen melayang-layang dibawah
pembungkus es yang menutupi danau. Ketebalan dari perlapisan umumnya seragam bersilangan
dengan basin tetapi kandungan endapannya boleh “massive atau”cross-stratified sand” dan
laminasi silt yang pada musim dingin menarik turun tingkatkan danau dan delta foreslope merosot
turun. (gambar 12). Liang dan jejak fosil umumnya dijumpai pada perlapisan saat musim panas.
Tetapi bukan pada musim dingin. Pada kenyataannya sistem pengendapan yang ada. Banyaknya
perlapisan menggambarkan suatu perbangingan tunggal atau ganda dari unit kelas atau kualitas
dari silt dan clay dengan divisi-visi yang tertentu. Ini boleh mempunyai deposit dengan bagian-
bagian yang berlainan dan mempunyai ciri - ciri khusus berdasarkan arus turbiditnya dengan
kontrol musiman yang kurang jelas. Penarikan kesimpulan ini boleh boleh dikatakan kurang tepat
jika bagian perlapisan yang diakibatkan oleh turbidit pada daerah pusat itu berlainan. Bagaimana
“thin-bedded” yang turbidit boleh juga “interbedded” dengan perlapisan yang dikontrol secara
musiman dan memerlukan studi lapangan yang detail (Ashely, 1975). Ciri-ciri untuk danau yang
bukan “ice-contact” dalam basin “low - relief” dimana sedimentasinya semata - mata ditentukan
oleh musim dimana mencairnya permukaan lembaran-lembaran es. Sedangkan didalam “high-
relief” basin dari danau itu berada pada “zona” pegunungan. Model sedimentasi dari danau glacial
“ice-contact” sangat mengecewakan karena mempersulit pekerjaan dari bagian logistik pada
danau “proglacial” yang modern dan basin danau modrn yang uikurannya kecil dibandingkan
dengan pleistocene contoh-contoh yang lebih tua. Perluasan dari deposit glaciolacustrine
pleistocene itu dapat dilihat disekitar danau-danau besar yang modern di Amerika utara adalah
sangat penting untuk studi sedimentasi dalam skala besar, khusus danau “ice-contact” didalam
posisi “low-relief”. (gambar 14,15). “Diamict” adalah butiran yang halus dan mempunyai geometri
sebuah “blanket-like”, dimana mengalami penebalan pada tofografi rendah dan penipisan pada
daerah yang sangat tinggi. Dimana pada bagian dalam, “diamict” mempunyai susunan komplek
berupa massive dan fasies yang berlapis-lapis. (gambar 13e,14,15) fasies “diamict” massive
sebagai hasil dari lapisan deras, sehingga sedimennya melayang-layang dan rakit-rakit es runtuh
diatas dasar basin. Stratifikasi yang berikutnya boleh berkembang oleh proses pekerjaan ulang
dari sedimen ini akibat arus yang menarik atau perulangan sedimentasi pada “down-slope”.
“diamict” biasanya adalah “overlain” pada unit-unit chanel yang berupa laminasi lumpur-lumpur
lempung, kemungkinan asalmula turbidit, kandungan dari “dropstone”. (gambar 13c). ini adalah
perubahan :ovelain” oleh pengkasaran bagian atas yang berjalan dengan baik pada “ripple-
laminated”, planar dan tembus dan tembus ke pasir “cross-bedded” yang menurut catatan
letaknya pada pada progadasi delta yang merupakan akumulasi “diamict”

4. Sistem Pengendapan Glaciofluvial.

Sistem pengendapannya membuat kandungan yang diatas mempunyai berarti bagi deposit dari
sedimen-sedimen glacial sungai-sungai “melt-water”. (gambar 16) Ditepi es proses agradasi
biasanya cukup deras sehingga menutupi bagian-bagian dari tepi es. Ini mengantarkan struktur
deformasi dalam ukuran butir-butir kasar, lapisan kasar atau lapisan massive pada saat menutupi
cairan es yang berikutnya. Lubang dari permukaan “out - wash” ditutupi oleh es yang mencair,
dimana perluasannya dapat mencapai seperempat kilometer. Ini merupakan sisi “eskers” atau
kontak es yang kompleks dari jajar “diamict” (gambar 9) Dimana sungai-sungai dari glacial “out -
wash” ini kebanyakan bertipe “multiple-channel” atau “Teranyam”. Depositnya umunya
didominasi bentuk dasar yang luas, dimana perluasannya itu merupakan sebuah aliran tunggal
serta dapat berfungsi sebagai transportasi sedimen sepanjang tahun. Pengaruh angin dalam
menghadirkan vegetasi, sebagai hasilnya adanya deposit akibat gerakan angin yaitu silt dan
pasir. Dimana akumulasi dari “peat” yang tebal dapat menghasilkan batu bara. Proses
glaciofluvial adalah penting karena boleh melengkapi pekerjaan ulang/kembali dari deposit
sedimen pada glacier (gambar 16). Data-data dari bentuk endapan menunjukkan kehadiran dari
es dapat menghancurkan/merusakkan. Ini adalah sebuah masalah dalam interprestasi deposit-
deposit pada jaman dahulu/kuno, karena deposit-deposit sungai teranyam terjadi dalam
posisi/kedudukan dari banyak deposit. Sebuah hubungan glasial boleh menjadi sangat sulit, jika
tidak mungkin diidentifikasi bukti/tanda harus mencari dari kehadiran atau ketidak hadirin iklim
dingin struktur periglacial, atau dari kejadian glasial dari clast yang tajam-tajam, (gambar 5) dan
kerut-kerut. Ini adalah masalah terutama dalam kedudukan high-relief.

Sistem Glaciomarine Tract.

Sebuah bagian sederhana sistem pengendapan “glacial marine” yang membedakan posisi
continental self dari continental slope dan teluk yang sepit dan panjang diantara karang

yang tinggi. Dapat juga dipakai untuk menentukan tepi dari es apakah lingkungannya didominasi
oleh proses glasial atau proses marine, (gambar 17). Iklim regional adalah kontrol yang lain dan
penting karena berhubungan dengan volume es yang mencair dilingkungan marine. Lingkungan
laut yang sederhana dicontohkan dengan terdapatnya volume dalam jumlah yang besar dari
cairan es dan lumpur yang langsung mengisi paparan, (gambar 1). Lingkungan sediment-
nourished dapat bertentangan dengan sediment-starved dalam hal hal posisi, itu adalah tipe
frozen yang besar didaerah kutub masukan “melt-water” adalah sama sekali terbatas sehingga
“deposition” kimia dan biogenic” relatife menjadi penting, ini terdapat di Antarctica, (gambar 18,
Domack, 1988). Dengan jelas, bahwa penebalan deposit “glaciomarine” sederhana/sedang pada
daerah laut adalah mungkin karena terlindungi oleh batu-batuan.

LINGKUNGAN TERUMBU (REEF)

Terumbu atau reef merupakan lingkungan yang unik yang sangat berbeda dari bagian lingkungan
pengendapan lainnya di lingkungan paparan (shelf). Terumbu ini umumnya dijumpai pada bagian
pinggir platform paparan luar (outer-shelf) yang hampir menerus sepanjang arah pantai, sehingga
merupakan penghalang yang efektif terhadap gerakan gelombang yang melintasi paparan
tersebut. Disamping terumbu berkembang seperti massa yang menyusur sepanjang garis pantai
diatas, juga dapat berkembang sebagai “patch” yang terisolir dalam paparan bagian dalam atau
inner-shelf .

Istilah lain untuk terumbu ini, ada yang menyebutnya dengan “carbonate buildup” atau “bioherm”.
Tetapi para pekerja karbonat tidak menyetujui penggunaan istilah terumbu hanya dibatasi untuk
carbonat-buildup atau inti yang kaku, pertumbuhan koloni organisme, atau carbonat - buildup
lainnya yang tidak memiliki inti kerangka yang kaku. Wilson (1975) menggunakan istilah carbonat-
buildup untuk tubuh yang secara lokal, terbatas secara lateral, merupakan hasil proses relief
tofografi, dan tanpa mengaitkan dengan hiasan pembentuk internalnya. Sebelumnya Dunham
(1970) mencoba memberikan solusi dilema peristilahan ini dengan mengusulkan dua tipe
terumbu, yaitu :

(a) Terumbu Ecologik : adalah terumbu yang dicirikan oleh bentuk kaku, struktur tofografi yang
tahan terhadap gelombang, dihasilkan oleh pembentukan aktif dan pengikatan sedimen
organisme.
(b) Terumbu Stratigrafi : dicirikan oleh batuan yang tebal, terbatas secara lateral, dan merupakan
batuan karbonat yang buruk sampai sangat buruk.

Selanjutnya Longman (1981) memodifikasi definisi Heckel (1974), yang mengatakan bahwa
terumbu sebagai karbonat yang tumbuh dipengaruhi secara biologi dan juga mempengaruhi
secara biologi dan juga mempengaruhi daerah sekitarnya.

TERUMBU MODEREN DAN LINGKUNGAN TERUMBU


Letak Pengendapan

Kebanyakan terumbu terbentuk dalam lingkungan air dangkal,berupa terumbu linier yang hampir
kontinyu disepanjang tepi platform dan disebut juga sebagai “barrier-reef” “Fringing - reef”,
letaknya berlawanan dengan garis pantai yang terbentuk akibat paparan yang sangat sempit.
Sedangkan terumbu berbentuk seperti donat disebut “Atolls”, dimana bagian luarnya merupakan
penghalang gelombang lagoon yang dilingkarinya dan terumbu yang lebih kecil lagi dan
terisolisasi dinamakan “patch-reef” “pinnacle-reef, atau “table - reef” yang terbentuk sepanjang
beberapa tepi paparan, tersebar pada paparan tengah (midle-shelf)

Disamping dalam air dangkal, terumbu juga dapat dijumpai dalam air yang lebih dalam, seperti
“mound” yang terbentuk secara organik dengan panjang 100 m dan tinggi 50 m (Neuman,
Kofoed), dan Keller, 1977) “Mound” ini mengandung lumpur yang mengikat atau menyemen
berbagai organisme air dalam, seperti : crinoid, ahermatypic hexacoral dan sponga.

II.2 Organisme Terumbu


Hampir semua terumbu tersusun oleh koral, meskipun banyak organisme lain yang turut
menyumbang, seperti alga biru - hijau (cyanobacteria, alga merah coralline, alga hijau, kerangka
foramnifera, brozoa, sponga, dan moluska (Heckel, 1974; James dan Macintyre, 1985). Dalam
sejarah waktu geologi, beberapa kelompok organisme yang membentuk terumbu meliputi :
archaeocyathids, stromatoporoids, fenestethid bryozoans, dan rudistid clams. Meskipun
demikian, koral merupakan dominan terumbu modern, dan ada dua jenis koral, yaitu :

(a) Hermatypic (zoanthellae) hexacoral : merupakan koral utama air dangkal yang melakukan
hubungan simbiotik dengan beberapa macam organisme unicelluler terutama alga, yang
kemudian dinakan secara kolektif sebagai zooxanthellae. Alga ini hidup dalam atau antara
kehidupan sel koral dan mendapatkan energi dari proses photosistesis (Cowen, 1988). Selama
proses photosintesis alga ini melepaskan CO2, sehingga membutuhkan sinar matahari, oleh
karenanya coral hermatypic ini terbatas hidupnya hanya dalam air sangat dangkal.
(b) Ahermatypic (azooxanthellae coral : coral ini hidupnya tidak terbatas pada air dangkal saja,
tetapi dapat tersebar hingga pada kedalaman melebihi 2000m (stanley dan Cairs, 1988) dan
jarang mempunyai hubungan simbotis, sehingga merupakan organisme utama sekarang yang
membentuk “carbonat-buildup” dalam air yang lebih dalam.

Bentuk pertumbuhan terumbu yang terbentuk oleh organisme sangat dipengaruhi oleh energi air
yang bekerja terhadap terumbu tersebut. Organisme yang hidup dalam energi air yang rendah
akan cenderung menghasilkan terumbu terbentuk delicate, branching, dan plate-like. Sedangkan
yang hidup dalam zona energi air yang lebih tinggi, terumbu cenderung berkembang membentuk
hemisperical, encruting, dan tabular (Gambar II-I) dan biasanya lebih baik untuk untuk bertahan
terhadap aksi gelombang yang kuat.

II.3. Lingkungan Terumbu Energi Tinggi

II.3.I Lingkungan Terumbu Energi Tinggi

Pada gambar II-2, ditunjukkan secara skematik pembagian sub-fasies terumbu platform (platform
margin reef), terdiri dari bagian inti tengah “Reef-framework”, yang berangsur kearah terumbu.
Pada bagian lebih atas mendekati datar dan dangkal terdiri dari “reef-slope”, dan “fore-reef talus”
berupa akumulasi jatuhan terumbu. Pada bagian lebih atas mendekati datar dan dangkal terdiri
dari “reef-flat” dan lebih kearah darat berupa “back-reef coral algal sands “ dan “endapan lagoon
sub-tidal” (Longman, M.W., 1981).

Secara fisiografis, James (1983) membagi terumbu kedalam zona “fore-reef”, “reef-front”, “reef-
crest’ “reef-flat” dan “back-ref” . Masing-masing zona dicirikan oleh jenis material karbonat
berbeda (Gambar II-3), sebagai berikut :

• Kata “rudstone”, “floatstone”, “bafflestone” “bindstone” dan “frameston” mula-mula digunakan


oleh Emery dan Klovan (1971) sebagai modifikasi klasifikasi batu gamping yang diusulkan oleh
Dunham (1962)
• “Floatstone” dan “rudstone” adalah butiran karbonat yang tidak terikat san mengandung lebih
dari 10 % butiran berukuran lebih dari 2 mm, beda keduanya adalah “floatsone” merupakan mud-
suported, sedangkan “rudstone’” adalah grain-suported.
• “Bufflestone” adalah komponen karbonat yang terbentuk pada waktu pengendapan berupa
tangkai atau batang organisme yang terperangkap kedalan sedimen oleh aktifitas buffle.
“Binstone” terbentuk selama pengendapan oleh pengerasan dan terikat organisme, seperti
pengererasan foraminifera dan bryozoas, sedangkan “framestone” tersusun oleh organisme
seperti lokal yang membentuk struktur kerangka yang kaku.

Energi air, proses sedimentasi utama, jenis organisme, persentase komponen kerangka, ukuran
butiran serta pemilahan sedimen berubah-ubah dalam setiap zona (fasies) terumbu. Pada tabel
II-1 diperlihatkan ringkasan karakteristik seperti itu untuk setiap fasies atau zona yang ditunjukkan
pada gambar II-2. Pada zona “reef-crest” dimana energi air paling tinggi, maka persentase
kandungan kerangka paling tinggi. Kemudian pada kedua arah “fore-reef” dan “back-reef” energi
air akan menurun, yang diikuti oleh penurunnan kandungan kerangka. Perlu diperhatikan bahwa
seluruh komponen kerangka terumbu biasanya sangat lebih kecil volumenya dari pada volume
kandungan non-kerangka.

Longman (1981) membandingkan struktur terumbu dengan mudah, yang memiliki inti tengah atau
kerangka dikelilingi oleh “edible fruit”. Fraksi non-kerangka terumbu terdiri dari organisme seperti
echinodermata, alga hijau, dan moluska tidak membentuk struktur kerangka, bersamaan dengan
pecahan bioklas dari terumbu yang terkena aktivitas gelombang dan dalam zona terumbu dengan
energi lebih rendah, beberapa lumpur gamping (lime mud). Zona fore-reef, talus-slope, dan back-
reef coral algal sands seluruhnya tersusun oleh kandungan non-kerangka yang terdiri dari
terutama bioklas dan beberapa organisme yang relatif hidup pada zona ini.

II.3.2 Lingkungan atau Fasies terumbu Energi Rendah

Pada lingkungan energi tinggi, fasies moderen terumbu type tepi platform umumnya terdiri dari
inti kerangka tengah yang mengandung sebagianbesar coral dan coralline alga. Inti berangsur ke
arah laut melalui zona fore-reef talus sampai lumpur gamping pada air yang lebih dalam atau
shales. Dan ke arah darat melalui back-reef coral algal sand sampai endapan lagoon dengan
butiran yang lebih halus. Model ini menyajikan alasan yang baik untuk perkembangan terumbu
energi tinggi dalam banyak posisi; meskipun beberapa bentuk terumbu energi yang lebih randah
juga dijumpai.

Pembagian zona karakteristik terumbu energi rendah tidak begitu baik berkembang seperti
terumbu energi tinggi dan terumbu cenderung membentuk bidang datar melingkar sampai elip.
Pertumbuhan organisme pada terumbu energi rendah umumnya didominasi oleh bentuk-bentuk
delicate, branching (gambar II-I), dan tersusun oleh pasir dan lumpur karbonat yang sederhana
dengan organisme yang sangat mirip bagi komposisi organisme tipe terumbu (James, 1984).
Bentuk pertumbuhan (buildups) energi rendah lainnya tersusun sebagian besar oleh organisme
non-terumbu yang terdiri dari tiang-tiang fragmen skeletal berbentuk gundukan atau “mound” dan
/ atau lumpur gamping bioklastik yang kaya organisme skeletal dengan sedikit organisme
boundstone. Bentuk struktur semacam ini dinamakan “reef-mound” atau “simply-mound”.

James dan Bourque (1992) mengelompokkan “mound” seperti diatas kedalaman tiga tipe utama,
yaitu :
(a) Microbial-mounds, yang mengandung calcimicrobes, stromatolities, dan thrombolities.
(b) Skeletal-mounds, mengandung sisa-sisa organisme yang terperangkap atau buffed dalam
lumpur.
(c) Mud-mounds, terbentuk oleh akumulasi lumpur plus berbagai sejumlah fosil.

III. TERUMBU PURBA

Terumbu purba biasanya dapat dibagi hanya menjadi fasies utama yaitu :
(a) Inti - terumbu (“reef-core”), terdiri dari kerangka terumbu masif, tak berlapis, organisme
pembentuk terumbu yang terkandung tersemen dalam matriks lumpur gamping atau lime mud.
(b) Sayap-terumbu (“reef-flank”), biasanya terdiri dari gamping konglomeratan atau breksi taluis,
berlapis, pemilahan buruk, dan atau gamping pasiran yang menipis dan miring menjauhi inti-
terumbu.
(c) “Inter-reef”, mengandung butiran halus, gamping lumpuran sub-tidal, atau kemungkinan
lumpur silisiklastik.

Salah satu contoh yang baik yang menggambarkan karakteristik umum kompleks terumbu purba
adalah “carbonat-buildup di bagaian utara Meksixo disebut dengan Golden Lane ‘ Atol”, yang
memperlihatkan perubahan biofasies dan lithofasies (Wilson, 1975). Pada bagian inti terumbu
yang berada beberapa puluh meter diatas fasies karbonat yang lebih dalam, terdiri dari “rudistid
clams”, “colonial corals”, “stromatoporoids”, dan “encrusting algae”. Beransur kearah pantai,
terumbu berupa “oolitic-biogenic grainstone” sampai mikrit “back-reef” “foraminiferal grainstone”,
dan “bioturbated wackstone” dengan fauna menunjukkan sirkulasi terbatas, dan lebih kearah
pantai berubah kedalam fasies yang lebih terbatas, dan lebih kearah pantai perubah kedalam
fasies yang lebih terbatas berupa endapan evaporit. Selanjutnya kearah laut (basinward), fasies
terumbu berubah ke fasies sayap-terumbu (“reef-flank”) yang terdiri dari interklastik kasar sampai
boulder biogenik yang tertanam dalam mikrit, dan lebih kedalam lagi fasies terdiri dari
batugamping mikrit dengan fauna organisme pelagik.
Kandungan organisme pembentuk terumbu juga tergantung pada umur terumbu tersebut.
Organisme utama pembentuk terumbu purba sangat berbeda dengan organisme terumbu
moderen. Koral hermtypic yang mendominasi pembentukan terumbu koral moderen, pertama-
tama muncul pada umur Mesozoik dan bukan komponen terumbu yang lebih tua. Terumbu yang
lebih tua dari Mesozoik umumnya didominasi oleh organisme pembentuk terumbu lainnya seperti
: koral tabular, “stromatoporoids”, “hydrozoans”, “sponga”, “encrusting bryzoa”, “coralline algae”,
dan “blue-green algae” (Stanley dan Fagerstrom, 1988).

IV. KESIMPULAN

• Terumbu atau reef adalah batuan sedimen yang sangat unik dengan karakteristik dan
komponen penyusunan yang beragam dan umunya terbentuk pada lingkungan paparan,
khususnya tepi paparan atau shelf margin.

• Bentuk pertumbuhan terumbu ini sangat bervariasi tergantung letak dan besarnya energi air
yang bekerja selama perkembangannya. Disamping itu komponen kerangka penyusunnya juga
berbeda untuk setiap energi air dan posisinya.

• Berdasarkan energinya itu, ada dua jenis koral penyusun utama terumbu, yaitu : pertama
hermatypic coral, yang hidup pada air dangkal karena membutuhkan sinar matahari dalam
hidupnya dan yang kedua ahermatypic coral yang dapat hidup dalam air yang lebih dalam bahkan
melebihi kedalaman 2000m, sehingga memungkinkan terbentuknya “carbonat-buildup” pada air
dalam.

• Komposisi utama pembentukan terumbu disamping berubah dengan posisi dan energi air yang
bekerja selama pembentukannya, juga berbeda dengan umur terbentuknya terumbu tersebut,
seperti “hermatypic coral” mendominasi pembentukannnn utama terumbu moderen yang muncul
pada umur Mesozoik, sedangkan terumbu sebelum Mesozoik didominasi oleh koral tabular,
“stromatoporoids”, “hydrozoans”, “sponga”, “encrusting bryzoa”, “coralline algae”, dan “blue-
green algae”.
• Terumbu atau reef adalah batuan sedimen yang sangat unik dengan karakteristik dan
komponen penyusunannya yang beragam dan umumnya terbentuk pada lingkungan paparan,
khususnya tepi paparan atau shelf margin.
• Bentuk pertumbuhan terumbu ini sangat bervariasi tergantung letak dan besarnya energi air
yang bekerja selama perkembangannya. Disamping itu komponen kerangka penyusunannya
juga berbeda untuk setiap energi air dan posisinya.
• Berdasarkan energinya itu, ada jenis koral penusun utama terumbu, yaitu : pertama hermatypic
coral, yang hidup pada air dangkal karena membutuhkan sinar matahari dalam hidupnya dan
yang kedua ahermatypic coral yang dapat hidup dalam air yang lebih dalam bahkan melebihi
kedalaman 2000m, sehingga memungkinkan terbentuknya “carbonat-buildup” pada air dalam.
• Komposisi utama pembentuk terumbu disamping berubah dengan posisi dan energi air yang
bekerja selama pembentukkannya, juga berbeda dengan umur terbentuknya terumbu tersebut,
seperti “hermatypic coral” mendominasi pembentuk utama terumbu modern yang muncul pada
umur Mezozoik, sedangkan terumbu sebelum Mesozoik didominasi oleh koral tabular,
“stramotoporids”, “hydrozoans”, “sponga”, “encrusting bryzoa”, “coralline algae”, dan “blu-green
algae”.

Delta
Seperti halnya kipas alluvial, delta juga merupakan bentuk lahan yang berkaitan erat dengan
kondisi daerah aliran sungai sebagai pemasokan sedimen. Perbedaannya adalah bahwa delta
terletak di muara sungai pada laut dangkal.ada beberapa syarat untuk dapat berkembang
tumbuhnya delta adalah sebagai berikut :
a.Daerah aliran sungai yang luas
b. Debit air sungai yang tinggi
c. Muatan sedimen dalam jumlah besar
d.Daerah humid
e. Dasar laut dangkal
f. Arus dan gelombang laut kecil
g. Topografi pantai landai

Sistem delta
Delta merupakan garis pantai yang menjorok ke laut, terbentuk oleh adanya sedimentasi
sungai yang memasuki laut, danau atau laguna dan pasokan sedimen lebih besar daripada
kemampuan pendistribusian kembali oleh proses yang ada pada cekungan pengendapan (Elliot,
1986 dalam Allen, 1997). Menurut Boggs (1987), delta diartikan sebagai suatu endapan yang
terbentuk oleh proses sedimentasi fluvial yang memasuki tubuh air yang tenang. Dataran delta
menunjukkandaerah di belakang garis pantai dan dataran delta bagian atas didominasi oleh
proses sungai dan dapat dibedakan dengan dataran delta bagian bawah didominasi oleh pengaruh
laut, terutama penggenangan tidal. Delta terbentuk karena adanya suplai material sedimentasi
dari sistem fluvial. Ketika sungai-sungai pada sistem fluvial tersebut bertemu dengan laut,
perubahan arah arus yang menyebabkan penyebaran air sungai dan akumulasi pengendapan yang
cepat terhadap material sedimen dari sungai mengakibatkan terbentuknya delta. Bersamaan
dengan pembentukan delta tersebut, terbentuk pula morfologi delta yang khas dan dapat dikenali
pada setiap sistem yang ada. Morfologi delta secara umum terdiri dari tiga, yaitu : delta plain,
delta front dan prodelta.
Delta plain
Delta plain merupakan bagian delta yang bersifat subaerial yang terdiri dari channel yang
sudah ditinggalkan. Delta plain merupakan baigan daratan dari delta dan terdiri atas endapan
sungai yang lebih dominan daripada endapan laut dan membentuk suatu daratan rawa-rawa yang
didominasi oleh material sedimen berbutir halus, seperti serpih organik dan batubara.Pada
kondisi iklim yang cenderung kering (semi-arid),sedimen yang terbentuk didominasi oleh
lempung dan evaporit. Daratan delta plain tersebut digerus oleh channel pensuplai material
sedimen yang disebut fluvial distributaries dan membentuk suatu percabangan. Gerusan-gerusan
tersebut biasanya mencapai kedalaman 5-10 meter dan menggerussampai pada sedimen delta
front. Sedimen pada channel tersebut disebut sandy channel dan membentuk distributary channel
yang dicirikan oleh batupasir lempungan. Sublingkungan delta plain dibagi menjadi :

Pada bagian ini terletak diatas area tidal atau laut dan endapannya secara umum terdiri
dari :
1.Endapan distributary channel
Endapan distributary channel ditandai dengan adanya bidang erosi pada bagian dasar
urutan fasies dan menunjukkan kecenderungan menghalus ke atas. Struktur sedimen yang
umumnya dijumpai adalah cross bedding, ripple cross stratification, scour and fill dan lensa-
lensa lempung. Endapan point bar terbentuk apabila terputus dari channel-ya. Sedangkan levee
alami berasosiasi dengan distributary channel sebagai tanggul alam yang memisahkan dengan
interdistributary channel. Sedimen pada bagian iniberupa pasir halus dan rombakan material
organik serta lempung yang terbentuk sebagai hasil luapan material selama terjadi banjir.

2. Lacustrine delta fill dan endapan interdistributary flood plain


Endapan interdistributary channel merupakan endapan yang terdapat diantara distributary
channel. Lingkungan ini mempunyai kecepatan arus paling kecil, dangkal, tidak berelief dan
proses akumulasi sedimen lambat. Pada interdistributary channel dan flood plain area terbentuk
suatu endapan yang berukuran lanau sampai lempung yang sangat dominan. Struktur sedimennya
adalah laminasi yang sejajar dan burrowing structure endapan pasir yang bersifat lokal, tipis dan
kadang hadir sebagai pengaruh gelombang .

3 Lower Delta Plain


Lower delta plain terletak pada daerah dimana terjadi interaksi antara sungai dengan laut,
yaitu dari low tidemark sampai batas kehadiran yang dipengaruhi pasang-surut. Pada lingkungan
ini endapannya meliputi endapan pengisi teluk (bay fill deposit) meliputi interdistributary bay,
tanggul alam, rawa dan crevasse slay, serta endapan pengisi distributary yang ditinggalkan.

4. Delta Front
Delta front merupakan sublingkungan dengan energi yang tinggi dan sedimen secara tetap
dipengaruhi oleh adanya proses pasang-surut, arus laut sepanjang pantai dan aksi gelombang.
Delta front terbentuk pada lingkungan laut dangkal dan akumulasi sedimennya berasal dari
distributary channel. Batupasir yang diendapkan dari distributary channel tersebut membentuk
endapan bar yang berdekatan dengan teluk atau mulut distributary channel tersebut. Pada
penampang stratigrafi, endapan bar tersebut memperlihatkan distribusi butiran mengkasar ke atas
dalam skala yang besar dan menunjukkan perubahan fasies secara vertikal ke atas, mulai dari
endapan lepas pantai atau prodelta yang berukuran butir halus ke fasies garis pantai yang
didominasi batupasir. Endapan tersebut dapat menjadi reservoir hidrokarbon yang baik. Diantara
bar pada mulut distributary channel akan terakumulasi lempung lanauan atau lempung pasiran
dan bergradasi menjadi lempung ke arah laut.

Menurut Coleman (1969) dan Fisher (1969) dalam Galloway (1990), lingkungan
pengendapan delta front dapat dibagi menjadi beberapa sublingkungan dengan karakteristik
asosiasi fasies yang berbeda, yaitu :

1.Subaqueous Levees
Merupakan kenampakan fasies endapan delta front yang berasosiasi dengan active channel
mouth bar. Fasies ini sulit diidentifikasi dan dibedakan dengan fasies lainnya pada endapan delta
masa lampau.
2. Channel
Channel ditandai dengan adanya bidang erosi pada bagian dasar urutan fasies dan menghalus
ke atas.
3 Distributary Mouth Bar
Pada lingkungan ini terjadi pengendapan dengan kecepatan yang paling tinggi dalam sistem
pengendapan delta. Sedimen umumnya tersusun atas pasir yang diendapkan melalui proses
fluvial.
4 Distal Bar
Pada distal bar, urutan fasies cenderung menghalus ke atas, umumnya ersusun atas pasir
halus. Struktur sedimen yang umumnya dijumpai antara lain : laminasi, perlapisan silang siur
tipe through
.5. Prodelta
Prodelta merupakan sublingkungan transisi antara delta front dan endapan normal marine
shelf yang berada di luar delta front. Prodelta merupakan kelanjutan delta front ke arah laut
dengan perubahan litologi dari batupasir bar ke endapan batulempung dan selalu ditandai oleh
zona lempungan tanpa pasir. Daerah ini merupakan bagian distal dari delta, dimana hanya terdiri
dari akumulasi lanau dan lempung dan biasanya sendiri serta fasies mengkasar ke atas
memperlihatkan transisi dari lempungan prodelta ke fasies yang lebih batupasir dari delta front.
Litologi dari prodelta ini banyak ditemukan bioturbasi yang merupakan karakteristik endapan
laut. Struktur sedimen bioturbasi bermacam-macam sesuai dengan ukuran sedimen dan
kecepatan sedimennya. Struktur deformasi sedimen dapat dijumpai pada lingkungan ini,
sedangkan struktur sedimen akibat aktivitas gelombang jarang dijumpai. Prodelta ini kadang-
kadang sulit dibedakan dengan endapan paparan (shelf), tetapi pada prodelta ini sedimennya
lebih tipis dan memperlihatkan pengaruh proses endapan laut yang tegas.
Dasar Penggunaan Log dalam Analisa Fasies
Blog ini saya tulis saat saya masih menikmati "days off" (waktu libur) saya, ditengah-
tengah sayup-sayup musik dangdut sekitar dari tayangan layar tancep di kampung sebelah.
Sementara itu, saya menyadari akan seringnya saya lupa akan dasar-dasar yang perlu saya
pahami untuk analisa fasies. Kata-kata "analisa fasies", "interpretasi lingkungan
pengendapan" dan "log motif" sering menakuti saya karena terdengar seperti sangat sulit
dan jelimet. Maka saya coba baca-baca buku geologi dan laporan-laporan dari beberapa
pekerjaan "Formation Evaluation Log" yang pernah saya buat. Baiklah saya mulai saja ya…

From Picasa blog

Apabila kita meneliti stratigrafi atau urutan vertikal dari umur-sumur pemboran, baik itu
lithostratigrafi ataupun biostratigrafi yang dapat dikorelasikan; maka log dari sumur-sumur
tersebut dapat digunakan untuk menentukan fasies dan interpretasi lingkungan
pengendapan dari suatu batuan reservoir, meliputi Perkirakan bentuk geometri dan
orientasi nya. Dari beberapa studi lingkungan pengendapan modern yang ada
memperlihatkan adanya ciri-khas tertentu dari ukuran butir profil vertikal; sebagai contoh
jika endapan channel seringkali menghalus keatas (fining upward), mulai dari bawah
dengan endapan "basal" konglomerat menerus keatas menjadi pasir, lanau dan lempung.
Sebaliknya, delta progradasi dan endapan "barrier island" sering-kali menunjukkan profil
vertikal yang semakin kasar keatas (coarsening upward). Sehingga dari profil vertikal
ukuran butir (grain size profile) dapat digunakan sebagai analisa fasies, yang mana ini
dapat dilihat indikasi nya pada log SP dan/atau log Gamma Ray.
Log SP banyak dikontrol oleh sifat permeabelitas suatu batuan, dimana semakin permeabel
akan mempunyai defleksi kekiri atau lebih kecil, dengan kata lain semakin permeabel maka
ukuran butir semakin besar. Sama halnya juga dengan log Gamma Ray, dimana kandungan
mineral lempung (yang kaya unsur radioaktif) dari suatu endapan menunjukkan adanya
halusnya ukuran butir. Pengecualian dari hal ini adalah adanya endapan lempung dengan
fragmen konglomerat atau hadirnya mineral radioaktif seperti Glauconite, Mica dan Zircon
(Rider, 1990).
Bentuk motif log SP dan Gamma Ray, pada dasarnya dapat dibagi menjadi 3 bentuk dasar
yaitu:
1. Bell Motif (Motif Lonceng / Bel), yaitu endapan pasir yang menghalus keatas
dengan bagian dasar yg tajam.
2. Funnel Motif (Motif Corong), yaitu endapan pasir yang mengasar keatas
dengan bentuk tajam diatas.
3. Blocky Motif (Motif blok), yaitu endapan pasir bersih dengan bagian tajam
pada batas atas dan bawahnya.

Variasi dari ketiga pola tersebut bisa saja terlihat halus atau kasar dan tidak ada motif log
yang baku untuk satu pengendapan tertentu, tapi dengan menggabungkan dari beberapa
analisa profil log-log tersebut maka dapat dilakukan interpretasi lingkungan
pengendapannya, tentunya dengan memperhatikan kandungan mineral Glauconite, shell
debris, carbonaceous material dan mineral mica.
Mineral Glauconite terbentuk selama proses diagenesis awal dari suatu dengapan / sedimen
laut dangkal (shallow marine), begitu mereka terbentuk maka akan bersifat stabil pada
lingkungan tersebut, tapi dapat juga terbawa ke arah pantai atau kearah kipas-kipas laut
dalam (deepsea fans). Bagaimanapun, adanya mineral Glauconite menandakan endapan
dari lingkungan laut. Sedangkan shell-shell keras pada suatu endapan menandakan dari
lingkungan dari air tawar atau air laut, tapi shell-shell yang berpasir atau berasosiasi pasir
cenderung dari lingkungan air laut. Sebetulnya kita dapat lebih jauh meneliti fossil-fossil
dari lingkungan laut dengan lebih jelas. Kandungan "carbonaceous" seperti Coal, fragmen
tumbuhan dan kerogen, biasanya berasal dari lingkungan darat ataupun laut, namun begitu
kandungan organik yang terawetkan biasanya menandakan pengendapan yang cepat,
dengan adanya mineral-mineral "reworked" dan tanda-tanda oksidasi. Sama halnya,
kehadiran mineral Mica menandakan pengendapan yang cepat baik lingkungan darat
maupun lingkungan laut.
Keempat kandungan tersebut (Glauconite, Shell fragmen, Carbonaceous material, dan Mica)
biasanya dicatat dalam deskripsi serbuk bor dalam suatu pemboran oleh seorang wellsite
geologist. Dengan mempelajari beberapa motif-motif log dengan mempertimbangkan
keempat kandungan yang sudah dibicarakan diatas, akan banyak sekali membantu dalam
menganalisa dan meperkirakan bentuk geometri dan trend reservoir (Lihat gambar
dibawah).
From Picasa blog

Sebetulnya teknik analisa ini diperkenalkan oleh Selley (1976). Idealnya analisa fasies
didasarkan pada sedimentologi dan analisa core (inti batuan). Gambar dibawah ini
menunjukkan integrasi dari beberapa log dan data batuan, sebetulnya contoh-contoh
didalam endapan modern delta Mahakam sudah banyak sekali dipelajari oleh beberapa ahli
geologi Indonesia ataupun perusahaan - perusahaan minyak dan gas bumi (Pertamina,
Total, Chevron - dulu Unocal, dll).
From Picasa blog
From Picasa blog

Analisa fasies akan semakin mudah dilakukan jika profil ukuran butir digabungkan dengan
gambaran struktur sedimen dari alat logging "image". Yang kemudian orientasi struktur
sedimen, misalnya cross bedding dapat digunakan untuk menentukan arah arus purba dan
tentu saja arah pelamparan lapisan reservoir.

Daftar Pustaka:

 Elements of Petroleum Geology, Second Edition, (Richard C. Selley, 1998)


 Geological Applications of Wireline Log (Hurst A, Lovell M, Moreton A C, 1990)

Semoga bermanfaat,
Sad Agus Wellsite Geologist Consultant
(Mendekati usia pensiun).
Akhir September, 2013.

Anda mungkin juga menyukai