Anda di halaman 1dari 9

RESEARCH NIGHT 2019

UKM PENELITIAN UNNES

DUSERGY : Solusi penanganan limbah kardus sebagai energi baru terbarukan


Subtema : Lingkungan

Disusun Oleh:
Khoirul Taufiqi 3211419080/2019
Vista Ayudya Octaviany 5213418046/2018
Erika Nuraini 7101418208/2018
Winilistiya Hartati S 4401419036/2019
Siti Saeroh 4301418036/2018
Lu Lu Atun Nafisa 7101419337/2019

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


SEMARANG
2019
HALAMAN PENGESAHAN

1. Judul : DUSERGY : Solusi penanganan limbah


kardus sebagai energi baru terbarukan
2. Perwakilan Pelaksana Kegiatan
a. Nama Lengkap : Vista Ayudya Octaviany
b. NIM : 5213418046
c. Jurusan / Fakultas : Teknik kimia / Fakultas Teknik
d. Perguruan Tinggi : Universitas Negeri Semarang
e. Alamat Rumah : Telaga Kahuripan, Bukit Indraprasta (BIP)
D1/26, Bogor, Jawa Barat
f. No. Telepon / HP : 085694471189
g. Alamat Email : vista.ayudya@gmail.com
3. Anggota Tim : Khoirul Taufiqi
Lu Lu Atun Nafisa
Siti Saeroh
Winilistiya Hartati S
Erika Nuraini
4. Mentor
a. Nama Lengkap : Andry Irawan
b. NIM : 4101416048
c. No. Hp : 085713397730
d. Email : andryirawan345@gmail.com

Semarang, 21 November 2019


Mengetahui

Mentor Perwakilan

Andry Irawan Vista Ayudya Octaviany


NIM. 4101416048 NIM.521341804
1

Indonesia sebagai Negara berkembang dengan pertumbuhan penduduk


yang terus meningkat, mempengaruhi konsumsi masyarakat, yang mengakibatkan
jumlah sampah mengalami peningkatan (Sulistiyorini et al, 2015). Dalam berita
yang dimuat pada medialingkungan.com tahun 2014, tumpukan sampah di Jakarta
telah mencapai lebih dari 6.000 ton per hari berdasarkan data dari Badan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Jakarta. Bahkan diperkirakan
Indoensia tahun 2025 dapat memproduksi sampah mencapai angka 130.000 ton
per hari.
Permasalahan sampah ini kerap kali dianggap sepele oleh sebagian
masyarakat. Padahal dampak peningkatan sampah yang tidak diimbangi dengan
pengelolaan yang ramah lingkungan akan menyebabkan terjadinya perusakan dan
pencemaran pada lingkungan (Kustiah, 2005).
Salah satu sampah yang kerap kali diabaikan adalah sampah kardus
kemasan karena dianggap terbuat dari bahan organik yang dapat di urai. Faktanya,
sampah kardus sering kali ditemukan pada tempat pembuangan sampah dalam
jumlah yang tidak sedikit. Hermana (2010) dalam artikelnya yang berjudul “1,9
ton kardus bekas hidupi ribuan orang setiap harinya” yang dimuat dalam
kompasiana.com mengatakan bahwa di jl. Mappaodang Kota Makassar ia
menemukan tempat penjualan kardus bekas dengan jumlah kardus yang masuk
setiap harinya sebanyak 1,9 sampai 2 ton.
Saat ini, upaya yang dilakukan masyarakat untuk mengurangi sampah
kardus yaitu menjadikannya bahan kerajinan. Bahkan ada beberapa masyarakat
yang memilih membakar sampah kardusnya. Hal tersebut dinilai kurang efektif
karena kerajinan dari kardus kurang bernilai dan membakar sampah kardus hanya
akan menimbulkan masalah baru bagi lingkungan. Seperti dimuat dalam artikel
kesehatan berjudul “dampak negatif pembakaran sampah bagi kesehatan dan
lingkungan” yang dimuat dalam doktersehat.com pembakaran sampah dapat
mengganggu keseimbangan lingkungan, karena asap akan menyebabkan ozon
menjadi tertutup sehingga mengakibatkan pemanasan global. Pembakaran juga
mengakibatkan jumlah oksigen berkurang dan dapat mencemari lingkungan
terutama udara yang dapat menjadi ancaman bagi kesehatan manusia.
2

Oleh karena itu diperlukan upaya pengurangan sampah kardus yang baru,
efektif dan lebih bernilai yang tidak memberikan dampak negatif pada
lingkungan. Dusergy yang merupakan energi dari sampah kardus merupakan salah
satu upaya mengatasi masalah lingkungan dan juga menambah ketersediaan Clean
Energy yang merupakan salah satu SDGs (Sustainable Development Goals)
Indonesia 2030.
Saat ini Indonesia masih sangat bergantung dengan bahan bakar fosil,
Padahal penggunaan bahan bakar fosil memiliki dampak negatif pada lingkungan,
yaitu pencemaran lingkungan. Pencemaran lingkungan tersebut berupa emisi CO2
dan pemanasan global, gas rumah kaca seperti CO2, CH4, dan NO2 yang
mengakibatkan atmosfir bumi semakin panas karena terbentuknya lapisan di
atmosfir sehingga menahan panas yang akan keluar dari bumi (Sunarman &
Juhana, 2013).
Selain pencemaran lingkungan, penggunaan bahan bakar fosil dapat
menyebabkan krisis ekonomi dunia dikarenakan ketersediaan bahan bakar fosil
yang terbatas. krisis ini terjadi akibat adanya ketergantungan pemenuhan energi
bahan bakar yang digunakan berasal dari bahan bakar fosil. Masalah ini dapat
diatasi dengan upaya pemanfaatan sumber energi alternatif untuk dijadikan
sebagai bahan bakar (Haryono et al, 2010). Salah satu energi alternatif yaitu
bioethanol.
Bioethanol merupakan sumber energi pengganti bahan bakar cair yang
bahan bakunya dapat diperbaharui, ramah lingkungan, dan sangat menguntungkan
dari segi ekonomi (Juniansyah, 2014). Beberapa keunggulan bioethanol
dibandingkan dengan bahan bakar gasoline seperti angka oktane yang tinggi,
kecepatan nyala yang lebih tinggi, dan dapat meningkatkan panas penguapan
(Mohd Azhar et al, 2017). Bioethanol dapat diproduksi dari bahan baku yang
mengandung karbohidrat dengan cara fermentasi glukosa dengan menggunakan
ragi Saccharomyces cerevisiae (Sriwulan, 2012).
Bahan baku produksi bioethanol dapat dikelompokkan menjadi gula, pati,
dan selulosa (Lin & Tanaka, 2006). Sampah kardus berpotensi menjadi bahan
baku pembuatan bioethanol karena memilki kandungan selulosa sebesar 75% dari
berat keringnya (Yáñez et al, 2004).
3

Proses pembuatan bioethanol dari sampah kardus melalui 3 tahap, yaitu pre-
treatment, hidrolisis, dan fermentasi.
Tahap pre-treatment diperlukan untuk menghilangkan lignin, yang kemudian
hasilnya di hidrolisis untuk mendapatkan gula yang selanjutnya akan difermentasi
oleh mikroorganisme dan bioethanol sebagai hasil akhirnya.

SAMPAH PRE-
KARDUS TREATMENT

Hidrolisis
Fermentasi
enzimatis

Gambar 1. Proses pembuatan bioethanol dari sampah kardus

Pada tahap pre-treatment sampah kardus di potong – potong setelah itu


dipanaskan dengan H2O2 yang berperan sebagai katalis dalam proses delignifikasi,
yaitu reaksi pemutusan ikatan makromolekul lignin agar lignin mudah disisihkan.
Berikutnya, kardus yang telah melalui proses pre-treatment di hidrolisis dengan
bantuan enzim. Beberapa keuntungan hidrolisis ini dibandingkan hidrolisis asam,
yaitu tidak terjadi degradasi gula hasil hidrolisis, dapat berlangsung pada kondisi
proses yang lebih rendah (suhu rendah), berpotensi memberikan hasil yang tinggi
serta tidak adanya bahan korosif membuat biaya perawatan peralatan lebih rendah
(Seftian et al, 2012).
Hasil dari hidrolisis selanjutnya di fermentasi, pada proses ini
mikroorganisme mengubah gula menjadi bioethanol. Bioethanol yang dihasilkan
bergantung pada jumlah gula hasil hidrolisis. Menurut analisis ekonomi yang
dilakukan oleh (Wang Lei et al, 2013), 1 ton kardus dapat menghasilkan 247 liter
bioethanol.
4

Penggunaan sampah kardus sebagai bahan baku produksi bioethanol tidak


bersaing dengan bahan pangan seperti kesulitan yang pernah dihadapi pada
bioethanol generasi pertama. Selain itu, sampah kardus mudah ditemukan dan
juga murah. Dengan membuat sampah kardus menjadi bioethanol, sampah kardus
akan memiliki nilai yang lebih tinggi.
Upaya mengurangi sampah kardus dengan membuatnya sebagai kerajinan
tidak membuat sampah kardus menjadi sesuatu yang sangat dibutuhkan, karena
kerajinan biasanya akan dijadikan sebagai hiasan yang bukan kebutuhan primer.
Sedangkan membuat sampah kardus menjadi bioethanol membuat sampah kardus
lebih bernilai karena energi merupakan kebutuhan primer masyarakat. Membakar
sampah kardus hanya akan menimbulkan masalah baru seperti pencemaran udara,
tentunya membakar sampah kardus bukan lah suatu solusi untuk menangani
masalah sampah kardus.
Saat ini banyak produsen yang memutuskan mengemas produknya dengan
menggunakan kardus, bahkan pemilik bisnis online juga mulai menggunakan
kardus untuk pengemasan produknya sebelum dikirim ke pelanggan karena
dianggap lebih aman daripada menggunakan plastik. Fenomena ini yang
menjadikan ketersediaan sampah kardus melimpah.
Salah satu syarat suatu bahan baku dikategorikan bahan baku yang ideal
adalah ketersediaannya yang melimpah dan tidak terbatas. Artinya sampah kardus
dengan fenomena tersebut menjadikannya sebagai bahan baku ideal untuk
digunakan pada proses pembuatan bioethanol.
Dalam setiap produksi tinjauan ekonomi juga perlu dilakukan, penggunaan
bahan baku yang murah dengan ketersediaan yang melimpah akan membantu
mengurangi biaya produksi bioethanol. Mengingat sampah kardus adalah sampah
yang sering terabaikan dan dibuang begitu saja, tentunya bukan tidak mungkin
kalau harganya akan sangat murah atau bahkan mendapatkannya secara cuma –
cuma. Karena saat ini yang menjadi fokus utama dalam industry adalah kelayakan
komersial dari teknologi produksi bioethanol. Oleh karena itu, penting untuk
menggunakan teknologi paling efektif dan ekonomis yang dapat menghasilkan
bioethanol berkualitas tinggi dengan biaya yang lebih rendah (R. Abdulla et al,
2019).
5

Banyak penelitian yang telah dilakukan terhadap berbagai jenis bahan


baku, salah satunya adalah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang
menghasilkan 150 liter bioethanol dari 1 ton tandan kosong sawit. Tentunya jika
dibandingkan dengan yield bioethanol yang dihasilkan dari produksi
menggunakan bahan baku sampah kardus yaitu sebesar 247 liter dari 1 ton
sampah kardus.

Dengan demikian, diharapkan penggunaan sampah kardus menjadi bahan baku


bioethanol ini dapat mengurangi sampah kardus di lingkungan menambah nilai
jual dari sampah kardus, mewujudkan produksi bioethanol yang murah dan
efisien, mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap bahan bakar fosil, serta
menjadi energi yang lebih ramah lingkungan dengan harga yang terjangkau untuk
masyarakat sebagai upaya mewujudkan SDGs Indonesia tahun 2030

DAFTAR PUSTAKA
6

Handayani, S., Budisulistiorini, & Nuraeni R. (2009). UUD Pengelolaan Sampah.


Jurnal Presipitasi, 4(2).

Lei, w., Mahdi, S., & Richard, T. (2012). Bioethanol production from various
waste papers : Economic feasibility and sensitivity analysis, applied
energy journal, 1178.

Lin, Y., & Tanaka, S. (2006). Ethanol Fermentation from Biomass Resources:
Current State And Prospects. Applied Microbiology and Biotechnology,
69(6), 627–642.


Mohd Azhar, S. H., Abdulla, R., Jambo, S. A., Marbawi, H., Gansau, J. A., Mohd
Faik, A. A., & Rodrigues, K. F. (2017). Yeasts in Sustainable
Bioethanol production: A review. Biochemistry and Biophysics Reports,
10(February), 52–61.


Nur, R. S., Rudy, S. D., & Arie, S. G. (2015). Partisipasi masyarakat dalam
pengelolaan sampah di lingkungan margaluyu kelurahan cicurug,
Social Work Journal, 5(1), 1.

Seftian, D., Antonius, F., & Faizal, M. (2012). Pembuatan Etanol Dari Kulit
Pisang Menggunakan Metode Hidrolisis Enzimatik dan Fermentasi.
Jurnal Teknik Kimia, 18(1), 10–16.


Sriwulan, D. (2012). Pembuatan bioetanol dari biji durian sebagai energi


alternatif. Jurnal Teknik Kimia, 1.

Sunarman, B., & Juhana, R. (2013). Pemanfaatan limbah sawit untuk bahan
bakar energi baru dan terbarukan (ebt). Jurnal Tekno Intensif Kopwil,
2, 1-14.

Yáñez, R., Alonso, J. L., & Parajó, J. C. (2004). Production of Hemicellulosic


Sugars And Glucose from Residual Corrugated Cardboard. Process
Biochemistry,39(11),1543–1551

“Dampak Negatif Pembakaran Sampah bagi Kesehatan dan Lingkungan”.


Doktersehat.com. 21 februari 2019.
7

“1,9 Ton Kardus Bekas Menghidupi Ribuan Orang setiap Harinya”.


Kompasiana.com. 17 Februari 2010.

“sebanyak 130.000 ton sampah perhari diproduksi oleh Indonesia”. Media


lingkungan.com. 16 April 2014.

Anda mungkin juga menyukai