Anda di halaman 1dari 9

1.

Efek Rumah Kaca


a. Rumah Kaca
Rumah kaca (disebut juga rumah hijau dan rumah
tanaman[1]) adalah sebuah bangunan di mana tanaman
dibudidayakan. Sebuah rumah kaca terbuat dari gelas atau
plastik; Dia menjadi panas karena radiasi elektromagnetik
yang datang dari matahari memanaskan tumbuhan, tanah,
dan barang lainnya di dalam bangunan ini. Ketika sinar
matahari (yang berdasarkan urutan panjang gelombang ,
mulai dari yang terpanjang ke yang terpendek, radiasi sinar
matahari dibagi menjadi tiga, yaitu infamerah; IM, cahaya
tampak, dan ultraviolet; UV) mengenai kaca sebuah rumah
kaca radiasi gelombang pendek, yaitu cahaya tampak dan UV
akan menembus kaca, sedangkan radiasi gelombang panjang
IM dipantulkan oleh kaca karena tidak dapat
menembus.Radiasi gelombang panjang akan terserap oleh
tanah dan tanaman sebagai sumber kalor. Tanah dan
tumbuhan akan memancarkan kembali kalor yang diserapnya
dalam bentuk radiasi IM dengan panjang gelombang yang
lebih panjang . Energi dan kalor radiasi IM tidak dapat keluar
menembus kaca, maka dari itu di dalam rumah kaca tetap
terasa hangat.

i. Efek Rumah Kaca

Efek rumah kaca dapat digunakan untuk menunjuk dua hal


berbeda: efek rumah kaca alami yang terjadi secara alami di
bumi, dan efek rumah kaca ditingkatkan yang terjadi akibat
kegiatan manusia (lihat juga pemanasan global). Yang
belakang diterima oleh semua; yang pertama diterima
kebanyakan oleh ilmuwan, meskipun ada beberapa perbedaan
pendapat. Efek rumah kaca disebabkan karena meningkatnya
konsentrasi gas karbon dioksida (CO2) dan gas-gas lainnya di
atmosfer. Meningkatnya konsentrasi gas CO2ini disebabkan
oleh banyaknya pembakaran bahan bakar minyak, batu bara
dan bahan bakar organik lainnya yang melebihi kemampuan
tumbuhan-tumbuhan dan laut untuk menyerapnya.
Energi yang masuk ke Bumi:

25% dipantulkan oleh awan atau partikel lain di atmosfer


25% diserap awan
45% diserap permukaan bumi
10% dipantulkan kembali oleh permukaan bumi

Energi yang diserap dipantulkan kembali dalam bentuk radiasi


inframerah oleh awan dan permukaan bumi. Namun sebagian besar
inframerah yang dipancarkan bumi tertahan oleh awan dan gas CO 2
dan gas lainnya, untuk dikembalikan ke permukaan bumi. Dalam
keadaan normal, efek rumah kaca diperlukan, dengan adanya efek
rumah kaca perbedaan suhu antara siang dan malam di bumi tidak
terlalu jauh berbeda.
Selain gas CO2, yang dapat menimbulkan efek rumah kaca adalah
belerang dioksida, nitrogen monoksida (NO) dan nitrogen dioksida
(NO2) serta beberapa senyawa organik seperti gas metana dan
klorofluorokarbon (CFC). Gas-gas tersebut memegang peranan penting
dalam meningkatkan efek rumah kaca.

Meningkatnya suhu permukaan bumi akan mengakibatkan adanya


perubahan iklim yang sangat ekstrem di bumi. Hal ini dapat
mengakibatkan terganggunya hutan dan ekosistem lainnya, sehingga
mengurangi kemampuannya untuk menyerap karbon dioksida di
atmosfer. Pemanasan global mengakibatkan mencairnya gunung-
gunung es di daerah kutub yang dapat menimbulkan naiknya
permukaan air laut. Efek rumah kaca juga akan mengakibatkan
meningkatnya suhu air laut sehingga berakibat kepada beberapa pulau
kecil tenggelam di negara kepulauan , yang membawa dampak
perubahan yang sangat besar.
Menurut perhitungan simulasi, efek rumah kaca telah meningkatkan
suhu rata-rata bumi 1-5 °C. Bila kecenderungan peningkatan gas
rumah kaca tetap seperti sekarang akan menyebabkan peningkatan
pemanasan global antara 1,5-4,5 °C sekitar tahun 2030. Dengan
meningkatnya konsentrasi gas CO2 di atmosfer, maka akan semakin
banyak gelombang panas yang dipantulkan dari permukaan bumi
diserap atmosfer. Hal ini akan mengakibatkan suhu permukaan bumi
menjadi meningkat.
2. Penyebab Pemanasan Global
a. Konsumsi Energi Bahan Bakar Fosil
Bahan bakar fosil merupakan sisa-sisa makhluk hidup mati dari
zaman dahulu. Sebagian besar bahan bakar fosil kita terbentuk
dari jasad renik tumbuhan, binatang, dan alga yang hidup pada
Periode Karbon (Carboniferous Period), sekitar 300 juta tahun
tahun yang lalu (100 juta tahun lebih tua dari periode
Dinosaurus). Bahan bakar fosil mengandung karbon, sehingga
pembakaran karbon pastilah menghasilkan gas rumah kaca
karbon dioksida. Sampai tahun 2006, Amerika Serikat
mengemisikan 20 ton karbon dioksida per orang per tahun
dengan jumlah penduduk 1,1 milyar. Cina mengemisikan 3 ton
karbon dioksida per orang per tahun dengan jumlah penduduk
1,3 milyar. India mengemisikan 1,2 ton karbon dioksida per
orang per tahun dengan 1 milyar penduduk. Dapat dilihat bahwa
banyaknya gas rumah kaca yang dibiang ke atmosfer berkaitan
dengan gaya hidup dan jumlah penduduk.Tercatata pada tahun
2007, emisi karbon dioksida Cina telah melampaui emisi karbon
dioksida Amerika Serikat. Hal itu dikarenakan pemerintah Cina
telah memacu sektor industrinya secara pesat. Peningkatan ini
tentu memerlukan pembakaran bahan bakar fosil yang
menyebabkan berlimpahnya emisi karbon dioksida ke atmosfer.
b. Sampah Organik
Sampah organik adalah sampah yang dapat mengallami
pelapukan, misalnya daun, sayur, buaj-buahan, kertas, dan kayu.
Metode pembuangan sampah saat ini lebih tertuju pada masalah
kebersihan dan estetika lingkungan, belum memikirkan masalah
dampak yang timbul akibat proses pembusukan sampah. Apabila
tidak dikelola dengan baik, sampah yang pada umumnya berasal
dari limbah organik yang merupakan "antropogenic waste" akan
mengalami degradasi dan terurai menjadi gas methan (CH4).
Gas CH4 adalah gas rumah kaca yang bisa menyebabkan
timbulnya efek rumah kaca yang berpotensi menjadi penyebab
pemanasan global. Sampah prganik menghasilkan gas rumah
kaca metana (CH4). Diperkirakan 1 ton sampah padat dapat
menghasilkan 50 kg gas metana. Menurut kementrian
lingkungan hidup pada tahun 1995 rata-rata orang Indonesia di
perkotaan menghasilkan sampah sebanyak 0,8 kg/hari , dan
setiap tahun kecenderungannya terus meningkat. Dengan
demikiam sampah pada perkotaan berpotensi besar
mempercepat proses terjadinya pemanasan global.
Proses sampah/limbah organik, baik melalui proses aerobik
maupun melalui proses anaerobik, keduanya sama-sama
menghasilkan gas rumah kaca. Dari kedua proses peruraian
tersebut maka proses yang relatif "lebih baik" adalah peruraian
melalui proses aerobik, dengan alasan sebagai berikut.

Pada proses anaerobik gas rumah kaca yang dihasilkan adalah


CH4, yang mempunyai potensi penyebab efek rumah kaca lebih
kuat dari pada gas CO2, yaitu 21 kali gas CO2.
Pada proses anaerobik timbul gugus NH3 (gugus amin) yang
berbau anyir (amis) dan gas H2S yang berbau busuk.

Atas dasar kedua alasan di atas peruraian sampah/limbah


organik yang sudah terjadi melalui proses anaerobik dijaga agar
tidak berubah menjadi peruraian melalui proses anaerobik
dengan cara mengontrol asupan oksigen untuk terjadinya proses
aerobik.

c. Pengaruh pertanian terhadap pemanasan global

Kaitan pemanasan global dengan sektor pertanian, khususnya


budidaya padi, juga telah menjadi perhatian banyak pihak.
Pembukaan lahan baru oleh petani-petani juga menjadi faktor
yang memperparah peanasan global di Indonesia. Pertaniam
memberikan kontribusi dalam pemanasan global melalui sawah
sawah yang tergenang, yang memghasilkan gas metana,
pembakaran pupuk, pembakaran hasil sisa sisa tanaman dan
sisa sisa hasil pembusukan pertanian. Dalam laporan pBB (FAO)
tercatat bahwa industri peternakan merupakan penghasil emisi
has (18%). Jumlah itu lebih besar dari jumlah seluruh gas rumah
kaca tramsportasi di seluruh dunia (13%).

Di peternakan, gas emisi rumah kaca 9% meliputi karbon


dioksida, 37% gas metana, nitrogen oksida, dan amonia
penyebab hujan asam.Peternakan menempati 30% dari
permukaan tanah kering dan 33% dari permukaan tanah subur
yang dijadikan ladang untuk menanam pakan ternak. Peternakan
sudah menyababkan 80% penggundulan hutan amazon.

d. Kerusukan hutan sebagai penyebab global wamring

Pohon bertugas menyerap karbon dioksida. Gas karbon dioksida


merupakan gas rumah kaca, sehingga pengsgubdulan hutan
secara besar besaran berarti hilangnya penyerap gas rumah
kaca larbon dioksida di atmosfer. Ini disebabkan oleh kebakaran
hutan, peruvahan tata guna lahan, seperyi peruvahan hutan
menjafi kebun kelapa sawit secara bessar besaran. Dengan
kerusakan hutan, penyerapan karbon dioksida tidak maksimal
sehingga mempercepat terjadinya pemanasan global.
3. Dampak pemanasan global
a. Keridakstabilan iklim

Daerah di bagian utara suhunya lebih tinggi daripada di bagian


lain bumi. Es es akan mencair yang menyebabkan daratan
menjadi lebih sempit.

Daerah subtropis yang biasa mengalami salju bisa tidak


mengalaminya lagi. Pegujungan yang ditutupi slaju, saljunya
akan semakin menipis.

Saat malam dan musim dingin suhu akan meningkat.

Dan saat musim panas akan pebih lembab karena air banyak
menguap dan akan banyak menyebabkan hujan sehingga di
beberapa daerah ada yg kering. Angin akan bertiup lebih
krncang dan topan badai yang memeroleh kekuatannya dari
penguapan air akan menjadi lebih besar. Hal ini disebabkan
karena uap air merupakan gas rumah kaca, sehingga
keberadaannya akan meningkatkan efek insulasi pada atmosfer.
Akan tetapi, uap air yang lebih banyak juga akan membentuk
awan yang lebih banyak, sehingga akan memantulkan cahaya
Matahari kembali ke angkasa luar, di mana hal ini akan
menurunkan proses pemanasan.

Dengan demikian, pola cuaca sukar diprediksi dan lebih


ekstrem. Kelembapan yang tinggi akan meningkatkan curah
hujan, secara rata-rata, sekitar 1 persen untuk setiap derajat
Fahrenheit pemanasan. Curah hujan di seluruh dunia telah
meningkat sebesar 1 persen dalam seratus tahun terakhir ini.
Badai akan menjadi lebih sering. Selain itu, air akan lebih cepat
menguap dari tanah. Akibatnya beberapa daerah akan menjadi
lebih kering dari sebelumnya. Angin akan bertiup lebih kencang
dan mungkin dengan pola yang berbeda. Topan badai
(hurricane) yang memperoleh kekuatannya dari penguapan air,
akan menjadi lebih besar. Berlawanan dengan pemanasan yang
terjadi, beberapa periode yang sangat dingin mungkin akan
terjadi.

b. Pengaruh terhadap Hewan dan Tumbuhan


Selain, manusia, hewan dan tumbuhan menjadi makhluk hidup
yang akan terkena dampak pemanasan global. Hewan dan
tumbuhan yang tidak dapat beradaptasi akan punah. Kepunahan
spesies organisme akan mengurangi keanekaragaman hayati.
Jika banyak organisme yang punah, ekosistem menjadi tidak
stabil. Gejala-gejala kepunahan yang dapat diamati saat ini,
antara lain adalah sebagai berikut..

• Populasi penguin di daerah antartika menurun sekitar 30%


dalam 25 tahun terakhir karena berkurangnya habitat

• Populasi beruang kutub di kutub utara menurun karena


kesulitan mendapatkan makanan akibat berkurangnya lapisan
es.

• Berkurangnya koral di ekosistem laut akibat meningkatnya


keasaman air laut. Air laut menjadi asam jika banyak karbon
dioksida yang terlarut. Meningkatnya keasaman air laut
menurunkan jumlah ion karbonat yang menyusun koral

• Berkurangnya luas hutan mangrove sehingga mengganggu


kehidupan di daerah pesisir pantai karena gelombang pasang
dan banjir sering terjadi, serta sulitnya ketersediaan air bersih.

c. Pengaruh terhadap Hasil Pertanian

Pemanasan global mengakibatkan perubahan siklus cuaca dan


iklim tak bisa diprediksi sehingga mengganggu pertanian yang
ada sehingga berakibat menurunya hasil produksi pertanian.
Dampak perubahan iklim akibat pemanasan global terhadap
ketahanan pangan, antara lain sebagai berikut,

• Kekeringan dan banjir di wilayah pertanian yang


mengakibatkan tanaman pertanian rusak.

• Kerawanan pangan akan meningkat di wilayah yang rawan


bencana kering dan banjir.

• Tanaman pangan dan hutan dapat mengalami serangan


hama dan penyakit yang meningkat populasinya akibat
perubahan iklim
d. Pengaruh terhadap Kenaikan Permukaan Laut

Mencairnya glester dan gunung es di daerah Kutub akan


menyebabkan semakin tingginya permukaan air laut dari waktu
ke waktu. Dampak Kenaikan Permukaan laut adalah sebagai
berikut,

• Pulau-pulau kecil dan daerah-daerah dataran rendah


dipinggir pantaui akan banyak yang tenggelam karena naiknya
permukaan air laut.

• Jika mencapai muara sungai, akan terjadi banjir akibat air


pasang di daratan

• Pengaruh kenaikan air laut akan cepat terlihat dari


ekosistem pantai. Daerah rawa-rawa pantai semakin meluas.

4. Protokol Perjanjian

a. Protokol Montreal

Protokol Montreal mengenai Bahan Bahwa Merusak Lapisan


Ozon (sebuah protokol kepada Konvensi Wina untuk
Perlindungan Lapisan Ozon) adalah sebuah perjanjian
internasional yang dirancang untuk melindungi lapisan ozon
dengan pentahapan keluar produksi berbagai zat diyakini
bertanggung jawab untuk penipisan ozon .

Tujuan lain dari perjanjian ini adalah bahwa negara-negara


penanda tangan menyadari bahwa emisi di seluruh dunia zat
tertentu, termasuk ST, dapat secara signifikan menghabiskan
dan memodifikasi lapisan ozon dengan cara yang mungkin
mengakibatkan efek buruk pada kesehatan manusia dan
lingkungan. Bertekad untuk melindungi lapisan ozon dengan
mengambil tindakan pencegahan untuk mengontrol emisi global
total merata zat yang menguras itu, dengan tujuan akhir
eliminasi mereka atas dasar perkembangan pengetahuan
ilmiah. Mengakui bahwa ketentuan khusus, termasuk ST
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan negara-negara
berkembang.
b. Protokol kyoto

Protokol Kyoto adalah sebuah amandemen terhadap konvensi


rangka kerja PBB tentang perubahan iklim (UNFCC), sebuah
persetujuan internasional mengenai pemanasan global. Negara -
negara yang meratifikasi protokol ini berkomitmen untuk
mengurangi emisi karbondioksida dan lima gas rumah kaca
lainnya, atau bekerja sama dalam perdagangan emisi jika
mereka menjaga jumlah atau menambah emisi gas - gas
tersebut, yang telah dikaitkan dengan pemanasan global.

Jika berhasil diberlakukan, Protokol Kyoto diprediksi akan


menhurangi rata - rata cuaca global antara 0,02°C dan 0,28°C
pada tahun 2050. Nama resmi persetujuan ini adalah Kyoto
Protocol to the United Nations Framework Convention on
Climate Change (Protokol Kyoto mengenai Konvensi Rangka
Kerja PBB tentang Perubahan Iklim). Protokol ini dinegosiasikan
di Kyoto pada Desember 1997, dibuka untuk penandatanganan
pada 16 Maret 1998 dan ditutup pada 15 Maret 1999.
Persetujuan ini mulai berlaku pada 16 Februari 2005 setelah
ratifikasi resmi yang dilakukan Rusia pada 18 Nobember 2004.

Menurut siaran pers dari Program Lingkungan PBB:"Protokol


Kyoto adalah sebuah persetujuan sah di mana negara - negara
industri akan mengurangi emisi gas rumah kaca mereka secara
kolektif sebesar 5,2% dibandingkan dengan tahun 1990 ( namun
yang perlu diperhatikan adalah, jika dibandingkan dengan
perkiraan jumlah emisi pada tahun 2010 tanpa Protokol, target
ini berarti pengurangan sebesar 29%). Tujuannya adalah untuk
mengurangi rata - rata emisi dari enam gas rumah kaca, yaitu
karbondioksida, metana, nitrogen oksida, sulfur heksafluorida,
HFC, dan PFC, yang dihitung sebagai rata - rata selama masa
lima tahun antara 2008-2012. Target nasional berkisar dari
pengurangan 8% untuk Uni Eropa, 7% untuk Amerika Serikat, 6%
untuk Jepang, 0% untuk Rusia, dan penambahan yang diizinkan
sebesar 8% untuk Australia dan 10% untuk Eslandia."

c. IPCC ( Intergovermental Panel on Climate Change)


IPCC adalah sebuah panel antar-pemerintah yg terdiri dari
ilmuwan dan ahli dari berbagai disiplin ilmu di seluruh dunia.
Tugasnya menyediakan data-data ilmiah terkini yg menyeluruh,
tidak berpihak dan transparan mengenai informasi teknis, sosial,
dan ekonomi yg berkaitan dengan isu perubahan iklim. Termasuk
informasi mengenai sumber penyebab perubahan iklim, dampak
yg ditimbulkan serta strategi yang perlu dilakukan dalam hal
mengurangi emisi, pencegahan, dan adaptasi. IPCC
bersekretariat di Jenewa ( Swiss) dan bertemu satu tahun sekali
di sebuah rapat pleno yang membahas 3 hal utama :

1. Informasi ilmiah mengenai perubahan iklim

2. Dampak, adaptasi, dan kerentanan

3. Mitigasi (upaya) perubahan iklim

5. Kesimpulan
Terjadinya Pemanasan Global (Global Warming) ditandai dengan
proses Efek Rumah Kaca yang disebabkan oleh berbagai faktor, yaitu:
1. Konsumsi energi bahan bakar fosil
2. Sampah organik
3. Kerusakan hutan
4. Pertanian dan peternakan
Pemanasan global tentu ny sangat berpengaruh, terutama pada
pengaruh negatif yang membuat siklus alam terganggu, sehingga
berimbas pada terganggunya pula pada makhluk hidup yang tinggal di
permukaan Bumui ini.
Permasalahan Global Warming dimuat dalam beberapa perjanjian,
seperti: IPCC, Protokol Kyoto, dan Protokol Montreal

NAMA :
ALYSHA SAFITRI (07)
GHINA AMALIYA (22)
NATASYA SALSABILA N (34)
TETY TAMARISKA O B (44)

Anda mungkin juga menyukai