Anda di halaman 1dari 40

PAPER

POLIP NASI
Disusun Sebagai Tugas Mengikuti kepanitraan Klinik Stase (KKS) THT
Rumah Sakit Haji Medan Sumatra Utara

Oleh :

B Rommy Vito Kusuma (17360386)


Tholib (18360162)
Ria Fortuna Islamia (18360132)

Pembimbing :
dr. Amran S , Sp. THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN THT


RUMAH SAKIT UMUM HAJI MEDAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MALAHAYATI
2020
ii

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh

Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
tugas Paper ini guna memenuhi persyaratan kapaniteraan klinik senior di bagian
psikiartri Rumah Sakit Haji Medan dengan judul “Polip Nasi”
Shalawat dan salam tetap terlafatkan kepada Nabi Muhammad SAW
beserta keluarga dan para sahabatnya yang telah membawa kita ke zaman yang
penuh ilmu pengetahuan, beliau adalah figur yang senantiasa menjadi contoh suri
tauladan yang baik bagi penulis untuk menuju ridho Allah SWT.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen
pembimbing KKS dibagian THT yaitu “dr. Amran S , Sp.THT-KL” .
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Papermasih terdapat banyak
kekurangan baik dalam cara penulisan maupun penyajian materi. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca sehingga
bermanfaat dalam penulisan paperselanjutnya.Semoga paper ini bermanfaat bagi
pembaca dan terutama bagi penulis.

Wassalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh

Medan, 29 januari 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................... 3
2.1 AnatomiHidung.......................................................................... 3
2.2 DefinisiHidung.......................................................................... 7
2.3 DefinisiPolipSinonasal............................................................... 7
2.4 Etiologi …….............................................................................. 8
2.5 Patofisiologi................................................................................ 8
2.6 Patogenesis,,,,,............................................................................ 9
2.7 GejalaKlinis ............................................................................ 11
2.8 KlasifikasiPolip......................................................................... 11
2.9 Stadium Polip............................................................................. 12
2.10 PemeriksaanFisik....................................................................... 12
2.11 PemeriksaanPenunjang.............................................................. 12
2.12 Komplikasi….............................................................................. 14
2.13 Penatalaksanaan.......................................................................... 14
2.14 Pencegahan................................................................................. 17

BAB III LAPORAN KASUS........................................................................ 18


BAB IV DISKUSI KASUS ............................................................................ 29
BAB V KESIMPULAN.................................................................................. 33
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 35
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LatarBelakang

Hidung merupakan organ yang penting dengan beberapa fungsi, antara lain:
sebagai indrapenghidu, menyiapkan udara inhalasi agar dapat digunakan paru-
paru, memengaruhi reflex tertentu pada paru paru,dan memodifikasi bicara.
Kesehatan hidung kurang mendapat perhatian dari masyarakat. Masyarakat
sering kali tidak menyadari gangguan fungsi hidung yang menyebabkan
kehilangan kemampuan penghidu, hidung tersumbat, nyeri, dan
perdarahan.Gangguan-gangguan yang seringtimbul di hidung antara lain rhinitis
alergi maupun vasomotor, deviasi septum, danpolip hidung.
Polip nasi merupakan suatu imflamasi kronik pada membran mukosa
hidung dan sinus paranasal.Bentuk polip berupa bisa bulat atau lonjong dengan
permukaan licin dan warnanya translusen/keabu-abuan seperti agar agar.Ahli
menyebutkan bahwa poli pada lah penonjolan mukosa rongga hidung yang
panjang bertangkai dan merupakan pseudo tumor.Polip dapat timbul pada laki-
laki atau pun perempuan, dari usia anak anak hingga usia lanjut.1Prevalensi
penderita polip nasi belum diketahui pasti karena hanya sedikit laporan dari hasil
studi epidemiologi serta tergantung pada pemilihan populasi penelitian dan
metode diagnostik yang digunakan. Prevalensi polip nasi dilaporkan 1-2% pada
orang dewasa di Eropadan 4,2% di Finlandia.
Di Amerika Serikat prevalensi polip nasi diperkirakan antara 1-4%.Pada
anak-anak sangat jarang ditemukan dan dilaporkan hanya sekitar 0,1%. Penelitian
Larsen dan Tos di Denmark memperkirakan insidensi polip nasi sebesar 0,627 per
1000 orang per tahun. Di Indonesia studi epidemiologi menunjukkan bahwa
perbandingan pria dan wanita 2-3:1 den gan prevalensi 0,2%-4,3%.Polip hidung
merupakan penyakit multi faktorial, mulai dari infeksi, inflamasi non infeksi,
kelainan anatomis, serta abnormalitas genetik. Banyak teori yang mengarahkan
polip ini sebagai manifestasi dari inflamasikronis, oleh Karena itu,tiap kondisi
2

yang menyebabkan adanya inflamasi kronis pada rongga hidung dapat menjadi
factor predisposisi polip. Kondisi kondisi ini seperti rhinitis alergi atau pun non
alergi, sinusitis, intoleransi aspirin, asma, Churg-strauss syndrome, cystic fibrosis,
katagener syndrome, dan Young syndrome.
Septum nasi memiliki banyak fungsi, termasuk memisahkan aliran udara
nasal menjadi dua ruang yang berbeda, menyokong dorsum nasi, dan
mempertahankan bentuk kolumela dan tip. Deviasi traumatik atau abnormalitas
bentuk dari septum nasi dapat menyebabkan obstruksi aliran udara hidung dan
deformitas kosmetik. Aliran udara yang sedikit dapat menyebabkan gangguan
penciuman, gangguan humidifikasi dan filter udara, dan menurunkan aliran
oksigen yang masuk ke paru-paru. Deviasi septum anatomikal juga dapat
menyebabkan penyakit sinus kronis. Deviasi septum nasi merupakan penyebab
obstruksi nasi yang paling sering ditemukan.
Bentuk septum yang normal ialah lurus di tengah rongga hidung tetapi

pada orang dewasa biasanya septum nasi tidak lurus sempurna di garis tengah.

Deviasi septum yang ringan tidak akan mengganggu, akan tetapi bila deviasi itu

cukup berat, menyebabkan penyempitasn pada satu sisi rongga hidung. Dengan

demikian dapat mengganggu fungsi hidung dan menyebabkan komplikasi


3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. ANATOMI HIDUNG


Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya berupa pangkal
hidung, batang hidung (dorsum nasi), puncak hidung (tip), ala nasi, kolumela, dan
lubang hidung (nares anterior).i
Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi
oleh kulit, jaringan ikat, dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan
atau menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang terdiri dari tulang hidung (os
nasal), prosesus frontalis os maksila, dan prosesus nasalis os frontal. Sedangkan
kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang terletak di
bagian bawah hidung, yaitu sepasang kartilago nasalis lateralis superior, sepasang
kartilago nasalis lateralis inferior (kartilago alar mayor), dan tepi kartilago
septum.i

Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke


belakang dipisahkan oleh septum nasi di bagian tengahnya menjadi kavum nasi
4

kanan dan kiri. Lubang masuk kavum nasi bagian depan disebut nares anterior
dan lubang belakang disebut nares posterior (koana) yang menghubungkan kavum
nasi dengan nasofaring.i
Bagian dari kavum nasi yang letaknya sesuai dengan ala nasi, tepat di
belakang nares anterior, disebut vestibulum. Vestibulum ini dilapisi oleh kulit
yang mempunyai banyak kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang yang
disebtu vibrise. Tiap kavum nasi memiliki empat buah dinding, yaitu dinding
medial, lateral, inferior, dan superior.i
Pada dinding lateral terdapat tiga buah konka, yaitu konka superior, konka
media, dan konka inferior. Di antara konka-konka dan dinding lateral hidnung
terdapat rongga sempit yang disebut meatur. Terdapat tiga meatus, yaitu meatus
inferior, media, dan superior. Meatus inferior terletak di antara konka inferior dan
dasar hidung dan dinding lateral rongga hidung. Pada meatus inferior terdapat
muara (ostium) duktus nasolakrimalis. Meatus medius terletak di antara konka
media dan dinding lateral rongga hidung. Pada meatus medius terdapat muara
sinus frontalis, sinus maksilaris, dan sinus etmoid anterior. Pada meatus superior
yang merupakan ruang di antara konka superior dan konka media terdapat muara
sinus etmoid posterior dan sinus sfenoid.i
5

Dinding medial hidung adalah septum nasi. Septum dibentuk oleh tulang dan
tulang rawan. Bagian tulang adalah lamina perpendikularis os etmoid, vomer,
krista nasalis os maksila, dan krista nasalis os palatina. Bagian tulang rawan
adalah kartilago septum (lamina kuadrangularis), dan kolumela.i
Septum dilapisi oleh perikondrium pada bagian tulang rawan dan
periosteum pada bagian tulang, sedangkan di luarnya dilapisi oleh mukosa
hidung.i
Dinding inferior merupakan dasar rongga hidung dan dibentuk oleh os
maksila dan os palatum. Dinding superior atau atap hidung sangat sempit dan
dibentuk oleh lamina kribiformis, yang memisahkan rongga tengkorak dengan
rongga hidung.i
Bagian depan dan atas rongga hidung mendapatkan persarafan sensoris
dari nervus etmoidalis anterior, yang merupakan cabang dari nervus nasosiliaris
yang berasal dari nervus oftalmikus. Rongga hidung lainnya, sebagian besar
mendapat persarafan sensoris dari nervus maksila melaui ganglion sfenopalatina.
Ganglion sfenopalatina selain memberikan persarafan sensoris juga memberikan
persarafan autonom untuk mukosa hidung. Ganglion ini menerima serabut saraf
sensorius dari nervus maksila, serabut parasimpatis dari nervus petrosus
superfisial mayor dan serabut saraf simpatis dari nervus petrosus profundus.
Ganglion sfenopalatina terletak di belakang dan sedikit di atas ujung posterior
konka media.i
Fungsi penghidu berasal dari nervus olfaktorius. Saraf ini turun melalui
lamina kribrosa dari permukaan bawah bulbus olfaktorius dan kemudian berakhir
pada sel-sel reseptor penghidu pada mukosa olfaktorius di daerah sepertiga atas
hidung.i
6

2.

Bagian atas rongga hidung mendapat pendarahan dari arteri etmoid


anterior dan posterior yang merupakan cabang dari arteri oftalmika dari arteri
karotis interna.i
Bagian bawah rongga hidung mendapat perdarahan dari cabang arteri
maksilaris interna, diantaranya ialah ujung arteri palatina mayor dan arteri
sfenopalatina yang keluar dari foramen sfenopalatina bersama nervus
sfenopalatina dan memasuki rongga hidung di belakang ujung posterior konka
media.i
7

Bagian depan hidung mendapat perdarahan dari cabang-cabang arteri fasialis.i


Bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang arteri
sfenopalatina, arteri etmoid anterior, arteri labialis superior, dan arteri palatina
mayor, yang disebut pleksus Kiesselbach (Little’s area).i
Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan
berdampingan dengan arterinya. Vena di vestibulum dan struktur luar hidung
bermuara ke vena oftalmika yang berhubungan dengan sinus kavernosus. Vena-
vena di hidung tidak memiliki katup.i

2.2 DEFINISI HIDUNG


Saluran udara yang pertama mempunyai dua lubang (kavum nasi),
dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi).11
2.3 DEFINISI POLIP SINONASAL

Polip hidung ialah massa lunak yang mengandung banyak cairan di
dalam rongga hidung, berwarna putih, keabu-abuan, yang terjadi akibat
inflamasi mukosa. Polip dapat timbul pada penderita laki-laki maupun
perempuan, dari usia anak-anak sampai usia lanjut.12
8

2.4 ETIOLOGI
Terjadi akibatreaksi hipersensitif atau reaksi alergi pada mukosa hidung.Polip
dapat timbul pada penderita laki-laki maupun perempuan. Dari usia anak-anak
sampai usia lanjut. Bila ada polip pada anak dibawah usia 2 tahun, harus
disingkirkan kemungkinan meningokel atau meningoensefalokel. Dulu diduga
predisposisi timbulnya polip nasi adalah rhinitis alergi atau penyakit atopi, tetapi
makin banyak penelitian yang tidak mendukung teori ini para ahli sampai saat ini
menyatakan bahwa etiologi polip nasi masih belum diketahui dengan pasti.14
2.5. PATOFISIOLOGI

Polip hidung biasanya terbentuk sebagai akibat reaksi hipersensitif atau reaksi
alergi pada mukosa hidung. Peranan infeksi pada pembentukan polip hidung
belum diketahui dengan pasti tetapi ada keragu – raguan bahwa infeksi dalam
hidung atau sinus paranasal seringkali ditemukan bersamaan dengan adanya polip.
Polip berasal dari pembengkakan lapisan permukaan mukosa hidung atau sinus,
yang kemudian menonjol dan turun ke dalam rongga hidung oleh gaya berat.
Polip banyak mengandung cairan interseluler dan sel radang (neutrofil dan
eosinofil) dan tidak mempunyai ujung saraf atau pembuluh darah. Polip biasanya
ditemukan pada orang dewasa dan jarang pada anak – anak. Pada anak – anak,
polip mungkin merupakan gejala dari kistik fibrosis.
Banyak faktor yang mempengaruhi pementukan polip nasi. Kerusakan epitel
merupakan patogenesa dari polip. Sel-sel epitel teraktivasi oleh alergen, polutan
9

dan agen infeksius. Sel melepaskan berbagai faktor yang berperan dalam reson
inflamasi dan perbaikan. Epitel polip menunjukan hiperplasia sel goblet dan
hipersekresi mukus yang berperan dalam obstruksi hidung dan rinorea.
Polip dapat timbul pada hidung yang tidak terinfeksi kemudian menyebabkan
sumbatan yang mengakibatkan sinusitis, tetapi polip dapat juga timbul akibat
iritasi kronis yang disebabkan oleh infeksi hidung dan sinus.
Polip di kavum nasi terbentuk akibat proses radang yang lama dan berulang.
Penyebab tersering adalah sinusitis kronik dan rinitis alergi. Dalam jangka waktu
yang lama, vasodilatasi lama dari pembuluh darah submukosa menyebabkan
edema mukosa. Kemudian stroma akan terisi oleh cairan interseluler sehingga
mukosa yang sembab menjadi polipoid Mukosa akan menjadi ireguler dan
terdorong ke sinus dan pada akhirnya membentuk suatu struktur bernama polip.
Biasanya terjadi di sinus maksila, kemudian sinus etmoid. Bila proses ini
berlanjut, mukosa yang sembab makin membesar dan kemudian tururn kedalam
rongga hidung sambil membentuk tangkai yang akan turun ke kavum
nasikebanyakan terjadi di daerah meatus medius. Hal ini terjadi karena bersin dan
pengeluaran sekret yang berulang yang sering dialami oleh orang yang
mempunyai riwayat rinitis alergi karena pada rinitis alergi terutama rinitis alergi
perennial yang banyak terdapat di Indonesia karena tidak adanya variasi musim
sehingga alergen terdapat sepanjang tahun. Begitu sampai dalam kavum nasi,
polip akan terus membesar dan bisa menyebabkan obstruksi di meatus media.

2.6 PATOGENESIS15
Pembentukan polip sering diasosiasikan dengan inflamasi kronik,
disfungsi saraf otonom serta predisposisi genetik.Menurut teori Bernstein, terjadi
perubahan mukosa hidung akibat peradangan atau aliran udara yang berturbulensi,
terutama di daerah sempit di kompleks ostiomeatal. Terjadi prolapse submukosa
yang diikuti oleh reepitelisasi dan pembentukan kelenjar baru. Juga terjadi
peningkatan penyerapan natrium oleh permukaan sel epitel yang berakibat retensi
air sehingga terbentuk polip.
Teori lain mengatakan karena ketidakseimbangan saraf vasomotor terjadi
10

peningkatan permeabilitas kapiler dan gangguan regulasi vascular yang


mengakibatkan dilepasnya sitokin-sitokin dari sel mast, yang akan meyebabkan
edema dan lama-kelamaan menjadi polip.
Bila proses terus berlanjut, mukosa yang sembab makin membesar
menjadi polip dan kemudian akan turun ke rongga hidung dengan membentuk
tangkai.
a. Makroskopis
Secara makroskopis polip merupakan masa bertangkai dengan
permukaan licin, berbentuk nulat atau lonjong, berwarna putih keabu-
abuan, agak bening, lobular, dapat tunggal atau multipel dan tidak
sensitive ( bila diekan / ditusuk tidak terasa sakit). Warna polip yang
pucat tersebut disebabkan karena mengandung banyak cairan dan
sedikitnya aliran darah kepolip. Bila terjadi iritasi kronis atau proses
peradangan warna polip dapat berubah menjadi kemerah-merahan
dan polip yang sudah menahun warnanya dapat menjadi kekuning-
kuningan karena banyak mengandung jaringan ikat.
Tempat asal tumbuhnya polip terutama dari kompleks ostio-
meatal di meatus medius dan sinus etmoid.Bila ada fasilitas
pemeriksaan dengan endoskop, mungkin tempat asal tangkai polip
dapat dilihat.
b. Mikroskopis
Secara mikroskopis tampak epitel pada polip serupa dengan
mukosa hidung normal yaitu epitel bertingkat semu bersilia dengan
submukosa yang sembab.Sel-selnya terdiri dari limfosit, sel plasma,
eosinophil, neutrophil dan makrofag.Mukosa mengandung sel-sel
goblet.Pembuluh darah, saraf dan kelenjar sangat sedikit.Polip yang
sudah lama dapat mengalami metaplasia epitel karena sering terkena
aliran udara, menjadi epitel transisional, kibik atau gepeng berlapis
tanpa keratinisasi.
2.7. GEJALA KLINIS
 Hidung rasa terumbat ringan hingga berat
11

 Rinorea jernih hingga purulent


 Hiposmia atau anosmia
 Bila disertai infeksi sekunder ; post nasal drip, dan rinorea purulent
 Mungkin disertai bersin-bersin, nyeri hidung, disertai sakit kepala
daerah frontal.
 Gejala sekunder : bernafas melalui mulut, suara sengau, halitosis,
gangguan tidur, penurunan kualitas hidup.
2.8 KLASIFIKASI POLIP
Secara mikroskopis polip hidung terdiri dari :
 Polip udematosa berupa lesi berbentuk seperti anggur berwarna putih
keabuan, licin dan mengkilap
 Polip fibrous lebih padat tidak mengkilap dan lebih pucat
 Polip vaskular berwarna merah muda akibat vaskularisasi yang relatif
lebih banyak di tunika proprianya
Secara klinis polip hidup sebagai berikut:
 Polip antrokoanal biasanya soliter unilateral berasal dari sinus maksila
 Polip koanalpolip besar soliter. Polip tumbuh soliter berasal dari etmoid
anterior tumbuh hingga nasofaring atau orofaring
 Polip yang berhubungan dengan rinosinositis kronik tanpa dominasi sel
eosinophil biasanya jenis ini bilateral di rongga hidung
 Polip yang berhubungan dengan rinosinositis kronik dengan dominasi sel
eosinophil sering berhubungan dengan asma dan penyakit bronkus
 Polip yang berhubungan dengan penyakit spesifik. Misalnya, polip hidung
yang disertai kistik fibrosis, infeksi jamur pada sinus maupun keganasan
12

2.9 STADIUM POLIP


Stadium polip menurut Macky dan Lund
 Stadium 0 : Tidak ada polip
 Stadium 1 : Polip masih terbatas dimeatus medius
 Stadium 2 : Polip sudah keluar dari meatus medius, tampak di rongga
hidung tapi belum memenuhi rongga hidung
 Stadium 3 : Polip yang massif

2.10. PEMERIKSAAN FISIK 16


Rinoskopi anterior : polip tampak sebagai massa bertangkai dengan permukaan
licin, berbentuk bulat, atau lonjong, berwarna putih keabu-abuan, agak bening,
lobular, dapat tunggal atau multipel, mudah digerakkan, dan tidak terasa nyeri.
Polip dapat berwarna kemerahan bila terjadi iritasi kronis atau proses peradangan.
Polip terutama tumbuh dari kompleks ostiomeatal di meatus medius dan sinus
etmoid.
2.11. PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Darah lengkap
13

 Naso-endoskopi
Adanya fasilitas endoskopi (teleskop) akan sangat membantu
diagnosis kasus polip yang baru. Polip stadium 1 dan 2 kadang – kadang
tidak terlihat pada pemeriksaan rinoskopi anterior tetapi tampak dengan
pemeriksaan nasoendoskopi.Pada kasus polip koanal juga sering dapat
dilihat tangkai polip yang berasal dari ostium osesorius sinus maksila.
 Pemeriksaan histopatologi
Pemeriksaan histopatologi merupakan baku emas penegakan
diagnose polip hidung. Menurut Hellquist(1996), ada empat tipe
histopatologi polip hidung, antara lain.
 Edematous, eosinophilic polyp (allergi polyp)
 Chonic inflammatory polyp ( fibroinflammatory polyp)dan
 Polyp with stromal atypia
 Pemeriksaan radiologi
 Foto polos sinus paranasal ( posisi waters, AP anteroposterior,
Caldwell, dan lateral). Dapat memperlihatkan penebalan mukosa
dan adanya batas udaracairan di dalam sinus, tetapi kurang
bermanfaat pada kasus polip.
 Pemeriksaan tomografi computer (TK, CT SCAN ). Sangat
bermanfaat untuk melihat dengan jelas keadaan di hidung dan
sinus paranasal apakah ada proses radang, kelainan anatomi, polip
atau sumbatan pada kompleks ostiomeatal.
o CT-SCAN ( di indikasikan untuk polip yang gagal dengan
terapi medikamentosa).
o TK : diindikasikan pada kasus polip yang gagal diobati
dengan terapi medikamentosa, jika ada komplikasi dari
sinusitis dan pada perencanaan tindakan bedah terutama
bedah endoskopi.
 Biopsy : kita anjurkan jika terdapat masa unilateral pada pasien berusia
lanjut, menyerupai keganasan pada penampakan makroskopis dan ada
gambaran erosi tulang pada foto polos rontgen.
14

2.12. KOMPLIKASI
Satu buah polip jarang menyebabkan komplikasi, tapi dalam ukuran besar
atau dalam jumlah banyak (polyposis) dapat mengarah pada akut atau infeksi
sinusitis kronis, mengorok dan bahkan sleep apnea. Kondisi serius nafas dimana
akan stop dan start bernafas beberapa kali selesai tidur. Dalam kondisi parah, akan
mengubah bentuk wajah dan penyebab penglihatan ganda / berbayang.
2.13. PENATALAKSANAAN13
Penatalaksanaan polip hidung dengan medikamentosa, operasi atau
kombinasi.Berdasarkan guideline PERHATI-KL. Stadium 1 ( menurut Mackay
and Lund) dapat diterapi dengan medikamentosa (polipektomi edikamentosa),
Stadium 2 dapat diterapi medikamentosa atau operasi, Stadium 3 dianjurkan untuk
dioperasi.
 Kortikosteroid Topikal
 Budesonide 64 mcg/ lubang hidung/ hari 2 kali semprot
 Fluticasone propionate 50 mcg/ lubang hidung/ hari 2 kali semprot
 Mometasone furoate 50 mcg / lubang hidung / hari 2 kali semprot
 Kortikosteroid sistemik
 Prednisone 5 mg / hari.
 Terapi bedah jika medikamentosa tidak berhasil.

A. Terapi medis dari sumber lain :


Terapi medis tujuan utama pengobatan adalah mengatasi polip dan
menghindari penyebab atau faktor pendorong polip.Ada 3 macam terapi polip
hidung. Yaitu medikamentosa : kortikosteroid, antibiotic, dan anti alergi.
a. Terapi medikamentosa ditujukan pada polip yang masih kecil yaitu
pemberian kortikosteroid sistemik yang diberikan dalam jangka waktu
singkat, dapat juga diberikan kortokosteroid hidung atau kombinasi
keduanya. Tujuan utama pengobatan adalah mengatasi polip dan
menghindari penyebab atau faktor pemicu terjadinya polip.
15

b. Untuk polip edematosa, dapat diberikan pengobatan kortikosteroid.


Berikan kosrtikosteroid pada polip yang masih kecil dan belum memasuki
rongga hidung. Caranya bisa sistemik, intranasal atau kombinasi
keduanya. Gunakan kortikosteroid sitemik dosis tinggi dan dalam jangka
waktu singkat. Berikan antibiotic jika ada tanda infeksi.
c. Antibiotic sebagai terapi kombinasi pada polip hidung bisa kita berikan
sebelum dan sesudah operasi. Berikan antibiotic bila ada tanda infeksi dan
untuk langkah profilaksis pasca operasi. Berikan anti alergi jika
pemicunya dianggap alergi. Obat kortikosteroid berupa :
1. Oral misalnya prednisone 50 mg/hari atau deksametason selama 10
hari, kemudian dosis diturunkan perlahan- lahan (tapering off).
2. Suntikan intrapolip, misalnya triamsinolon asetonid atau
prednisolone 0,5 cc , tiap 5-7 hari sekali, sampai polipnya hilang.
3. Obat semprot hidung yang mengandung kortikosteroid, merupakan
obat untuk rhinitis alergi, sering digunakan bersama atau sebagai
lanjutan pengobatan kortikosteroid per oral. Efek sistemik obat ini
sangat kecil, sehingga lebih aman. Polip cenderung tumbuh
kembali jika penyebabnya (alergi maupun infeksi ) tidak
terkontrol. Pemeriksaan obat semprot hidung yang mengandung
kortikosteroid bisa memperlambat atau mencegah kekambuhan dan
kadang bisa memperkecil ukuran polip atau bahkan
menghilangakan polip.
B. Operasi : polipektomi dan etmoidektomi.
Untuk polip yang ukurannya sudah besar dan sifatnya berat maka
dilakukan pembedahan untuk memperbaiki drainase sinus dan membuang bahan –
bahan yang terinfeksi. Pembedahan dilakukan jika :
a. Polip menghalangi saluran nafas
b. Polip menghalangi drainase dari sinus sehingga sering terjadi infeksi
sinus.
c. Polip berhubungan dengan tumor.
16

d. Pada anak-anak dengan multipel polip atau kronik rhinosinusitis yang


gagal pengobatan maksimal dengan obat-obatan.
Untuk polip yang ukurannya sudah besar dilakukan ekstaksi polip
(polipektomi) dengan menggunakan senar polip.
a. Polipektomi merupakan tindakan pengangakatan polip menggunakan sinar
polip dengan bantuan anastesi local, untuk polip yang besar dan
menyebabkan kelainan pada hidung, memerlukan jenis operasi yang lebih
besar dan anastesi umum. Kategori polip yang diangkat adalah polip yang
besar namun belum memadati rongga hidung. Polipektomi sederhana
cukup efektif untuk memperbaiki gejala pada hidung. Khususnya pada
kasus polip yang tersembunyi atau polip yang sedikit. Surgical micro
debridement merupakan prosedur yang lebih aman dan cepat, pemotongan
jaringan lebih akurat dan mengurangi perdarahan dengan visualisasi yang
lebih baik.
b. Etmoidektomi atau bedahsinus endoskopi fungsional (FESS) merupakan
tindakan pengangkatan polip sekaligus operasi sinus, merupakan teknik
yang lebih baik yang tidak hanya membuang polip tapi juga membuka
celah di meatus media yang merupakan tempat asal polip yang tersering
sehingga akan membantu mengurangi angka kekambuhan. Kriteria polip
yang diangkat adalah polip yang sangat besar, berulan, dan jelas terdapat
kelainan di kompleks osteomeatal. Antibiotic sebagai trapi kombinasi pada
polip hidung bisa kita berikan sebelum dan sesudah operasi. Berikan
antibiotic biaa ada tanda infeksi dan untuk langkah profilaksis pasca
operasi.
Bila faktor yang menyebabkan terjadinya polip tidak teratasi maka polip
hidung ini rawan untuk kambuh kembali demikian berulang ulang. Oleh
sebab itu sanat diharapkan kepauhan pasien untuk menghindari hal hal
yang menyebabkan alergi yang bisa menjurus untuk terjadinya polip
hidung.
Disamping harus menjalankan pengobatan, penderita penyakit ini juga
harus berpantangan menyantap makanan yang bisa menimbulkan
17

alergi,seperti udang,kepiting,dan tongkol. Selain itu juga harus menjauhi


media penyebab allergi, berupa debu, serbuk sari (polen) bulu binatang,
asap rokok dan asap pabrik.

2.14. PENCEGAHAN POLIP NASAL


1. Mengatur alergi dan asma. Mengikuti pengobatan dokter rekomendasi
untuk mengelola asma dan alergi. Jika gejala tidak mudah dan secara
teratur di bawah kendali, konsultasi dengan dokter anda tentang perubahan
rencana pengobatan anda.
2. Hindari iritasi. Sebisa mungkin, hindari hal-hal yang mungkin untuk
memberikan kontribusi untuk peradangan atau iritasi sinus. Seperti
allergen, polusi udara dan bahan kimia.
3. Hidup bersih yang baik. Cuci tangan anda secara teratur dan menyeluruh.
Ini adalah salah satu cara terbaik untuk melindungi terhadap infeksi
bakteri dan virus yang dapat menyebabkan peradangan pada hidung dan
sinus.
18

BAB III
LAPORAN KASUS
ANAMNESA PRIBADI

Nama : Alysa Sahawati

Umur : 9 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Status Kawin : belum Menikah

Agama : Islam

Pekerjaan : Pelajar

Alamat : Padang Kahombu

No. RM : 340147

ANAMNESA PENYAKIT

KeluhanUtama : Hidung Tersumbat

Telaah :

Pasien datang ke Polik linik THT Rumah Sakit Haji Medan dengan
keluhan hidung sebelah kanan tersumbat dan merasa mengganjal sejak ± 5bulan
yang lalu, keluhan ini dirasakan semakin memberat dalam 2 minggu
terakhir.memberat pada saat pasien berbaring dan ringan pada saat duduk.Pasien
juga mengatakan sulit untuk bernafas melalui hidung sehingga sering
menggunakan bantuan dari mulut untuk bernafas sehingga keluhan tersebut
sedikit berkurang.
Pasien juga mengatakan sering bersin-bersin disertai keluar cairan jernih
dari hidung, pasien juga mengeluhkan penurunan penciuman sejak± 1 bulan yang
lalu.Apabila pasien mengalami flu maka hal tersebut dapat memperberat
timbulnya keluhan yang dialami pasien.Pasien juga mengeluhkan nyeri
kepala.Pasien tidak mengeluh mimisan. Keluhan tersebut memberat ketika pasien
melakukan aktivitas dan ringan waktu saat istirahat
19

Riwayat penyakit terdahulu : Tidak Ada

Riwayat penggunaan obat : Tidak Ada

Riwayat penyakit keluarga : Tidak ada

Riwayat alergi obat : Tidak Ada

Riwayat kebiasaan : Tidak Ada

STATUS PRESENT

Sensorium : Compos Mentis

Tekanan darah : 120/80mmHg

Heart rate : 80x/menit

Respiratory rate : 20x/menit

Temperature : 370c

STATUS LOKALISATA

A. TELINGA KANAN KIRI

- DAUN TELINGA
1. Bisul - -
2. Luka - -
3. Nyeri tekan - -
4. Kelainan - -
kongenital
5. Cairan - -
20

- LIANG TELINGA
1. Luas DBN DBN
2. Benjolan - -
3. Cairan - -
4. Darah - -
5. Polip - -
6. Serumen + +
7. Corpus Alienum - -
8. Nanah - -
9. Granulasi - -
10. Fistula Mastoid - -
- MEMBRAN
TIMPANI
1. Warna Putih mutiara Putih mutiara
2. Atrofi - -
3. Bulging - -
4. Perforasi - -
5. R.cahaya + +
6. Refraksi - -
B. HIDUNG KANAN KIRI

- RHINOSKOPI
ANTERIOR
Cavum Nasi
1. Nanah - -
2. Darah - -
3. Kista - -
4. Polip +- -
5. Corpus alienum - -
6. Massa/Tumor -
- SELAPUT LENDIR
21

1. Permukaan Licin Licin


2. Warna Merah muda Merah muda
- CONCHA
1. Inferior Merah muda Merah muda
2. Medial Merah muda Merah muda
3. Superior Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
- MEATUS NASI
1. Inferior Tanpak masa polip DBN
2. Medial DBN DBN
3. Posterior Sulit dinilai Sulit dinilai

- SEPTUM NASI
1. Deviasi - -
2. Hematoma - -
- SINUS
PARANASAL
1. Frontalis
Nyeri tekan - -
Transluminati TDP TDP
2. Maksilaris
Nyeri tekan - -
Transluminati TDP TDP
3. Etmoid
Nyeri tekan - -
Transluminati TDP TDP
4. Spenoid
Nyeri tekan - -
Transluminati TDP TDP
C. RONGGA MULUT
- LIDAH DBN
22

- GIGI DBN
- BIBIR DBN
- PALATUM MOLE
1. Warna Merah Muda
- FARING
1. Selaput Merahmuda
2. Benjolan -

- TONSIL
1. Permukaan Licin Licin
2. Besar T1 T1
3. Plika anterior Merah muda Merah muda
4. Kripta Tidak Melebar Tidak Melebar

D. KELENJAR LIMFE Tidak Tampak dan Terasa Tidak Tampak dan Terasa
membesar membesar
E. RHINOSKOPI
ANTERIOR
1. Koana Tidak dilakukan pemeriksaan Tidak dilakukan pemeriksaan
2. Torus Tubarius Tidak dilakukan pemeriksaan Tidak dilakukan pemeriksaan
3. Konka Inferior Tidak dilakukan pemeriksaan Tidak dilakukan pemeriksaan
dan Media
4. Dinding Posterior Tidak dilakukan pemeriksaan Tidak dilakukan pemeriksaan

DIAGNOSA BANDING

1. Polip Nasi
2. Polip antrokoana
3. Papiloma inverted
23

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. PEMERIKSAAN CT SCAN
Tanggal 09-01-2020

Tampak massa solid, batas tegas, fusiform dicavum nasi kanan dan massa tampak
invasi kesinus maksilaris kanan
Ostium maksilaris kanan tertutup
Keposterior massa meluas kenasopharing
Massa tampak mengerosi basis cranii massa meluas kesinus sphenoidalis kanan

Kesan : Sugestif suatu juvenile nasopharyngeal angiofibroma


24

2. PEMERIKSAAN FOTO THORAK

Sinus costophrenicus normal, diafragma Normal,


Jantung: besar dan bentuk normal
Paru : coraka brocho vasculer normal.
Tak tampak kelainan aktif spesifik dan pathologic
Kesan : cor/pulmo dalam batas normal

3. PEMERIKSAAN LABORATORIUM DARAH RUTIN Tanggal 9-01-2020

DARAH

Darah Rutin
Hemoglobin 12,4gr/dL 13.2 – 17.3
Hitung Leukosit 8580/ µl 4,000 – 11.000
Hematokrit 38,1% 40 – 52
Trombosit 523.000 /µl 150000 – 440000
Eritrosit 38,1 % 4,4 – 5,9
Index Eritrosit
MCV 78,3 fL 80 - 100
MCH 25,5 pg 26 – 34
MCHC 32,5 % 32 – 36
25

Hitung Jenis Leukosit 1–3


Eosinofil 4,1 % 0–1
Basofil 0,4 % 2–6
Neutofil 65,5 % 53 – 75
Limfosit 27,9 % 20 – 45
Monosit 2,1 % 4–8
FUNGSI HATI
AST (SGOT) 20 U/l < 40
ALT (SGPT) 34 U/l < 40
FUNGSI GINJAL
Ureum 24 mg/dl 20 – 40
Kreatinin 0,2mg/dl 0,6 – 1,1
GLUKOSA DARAH
Glukosa darah sewaktu 95mg/dl <140

DIAGNOSA KERJA
1.Polip Nasi

TINDAKAN
Rencana operasiEktraksi polip dengan general anastesi pada tanggal 11-01-2020

TERAPI
IVFD RL 20 gtt/i
Inj. Ceftriaxone 500mg / 12 jam
Inj. Asam traneksamat 250 mg / 8jam
Inj. Ketorolac 15 mg / 8 jam
Inj. Dexametason 2,5mg/12 jam
Antasida syrup 3x1 Cth
26

PERSIAPAN OPERASI
1. Masuk IGD Rumah Sakit Haji Medan untuk mendapatkan ruang rawat
inap sehari sebelum jadwal operasi dilakukan dan membawa seluruh hal-
hal penting yang diperlukan
2. Puasa 8 jam sebelum operasi
3. Di IGD akan dipasang IVFD RL 20 gtt/I + Abocat 18 + threeway
4. Jaga kebersihan
5. Berdoa
FOLLOW UP PRE-OPERASI
Tanggal 11-01-2020
S : Hidung tersumbat

O : polip (+)
TTV :Sensorium : CM
TD : 110/70 mmhg
HR :80x/i
RR :18x/i
T :36,5C
A : Polip nasi
P : IVFD RL 20 gtt/i
Inj. Ceftriaxone 500mg / 12 jam
Inj. Asam traneksamat 250 mg / 8jam
Inj. Ketorolac 15 mg / 8 jam
Inj. Dexametason 2,5mg/12 jam
Antasida syrup 3x1 Cth
TINDAKAN OPERASI
1. Pasien dalam posisi supine dengan ETT dan Infus terpasang.
2. Pasang tampon yang diberikan adrenalin di kedua cavum nasi dengan tang
tampon dengn panduan endoscopy
3. Suntik bagian polip dengan pehacain
4. Dengan menggunakan microdebrider massa polip di ekstraksi sampai
bersih
27

5. Dilakukan unsinektomi dan ostium sinus maxsilla di perlebar


6. Polip didalam cavum sinus maksila diekstraksi sampai bersih.
7. Bula etmoid dibuka lalu polip ekstraksi
8. Kontrol perdarahan
9. Pasang tampon anterior
10. Area operasi ditutup kasa steril
11. Operasi selesai
FOLLOW UP POST-OPERASI
1. Hari Pertama,Tanggal 12-01-2020
S : post FESS + polipektomi
O : hidung : terpasang tampon hidung
A : post FESS + polip nasi
P : IVFD RL 20 gtt/i
Inj. Ceftriaxone 500mg / 12 jam
Inj. Asam traneksamat 250 mg / 8jam
Inj. Ketorolac 15 mg / 8 jam
Inj. Dexametason 2,5mg/12 jam
Antasida syrup 3x1 Cth

2. Hari Kedua,Tanggal 13-01-2020


S : post FESS + polipektomi
O : hidung : terpasang tampon hidung
A : post FESS + polip nasi
P : IVFD RL 20 gtt/i
Inj. Ceftriaxone 500mg / 12 jam
Inj. Asam traneksamat 250 mg / 8jam
Inj. Ketorolac 15 mg / 8 jam
Inj. Dexametason 2,5mg/12 jam
Antasida syrup 3x1 Cth
PBS
28

3. Hari Ketiga, Tanggal 14-01-2020


S : post FESS + polipektomi
O : hidung : lepas tampon
A : post FESS + polip nasi
P : IVFD RL 20 gtt/i
Inj. Ceftriaxone 500mg / 12 jam
Inj. Asam traneksamat 250 mg / 8jam
Inj. Ketorolac 15 mg / 8 jam
Inj. Dexametason 2,5mg/12 jam
Antasida syrup 3x1 Cth
PBS
UP Tampon

KONTROL ULANG
Pasien kontrol kembali ke poli THT Rumah Sakit Haji Medan Tanggal 16-01-
2020
29

BAB IV

DISKUSI KASUS
TEORI KASUS
Anamnesa • sensasi penuh di dalam hidung • sensasi penuh di dalam hidung
Polip Nasi • Rinorea (+)
• Nyeri kepala atau wajah • Rinorea (+)
• Hiposmia atau anosmia • Nyeri kepala atau wajah (+)
• Gejala atopik – pruritus, epifora,• Hiposmia atau anosmia (+)
bersin, terutama pada penyebab • Gejala atopik – pruritus,
alergik epifora, bersin, terutama pada
• Obstructive sleep apnea penyebab alergik (-)
• Post nasal drip • Obstructive sleep apnea (-)
• Bernafas menggunakan mulut • Post nasal drip (-)
• Epistaksis • Bernafas menggunakan mulut
(+)
• Epistaksis (-)
Pemeriksaan Fisik  lesi tunggal atau multipel, berupa  lesi tunggal atau multipel,
Polip Nasi masa polipoid berwarna keabuan berupa masa polipoid
berwarna keabuan (+)
Pemeriksaan  CT scan  Tampak massa solid,
Penunjang batas tegas, fusiform
Polip Nasi dicavum nasi kanan dan
massa tampak invasi
kesinus maksilaris kanan
 Ostium maksilaris kanan
tertutup
 Keposterior massa meluas
kenasopharing
 Massa tampak mengerosi
30

basis cranii massa meluas


kesinus sphenoidalis
kanan

Kesan : Sugestif suatu


juvenile nasopharyngeal
angiofibroma

Penatalaksanaan Farmakologi : Farmakologi


Polip Nasi  IVFD RL 20 gtt/i
 Pasien derajatringan:
 Inj. Ceftriaxone
o Langkah1:
500mg / 12 jam
a. Irigasi menggunakan cairan  Inj. Asam traneksamat
salin hipertonik /isotonik. 250 mg / 8jam
b. Berikanmukolitik.  Inj. Ketorolac 15 mg /
8 jam
c. Berikan antibiotik pada
 Inj. Dexametason
pasien dengan polip
2,5mg/12 jam
hidung purulen selama 7
hari, serta pertimbangkan  Antasida syrup 3x1

kulrut sebelum memulai Cth

pemberianantibiotik. Pembedahan :
Ekstrasi polip (polipektomi)
o Langkah2:

a. Jika tidak membaik dengan


langkah 1, pengobatan
ditambahkan dengan
steroid intranasal sebanyak
2 puffs di setiap lubang
hidung, sekali sehari.
 Pasien derajatsedang:
31

o Langkah3:

a. Jika tidak membaik


dengan langkah 2 atau
pasien dalam derajat
sedang, tingkatkan steroid
intranasal menjadi 2 kali
sehari dan /atau,
b. Secara bersamaan
menggunakan antihistamin
spray dan /atau,

c. Menggunakan antagonis
reseptor leukotriene
seperti Montelukast dan
zafirlukast.

 Pasien derajatberat:

o Langkah4:

a. Jika tidak membaik


dengan langkah 3 atau
pasien dalam derajat
berat, tambahkan terapi
antihistamin oral pada
pasien dengan alergi dan
/atau,
b. Berikanantileukotriene/le
ukotrienemodifierstermas
ukantagonisreseptor
leukotriene seperti
zafirlukast dan
Montelukast, dan 5 –
32

lipoxygenase inhibitor
sepertizileuton.
o Langkah5:

a. Jika tidak membaik


dengan langkah 4 atau
pasien dalam derajat
berat, tambahkan
kortikosteroid oral jangka
pendek dan mengevaluasi
ulang pemakaian obat –
obatan lain,dan
b. Mempertimbangkan
pemberian omalizumab
pada pasien alergi,dan

c. Memberikan agen
antifungal jika kultur
jamurpositif.

Pembedahan :
Salahsatuindikasinyaadalahpolipyangti
dakmembaikdenganpengobatanataupol
ip masif. Tindakan pembedahan yang
dilakukan antara lain ekstrasi polip
(polipektomi), yang dapat dilakukan
menggunakan senar polip atau cunam
dengan analgesik lokal, etmoidektomi
intranasal atau ekstranasal (untuk polip
etmoid), operasi Caldwell-Luc untuk
sinus maksila
33

BAB V

KESIMPULAN

Polip nasi ada lah masa lunak yang mengandung banyak cairan di dalam
rongga hidung, berwarna putih keabu-abuan, yang terjadi akibat inflamasi
mukosa.Polip dapat timbul pada laki-laki atau pun perempuan, dari usia anak anak
hingga usia lanjut.1Prevalensi penderita polip nasi belum diketahui pasti karena
hanya sedikit laporan dari hasil studi epidemiologi serta tergantung pada
pemilihan populasi penelitian dan metode diagnostik yang digunakan. Prevalensi
polip nasi dilaporkan 1-2% pada orang dewasa di Eropadan 4,2% di Finlandia.
Deviasi septum nasi merupakan penyebab obstruksi nasi yang paling
sering ditemukan. Bentuk septum yang normal ialah lurus di tengah rongga
hidung tetapi pada orang dewasa biasanya septum nasi tidak lurus sempurna di
garis tengah. Deviasi septum yang ringan tidak akan mengganggu, akan tetapi bila
deviasi itu cukup berat, menyebabkan penyempitasn pada satu sisi rongga hidung.
Dengan demikian dapat mengganggu fungsi hidung dan menyebabkan
komplikasi.Penyebab paling sering dari deviasi septum nasi adalah trauma dan
kesalahan perkembangan septum nasi.Keluhan yang paling sering pada penderita
deviasi septum nasi adalah sumbatan hidung. Keluhan lainnnya adalah rasa nyeri
di kepala dan di sekitar mata, Penciuman dapat terganggu hingga anosmia, gejala
rinitis berulang, epistaksis.
34

SARAN

Saran dari kelompok kami sebaiknya untuk penanganan pada pasien dengan
polip hidung harus dilakukan secara tepat.Karena,penatalaksanaan tindakan untuk
stiap pasien yang menderita penyakit polip hidung berbeda-beda tergantung
dengan tingkat keparahan polip nya.Polip yang masih kecil dapat diobati dengan
kortikosteroid baik local maupun sitemik.Tapi, pada pasien dengan polip yang
cukup besar dan persisten baru akan dilakukkan tindakan operasi BSEF (bedah
sinus endoskopi fungsional ) atau pengangkatan polip(polip pektomi). Jadi, untuk
penatalaksanaan dengan pasien ini dengan polip grade III dilakukkan
BSEF/FESS.
Pasien harus menghindari penyebab timbulnya polip misalnya pasien
memiliki riwayat rhinitis alergi atau penyakitat opilainnya.
Saran dari kelompok kami sebaiknya untuk penanganan pada pasien dengan
septum deviasi harus di lakukan secara tepat.pasien dengan septum deviasi yang
mengganggu pernafasan itu penatalaksanaanya adalah dengan operasi atau
memotong tulang septum nya.sedangkan dengan pasien yang mempunyai septum
deviasi tetapi tidak mengganggu pernafasan tindakan operasi tidak dilakukan.
35

DAFTAR PUSTAKA

1. Adams GL, Boies LR, Higler PH. 1997. Boiesbukuajarpenyakit THT,


edisi ke-6. Jakarta: EGC. hlm 246-7

2. Ahmad MJ, Ayeh S. 2012. The epidemiological and clinical aspect of


nasal polyps that require surgery.

3. Iranian Journal Of Otorhinolaryngology. 2(24): 76-7. Erbek SS, Erbek S,


Topal O, Cakmak O. 2007. The

4. McGylnn TJ. Diagnosis fisik. In: Burnside JW, McGlynn TJ, editors.
Adams Diagnosis Fisik (17th ed). Jakarta: EGC, 1955.

5. Hilger PA. Hidunganatomidanfisiologiterapan. In: Adams GL, Boies LR,


Highler PA, editors. BoiesBuku Ajar Penyakit THT (6th ed). Jakarta:
EGC, 1997; p. 173-89. .

6. Soetjipto D, Mangunkusumo E, Wardani R. Sumbatanhidung. In: Soepardi


E, Iskandar N, Bashirudin J, Restuti R, editors. Buku Ajar
IlmuKesehatanTelingaHidungTenggorokKepala&Leher (7th ed). Jakarta:
FKUI, 2012; p. 96-109.
7. HTA Indonesia. Fuctional endoscopic sinus surgery di Indonesia 2006.
(cited 22 Agustus 2016). Available from:
http://buk.depkes.go.id/index.php
8. Kirtsreesakul V. 2005. Update on nasal polyps: etiopatogenesis. J Med
Assoc Thai. 88 (12):1966-72
9. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. 2007.
Poliphidungdalambukuajarilmukesehatantelingahidungtenggorokkepalada
nleher, edisi ke-6. Jakarta: FKUI. hlm 123-125
10. Nuty W Nizar, EndangMangunkusumo. PolipHidung.
DalamEfiatysoepardi, NurbaitiIskandar (ed).
36

BukuAjarIlmuKesehatanTelinga-Hidung-Tenggorok, KepalaLeher. Edisi


V. Jakarta: BalaiPenerbit FKUI; 2001: P.96-8
11. Dreake-L33 AB. Nasal polyps.In : Mackay IS,Bull TR (Eds) Scott-
brown’s Otolaryngology .Sixth ed.London:Butterworth. 1997:4/10/1-6
12. Bernstein JM. The Immunohistopatology and pathophysiology of nasal
polyps in : settipane GA Lund VJ,Bernstein JM, tos M eds.nasal polyp:
epidemiology,pathogenesis and its treatment providence, rhode island:
ocean side publication : 1997.p 85-9
13. settipane GA Nasal Polyps. In: Settipane GA(Ed) Rhinitis 2 ed providence
: ocean side publication ,Inc,1991:p.173-83
14. Jareoencharsri P. Pathogenesis of naslpolups.In: Bunnag C and
MuntarbhornK(Eds).AseanRhinological Practice. Thailand : Siriyod
Co.,Ltd1997:p.54-74
15. .Larsen PL,TosM.Origin and structure of nasal
polyps.InMygindN,Lildholdt T (Eds) Nasal Polyposis :An inflammatory
disease and its treatment.Copenhagen:Munksgaard,1991:p 17-30
16. NaclerioRM.Mackay IS Guideline for the management of nasal
polyposis:In :Myginnd N Lildholdt T(Eds). Nasal Polyposis : An
Inflamatory diseases and its treatment .copenhagen
:Munkgaard,1991.p177-80

17. Kridel, R.W.H., Kelly, P.E., MacGregor, A.R. The Nasal Septum. In:
Cummings, C.W., et al. Otolaryngology Head & Neck Surgery Volume
Two, 4th Ed. Philadelphia: Mosby. 2005. p1001.
18. Boies, L.R. Chronic Nasal Obstruction. In: Boies, L.R. Fundamental of
Otolaryngology, A Textbook of Ear, Nose, and Throat Diseases, 3th ed.
Philadelphia: W.B. Saunders. 1990. p217-221.
19. Nizar, N.W., Mangunkusumo, E. Kelainan Septum. Dalam: Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher Edisi 6.
Jakarta: Balai Penerbit FK UI. 2010. p126-127.
37

20. Soetjipto, D., Mangunkusumo, E., Wardani, R.S. Hidung. Dalam: Buku
Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher Edisi 6.
Jakarta: Balai Penerbit FK UI. 2010. p118-122.
21. Bull, P.D. The Nasal Septum. In: Lecture Notes on Diseases og The Ear,
Nose, and Throat 9th ed. USA: Blackwell. 2002. p81-84.
22. Dhingra, PL. The Septum and Its Deseases. In: Dhingra, PL. Diseases of
Ear, Nose, and Throat 4th ed. India: Elsevier. 2003. p140-143.
23. Bhargava, K.B., et al. Diseases of The Nasal Septum. In: Bhargava, K.B.,
et al. A Short Textbook of E.N.T. Diseases 5th ed. Mumbai. 2002. p175-
183.

Anda mungkin juga menyukai