Anda di halaman 1dari 14

Laporan Kasus IGD

Spinal Stenosis

Oleh:

dr. Muhammad Nizar

Pendamping:

dr. Novieka Dessy M.

RS Bhayangkara Hoegeng Iman Santoso Banjarmasin

Program Internship Dokter Indonesia

Kota Banjarmasin Kalimantan Selatan

2019
Kasus 1

Topik : Spinal Stenosis

Tanggal Kasus : 2 Maret 2019

Presenter : dr. Muhammad Nizar

Tanggal Presentasi :

Pendamping : dr. Novieka Dessy M.

Tempat Presentasi : RS Bhayangkara Hoegeng Iman Santoso Banjarmasin

Objektif Presentasi : Keterampilan Diagnostik, Tatalaksana

Deskripsi :

Pasien datang ke IGD RS Bhayangkara Banjarmasin

dengan keluhan nyeri punggung bawah sejak 7 hari

SMRS. Nyeri terasa seperti berat pada punggung bawah

dan tidak menjalar. Skala nyeri +4, nyeri muncul

terutama jika berdiri lama, berjalan jauh, dan duduk yang

terlalu lama. Pasien juga merasa kebas pada daerah

bokong dan paha (+), dan terkadang mengeluhkan mati

rasa pada kedua tungkai. Hal ini sudah dialami sejak

kurang lebih 7 bulan yang lalu post KLLD namun

memberat 7 hari ini. Pasien biasanya mengompres

punggung bawah dengan air hangat untuk mengurangi

nyeri. Riwayat mengangkat beban berat sebelumnya (-).

BAK dan BAB tidak ada keluhan. Riwayat tulang

2
keropos (-) . Riwayat hipertensi (-), diabetes mellitus (-),

Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama disangkal.

Riwayat keluarga dengan DM dan hipertensi disangkal.

Tujuan : Diagnosis dan tatalaksana

Bahan Bahasan : Kasus

Cara Membahas : Diskusi

Data Pasien : Nama Pasien : Tn. MYP

Umur : 20 tahun

Data untuk bahan diskusi :

1. Diagnosis

Suspek Spinal Stenosis

2. Riwayat Kesehatan/Penyakit

Pasien datang ke IGD RS Bhayangkara Banjarmasin dengan keluhan nyeri

punggung bawah sejak 7 hari SMRS. Nyeri terasa seperti berat pada

punggung bawah dan tidak menjalar. Skala nyeri +4, nyeri muncul terutama

jika berdiri lama, berjalan jauh, dan duduk yang terlalu lama. Pasien juga

merasa kebas pada daerah bokong dan paha (+), dan terkadang mengeluhkan

mati rasa pada kedua tungkai. Hal ini sudah dialami sejak kurang lebih 7

bulan yang lalu post KLLD namun memberat 7 hari ini. Saat kecelakaan

pasien jatuh dan pinggang membentur aspal jalan. Pasien biasanya

mengompres punggung bawah dengan air hangat untuk mengurangi nyeri.

BAK dan BAB tidak ada keluhan.

3
3. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat mengangkat beban berat sebelumnya (-). Riwayat tulang keropos (-),

Riwayat hipertensi (-), diabetes mellitus (-).

4. Riwayat Penyakit Keluarga

Keluhan serupa (-), hipertensi (-), diabetes (-)

5. Lain-lain :

a. Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : compos mentis

TD: 120/80 mmHg N : 82x/menit, Suhu: 36,7⁰C, RR: 18x/menit

SpO2 99%

Kulit : Ikterik (-) anemis (-)

Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

Mulut : mukosa basah (+) , Tonsil T1/T1, tidak hiperemis

Saraf – saraf otak

Nervus Kanan Kiri

I. N. Olfaktorius Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

II. N. Opticus Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

III. N. Occulomotorius Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

IV. N. Trochlearis Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

V. N. Trigeminus Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

VI. N. Abducens Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

4
VII. N. Fascialis Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

VIII. N. Vestibulocochlearis Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

IX. N. Glossopharyngeus Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

X. N. Vagus Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

XI. N. Accesorius Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

XII. N. Hypoglosus Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

Leher

Inspeksi : Dalam batas normal

Palpasi : Dalam batas normal

ROM

· Ante / retrofleksi : dbn

· Laterofleksi : dbn

· Rotasi : dbn

Test Provokasi

· Lhermitte test / spurling : (-) · Test valsava : (-)

· Distraksi test : (-) · Test nafziger : (-)

Thorax

Bentuk : Normal

Paru – paru

· Inspeksi : simetris kanan = kiri

· Palpasi : fremitus kanan = kiri simetris

· Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru

· Auskultasi : Vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)

5
Jantung

· Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

· Palpasi : Ictus cordis tidak teraba

· Perkusi : Batas atas : ICS II

Batas kanan: ICS IV linea sternalis dextra

Batas kiri : ICS IV linea midclavicularis sinistra

· Auskultasi : HR 82 x/menit, regular, murmur (-), gallop(-)

Abdomen

· Inspeksi : Simetris, datar

· Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba

· Perkusi : Timpani

· Auskultasi : Bising usus (+) normal

Columna Vertebralis

Kelainan Lokal

Skoliosis : tidak ada

Khypose : tidak ada

Khyposkloliosis : tidak ada

Gibbus : tidak ada

Palpasi

· Spasme otot – otot para vertebrae : (-)

· Nyeri tekan (lokasi) : (+) Punggung bawah L5-S1

ROM sendi Lumbosakral

6
· Ante/Retrofleksi, Laterofleksi (D/S), Rotasi (D/S) : aktif passif dbn

Test Provokasi

· Test Laseque : (-)

· Test Patrick : (+)

· Test Bragard dan Sicard : (-)

· Test Kontra Patrick : (+)

Ekstremitas atas dan bawah

ROM : aktif passif ekstremitas atas dan bawah dbn

Motorik : Dextra Sinistra

Kekuatan : +5 atas dan bawah +5 atas dan bawah

Tonus : Normal Normal

Tropi : Eutropi Eutropi

Refleks Fisiologis : Refleks tendon biseps (+2/+2), triceps (+2/+2),

acchiles (+2/+2), patella (+2/+2)

Refleks Patologis: Horffman (-), tromner (-), babinsky (-)

Sensorik:

Rasa Eksteroseptik kanan/kiri

 Rasa nyeri superfisial : kurang/normal

 Rasa suhu : tidak dilakukan

 Rasa raba ringan : kurang/normal

Rasa Proprioseptik kanan/kiri

 Rasa getar : tdl

 Rasa tekan : normal/normal

7
 Rasa nyeri tekan : kurang/normal

 Rasa gerak posisi : normal/normal

Susunan Saraf Otonom

 Miksi : inkontinensi (-)

 Defekasi : konstipasi (-)

 Sekresi keringat: normal

 Salivasi : normal

 Ggn tropik : Kulit, rambut, kuku : (-)

Hasil Pembelajaran

1. Diagnosis Kerja

Suspek spinal stenosis

2. Subyektif

Pada anamnesis ditemukan keluhan nyeri punggung bawah sejak 7 hari. Nyeri

terasa seperti berat pada punggung bawah , menjalar (-). Skala nyeri +4, nyeri

muncul jika berdiri lama, berjalan jauh, dan duduk yang lama. Rasa kebas pada

daerah bokong dan paha (+),keluhan mati rasa pada kedua tungkai (+). Riwayat

trauma 7 bulan yang lalu. BAK dan BAB tidak ada keluhan.

Pada spinal stenosis, kebanyakan pasien mengeluh nyeri pungung (95%) dan

pada ekstremitas bawah (71%) berupa rasa terbakar hilang timbul, kesemutan,

berat, geli di posterior atau posterolateral tungkai atau kelemahan (3%) yang

menjalar ke ekstremitas bawah, memburuk dengan berdiri lama, beraktivitas, atau


1,2,3
ekstensi lumbar, gejala tersebut membatasi pasien untuk berjalan. Nyeri pada

ektemitas bawah biasanya berkurang pada saat duduk, berbaring, dan posisi fleksi

8
lumbar.4 Gejala yang dirasakan tiap pasien berbeda tergantung pola dan distribusi

stenosis. Gejala berhubungan dengan satu akar saraf pada satu level. Spinal

stenosis dapat terjadi setelah pasien trauma.

3. Objektif

Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda vital dalam batas normal.

Nyeri tekan punggung pada L5-S1 dan Tes Laseque didapatkan (-), patrick test

(+), contrapatrick test (+). Pada pemeriksaan neurologikus tidak didapatkan

kelainan saraf kranialis. kekuatan motorik pada ekstremitas atas maupun bawah

masih bagus, tonus otot normal, reflex fisiologis dalam batas normal, tidak ada

reflex patologis, namun terdapat penurunan pada saraf sensoris di ekstremitas

bawah pada dermatom L5.

Pada spinal stenosis kekuatan otot pada tungkai bawah biasanya akan

menurun, gejala ini bisa saja spesifik bila ada keterlibatan akar saraf pada lumbar

dan sakral. Adanya tanda Patrick sign dan kontrapatrick sign menandakan adanya

kelainan pada serabut saraf di sendi sakroiliaka. Otot-otot yang dipengaruhi antara

lain: gluteus medius, hamstring (semimembraneus, semitendinous, bisep femoris),

gastrocnemius, dan soleus. Sensorisnya bisa berkurang pada tes pinprick dan

sentuhan ringan mengikuti pola dermatom, juga menunjukan ketrlibatan akar

saraf, termasuk sadle anesthesia (kadang melibatkan gland penis dan klitoris).5,6,7

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada pasien tidak dilakukan pemeriksaan penunjang karena pasien hanya

ingin meminta obat dan tidak ingin dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.

9
a) Foto polos x-ray Lumbosacral

Merupakan penilaian rutin untuk pasien dengan back pain. Dibuat dalam

posisi AP lateral dan obliq, dengan tampak gambaran kerucut lumbosacral

junction, dan spina dalam posisi fleksi dan ekstensi, diharapkan untuk mendapat

informasi ketidakstabilan segmen maupun deformitas. Penemuan radiografi yang

mengarahkan kecurigan kepada lumbal stenosis degeneratif adalah pada keadan

spondilolistesis degeneratif dan skoliosis degeneratif. Untuk pasien dengan

spondilolistesis degeneratif foto polos posisi lateral dibuat dengan pasien dalam

posisi berbaring dan spina dalam keadan fleksi dan ektensi, bertujuan untuk

melihat pergeseran abnormal pada segmen yang terlibat.. 1,2,3,5

b) CT Scan

CT Scan sangat bagus untuk mengevaluasi tulang, khususnya di aspek

resesus lateralis. Selain itu dia bisa juga membedakan mana diskus dan mana

ligamentum flavum dari kantongan tekal (thecal sac). Memberikan visualisasi

abnormalitas facet, abnormalitas diskus lateralis yang mengarahkan kecurigan kita

kepada lumbar stenosis, serta membedakan stenosis sekunder akibat fraktur.

Harus dilakukan potongan 3 mm dari L3 sampai sambungan L5-S1. Namun

derajat stenosis sering tidak bisa ditentukan karena tidak bisa melihat jaringan

lunak secara detail.1,3,5

c) MRI

MRI adalah pemeriksan gold standar diagnosis lumbar stenosis dan

perencanan operasi. Kelebihanya adalah bisa mengakses jumlah segmen yang

terkena, serta mengevaluasi bila ada tumor, infeksi bila dicurigai. Selain itu bisa

10
membedakan dengan baik kondisi central stenosis dan lateral stenosis. Bisa

mendefinisikan flavopathy, penebalan kapsuler, abnormalitas sendi facet, osteofit,

herniasi diskus atau protrusi. Ada atau tidaknya lemak epidural, dan kompresi teka

dan akar saraf juga bisa dilhat dengan baik. Potongan sagital juga menyediakan

porsi spina yang panjang untuk mencari kemungkinan tumor metastase ke spinal.

Kombinasi potongan axial dan sagital bisa mengevaluasi secara komplit central

canal dan neural foramen. Namun untuk mengevaluasi resesus lateralis diperlukan

pemeriksan tambahan myelografi lumbar dikombinasi dengan CT scan tanpa

kontras.1,2,3,5

4. Tatalaksana

Terapi di rumah sakit Bhayangkara:

Peroral:

- natrium diklofenak 50 mg 2x1 tablet

- dexamethasone 0,5 mg 3x1 tablet

- Ranitidin 2x150 mg

- Neurodex 1x1 tablet

KIE:

Edukasi kepada pasien untuk membatasi tindakan mengangkat barang-barang

berat serta untuk menggunakan mekanika tubuh dengan benar dan menggunakan

korset lumbal.

Prinsip terapi pada spinal stenosis ada dua, yaitu:


a) Terapi konservatif
Terapi konservatif dilakukan apabila gejalanya ringan dan durasinya pendek

selain itu kondisi umum pasien tidak mendukung dilakukan terapi operatif

11
(misalnya pasien dengan hipertensi atau diabetes melitus). Modalitas utama

meliputi edukasi, modifikasi aktivitas termasuk mengurangi mengangkat beban,

membengkokan badan, memelintir badan, latihan fisioterapi harus menghindari

hiperekstensi dan tujuannya adalah untuk menguatkan otot abdominal fleksor

untuk memelihara posisi fleksi, penggunan lumbar corset-type brace dalam jangka

pendek, analgesik sederhana (misal acetaminofen), dan NSAIDs, injeksi steroid

epidural untuk mengurangi inflamasi, golongan narkotika bila diperlukan. Latihan

juga sangat penting antara lain bersepeda, treadmil, hidroterapi misalnya berenang

dapat memicu pengeluaran endorphin dan meningkatkan suplai darah ke elemen

saraf, serta membantu memperbaiki fungsi kardiorespirasi.1,2,5,8

b) Terapi operatif

Indikasi operasi adalah gejala neurologis yang bertambah berat, defisit

neurologis yang progresif, ketidakamampuan melakukan aktivitas sehari-hari dan

menyebabkan penurunan kualitas hidup, serta terapi konservatif yang gagal.

Prosedur yang paling standar dilakukan adalah laminektomi dekompresi.

Tindakan operasi bertujuan untuk dekompresi akar saraf dengan berbagai tekhnik

sehinga diharapkan bisa mengurangi gejala pada tungkai bawah dan bukan untuk

mengurangi LBP (low back pain), walaupun pasca operasi gejala LBP akan

berkurang secara tidak signifikan.1,2,5,8 Prosedur pembedahan yang sering

dikerjakan adalah laminektomi dekompresi. Standar laminektomi dekompresi

adalah membuang lamina dan ligamentum flavum dari tepi lateral satu resesus

lateralis sampai melibatkan level transversal spina. Semua resesus lateralis yang

membuat akar saraf terperangkap harus didekompresi.

12
5. Prognosis

Prognosis baik bila dekompresi adekuat, stabiltas sendi facet erjaga, pembedahan

lebih awal, pemakaian korset post-op, latihan pasca operasi. Prognosis buruk bila

terjadi dominan back pain, segmen yang terkena multilevel, penundaan lama

pembedahan, terdapat tanda defisit neurologis, riwayat operasi sebelumnya gagal,

pasien dengan penyakit sistemik kronis.1,2,7

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Justin F. Fraser, B.A., Rusel C. Huang, M.D. Pathogenesis, presentation, and

treatment of lumbar spinal stenosis asociated with coronal or sagital spinal

deformites. Neurosurg Focus. 2003 ; 14: 1-6.

2. Eberhard Siebert, Harald Prüs, Randolf Klingebiel, et al. Lumbar spinal

stenosis: syndrome, diagnostics and treatment Nat. Rev. Neurol. 2009; 5: 392–

403.

3. Joseph D. Fortin, DO, and Michael T. Wheler. Imaging in Lumbar Spinal

Stenosis Pain Physician. 2004;7:13-139. ISSN 153-3159.

4. Anthony J. Caputy, M.D., Caple A. Spence. The role of spinal fusion in

surgery for lumbar spinal stenosis: a review. Neurosurg Focus. 1997; 3 (2): 3.

5. Jeferey M. Spivak. Curent Concepts Review - Degenerative Lumbar Spinal

Stenosis. Journal Bone Joint Surg Am. 1998; 80:1053-1056.

6. D. Fahy and J. E. Nixon Harcourt Publishers Ltd. Lumbar spinal stenosis

Curent Orthopaedics. 2001; 15: 91-110.

7. McRae, Ronald. Clinical Orthopaedic examination. Fifth Editon. Churchill

Livingstone. 2004: 151-152.

8. Franco Postachini. Management of Lumbar stenosis. Springer-Verlag Wien.

1996; 78-B (1): 23-56.

14

Anda mungkin juga menyukai