Anda di halaman 1dari 25

FARMAKOLOGI OBAT PENYAKIT

THT & OBAT OTOTOKSIK

dr. Ilmiawati, Ph.D


BAGIAN FARMAKOLOGI DAN TERAPI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2019

S
OBAT OTOTOKSIK
Ototoksisitas:

Kecenderungan agen terapeutik atau zat kimia tertentu untuk


menimbulkan gangguan fungsional dan degenerasi seluler pada
jaringan telinga dalam dan khususnya end-organs dan neuron
nervus kranialis delapan cabang koklear dan vestibular (Hawkins,
1976).

Ototoksisitas dapat disebabkan:

S  Kerentanan jaringan terhadap obat

S  Akumulasi obat dalam organ

S  Kombinasi faktor di atas


OBAT OTOTOKSIK
S  Sering : chance of hearing loss à sisplatin 100%, aminoglikosida
63%

S  Cedera telinga dalam à inhibisi reversibel fungsi fisiologis normal,


seperti pembentukan endolimfe. Jika inhibisi jangka lama à
degenerasi jaringan.

S  Efek toksik direk pada organ akhir sensorik (sel rambut)

S  Efek sentral à menunda impuls auditorik batang otak atau


mengubah pusat pemrosesan yang lebih tinggi

S  Karbamazepin menghambat respon kortikal terhadap bunyi dengan


meningkatnya masa laten à perubahan pendengaran
OBAT OTOTOKSIK
S  Sebagian obat ototoksik juga berpotensi nefrotoksik à
sesuaikan dosis obat ototoksik berdasarkan uji fungsi ginjal

S  Ototoksisitas tidak terbatas pada pemberian obat secara


parenteral

S  Tuli dilaporkan terjadi pada pemberian neomisin untuk irigasi


luka operasi, perban superfisial luka bakar berat, inhalasi aerosol,
irigasi rektal dan kolon, pemberian oral.
FAKTOR RISIKO OTOTOKSISITAS

S  Tingginya konsentrasi obat dan/atau paparan yg lama

S  Dehidrasi, demam

S  Paparan bising, adanya tuli sensorik

S  Bakteremia, herediter

S  Paparan sebelumnya terhadap agen ototoksik

S  Gagal ginjal, hipoksia

S  Usia tua
OBAT OTOTOKSIK

S  Potensiasi ototoksisitas dapat terjadi pada pemberian


beberapa obat ototoksik bersamaan, meskipun dosisnya
dalam batas yang direkomendasikan

S  Sebelum peresepan obat ototoksik:

-  Ingat kelompok risiko tinggi

-  Lakukan pemeriksaan audiometri (five frequency slope)


dan fungsi vestibular
GEJALA OTOTOKSISITAS
S  Efek terhadap koklea (tuli) dan/atau aparatus vestibular
(vertigo, ataksia, light headedness, dll)

S  Gejala bervariasi antar obat dan individu

S  Ringan – berat

S  Gejala peringatan awal: tinitus, tuli, disekuilibrium

S  Reversibel – ireversibel à alternatif obat, dosis

Upaya pencegahan: hindari/hentikan pemakaian obat


ototoksik jika tersedia alternatif yg sesuai
QUICK REFERENCE
OBAT PADA PENYAKIT THT
S  Golongan obat yang umum digunakan pada penyakit THT:

1.  ANTIMIKROBA: polimiksin B, basitrasin, neomisin, ofloksasin, penisilin,


eritromisin, kotrimoksazol, kloramfenikol, metronidazol, griseofulvin,
ketokonazol, nistatin, asiklovir

2.  ANTIHISTAMIN: difenhidramin, dimenhidrinat, klorfeniramin, loratadin,


setirizin
3.  KORTIKOSTEROID topikal: flutikason furoat

4.  OBAT SIMPATOMIMETIK: efedrin, oksimetazolin

5.  ANESTESI topikal: lidokain

6.  ANALGETIK-ANTIPIRETIK: parasetamol, asam mefenamat, ibuprofen,


natrium diklofenak
ANTIMIKROBA
S  Molekul antimikroba merupakan ligand dan protein mikroba merupakan
reseptornya

S  Protein mikroba yang menjadi target antibiotik merupakan komponen


penting reaksi biokimia mikroba

S  Proses biokimia yang umumnya dihambat adalah sintesis dinding sel


bakteri dan jamur, sintesis membran sel, sintesis subunit ribosom,
metabolisme asam nukleat, protease virus, integrase virus, protein fusi
amplop virus, sintesis folat pada parasit, dan proses detoksifikasi kimia
parasit.

S  Farmakofor (pharmacophore) : molekul kimia aktif obat yg berikatan dgn


reseptor mikroba.

S  Klasifikasi antibiotik didasarkan pada:

1.  Golongan dan spektrum mikroorganisme yg dibunuh

2.  Jalur biokimia yang dipengaruhi

3.  Struktur kimia farmakofor


ANTIMIKROBA
S  Pertimbangan penting dalam memilih antibiotik: apakah
obat dapat mencapai lokasi infeksi (penetrasi obat).
Semakin rendah penetrasi ke dalam kompartemen
anatomis, semakin tinggi kemungkinan kegagalan terapi.

S  Jenis dan tujuan terapi antimikroba


OBAT SIMPATOMIMETIK
S  Obat yg bekerja menyerupai epinefrin atau norepinefrin

S  Agonis direk: berinteraksi langsung dan mengaktivasi


adrenoseptor

S  Agonis indirek: aksi tergantung pd kemampuan


meningkatkan katekolamin endogen
S  Mekanisme kerja agonis indirek:

1.  Mengeluarkan simpanan katekolamin dari ujung saraf


adrenergik

2.  Mengurangi klirens norepinefrin melalui inhibisi reuptake


atau mencegah metabolisme enzimatik
u  Sebagian obat bekerja secara direk dan indirek (kerja campur)
OBAT SIMPATOMIMETIK
S  Efek farmakologis agonis direk tergantung pada:

1. Rute pemberian

2. Afinitas relatif terhadap subtipe adrenoseptor

3. Ekspresi relatif subtipe reseptor pada jaringan target

S  Efek simpatomimetik indirek tergantung pada:

1. Aktifitas simpatis

2. Simpanan dan pelepasan norepinefrin


Tipe dan Subtipe Adrenoseptor

Reseptor Agonis Antagonis


α1 Fenilefrin Prazosin
α1A
α1B
α1D
α2 Klonidin Yohimbin
α2A Oksimetazolin
α2B Prazosin
α2C Prazosin
β Isoproterenol Propranolol
β1 Dobutamin Betaksolol
β2 Albuterol Butoksamin
β3
Efek Aktivasi Adrenoseptor
Efek aktivasi reseptor α1:
S  Ekspresi luas pd pembuluh darah à vasokonstriksi arteri
dan vena

S  Pembuluh darah mukosa nasal à reseptor α à


simpatomimetik à vasokonstriksi lokal à dekongestan
Efek aktivasi reseptor α2:

S  Pada pemberian lokal à otot polos pembuluh darah à


vasokonstriksi perifer

S  Pemberian sistemik à efek sentral mendominasi à


inhibisi tonus simpatis dan tekanan darah (simpatolitik)
Simpatomimetik Kerja Langsung

S  Fenilefrin (phenylephrine) à agonis α1 à midriatikum,


dekongestan, é BP

S  Silometazolin (xylometazoline) & oksimetazolin (oxymetazoline)


à agonis αà dekongestan topikal kerja lama

S  ES dekongestan topikal à rebound hyperemia

S  Penggunaan topikal berulang, konsentrasi tinggi (fenilefrin


nasal spray)à iskemia membran mukosa
Simpatomimetik Kerja Campur

S  Efedrin à simpatomimetik oral pertama, bioavailabilitas é,


kerja lama, mencapai SSP (stimulan ringan)

S  Pseudoefedrin à isomer efedrin à komponen campuran


dekongestan OTC, prekursor metamfetamin (penjualan
dibatasi)

S  Dekongestan kerja lama, konsentrasi rendah à efedrin /


pseudoefedrin oral

S  Fenilpropanolamin à penekan nafsu makan OTC, ditarik dari


peredaran (strok hemoragik pd wanita muda)
HISTAMIN
S  Histamin à sel mast, sel enterokromafin lambung, otak à
mediator reaksi alergi dan inflamasi akut, sekresi asam
lambung, neurotransmiter, neuromodulator, fungsi imun &
kemotaksis leukosit

S  Mekanisme kerja: berikatan dengan reseptor spesifik pada


membran sel à H1, H2, H3, H4

Subtipe reseptor Distribusi


H1 Otot polos, endotel, otak
H2 Mukosa gaster, otot jantung, sel mast, otak
H3 Reseptor presinaptik, otak, pleksus mienterikus, neuron
lain
H4 Eosinofil, netrofil, sel T CD4
Rentetan reaksi alergi (Canonica & Blaiss, 2011)
Antagonis Reseptor H1
S  Generasi pertama: efek sedatif kuat, inhibisi reseptor otonom

S  Generasi kedua: sedasi lebih ringan

S  Absorbsi cepat p.o à kadar puncak 1-2 jam

S  Distribusi luas, generasi pertama capai SSP

S  Metabolisme hepatik

S  Lama kerja 4-6 jam; meklizin dan bbrp obat generasi kedua
bekerja lama 12-24 jam

S  Metabolit aktif (hidroksizinàsetirizin;


terfenadinàfeksofenadin; loratadinàdesloratadin)
Farmakodinamik Antihistamin H1
S  Blokade kerja histamin (ikatan reseptor kompetitif reversibel)

S  Sedasi

S  Antinausea & antiemetik

S  Antiparkinson
TUGAS BACA:
Katzung Chapter 16
S  Antikolinoseptor
(273-280)
S  Penghambat adrenoseptor

S  Penghambat serotonin

S  Anestesia lokal
REFERENSI

Anda mungkin juga menyukai