Anda di halaman 1dari 4

Contoh

1. Melahirkan di Rumah

Fenomena dukun beranak menjadi fenomena yang menarik, karena nilai-nilai kearifan

lokal yang mereka jaga, mereka ini dianggap memiliki “ilmu”, kekuatan supranatural yang pada

umumnya mereka dapatkan dari warisan. Dukun beranak biasanya adalah profesi yang

diturunkan dari nenek moyang mereka, merupakan kemampuan yang diwariskan, garis tangan

seseorang sebagai penerus profesi ini.

Sebagian perempuan Banjar lebih suka melahirkan di rumah. Mereka merasa bahwa

kenyamanan dan keamanan lebih mereka rasakan jika melahirkan di rumah ketimbang di rumah

sakit atau klinik bidan praktek. Hal ini berkaitan dengan perasaan nyaman ketika mereka harus

mengejan, membuka kaki lebar-lebar, berdarah-darah, dimana semua hal dalam proses

melahirkan mereka lalui di kamar tidur mereka sendiri, nilai pivacy menjadi hal yang utama

dalam hal ini. Persoalan ekonomi bukan menjadi faktor dalam masalah ini, tetapi yang lebih

mengemuka adalah rasa nyaman dan aman tersebut. Melahirkan di dalam kamar sendiri mereka

rasakan nyaman karena ada keleluasaan mengenai pendamping persalinan, mereka bisa

didampingi beberapa orang, misalnya suami, ibu, mertua, atau bahkan perempuan tetua kampung

yang dianggap mampu memberi bantuan berupa doa-doa dimana doa tersebut dibisikkan di

telinga mereka yang akan melahirkan. Apabila mereka melahirkan di ruang bersalin rumah sakit,

pendamping persalinan hanya dimungkinkan satu atau dua orang saja. Dikelilingi oleh beberapa

orang yang dianggap mampu memberikan semangat, kekuatan, dan keselamatan menjadi salah

satu alasan mereka memilih melahirkan di rumah, inilah nilai privasi yang tidak bisa didapatkan
jika mereka melahirkan di rmah sakit atau klinik bidan praktek, sekalipun mereka memilih kamar

VIP.

Selain nilai privacy yang hadir, para perempuan Banjar yang lebih menyukai melahirkan

di rumah juga mengaitkan dengan persoalan mitos. Mereka mempercayai kelancaran dan

keselamatan dalam melahirkan terkait dengan mitos. Misalnya mereka percaya dengan

menaburkan garam di sekeliling kamar dapat menangkal datangnya makhluk halus yang bisa

mengganggu kelancaran serta keselamatan persalinan. Menaburkan garam di sekeliling kamar

bagi mereka akan sulit dilakukan jika melahirkan di rumah sakit (ruang bersalin) atau di klinik

bidan praktek. Tidak hanya menaburkan garam, mitos lain yang dipercaya adalah menyediakan

kopi pahit dan kopi manis serta rokok di bawah ranjang yang digunakan untuk proses bersalin.

Mitos ini juga dipercaya untuk menangkal masuknya roh halus ke dalam tubuh ibu yang akan

melahirkan. Pada dasarnya rasa nyaman yang ditimbulkan ketika melahirkan di rumah dan

dikelilingi orang-orang dekat dapat menimbulkan kepercayaan diri pasien sekalipun sedikit

menyimpang dari “aturan” tentang melahirkan di klinik bidan praktek atau rumah sakit.

Para perempuan Banjar percaya sekali dengan mitos seputar kehamilan, khususnya

apabila yang ngucapkan adalah orang tua, baik itu ibu, ibu mertua, keluarga jauh, dan yang

utama dukun beranak. Perempuan banjar lebih percaya apa yang disampaikan oleh dukun

beranak ketimbang apa yang disampaikan bidan. Alasan mereka adalah adanya anggapan para

dukun beranak ini sudah tua dan berpengalaman, kemudian apa yang mereka resepkan adalah

resep racikan jamu turun-temurun dimana sudah ratusan tahun dipercaya membantu merawat

kehamilan, misalnya menjaga stamina selama kehamilan, mengharumkan tubuh, dan membantu

memancarkan kecantikan selama kehamilan.


Selain itu Banyak perempuan Banjar yang masih mempercayakan pemijatan perut selama

hamil kepada dukun beranak. Hal ini mereka lakukan untuk mengetahui posisi bayi mereka

apakah sungsang atau tidak, kemudian jika sungsang dengan dipijat dapat diatur atau dirubah

posisi bayi mereka. Sebagian bidan tidak menganjurkan pemijatan ini, karena dikhawatirkan

justru terjadi kesalahan ketika proses pemijatan yang mungkin dapat berakibat buruk pada janin.

Akan tetapi kepercayaan kepada dukun beranak sangat kuat dengan alasan dukun ini sudah tua

dan berpengalaman bahkan punya “ilmu” sehingga sekalipun bidan tidak menganjurkan mereka

tetapi memijatkan perut pada dukun beranak menjadi agenda rutin para ibu hamil ini.

Apa yang sudah diuraikan diatas merupakan beberapa contoh dari paradoksitas ilmu

kesehatan berbasis ilmiah dengan ilmu kesehatan berbasis “kearifan lokal”. Mengapa dikatakan

kearifan lokal? Karena profesi dukun beranak ini mengangkat nilai-nilai kultur dan

mempertahankan sebagian mitos turun-temurun dalam persoalan perawatan kehamilan dan

melahirkan. Menjadi masalah ketika nilai-nilai kearifan lokal tersebut bersinggungan dengan

nilai-nilai kesehatan berbasis ilmiah. Masyarakat ketika berhadapan dengan hal ini, cenderung

ersikap absurd, khususnya masyarakat Banjar. Menyikapi masalah kesehatan dalam hal ini

tentunya tidak bisa meninggalkan unsur-unsur budaya, dimana kepercayaan akan mitos punya

andil besar .

Banjarmasin sekalipun merupakan ibukota propinsi, akan tetapi kebudayaan sungai yang

merupakan identitas masyarakatnya tidak bisa lepas dengan persoalan kesehatan. Banjarmasin

belum bisa melepaskan diri dari cultural embodiment sebagai masyarakat dengan cara hidup

yang sekalipun “kekota-kotaan” tetapi masih memegang nilai-nilai kearifan lokal, khususnya

dalam hal kesehatan ibu hamil dan bayi. Tidak peduli setinggi apapun pendidikannya, sehebat

apapun pekerjaannya, semodern apapun gaya hidupnya, tetap saja peran dukun beranak sangat
kuat pada perempuan Banjar. Ungkapan “tidak ada salahnya mengikuti apa yang sudah biasa

dilakukan orangtua kita” adalah ungkapan yang umum ditemui di masyarakat Banjar. Mereka

merasa bahwa sebagai orang yang minim pengalaman tentunya akan lebih baik mengikuti apa

yang disarankan oleh para orangtua dan tentunya dukun beranak. Walaupun pada akhirnya

misalkan mereka terpaksa melahirkan di rumah sakit ataupun klinik bidan praktek karena

persoalan akta kehiran, akan tetapi treatment-treatment yang dijalankan tidak bisa lepas dari

peran dukun beranak dengan segala mitos kearifan lokal mereka.

Anda mungkin juga menyukai