Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kata autis berasal dari bahasa Yunani "auto" berarti sendiri yang ditujukan pada
seseorang yang menunjukkan gejala "hidup dalam dunianya sendiri". Pada umumnya
penyandang autisma mengacuhkan suara, penglihatan ataupun kejadian yang melibatkan
mereka. Jika ada reaksi biasanya reaksi ini tidak sesuai dengan situasi atau malahan tidak ada
reaksi sama sekali. Mereka menghindari atau tidak berespon terhadap kontak sosial
(pandangan mata, sentuhan kasih sayang, bermain dengan anak lain dan sebagainya).
Pemakaian istilah autis kepada penyandang diperkenalkan pertama kali oleh Leo Kanner,
seorang psikiater dari Harvard (Kanner, Austistic Disturbance of Affective Contact) pada
tahun 1943 berdasarkan pengamatan terhadap 11 penyandang yang menunjukkan gejala
kesulitan berhubungan dengan orang lain, mengisolasi diri, perilaku yang tidak biasa .
Autis dapat terjadi pada semua kelompok masyarakat kaya miskin, di desa dikota,
berpendidikan maupun tidak serta pada semua kelompok etnis dan budaya di dunia.
Sekalipun demikian anak-anak di negara maju pada umumnya memiliki kesempatan
terdiagnosis lebih awal sehingga memungkinkan tatalaksana yang lebih dini dengan hasil
yang lebih baik.
Data yang dirilis Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), prevalensi autis di Indonesia
mengalami peningkatan luar biasa, dari 1 per 1000 penduduk menjadi 8 per 1000 penduduk
dan melampaui rata- rata dunia yaitu 6 per 1000 penduduk. Pada tahun 2009 dilaporkan
bahwa jumlah anak penderita autisme mencapai 150-200 ribu (Sari, 2009). Data lain tahun
2015 di Indonesia memperkirakan lebih dari 12.800 anak menyandang autisme dan 134.000
menyandang spektrum Autisme (klinikautisme.com). Simpang siurnya data terkait
penyandang autisme di Indonesia memerlukan peran serta seluruh lembaga (baik swasta dan
pemerintah), keluarga dan masyarakat sehingga terdata dan diupayakan penanganan.
Berdasarkan kesimpulan di atas maka kami sebagai penulis tertarik untuk lebih
memahami konsep anak dengan autisme, dimana konsep ini saling terkait satu sama lain.
Semoga Asuhan keperawatan ini dapat membantu para orang tua, masyarakat umum dan

1
khususnya kami (mahasiswa keperawatan) dalam memahami anak dengan autisme, sehingga
kami berharap anak dengan kondisi ini dapat diperlakukan dengan baik.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat disimpulkan bahwa rumusan masalah dari
makalah ini adalah “Bagaimana konsep dan asuhan keperawatan pada anak dengan gangguan
Autisme?”

C. Tujuan
a. Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan memahami konsep dan asuhan keperawatan anak dengan
gangguan autisme.
b. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dibuatnya makalah ini yaitu untuk mengetahui dan memahami :
1.Menjelaskan konsep autisme
2.Melakukan pengkajian
3.Menentukan diagnosa
4.Menentukan intervensi
5.Menentukan evaluasi
6.Prognosis Autisme
7.Asuhan keperawatan padda anak dengan autisme

2
BAB II
KONSEP TEORI
A. Pengertian
Autisme adalah ketidakmampuan perkembangan yang biasanya terlihat sebelum usia dua
setengah tahun dan ditandai dengan gangguan pada wicara dan bahasa, mobilitas, persepsi,
dan hubungan interpersonal.(Speer, Kathleen Morgan. 2007)
Autisme adalah gangguan perkembangan yang umumnya menimpa anak-anak.Gangguan
ini membuat anak tidak mampu berinteraksi sosial dan seolah-olah hidup dalam dunianya
sendiri. (Aizid, Rizem. 2011)
Autisme merupakan gangguan perkembangan pervasif pada anak yang ditandai dengan
adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang koqnitif, bahasa, perilaku, komunikasi,
dan interaksi sosial.
B. Etiologi
Penyebab yang pasti dari autisme belum diketahui, yang pasti hal ini bukan disebabkan
karena pola asuh yang salah. Menurut penelitian para ahli menunjukkan bahwa autisme
mempunyai penyebab neurobiologist yang sangat kompleks. Gangguan neurobiologist ini
dapat disebabkan oleh interaksi factor genetic dan lingkungan seperti pengaruh negative
selama masa perkembangan otak.
Banyak faktor yang menyebabkan pengaruh negatif selama masa perkembangan otak,
antara lain; penyakit infeksi yang mengenai susunan saraf pusat, trauma, keracunan logam
berat dan zat kimia lain baik selama masa dalam kandungan maupun setelah dilahirkan,
gangguan imunologis,gangguan absorpsi-protein tertentu akibat kelainan di usus.

C. Patofisiologi
Diperkirakan bahwa genetik merupakan penyebab utama dari autisme. Tapi selain itu
juga faktor lingkungan misal terinfeksi oleh bahan beracun yang akan merusak struktur
tubuh. Selain itu bahan-bahan kimia juga dapat menyebabkan autism, karena kita ketahui
bahwa bila bahan tersebut masuk dalam tubuh akan merusak pencernaan dan radang dinding
usus karena alergi. Bahan racun masuk melalui pembuluh darah yang bila tidak segera diatasi
bisa menuju ke otak kemudian bereaksi dengan endhorphin yang akan mengakibatkan
perubahan perilaku.

3
Anak dengan autisme mengalami gangguan pada otaknya yang terjadi karena infeksi
yang disebabkan oleh jamur, logam berat, zat aditif, alergi berat,obat-obatan, kasein dan
gluten. Infeksi tersebut terjadi pada saat bayi dalam kandungan maupun setelah lahir.
Kelainan yang dialami anak autisme terjadi pada otak bagian lobus parietalis, otak kecil
(cerebellum) dan pada bagian sistem limbik. Kelainan ini menyebabkan anak mengalami
gangguan dalam berpikir, mengingat dan belajar berbahasa serta dalam proses
atensi.Sehingga anak dengan autisme kurang berespon terhadap berbagai rangsang sensoris
dan terjadilah kesulitan dalam menyimpan informasi baru.
D. Pathway Autisme

Nutrisi yang Kelainan Faktor Ketidakseimbangan Gangguan


buruk saat Neurobiologi genetik biokimia kekebalan
hamil s

AUTISME

Gangguan Hambatan Gangguan Gangguan emosi


komunikasi interaksi sosial persepsi sensori
verbal dan
non verbal.

Resiko kekerasan
terhadap diri sendiri

4
E. Cara Mengetahui Autisme pada Anak
Anak mengalami autisme dapat dilihat dengan:
1. Orang tua harus mengetahui tahap-tahap perkembangan normal: disini maksudnya orang
tua harus mengetahui pertumbungan dan perkembangan anak berdasarkan usia, misalnya
: pada usia sekitar 2 tahun anak sudah mulai berbicara.
2. Orang tua harus mengetahui tanda-tanda autisme pada anak: orang tua harus mengetahui
gangguan ataupun kelainan yang mungkin terjadi pada anak yang dapat kita lihat pada
tahap perkembangannya berdasarkan usia. Misalnya : tidak ada kontak mata, dan
menolak untuk bicara.
3. Observasi orang tua, pengasuh, guru tentang perilaku anak dirumah, di TK, saat bermain,
pada saat berinteraksi sosial dalam kondisi normal. Apakah anak ini dominan untuk
bermain sendiri, dan tidak bersosialisasi pada teman-temannya yang lain.
Tanda autis berbeda pada setiap interval umumnya:
1. Pada usia 6 bulan sampai 2 tahun anak tidak mau dipeluk atau menjadi tegang bila
diangkat ,cuek menghadapi orangtuanya, tidak bersemangat dalam permainan sederhana
(ciluk baa atau kiss bye), anak tidak berupaya menggunakan kata-kata. Orang tua perlu
waspada bila anak tidak tertarik pada boneka atau binatang mainan untuk bayi, menolak
makanan keras atau tidak mau mengunyah, apabila anak terlihat tertarik pada kedua
tangannya sendiri.
2. Pada usia 2-3 tahun dengan gejala suka mencium atau menjilati benda-benda, disertai
kontak mata yang terbatas, menganggap orang lain sebagai benda atau alat, menolak
untuk dipeluk, menjadi tegang atau sebaliknya tubuh menjadi lemas, serta relatif cuek
menghadapi kedua orang tuanya.
3. Pada usia 4-5 tahun ditandai dengan keluhan orang tua bahwa anak merasa sangat
terganggu bila terjadi rutin pada kegiatan sehari-hari. Bila anak akhirnya mau berbicara,
tidak jarang bersifat ecolalia (mengulang-ulang apa yang diucapkan orang lain segera
atau setelah beberapa lama), dan anak tidak jarang menunjukkan nada suara yang aneh,
(biasanya bernada tinggi dan monoton), kontak mata terbatas (walaupun dapat
diperbaiki), tantrum dan agresi berkelanjutan tetapi bisa juga berkurang, melukai dan
merangsang diri sendiri.

5
F. Manisfestasi Klinis
Manifestasi klinis yang ditemui pada penderita Autisme :
1. Penarikan diri, Kemampuan komunukasi verbal (berbicara) dan non verbal yang tidak
atau kurang berkembang mereka tidak tuli karena dapat menirukan lagu-lagu dan istilah
yang didengarnya, serta kurangnya sosialisasi mempersulit estimasi potensi intelektual
kelainan pola bicara, gangguan kemampuan mempertahankan percakapan, permainan
sosial abnormal, tidak adanya empati dan ketidakmampuan berteman. Dalam tes non
verbal yang memiliki kemampuan bicara cukup bagus namun masih dipengaruhi, dapat
memperagakan kapasitas intelektual yang memadai. Anak austik mungkin terisolasi,
berbakat luar biasa, analog dengan bakat orang dewasa terpelajar yang idiot dan
menghabiskan waktu untuk bermain sendiri.
2. Gerakan tubuh stereotipik, kebutuhan kesamaan yang mencolok, minat yang sempit,
keasyikan dengan bagian-bagian tubuh.
3. Anak biasa duduk pada waktu lama sibuk pada tangannya, menatap pada objek.
Kesibukannya dengan objek berlanjut dan mencolok saat dewasa dimana anak
tercenggang dengan objek mekanik.
4. Perilaku ritualistik dan konvulsif tercermin pada kebutuhan anak untuk memelihara
lingkungan yang tetap (tidak menyukai perubahan), anak menjadi terikat dan tidak bisa
dipisahkan dari suatu objek, dan dapat diramalkan .
5. Ledakan marah menyertai gangguan secara rutin.
6. Kontak mata minimal atau tidak ada.
7. Pengamatan visual terhadap gerakan jari dan tangan, pengunyahan benda, dan
menggosok permukaan menunjukkan penguatan kesadaran dan sensitivitas terhadap
rangsangan, sedangkan hilangnya respon terhadap nyeri dan kurangnya respon terkejut
terhadap suara keras yang mendadak menunjukan menurunnya sensitivitas pada
rangsangan lain.
8. Keterbatasan kognitif, pada tipe defisit pemrosesan kognitif tampak pada emosional.
9. Menunjukan echolalia (mengulangi suatu ungkapan atau kata secara tepat) saat berbicara,
pembalikan kata ganti pronomial, berpuisi yang tidak berujung pangkal, bentuk bahasa
aneh lainnya berbentuk menonjol. Anak umumnya mampu untuk berbicara pada sekitar
umur yang biasa, kehilangan kecakapan pada umur 2 tahun.

6
10. Intelegensi dengan uji psikologi konvensional termasuk dalam retardasi secara
fungsional.
11. Sikap dan gerakan yang tidak biasa seperti mengepakan tangan dan mengedipkan mata,
wajah yang menyeringai, melompat, berjalan berjalan berjingkat-jingkat.
Ciri yang khas pada anak yang austik :
- Defisit keteraturan verbal.
- Abstraksi, memori rutin dan pertukaran verbal timbal balik.
- Kekurangan teori berfikir (defisit pemahaman yang dirasakan atau dipikirkan orang
lain).
Menurut Baron dan kohen 1994 ciri utama anak autisme adalah:
- Interaksi sosial dan perkembangan sosial yang abnormal.
- Tidak terjadi perkembangan komunikasi yang normal.
- Minat serta perilakunya terbatas, terpaku, diulang-ulang, tidak fleksibel dan tidak
imajinatif.
Ketiga-tiganya muncul bersama sebelum usia 3 tahun.

G. Penatalaksanaan
Anak autis memerlukan penanganan multi disiplin yaitu terapi edukasi, terapi perilaku,
terapi bicara, terapi okupasi, sensori integasi, auditori integration training (AIT),terapi
keluarga dan obat, sehingga memerlukan kerja sama yang baik antara orang tua , keluarga
dan dokter.
Orang tua perlu menyesuaikan diri dengan keadaan anaknya, orang tua harus
memberikan perawatan kepada anak temasuk perawat atau staf residen lainnya. Orang tua
sadar adanaya scottish sosiety for autistik children dan natinal sosiety for austik
children yang dapat membantu dan dapat memmberikan pelayanan pada anak autis.
a. Terapi medis :
1. Neuroleptik dapat digunakan untuk menangani perilaku mencelakkan diri sendiri
yang mengarah pada agresif, stereotipik dan menarik diri dari pergaulan sosial.
2. Antagonis opiat dapat mengatasi perilaku, penarikan diri dan stereotipik, selain itu
terapi kemampuan bicara dan model penanganan harian dengan menggunakan
permainan latihan antar perorangan terstruktur dapat digunakan.

7
Masalah perilaku yang biasa seperti bising, gelisah atau melukai diri sendiri dapat
diatasi dengan obat klorpromasin atau tioridasin.
3. Terapi diit pada anakurangi asupan gula tinggi / karbohidrat karena dapat merangsak
autism adalah pada malam hari ng anak untuk sulit tidur dan aktivitas bermainnya
akan meningkat. Sebaliknya pada siang hari karbohidrat atau zat gula sangat
diperlukan untuk aktivitas dan bermainnya.
Keadaan tidak dapat tidur dapat memberikan responsedatif seperti kloralhidrat,
konvulsi dikendalikan dengan obat anti konvulsan. Hiperkinesis yang jika menetap
dan berat dapat ditanggulangi dengan diit bebas aditif atau pengawet. Dapat
disimpulkan bahwa terapi pada autisme dengan mendeteksi dini dan tepat waktu serta
program terapi yang menyeluruh dan terpadu.
Penatalaksanaan anak pada autisme bertujuan untuk:
- Mengurangi masalah perilaku.
- Meningkatkan kemampuan belajar dan perkembangan terutama bahasa.
- Anak bisa mandiri.
- Anak bisa bersosialisasi.
b. Terapi non medis :
1. Terapi musik. Lewat terapi ini, musik diharapkan memberikan getaran gelombang
yang akan berpengaruh terhadap permukaan membran otak. Secara tak langsung, itu
akan turut memperbaiki kondisi fisiologis. Harapannya, fungsi indera pendengaran
menjadi hidup sekaligus merangsang kemampuan berbicara.
2. Terapi akupunktur. Metode tusuk jarum ini diharapkan bisa menstimulasi sistem saraf
pada otak hingga dapat bekerja kembali.
3. Terapi perilaku. Tujuannya, agar sang anak memfokuskan perhatian dan
bersosialisasi dengan lingkungannya. Caranya dengan membuat si anak melakukan
berbagai kegiatan seperti mengambil benda yang ada di sekitarnya.
4. Terapi anggota keluarga. Orang tua harus mendampingi dan memberi perhatian
penuh pada sang anak hingga terbentuk ikatan emosional yang kuat. Umumnya,
terapi ini merupakan terapi pendukung yang wajib dilakukan untuk semua jenis terapi
lain.

8
5. Terapi lumba-lumba. Telah diketahui oleh dunia medis bahwa di tubuh lumba-lumba
teerkandung potensi yang bisa menyelaraskan kerja saraf motorik dan sensorik
pendeerita autis. Sebab lumba-lumba mempunyai gelombang sonar (gelombang suara
dengan frewkuensi tertentu) yang dapat merangsang otak manusia untuk
memproduksi energi yang ada dalam tulang tengkorak, dada, dan tulang belakang
pasien sehingga dapat membentuk keseimbangan antara otak kanan dan kiri. Selain
itu, gelombang suara dari lumba-lumba juga dapat meningkatkan neurotransmitter.
Terapi anak autis dengan lumba-lumba sudah terbukti 4 kali lebih efektif dan lebih
cepat dibanding terpi lainnya. Gelombang suara yang dipancarkan lumba-lumba
ternyata berpengaruh pada perkembangan otak anak autis.
H. Prognosis
Anak terutama yang mengalami bicara, dapat tumbuh pada kehidupan marjinal, dapat
berdiri sendiri, sekalipun terisolasi, hidup dalam masyarakat, namun pada beberapa anak
penempatan lama pada institusi merupakan hasil akhir. Prognosis yang lebih baik adalah
tingat intelegensi lebih tinggi, kemampuan berbicara fungsional, kurangnya gejala dan
perilaku aneh. Gejala akan berubah dengan pertumbuhan menjadi tua. Kejang-kejang dan
kecelakaan diri sendiri semakin terlihat pada perkembangan usia.

9
BAB III
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Anak Dengan Gangguan Autisme
A. Pengkajian
a. Biodata
Nama, umur, agama , alamat, Nama penanggung jawab pasien, umur penanggung jawab,
status penanggung jawab, pekerjaan, alamat, dan lain sebagainya.
b. riwayat gangguan psikiatri/jiwa pada keluarga.
c. riwayat keluarga yang terkena autism.
d. riwayat kesehatan ketika anak dalam kandungan.
1. sering terpapar zat toksik, seperti timbal.
2. cedera otak
e. status pekembangan anak
1. anak kurang merespon orang lain
2. anak sulit fokus pada objek dan sulit mengenali bagian tubuh.
3. anak mengalami kesulitan dalan belajar.
4. anak sulit menggunakan ekspresi non verbal
5. keterbatasan kognitif
f. Pengkajian data fokus pada anak dengan gangguan perkembangan pervasive atau
autisme menurut Isaac, A (2005) dan Townsend, M.C (1998) amntara lain:
1. Tidak suka dipegang
2. Rutinatas yang berulang
3. Tangan digerak-gerakan dan kepala diangguk-anggukan
4. Terpaku pada benda mati
5. Sulit berbahasa dan berbicara
6. 50% diantaranya mengalami retardasi mental
7. Ketidakmampuan untuk memisahkan kebutuhan fisiologis dan emosi diri sendiri
dengan orang lain
8. Tingkat ansietas yang bertambah akibat dari kontak dengan orang lain
9. Ketidakmampuan untuk membedakan batas-batas tubuh diri sendiri dengan orang lain
10. Mengulangi kata-kata yang dia dengar dari yang diucapkan orang lain atau gerakkan-
gerakkan mimic orang lain

10
11. Penolakan atau ketidakmampuan berbicara yang ditandai dengan ketidakmatangan
struktuk dramatis, ekolali, pembalikan pengucapan, ketidakmampuan untuk menamai
benda-benda, ketidakmampuan untuk menggunakan batasan-batasan abstrak, tidak
adanya ekspresi nonverbal seperti kontak mata, sifat responsife pada wajah, dan gerak
isyarat.
B. Pemeriksaan fisik
1. Tanda-tanda vital
- Nadi
- Tekanan darah
- Respirasi rate
- Suhu
2. Pemeriksaan Fisik khusus :
- tidak ada kontak mata pada anak.
- anak tertarik pada sentuhan.
- terdapat ekolalia
- tidak ada ekspresi non verbal
- sulit fokus pada objek semula bila anak berpaling ke objek lain
- anak tertarik pada suara tapi bukan pada makna benda tersebut.
- peka terhadap bau
C. Diagnosa keperawatan
1. Hambatan interaksi sosial yang berhubungan dengan tidak adanya teman sebaya atau
orang lain yang penting.
2. Gangguan komunikasi verbal dan non verbal berhubungan dengan hambatan psikologis.
3. Gangguan persepsi sensori penciuman dan taktil berhubugan dengan perubahan
penerimaan sensori , transmisi atau integrasi.
4. Resiko kekerasan terhadap diri sendiri berhubungan dengan status emosi.

11
D. Rencana Asuhan Keperawatan
No. DX Tujuan Intervensi
1. Hambatan interaksi TUM : 1. fasilitasi kemampuan
sosial yang b.d tidak Setelah dilakukan asuhan dengan orang lain.
adanya teman sebaya keperawatan selama … x … 2. identifikasi perubahan
atau orang lain yang jam diharapkan pasien perilaku yang spesifik.
penting. dapat menggunakan 3. identifikasi permainan
aktivitas yang diperlukan yang dapat meningkatkan
untuk kesenangan, hiburan, interaksi sosial.
dan perkembangannya. 4. libatkan pendukung
TUK : sebaya dalam memberikan
1. dapat berpatisipasi dan umpan balik dalam interaksi
menikmati permainan. sosial.
2. meningkatkan 5. gunakan teknik bermain
keterampilan interaksi peran untuk meningkatkan
sosial. keterampilan dan teknik
3. menunjukkan perilaku berkomunikasi.
yang menunjukkan 6. berikan umpan balik
perbaikan interaksi sosial. positif jika pasien dapat
4. memahami efek perilaku berinteraksi dengan orang
diri terhadap interaksi sosial lain.
5. memainkan permainan
interaktif dengan teman
seusia/ sebaya.
2. Gangguan komunikasi TUM : 1. kaji kemampuan bicara
verbal dan non verbal Setelah dilakukan asuhan dan berkomunikasi.
b.d hambatan pikologis. keperawatan selama … x … 2. anjurkan kehadiran pada
jam diharapkan pasien pertemuan kelompok untuk
dapat mengungkapkan melakukan kontak
pesan verbal dan non intrapersonal.
verbal. 3. sering berikan pujian

12
TUK : positif pad pasien bila mau
1. mampu berbicara pada berkomunikasi.
orang lain. 4. libatkan keluarga dalam
2. pasien bisa menggambar latihan komunikasi.
3. dapat melakukan
pertukaran pesan dengan
orang lain.

3. Gangguan persepsi TUM : 1. pantau kemampuan untuk


sensori penciuman dan Setelah dilakukan asuhan membedakan tajam atau
taktil b.d perubahan keperawatan selama … x … tumpul, panas atau dingin.
penerimaan sensori, jam diharapkan pasien 2. pantau adanya parestesia :
transmisi, atau mampu menahan diri dari mati rasa.
integritas. gangguan persepsi, proses 3. tingkatkan jumlah stimuli
pikIr, isi pikiran. untuk mencapai input sensori
TUK : yang sesuai ( peningkatan
1. dapat berinteraksi sesuai interaksi sosial, jadwal
dengan orang lain dan kontak).
lingkungan. 4. kurangi jumlah stimulus
2. memperlihatkan untuk mencapai input sensori
pengaturan pikiran yang yang sesuai ( hindarkan dari
logis. suara yang keras atau
3. penuh perhatian bising).
konsentrasi dan orientasi. 5. hindari atau pantau secara
ketat penggunaan dingin dan
panas.
6. pantau adanya barang –
barang yang membahayakan
di lingkungan.
4. Resiko kekerasan TUM : 1. monitor kemampuan
terhadap diri sendiri b.d Setelah dilakukan asuhan perawatan diri.

13
status emosi. keperawatan selama … x … 2. monitor intake cairan dan
jam diharapkan pasien nutrisi.
mampu mengendalikan 3. monitor status fisik pasien.
emosinya sehingga tidak 4. berikan kesempatan untuk
beresiko untuk menyakiti latihan fisik.
diri sendiri. 5. monitor status mental dan
TUK : psikologis pasien setelah
1. melaporkan tidur yang dilakukan terapi.
adekuat
2. melaporkan adanya nafsu
makan yang normal.
3. menunjukkan
ketertarikan dalam.

E. Implementasi
Menurut setiadi (2012) dalam buku konsep dan penulisan asuhan keperawatan,
implementasi keperawatan adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan
yang telah disusun pada tahap perencanaan.
F. Evaluasi
Setelah dilakukan asuhan keperawatan anak pada pasien gangguan autisme sesuai intervensi
diharapkan pasien dapat :
1. Meningkatkan keterampilan interaksi sosial.
2. Memainkan permainan interaktif dengan teman sebaya/sesuai.
3. Mampu bertukar pesan dengan orang lain.
4. Berinteraksi sesuai dengan orang lain dan lingkungan.
5. Mampu memperlihatkan pengaturan pikiran yang logis.
6. Penuh perhatian, konsentrasi, dan orientasi.

14
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Anak autisme merupakan anak yang mengalami gangguan ketidakmampuan untuk
berinteraksi dengan orang lain, gangguan dalam berbahasa, komunikasi, dan perilaku
sehingga mereka sulit untuk berkembang bahkan menguasai perkembangan kognitifnya
sendiri. Apabila tidak ditangani dengan baik melalui terapi atau pendampingan khusus, anak

15
autis akan menetap dan berakibat pada keterlambatan dalam perkembangan, meskipun sangat
kecil kemungkinan bagi mereka untuk memiliki potensi rata-rata bahkan di atas rata-rata.
Banyak faktor yang menyebabkan pengaruh negatif selama masa perkembangan otak,
antara lain; penyakit infeksi yang mengenai susunan saraf pusat, trauma, keracunan logam
berat dan zat kimia lain baik selama masa dalam kandungan maupun setelah dilahirkan,
gangguan imunologis,gangguan absorpsi-protein tertentu akibat kelainan di usus.

B. Saran
Dari hasil makalah yang telah kami buat ,kami menyarankan kita semua agar bisa lebih
peduli kepada anak-anak yang berkebutuhan khusus terutama bagi anak autisme. Sebagai
masyarakat secara umum kita harus lebih bisa menerima anak-anak tersebut.
Dan sebagai mahasiswa keperawatan kita harus mampu mengetahui dan memahami
konsep dan asuhan keperawatan pada anak dengan autisme. Semoga makalah ini menjadi
rujukan bagi kita untuk bisa memberikan layanan keperawatan bagi anak-anak autisme
dengan baik dan terencana.

DAFTAR PUSTAKA

Eko & Atik. Cetakan 1. Asuhan Keperawatan Anak sehat dan Anak Berkebutuhan Khusus.
Yogyakarta: Pustaka Baru Press.

Speer, Kathleen Morgan. 2007. Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC

16
Https:// www.kompasaniana.com
“Data anak autisme di Indonesia”. Di kutip oleh : Yostan A. Labola. 10 April 2017

Https://academia.edu .com

17

Anda mungkin juga menyukai