Penyakit Hirschsprung Adalah Gangguan Perkembangan Komponen Intrinsik Sistem Saraf Enterik Yang Ditandai Dengan Tidak Adanya Sel Ganglion Di Pleksus Mienterika Dan Submukosa Dari Usus Distal

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 21

Sumber : Diterjemahkan dari buku

BAB 101

HIRSCHSPRUNG DISEASE

Penyakit Hirschsprung adalah gangguan perkembangan komponen intrinsik sistem saraf


enterik yang ditandai dengan tidak adanya sel ganglion di pleksus mienterika dan submukosa
dari usus distal. Karena sel-sel ini bertanggung jawab untuk peristaltik normal, pasien dengan
penyakit Hirschsprung datang dengan obstruksi usus fungsional pada tingkat aganglionosis.
Dalam kebanyakan kasus, aganglionosis melibatkan rektum atau rektosigmoid, dan pada 5%
hingga 10% kasus dapat melibatkan seluruh usus besar atau bahkan sejumlah besar usus kecil.
Insiden penyakit Hirschsprung adalah sekitar 1 dari 5000 bayi yang lahir hidup.

SEJARAH

Kondisi "congenital megacolon" telah dikenal selama berabad-abad. kondisi ini pertama
kali pada abad ketujuh belas oleh Frederick Ruysch, yang menggambarkan seorang anak berusia
5 tahun yang meninggal akibat penyumbatan usus, diikuti oleh kisah lain tentang seorang anak
dengan congenital megacolon oleh Battini pada tahun 1800. Tidak sampai tahun 1887 bahwa
Harald Hirschsprung, seorang ahli patologi di Rumah Sakit Ratu Louise Anak di Kopenhagen,
menggambarkan dua kasus dari kondisi yang pada akhirnya melahirkan namanya. Sampai awal
abad kedua puluh, sebagian besar anak-anak dengan congenital megacolon meninggal, mungkin
karena kekurangan gizi dan enterokolitis. Karena kelainan patologis yang mendasarinya tidak
dikenali, ahli bedah yang mengoperasi anak-anak ini biasanya reseksi usus proksimal yang
membesar dengan atau tanpa anastomosis primer, dengan hasil yang beragam. Tidak adanya sel-
sel ganglion di usus besar distal anak dengan penyakit Hirschsprung pertama kali dicatat oleh
Tittel pada tahun 1901. Selama beberapa dekade berikutnya, banyak makalah yang diterbitkan
untuk mendokumentasikan kelainan persarafan dalam usus besar dan mengenali tidak adanya
sel-sel ganglion yang sekarang bersifat patognomonik. penyakit Hirschsprung. Pengenalan bedah
pertama aganglionosis sebagai penyebab congenital megacolon adalah oleh Ehrenpreis pada
tahun 1946. Dalam sebuah makalah penting, Whitehouse dan Kernohan merangkum literatur dan
menyajikan serangkaian kasus mereka sendiri, yang mendokumentasikan bahwa aganglionosis
dalam kolon atau rektum distal adalah penyebab obstruksi fungsional.

Pada tahun 1949 Swenson menerbitkan sebuah makalah di New England Journal of
Medicine merekomendasikan rektosigmoidektomi dengan pemeliharaan sfingter sebagai
pengobatan optimal penyakit ini. Operasi ini pada awalnya dilakukan tanpa kolostomi yang
terkompresi. Namun, kesulitan teknis pada bayi kecil dan keadaan lemah dan kurang gizi dimana
sebagian besar anak-anak dikenali menyebabkan sebagian besar ahli bedah memilih pendekatan
multistage dengan colostomy sebagai langkah awal, sebuah pendekatan yang menjadi standar
perawatan selama beberapa dekade. Dalam beberapa tahun terakhir, perbaikan dalam teknik
bedah dan kecurigaan dan diagnosis penyakit sebelumnya telah menghasilkan evolusi menuju
satu tahap dan prosedur akses minimal. Kemajuan ini telah menghasilkan morbiditas dan
mortalitas yang meningkat secara signifikan pada bayi dengan penyakit Hirschsprung.

ETIOLOGI

Sel-sel ganglion berasal dari krista neural. Menjelang 13 minggu pascakonsepsi, sel-sel
krista neural telah mengalami proses migrasi melalui saluran pencernaan dari proksimal ke
distal, setelah itu mereka berdiferensiasi menjadi sel ganglion matur. Pada bayi dengan penyakit
Hirschsprung proses ini terganggu, sehingga sel-sel ganglion tidak ada di usus distal. Terdapat
dua teori yang menjelaskan mengapa ini terjadi. Teori yang paling umum adalah bahwa sel-sel
krista neural tidak pernah mencapai usus distal karena sel-sel krista neural berdiferensiasi
menjadi sel ganglion lebih awal dari yang seharusnya. Data yang mendukung teori ini berasal
dari percobaan hewan aganglionosis dan dari studi migrasi sel krista neural normal yang
dilakukan pada embrio ayam dan janin manusia. Teori kedua adalah bahwa sel-sel ganglion
mencapai bagian distal tetapi gagal untuk bertahan hidup atau berproliferasi. Data yang
mendukung teori ini adalah penelitian pada hewan yang menunjukkan bahwa setidaknya ada dua
sumber sel krista neural (vagal dan sakral), dengan migrasi baik secara proksimal maupun distal.
Selain itu, beberapa penelitian telah menyebutkan bahwa otot polos dan matriks ekstraseluler
pada usus yang aganglionik, tidak baik untuk pertumbuhan neuron. Sangat mungkin bahwa
penyakit Hirschsprung sebenarnya adalah kondisi heterogen dengan beberapa mekanisme dan
penyebab genetik.

Sifat heterogen dari penyakit Hirschsprung didukung oleh meningkatnya bukti bahwa
terjadi mutasi dalam berbagai gen. Dalam studi populasi Mennonite, Gen yang paling umum
teridentifikasi adalah RET proto-onkogen. RET mengkodekan reseptor tirosin kinase, dan
beberapa mutasi gen ini dan gen lainnya seperti neurturin dan glial cell line–derived
neurotrophic factor (GDNF) diidentifikasi berhubungan dengan penyakit Hirschsprung. Masih
belum jelas bagaimana mutasi ini dapat menyebabkan aganglionosis, tetapi terdapat beberapa
pembuktian bahwa kematian sel neuron awal merupakan mekanisme yang menonjol. Kelainan
RET lebih sering ditemukan pada penyakit keturunan dan long segmen disease. Mutasi gen
endotelin, khususnya endotelin-3 dan reseptor endotelin-B berhubungan dengan penyakit
Hirschsprung, meskipun banyak dari anak memiliki kelainan lain dari jaringan saraf yang
diturunkan, seperti Shah-Wardenberg syndrome. Terdapat bukti dari percobaan hewan bahwa
mutasi gen endothelin dan gen SOX-10 dapat menghasilkan pematangan awal atau diferensiasi
sel krista neural, yang mengurangi jumlah sel progenitor dan mencegah sel krista neural dari
migrasi. Gen lain yang telah dikaitkan dengan penyakit Hirschsprung termasuk S1P1 (sekarang
dikenal sebagai ZFHX1B), dan Phox2B.

Penyakit Hirschsprung juga berhubungan dengan sejumlah sindrom yang dasar genetis
aganglionosisnya belum dijelaskan, termasuk Trisomy-21, congenital central hypoventilation
syndrome, Goldberg-Shprintzen syndrome, Smith Lemli-Opitz syndrome, neurofibromatosis,
neuroblastoma dan berbagai kelainan kongenital lainnya.

MANIFESTASI KLINIS

Obstruksi Neonatal

Sekitar 50%-90% anak dengan penyakit Hirschsprung selama neonatal ditandai dengan adanya
distensi abdomen, muntah, dan intoleransi makan yang menunjukkan adanya obstruksi usus
bagian distal. Terlambatnya pengeluaran mekonium setelah 24 jam pertama merupakan
karakteristik ditemukan pada sekitar 90% anak dengan penyakit Hirschsprung. Pada beberapa
pasien dengan perforasi pada cecal atau appendiceal merupakan tanda awal. Pemeriksaan
radiografi biasanya menunjukkan dilatasi usus di seluruh lapang abdomen. Diagnosis banding
meliputi intestinal atresia, meconium ileus, meconium plug syndrome, atau sejumlah kondisi lain
yang kurang umum.

Konstipasi kronis

Beberapa pasien mengalami konstipasi kronis pada masa kanak-kanak, atau bahkan pada saat
dewasa. Hal ini umum terjadi pada bayi yang diberikan ASI, yang mana konstipasi biasanya
mulai terjadi pada saat penghentian pemberian ASI. Meskipun sebagian besar anak-anak yang
mengalami konstipasi setelah periode neonatal memiliki kelainan segmen kolon yang pendek,
namun hal ini juga dapat ditemukan pada mereka dengan kelainan segmen yang lebih panjang
atau bahkan keterlibatan kolon secara total, terutama jika anak telah di diberikan ASI secara
eksklusif. Karena konstipasi sering terjadi pada masa kanak-kanak, mungkin sulit untuk
membedakan penyakit Hirschsprung dari penyebab konstipasi yang sering lainnya. Gambaran
klinis yang menunjukkan diagnosis ini adalah kegagalan untuk mengeluarkan mekonium dalam
48 jam pertama kehidupan, kegagalan untuk tumbuh, distensi abdomen luas, dan ketergantungan
pada pemberian enema tanpa mengalami enkopresis yang signifikan.

Enterokolitis

Sekitar 10% anak dengan penyakit Hirschsprung datang dengan demam, distensi abdomen, dan
diare karena Hirschsprung-associated enterocolitis (HAEC), yang bisa terjadi secara kronis
bahkan dapat mengancam jiwa. Karena penyakit Hirschsprung secara umum dianggap sebagai
penyebab konstipasi, timbul dengan adanya diare mungkin membingungkan dan diagnosis
mungkin tidak dipertimbangkan. Riwayat mengenai mekonium dan adanya obstruktif intermiten
yang mengarah pada penyakit Hirschsprung. Teori yang paling umum adalah bahwa stasis yang
disebabkan oleh obstruksi fungsional karena usus aganglionik memungkinkan pertumbuhan
berlebih bakteri dengan infeksi sekunder. Agen infeksi seperti Clostridium difficile atau
Rotavirus diketahui sebagai penyebab, tetapi ada beberapa data untuk mendukung patogen
tertentu. Ada beberapa bukti yang melibatkan perubahan dalam produksi musin usus dan
perubahan dalam produksi mukosa imunoglobulin pada anak-anak dengan enterokolitis terkait
Hirschsprung,yang mungkin mengakibatkan hilangnya fungsi sawar usus dan memungkinkan
invasi bakteri.

Kondisi lainnya

Penyakit Hirschsprung dikaitkan dengan berbagai kelainan bawaan lainnya (Tabel 101-1).
Termasuk malrotation, genitourinary abnormalities, congenital heart disease, limb abnormalities,
cleft lip and palate,hearingloss, mental retardation,dan dysmorphic features. Selain itu, penyakit
Hirschsprung dapat menjadi bagian dari sejumlah besar sindrom seperti trisomi 21,
neurocristopathies, dan congenital central hypoventilation syndrome.

EVALUASI RADIOLOGI

Untuk neonatus dengan gambaran klinis dan hasil radiografi yang menunjukkan obstruksi usus
bagian distal, langkah pertama dalam jalur diagnostik adalah dengan pemberian kontras enema
yang larut air. Temuan patognomonik penyakit Hirschsprung dengan kontras enema adalah
adanya zona transisi antara usus normal dan yang aganglionik (Gambar A), meskipun sekitar
10% neonatus dengan penyakit Hirschsprung mungkin juga tidak menunjukan adanya zona
transisi secara radiologis. penggunaan bahan yang larut air penting karena selain untuk diagnosis,
kontras enema yang larut air berpotensi menjadi pengobatan definitif untuk kondisi lain yang
menjadi diagnosis banding seperti ileus meconium dan sindrom plug meconium. Pada anak yang
lebih dewasa, penggunan unprepped barium lebih dipilih dibandingkan penggunakan kontras
yang larut air. hal ini karena pada kelompok umur ini tidak adanya zona transisi mugkin terjadi
walupun jarang, karena segmen aganglionik yang pendek. Pada neonatus dan anak yang lebih
dewasa, proyeksi yang paling baik adalah proyeksi lateral, di mana zona transisi rectum akan
terlihat paling jelas (Gambar B). Temuan lain penggunaan kontras enema pada penyakit
Hirschsprung adalah adanyareversed recto-sigmoid index (Gambar B) dan retensi kontras dalam
usus besar pada hasil foto pasca-evakuasi setelah 24 jam.

Gambar A. kontras enema yang larut dalam air menunjukkan zona transisi. Gambar B. dilihat
dari sisi lateral untuk mengidentifikasi zona transisi rendah. Dalam hal ini indeks rekto-sigmoid,
yang terdiri dari rasio diameter rektal (R) terhadap diameter sigmoid (S), lebih kecil dari 1,0. D.
Retensi kontras pada film pasca evakuasi 24 jam.

MANOMETRI ANOREKTAL

RECTO-ANAL INHIBITORY REFLEX (RAIR) didefinisikan sebagai refleks relaksasi sfingter


ani internal sebagai respons terhadap distensi rektum yang terdapat pada anak normal tetapi tidak
ada pada anak dengan penyakit Hirschsprung. RAIR dapat didokumentasikan menggunakan
manometrik anorektal dengan menggembungkan balon di rektum sambil secara bersamaan
mengukur tekanan sfingter interna. Manometri anorektal tidak tersedia secara luas dan seringkali
tergantung pada operator. Pada anak yang lebih dewasa, tes ini secara teknis lebih mudah, tetapi
hasil positif palsu dapat terjadi karena anak dapat menutupi respons relaksasi dengan
mengkontraksikan sphincter eksternal, serta akibat dari artefak yang diciptakan oleh gerakan atau
tangisan. Manometri anorektal paling berguna dalam evaluasi anak dengan usia lebih dewasa
yang mengalami konstipasi kronis, di mana dokumentasi RAIR normal secara efektif dapat
menyingkirkan kemungkinan penyakit Hirschsprung dan juga untuk menghindari perlunya
pemeriksaan biopsi rectal.
BIOPSI RECTAL

Diagnosis pasti penyakit Hirschsprung didasarkan pada evaluasi histologis dari biopsi rektal,
yang merupakan gold standard. Temuan definitif yang mendefinisikan penyakit Hirschsprung
adalah tidak adanya sel ganglion dalam pleksus submukosa dan mienterika (Gambar 101-2, A).
Sebagian besar pasien terdapat hipertrofi pada percabangan saraf (Gambar 101-2, B), meskipun
temuan ini tidak selalu ditemukan, terutama pada anak-anak dengan total colonic disease atau a
short aganglionic segment karena biasanya ada kekurangan sel ganglion di daerah 0,5-1 cm
diatas garis dentate, biopsi harus diambil setidaknya 1- 1,5 cm di atasnya. Namun, biopsi yang
terlalu proksimal dapat melewatkan segmen aganglionik pendek. Sebagian besar ahli bedah
menggunakan teknik suction biopsy dengan risiko perforasi atau perdarahan yang minimal.
Untuk anak-anak yang suction biopsy menghasilkan spesimen yang tidak memadai dan pada
anak yang lebih besar dimana mukosa terlalu tebal untuk suction biopsy, punch biopsies atau full
thickness biopsies memberikan lebih banyak jaringan dan bagian yang lebih dalam. Pada
pewarnaan hematoxylin dan eosin ditambah dengan pewarnaan untuk asetilkolinesterase, yang
memiliki pola karakteristik pada submukosa dan mukosa pada anak dengan penyakit
Hirschsprung (Gambar 101-2, C). Ahli patologi memilih untuk tidak menggunakan pewarnaan
asetilkolinesterase, dimana dinilai terlalu subjektif dan tidak menambahkan informasi apa pun
pada hematoxylin dan eosin. Sejumlah noda baru baru-baru ini terbukti memiliki nilai tambahan
untuk diagnosis penyakit Hirschsprung. Yang paling akurat adalah identifikasi menggunakan
imunokimia kalsitonin, yang hampir selalu tidak ada pada pasien dengan penyakit Hirschsprung
(Gambar 101-2, D). Kadang-kadang bayi prematur akan mengalami obstruksi usus bagian distal,
dan kemungkinan penyakit Hirschsprung akan menonjol berdasarkan parameter klinis dan
radiologis. Biopsi rectal yang terlalu dini pada anak-anak tidak dianjurkan karena dua alasan: (1)
ahli patologi kemungkinan mengalami kesulitan mengenali sel-sel ganglion karena imatur, dan
(2) kemungkinan kesulitan untuk mendapatkan jaringan yang cukup tanpa meningkatkan risiko
komplikasi pada bayi prematur. Yang terbaik dalam hal ini adalah untuk mendekompresi rektum
menggunakan stimulasi dan/atau irigasi dan menunggu sampai usia anak lebih dekat untuk
melakukan biopsi rektum. Meskipun beberapa ahli bedah percaya bahwa penyakit Hirschsprung
tidak terlihat pada bayi prematur, kondisi ini telah didokumentasikan.
Gambar temuan patologis pada anak-anak dengan penyakit Hirschsprung. Gambar A Tidak
adanya sel ganglion di pleksus myenteric. Gambar B hipertrofi percabangan saraf. Gambar C
pewarnaan Cholinesterase pada usus besar normal dan usus besar yang terkena penyakit
Hirschsprung. Gambar D pewarnaan Calretinin pada usus besar dan usus besar yang terkena
penyakit Hirschsprung.

Pra-operasi

Dalam kebanyakan kasus pengobatan penyakit Hirschsprung adalah pembedahan. Namun, ada
sejumlah intervensi pra operasi penting yang harus dipertimbangkan sebelum intervensi
pembedahan definitif. Prioritas pertama adalah resusitasi, terutama pada neonatus dengan
obstruksi usus atau anak-anak yang mengalami enterokolitis. Pada kedua kelompok, cairan
intravena dan antibiotik spektrum luas terhadap organisme enterik harus diberikan, dan pipa
nasogastrik harus dimasukkan. Anak-anak dengan kelainan seperti cardiac disease atau
congenital central hypoventilation syndrome harus tatalaksana sebelum perbaikan pembedahan
definitif. Anak-anak dengan enterokolitis atau dengan operasi langsung tidak dapat dilakukan
karena alasan lain harus menjalani dekompresi usus besar menggunakan digital rectal
stimulation, irrigations, atau occasionally an emergency stoma.

Setelah anak diresusitasi dan distabilkan, operasi dapat dilakukan secara semi-elektif. Sambil
menunggu, sebagian besar anak dapat dipulangkan ke rumah dengan ASI atau susu formula,
dalam kombinasi dengan stimulasi rectal atau irigasi. Pada anak yang lebih besar dengan kolon
yang sangat melebar, operasi harus ditunda sampai diameter kolon telah berkurang cukup untuk
melakukan pull-through dengan aman. Hal ini kadang-kadang dapat dilakukan dengan irigasi
berminggu-minggu atau beberapa bulan, tetapi beberapa dari anak mungkin memerlukan
kolostomi untuk melakukan dekompresi kolon yang melebar secara memadai (Gambar A dan B).
Beberapa penulis telah menganjurkan manajemen jangka panjang non-operatif penyakit
Hirschsprung segmen pendek menggunakan enema dan pencahar. Yang lain berpendapat bahwa
miektomi sederhana. Namun, teknik ini tidak memberikan kualitas hidup yang baik untuk
sebagian besar anak dengan penyakit Hirschsprung, dan sebagian besar ahli bedah anak
merekomendasikan prosedur pull-through.

Gambar penilaian kolostomi dekompresi untuk mengurangi ukuran kolon sigmoid melebar
sebelum operasi pull-through. Gambar A Sebelum kolostomi. Gambar B Enam bulan setelah
kolostomi.
Prosedur penarikan usus (pull-through surgery) Penyakit Hirschsprung

Tujuan dari pembedahan untuk penyakit Hirschsprung adalah untuk mengangkat usus
aganglionik dan merekonstruksi saluran usus dengan membawa/menyambungkan usus yang
dipersarafi normal ke anus namun tetap mempertahankan fungsi sfingter. Operasi yang paling
umum dilakukan adalah prosedur Swenson, Duhamel, dan Soave (Gambar A,B,C), meskipun
sejumlah operasi lain seperti Rebhein dan prosedur State telah perkenalkan dan masih dilakukan
di beberapa pusat kesehatan. Meskipun banyak publikasi dalam literatur melaporkan hasil dari
masing-masing prosedur operasi ini, namun hanya beberapa penelitian prospektif yang ada.
Karena kurangnya bukti penelitian, wajar untuk mengatakan bahwa semua prosedur tersebut
adalah prosedur alternatif yang dapat dilakukan/diterima dan operasi terbaik untuk seorang
pasien adalah operasi yang dilakukan oleh ahli bedah yang telah terlatih serta sering melakukan
prosedur operasi.

Gambar tiga operasi yang paling umum dilakukan untuk penyakit Hirschsprung. Gambar A
Soave. Gambar B Swenson. Gambar C Duhamel

PROSEDUR SWENSON

Swenson memberikan deskripsi pertama tentang pendekatan bedah untuk penyakit Hirschsprung
pada akhir 1940-an. Tujuan prosedur Swenson adalah untuk pengangkatan seluruh kolon
aganglionik, kemudian dilakukan anastomosis end-to-end di atas sfingter ani. Operasi ini
awalnya dilakukan melalui laparotomi, dengan anastomosis dilakukan melalui pendekatan
perineum setelah dilakukan eversi pada rektum aganglionik. prosedur operasi yang aman
membutuhkan perhatian yang cermat saat melakukan diseksi pada dinding rektum, untuk
menghindari cedera pada saraf dalam panggul, pembuluh darah, dan struktur lain seperti vagina,
prostat, vas deferens, dan vesikula seminalis. Terlepas dari resiko yang dapat terjadai saat
melakukan diseksi pada panggul dalam, studi hasil jangka panjang prosedur Swenson
melaporkan bahwa terdapat hasil fungsional yang sangat baik sehubungan dengan fungsi
berkemih, dan fungsi seksual.
PROSEDUR SOAVE

Prosedur Soave dirancang untuk menghindari risiko cedera pada struktur panggul seperti
prosedur Swenson dengan melakukan diseksi endorektal submukosa dan menempatkan usus
yang ditarik (pull-through) ke dalam "cuff" yang terdiri dari otot aganglionik. Dalam tahap awal
operasi, usus yang ditarik dibiarkan melalui anus. Pada operasi kedua beberapa minggu
kemudian, anastomosis dilakukan. Prosedur ini kemudian diubah oleh Boley, yang melakukan
prosedur dalam satu tahap. Selama bertahun-tahun telah ada kontroversi mengenai seberapa
panjang seharusnya "cuff" tersebut. Meskipun ada klaim oleh beberapa penulis bahwa prosedur
Soave lebih cenderung menghasilkan masalah jangka panjang dengan konstipasi karena eksisi
rektum aganglionik yang tidak lengkap, penelitian tindak lanjut terakhir telah melaporkan hasil
akhir yang serupa dengan prosedur Swenson.

PROSEDUR DUHAMEL

Prosedur Duhamel dilakukan dengan membawa/menarik kolon yang normal turun melalui
bidang antara rektum dan sakrum dan menggabungkan dua dinding untuk membuat lumen baru,
yang aganglionik dianterior dan ganglionik (normal) di posterior. Dalam tahap awal, dua klem
Kocher digunakan untuk menggabungkan kedua dinding lumen tersebut dan dibiarkan selama
seminggu. Baru-baru ini, stapler bedah digunakan sebagai gantinya. Prosedur Duhamel memiliki
beberapa potensi keuntungan dibandingkan prosedur Swenson atau Soave. Prosedur Duhamel
dipercaya lebih mudah dan lebih aman, dengan diseksi panggul lebih sedikit dibandingkan dua
operasi lainnya; memiliki anastomosis besar, yang mengurangi risiko striktur anastomosis; dan
adanya "reservoir" membuat prosedur ini baik untuk anak-anak dengan segmen aganglionik
yang lebih panjang.

Peran Kolostomi

Operasi awal Swenson digambarkan sebagai prosedur satu tahap, tetapi insiden penyempitan,
kebocoran, dan kerugian lainnya yang relatif tinggi sehingga direkomendasikan kolostomi,
diikuti dengan periode pertumbuhan dan operasi rekonstruksi berikutnya. Pendekatan ini menjadi
dogma bedah, yang diperkuat oleh fakta bahwa anak dengan penyakit Hirschsprung yang datang
terlambat disertai dengan kekurangan gizi dan dilatasi usus besar, sehingga kolostomi adalah
prosedur yang dapat menyelamatkan jiwa. Namun, pada 1980-an, sejumlah ahli bedah
melaporkan serangkaian single-stage pull through procedures pada bayi. Selama 10 hingga 15
tahun kemudian, one-stage operations menjadi semakin populer dan banyak laporan
mendokumentasikan mengenai operasi ini, menunjukkan bahwa one-stage procedure
menghindari morbiditas stoma yang diketahui pada bayi dan juga lebih hemat biaya. Penting
untuk diingat, bagaimanapun, bahwa stoma mungkin masih diindikasikan untuk anak-anak
dengan enterokolitis, perforasi,malnutrisi atau massively dilated proximal bowel.
Minimal Access Approaches

LAPAROSCOPIC PULL-THROUGHLL

Dengan munculnya operasi laparoskopi pada akhir 1980-an, Minimal Access Approaches
menjadi semakin diterapkan pada penyakit bedah anak. Minimal Access Approaches pertama
untuk operasi pull-through pada penyakit Hirschsprung dijelaskan oleh Georgeson pada tahun
1995, yang menggambarkan penarikan laparoskopi untuk penyakit Hirschsprung, yang
melibatkan biopsi laparoskopi untuk mengidentifikasi zona transisi, mobilisasi laparoskopi
rektum di bawah refleksi peritoneum, dan diseksi mukosa melalui pendekatan perineum (Gambar
A dan B). Rektum kemudian prolaps melalui anus, dan anastomosis dilakukan dari bawah.
Prosedur ini telah dikaitkan dengan waktu rumah sakit yang lebih minimal, dan hasil awal dan
pertengahan tampaknya sama dengan yang dilaporkan untuk prosedur terbuka. Pendekatan
laparoskopi juga telah dijelaskan untuk operasi Duhamel dan Swenson, dengan hasil jangka
pendek yang sangat baik.

Gambar A Konfirmasi zona transisi. Gambar B Gambaran laparoskopik dari pull-through dari
atas.

TRANSANAL(PERINEAL) pull-trough

Prosedur operasi tansanal pull-trough menggunakan cara diseksi mukosa yang sama dari bawah
seperti pada operasi Georgeson, tetapi tanpa laparoskopi rektum. Sayatan mukosa dibuat 0,5-1
cm di atas garis dentate, tergantung pada ukuran anak, dan mukosa dipisahkan dari otot yang
mendasarinya seperti dalam operasi Soave. Otot rektal kemudian diinsisi melingkar, dan diseksi
dilanjutkan pada dinding rektum. Seluruh rektum dan bagian dari kolon sigmoid dapat tarik
melalui anus. Ketika zona transisi tercapai, anastomosis dilakukan dari bawah. Pada pasien
dengan zona transisi yang lebih proksimal (biasanya di atas kolon sigmoid proksimal),
laparoskopi atau sayatan pusar kecil dapat digunakan untuk memobilisasi kolon kiri dan / atau
fleksura splenikus untuk mencapai panjang yang cukup. Pendekatan transanal juga dapat
digunakan jika pasien telah menjalani kolostomi, dengan menggunakan stoma sebagai akhirnya
dan melakukan eksisi rektum menggunakan teknik transanal.

Pendekatan transanal memiliki tingkat komplikasi yang rendah, membutuhkan analgesia


minimal, dan dikaitkan dengan pemberian makan dan pengeluaran (feses) lebih cepat. Meskipun
belum ada penelitian yang membandingkan pendekatan transanal dan laparoskopi, transanal pull-
through dapat dilakukan oleh setiap ahli bedah anak, termasuk mereka yang tidak memiliki
keterampilan laparoskopi, dan oleh ahli bedah anak di seluruh dunia di mana akses ke peralatan
laparoskopi terbatas. Terdapat beberapa kontroversi terkait dengan prosedur pull-through
transanal. Yang pertama adalah apakah zona transisi patologis harus ditentukan sebelum
memulai diseksi anal. Ini tidak dilakukan dalam tahap awal operasi pull-through transanal dan
sering tidak dilakukan oleh banyak ahli bedah. Hal ini karena ketidaktepatan kontras enema
dalam memprediksi tingkat aganglionosis, dengan sekitar 8% anak-anak yang memiliki zona
transisi rectosigmoid pada studi kontras memiliki zona transisiyang lebih proksimal pada
histologi. Langkah ini sangat penting bagi ahli bedah yang melakukan operasi berbeda untuk
penyakit segmen panjang dibandingkan dengan yang mereka lakukan untuk penyakit
rectosigmoid. Biopsi pendahuluan dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan
laparoskopi, atau melalui sayatan pusar kecil, yang keduanya juga dapat digunakan untuk
memobilisasi fleksura lienalis pada anak-anak dengan zona transisi yang lebih tinggi.
Keuntungan dari prosedur dengn pendekatan pusar adalah bahwa hal ini dapat dilakukan oleh
ahli bedah mana saja, di mana saja di dunia, dan tidak memerlukan keterampilan atau peralatan
laparoskopi. Bukti menunjukkan bahwa biopsi awal untuk menentukan zona transisi patologis
tidak memiliki efek buruk pada hasil pasca operasi seperti waktu makan, rasa sakit, atau lama
tinggal di rumah sakit.

Ada juga kontroversi tentang apakah prosedur Pull-through transanal paling baik dilakukan
dalam posisi tengkurap atau terlentang. Posisi tengkurap memberikan visualisasi yang sangat
baik bagi sebagian besar ahli bedah anak karena pengalaman mereka dalam perbaikan
malformasi anorektal. Posisi telentang memiliki keuntungan akses ke rongga peritoneum untuk
biopsy awal kolon atau untuk mobilisasi usus besar atau stoma jika diperlukan. Ada juga
kontroversi tentang panjang manset dubur (rectal cuff). Pada awalnya prosedur pull through
transanal menggunakan manset panjang, dengan diseksi submukosa meluas ke dalam rongga
peritoneum. Banyak ahli bedah terus melakukan operasi dengan cara ini, dan sebagian besar
menganjurkan pengurangan ukuran manset (cuff) untuk mencegah penyempitan. Ahli bedah lain
telah memodifikasi prosedur dengan melakukan diseksi submukosa lebih pendek yaitu beberapa
sentimeter, dan yang lain telah meninggalkan diseksi submukosa sepenuhnya dan melakukan
prosedur Swenson transanal. Keuntungan dari manset yang lebih pendek adalah tingkat
penyempitan yang lebih rendah dan memiliki potensi risiko lebih rendah akan gejala obstruktif
pascaoperasi dan enterokolitis.

Pendekatan Bedah untuk Penyakit Hirschsprung Segmen Panjang

Penyakit Hirschsprung dengan segmen panjang biasanya didefinisikan sebagai zona transisi yang
lebih proksimal ke kolon mid-transverse. Yang paling umum adalah aganglionosis kolon total,
yang biasanya juga mencakup beberapa ileum distal. Dalam kasus yang jarang, sebagian besar
atau seluruh usus kecil juga aganglionik. Penyakit segmen panjang lebih cenderung dikaitkan
dengan riwayat keluarga yang positif dan hal ini lebih mungkin untuk didiagnosis sebelum lahir.
Enema kontras biasanya menunjukkan usus pendek yang relatif pendek (“question mark kolon”),
dan mungkin juga terdapat adanya zona transisi di usus halus. Biopsi rektal menunjukkan tidak
adanya sel ganglion, tetapi dalam banyak kasus tidak ada saraf yang hipertrofi atau kelainan
pewarnaan asetilkolinesterase. Resusitasi dan manajemen dini mirip dengan yang dijelaskan
untuk penyakit Hirschsprung umumnya. Biopsi kolonal serial dilakukan untuk mencari sel-sel
ganglion pada frozen section. Ini dapat dilakukan melalui laparotomi standar, laparoskopi, atau
melalui sayatan pusar yang nantinya pada bayi baru lahir dapat digunakan untuk mengakses
semua bagian dari usus besar. Secara tradisional, banyak ahli bedah mulai dengan operasi usus
buntu, dengan asumsi bahwa kurangnya sel ganglion dalam usus buntu akan menjadi diagnostik
penyakit kolon yang total. Namun,hal ini dapat mengakibatkan diagnosis positif palsu dari
penyakit Hirschsprung kolon total karena mungkin terdapat kekurangan sel ganglion dalam
appendix pada anak-anak dengan penyakit hirschprung segmen pendek.
Setelah tingkat aganglionosis telah diidentifikasi, sebagian besar ahli bedah membuat stoma,
menunggu bagian permanen, dan melakukan prosedur rekonstruksi definitif di kemudian hari.
Meskipun penarikan (pullthrough) primer tanpa ileostomi untuk penyakit kolon total telah
dilaporkan, pendekatan ini membutuhkan tingkat kepercayaan yang tinggi pada ahli patologi
karena memerlukan kolektomi total berdasarkan frozen section saja. Selain itu, banyak ahli
bedah percaya bahwa hasil operasi pull-through lebih baik setelah feses menebal, yang biasanya
terjadi dalam beberapa bulan pertama kehidupan. Tiga jenis operasi tersedia untuk rekonstruksi
pada anak-anak dengan penyakit Hirschsprung segmen panjang: straight pull-through, patch
colon, dan konstruksi J-pouch. Prosedur pull-through straight adalah dengan cara menarik ileum
yang dipersarafi normal tepat di atas sfingter anal, menggunakan salah satu teknik standar
(Swenson, Duhamel, atau Soave). Prosedur patch kolon melibatkan anastomosis sisi ke sisi
antara usus kecil yang dipersarafi secara normal dan kolon aganglionik, menggunakan usus kecil
untuk motilitas dan usus besar sebagai reservoir untuk penyimpanan tinja dan penyerapan air.
Prosedur Martin terdiri dari rekonstruksi Duhamel yang memanjang secara proksimal hingga
melibatkan seluruh kolon kiri (Gambar 101-8, A). Kimura, menggunakan alasan bahwa usus
kanan lebih baik dalam penyerapan air daripada usus besar kiri, lalu menganjurkan prosedur
bertahap, dimana usus kanan dianastomosis dari sisi ke sisi ke ileum. "Ileo-colon" kemudian
diputuskan dari suplai darah kolon kanan setelah beberapa bulan dan dianastomosis di atas
sfingter anal (Gbr. 101-8, B). Prosedur J-pouch dilakukan secara umum untuk anak-anak dan
orang dewasa dengan kolitis ulserativa dan sindrom familial poliposis, dan beberapa ahli bedah
anak telah melaporkan penggunaan operasi ini untuk anak-anak dengan penyakit Hirschsprung
segmen panjang.

Tidak ada studi serial baik kontrol ataupun prospektif yang melaporkan hasil operasi jangka
panjang untuk penyakit Hirschsprung segmen panjang. Walaupun prosedur patch usus secara
teoritis menghasilkan penurunan tinja karena penyerapan air yang lebih baik, kolon aganglionik
secara bertahap cenderung dapat membesar dan banyak dari pasien mengalami enterocolitis
parah, yang membutuhkan stoma permanen atau pengangkatan patch. Anak-anak yang menjalani
prosedur straight pull-through cenderung mengalami penurunan frekuensi BAB secara bertahap,
dan kualitas hidup yang cukup dapat diterima pasca prosedur.

Near-Total Intestinal Aganglionosis (Aganglionosis Usus hampir total)

Walaupun Jarang, hampir seluruh saluran usus pasien adalah aganglionik, biasanya menyisakan
10 sampai 40 cm jejunum yang dipersarafi secara normal. Dalam sebagian besar kasus ini, tidak
ada usus kecil fungsional yang cukup untuk mendukung nutrisi enteral. Anak-anak ini
membutuhkan nutrisi parenteral total sejak lahir, suatu situasi yang telah dikaitkan dengan risiko
kematian yang tinggi akibat gagal hati. Pendekatan bedah pada saat laparotomi pertama adalah
untuk menentukan tingkat aganglionosis berdasarkan frozen section dan untuk menempatkan
stoma pada titik paling jauh dari usus yang terinervasi normal. Beberapa ahli bedah lebih suka
menempatkan stoma pada usus yang lebih distal, tetapi pendekatan ini dapat meningkatkan risiko
obstruksi usus kronis dan pertumbuhan bakteri yang tinggi. Kateter vena sentral harus
dimasukkan untuk nutrisi parenteral, dan gastrostomi harus dipertimbangkan untuk pemberian
ASI atau formula elemental secara terus menerus. Penatalaksanaan anak-anak ini mirip dengan
penatalaksanaan anak yang mengalami gagal usus. Perhatian yang ketat terhadap pencegahan
sepsis, pengobatan untuk pertumbuhan mencegah pertumbhan bakteri, dan pencegahan kolestasis
yang terkait dengan TPN adalah sangat penting. Pengalaman terbaru pada penggunaan lipid
omega-3 telah menghasilkan tren yang mendorong ke arah pencegahan dan pengobatan masalah
ini. Sejumlah opsi bedah tersedia untuk anak-anak dengan aganglionosis yang hampir total.
Untuk anak-anak yang mengalami dilatasi proksimal yang signifikan dari usus yang dipersarafi
normal, tapering, imbrication, atau prosedur pemanjangan usus seperti prosedur Bianchi atau
serial transverse enteroplasty (STEP) dapat digunakan. Zeigler telah mempopulerkan teknik yang
dikenal

Perawatan Pasca Operasi

Sebagian besar anak yang menjalani uji laparoskopi atau transanal untuk penyakit Hirschsprung
dapat segera diberi makan, dan sebagian besar dapat dikeluarkan dalam waktu 24 hingga 48 jam.
Anastomosis harus dikalibrasi dengan dilator atau berukuran jari tepat 1 hingga 2 minggu setelah
prosedur. Meskipun banyak ahli bedah menginstruksikan orang tua untuk melebarkan
anastomosis setiap hari, ahli bedah lainnya menemukan itu tidak perlu dalam kebanyakan kasus
dan sebagai gantinya melakukan kalibrasi mingguan untuk jangka waktu 4 hingga 6 minggu.
Penting bagi orang tua untuk menjaga bokong dengan krim karena setidaknya 50% anak akan
sering buang air besar dan kerusakan kulit perineum pasca operasi. Seperti halnya operasi apa
pun, anak-anak yang menjalani pull-through dapat mengalami infeksi pada luka atau perdarahan
intraabdomen. Selain itu, komplikasi anastomosis seperti kebocoran atau striktur dapat terjadi.
Perforasi usus pada biopsi proksimal karena tekanan punggung dari spasme sfingter ani atau
karena cedera kauterisasi yang tidak diketahui. Obstruksi usus dapat disebabkan oleh adhesi
intra-abdominal, lilitan pada usus melalui tarikan, atau otot yang telah bergulung ke bawah dan
konstriksi penarikan usus. Dalam kasus yang jarang, fistula rektovesikal atau rektovaginal telah
berkembang setelah operasi pull-through. Pemantauan ketat dan penanganan dini komplikasi ini
sangat penting. Selain itu, anak-anak dengan penyakit Hirschsprung dapat terjadi enterokolitis,
bahkan pada masa awal pasca operasi. Keluarga dan dokter perawatan primer harus dididik
tentang tanda dan gejala enterokolitis, dan keluarga harus diberitahu untuk membawa anak ke
rumah sakit jika ada tanda-tanda yang menunjukkan masalah ini karena anak-anak dapat menjadi
sangat sakit dan bahkan meninggal karena enterokolitis.

Hasil Jangka Panjang

Masalah jangka panjang pada anak-anak dengan penyakit Hirschsprung termasuk gejala
obstruktif berkelanjutan, soiling, dan enterokolitis. Cukup sering seorang anak dapat memiliki
masalah yang berkombinasi. Meskipun laporan awal menunjukkan bahwa masalah jangka
panjang jarang terjadi setelah perawatan bedah penyakit Hirschsprung, sekarang jelas bahwa
komplikasi ini lebih umum daripada yang dikenal sebelumnya. Penting bagi ahli bedah untuk
mengikuti perkembangan anak, setidaknya sampai mereka melalui toilet training, untuk
mengidentifikasi dan memberikan tatalaksana dini untuk masalah ini.

GEJALA OBSTRUKTIF

Ada sejumlah gejala obstruktif yang dapat dilihat setelah melakukan pull-through. Distensi
abdomen, kembung, muntah, atau konstipasi berat yang terus-menerus dapat terjadi setelah
operasi atau dapat terjadi kemudian setelah fungsi usus yang normal. Ada lima alasan utama
untuk gejala obstruktif persisten setelah pull-through: obstruksi mekanik, aganglionosis berulang
atau didapat, motilitas yang tidak teratur pada kolon proksimal atau usus kecil, akalasia sfingter
internal, atau megakolon fungsional yang disebabkan oleh stool-holding behavior (Tabel 101- 2).
Dokter akan memiliki keberhasilan yang jauh lebih besar dalam mengelola pasien yang sulit jika
diambil pendekatan yang terorganisir untuk masalah ini. Salah satu algoritma yang diusulkan
ditunjukkan pada Gambar 101-9.

Mekanisme Obstruksi

Penyebab paling umum dari obstruksi mekanik setelah pull-through adalah striktur, yang
biasanya terjadi setelah prosedur Swenson atau Soave (Gbr. 101-10, A). Pasien yang menjalani
prosedur Duhamel mungkin memiliki "spur" yang tertahan yang terdiri dari usus aganglionik
anterior, yang dapat terisi dengan feses dan menghalangi usus yang tertarik (Gbr. 101-10, B).
Dalam kasus lainnya, mungkin ada obstruksi sekunder akibat lilitan pada usus yang tertarik (Gbr.
101-10, C) atau penyempitan karena otot panjang pada anak-anak yang memiliki procedure
Soave. Obstruksi dapat diidentifikasi menggunakan kombinasi pemeriksaan digital rectal dan
barium enema. Manajemen awal striktur anastomosis terdiri dari dilatasi berulang menggunakan
jari, dilator, atau balon yang melebar secara radial. Beberapa penulis telah menganjurkan teknik-
teknik inovatif untuk striktur termasuk dilatasi antegrade atas string menggunakan dilator Tucker
dan penggunaan steroid intralesi. Dalam beberapa kasus striktur tidak dapat dilatasi dengan baik,
dan perbaikan dari pull-through diperlukan. Ini paling baik dilakukan dengan menggunakan
teknik Duhamel, meskipun operasi lain juga telah dianjurkan. Duhamel dapat direseksi dari atas
atau dikelola dengan memperpanjang staple line dari bawah, dengan atau tanpa visualisasi
laparoskopi. Penarikan memutar dan “cuff” otot biasanya memerlukan intervensi bedah,
biasanya pull-through berulang. Dalam beberapa kasus, cuff otot dapat dibagi secara laparoskopi
tanpa harus melakukan seluruh pull-through.

Persistent or Acquired Aganglionosis

Masalah yang jarang ini mungkin disebabkan oleh kesalahan patologis, pull-through zona
transisi, atau hilangnya sel ganglion setelah pull-through. Ulangi biopsi rektal, di atas
anastomosis sebelumnya (harus posterior dalam kasus prosedur Duhamel awal), harus dilakukan
untuk menentukan apakah ada sel-sel ganglion normal pada semua pasien dengan gejala
obstruktif persisten setelah operasi. Patologi dari operasi harus ditinjau untuk memastikan bahwa
ada persarafan normal pada margin proksimal, dan dalam beberapa kasus bagian lebih lanjut
harus dilakukan secara sirkuler dari margin reseksi karena zona transisi sering asimetris pada
anak-anak dengan penyakit Hirschsprung. Perawatan terbaik untuk aganglionosis persisten atau
didapat dalam kebanyakan kasus adalah penarikan berulang, yang dapat dilakukan dengan
menggunakan pendekatan Soave atau Duhamel

Gangguan Motilitas anak dengan penyakit Hirschsprung sering memiliki gangguan motilitas
termasuk peningkatan insiden refluks gastroesofagus dan keterlambatan pengosongan lambung,
dismotilitas usus kecil, dan motilitas kolon yang tidak teratur. Beberapa kasus lebih fokus,
biasanya melibatkan usus besar kiri. Dalam beberapa kasus motilitas yang tidak teratur dapat
dihubungkan dengan kelainan histologis seperti displasia neuron usus. Pada anak-anak yang
telah terbukti tidak memiliki obstruksi mekanik dan yang memiliki sel-sel ganglion normal pada
biopsi dubur, pemeriksaan untuk gangguan motilitas harus dilakukan. Ini dapat mencakup studi
bentuk radiologis, studi transit kolon radionuklida, manometri kolon, dan biopsi laparoskopi
yang mencari bukti adanya displasia neuron usus. Jika kelainan fokus ditemukan, pertimbangan
untuk reseksi dan ulangi pull-through menggunakan usus normal. Jika kelainan menyebar,
pengobatan yang tepat adalah manajemen usus dan penggunaan agen prokinetik. Beberapa anak
dengan kolon dysmotile akan mendapat manfaat dari penempatan cecostomy untuk enema kolon
antegrade.

Achalasia Sfingter Internal

Istilah ini mengacu pada kurangnya RAIR normal yang ada pada anak dengan penyakit
Hirschsprung. Tidak jelas mengapa hanya beberapa anak yang mengalami gejala obstruktif dari
nonrelaksasi ini, sementara yang lain berfungsi normal pasca operasi. Juga tidak jelas mengapa
sebagian besar anak akhirnya "tumbuh" dari masalah ini seiring waktu, biasanya pada usia 5
tahun. Akalasia sfingter internal adalah diagnosis eksklusi, yang dibuat setelah menyingkirkan
obstruksi mekanik, aganglionosis, dan dismotilitas. Diagnosis dapat dikonfirmasi dengan
menunjukkan respons klinis terhadap toksin botulinum intrasphincteric. Namun, respons
terhadap toksin botulinum tidak berhubungan dengan nilai absolut dari tekanan sfingter anal
internal. Pengobatan standar achalasia sphincter internal adalah sphincterotomy internal atau
myectomy, tetapi karena masalah ini cenderung untuk diselesaikan sendiri pada kebanyakan
anak-anak dan ada kekhawatiran operasi pemotongan sphincter yang memperburuk masalah
pembuangan tinja, sehingga lebih memilih untuk menggunakan "sphincterotomy kimia" dengan
toksin botulinum intrasphincteric. Dalam banyak kasus injeksi berulang botulinum toksin atau
aplikasi pasta nitrogliserin atau nifedipine topikal diperlukan sambil menunggu penyelesaian
masalah.

Fungsional Megakolon
Fungsional megakolon adalah hasil dari perilaku membuang tinja, penyebab umum konstipasi
yang beberapa penulis mengatakan mempengaruhi hingga setengah dari anak-anak normal pada
waktu selama beberapa tahun pertama kehidupan. Kondisi ini mungkin bahkan lebih umum pada
anak-anak dengan penyakit Hirschsprung karena kecenderungan untuk konstipasi. Perawatan
untuk masalah ini adalah manajemen usus yang terdiri dari pencahar, enema, dan modifikasi
perilaku termasuk dukungan untuk anak dan keluarga. Dalam beberapa kasus gejala obstruktif
yang parah, anak mungkin paling baik dilayani dengan menggunakan cecostomy dan pemberian
enema antegrade, atau bahkan dengan penciptaan stoma proksimal. Dalam banyak kasus
cecostomy atau stoma pada akhirnya dapat dibalik ketika anak mencapai masa remaja.

Pengeluaran Tinja

Ada tiga broad causes of soiling setelah penarikan: fungsi sfingter abnormal, sensasi abnormal,
atau “pseudo-incontinence” berhubungan dengan fungsi dubur atau obstipasi abnormal (Tabel
101-3). Fungsi sfingter yang abnormal dapat disebabkan oleh cedera sfingter pada saat pull-
through atau myectomy atau sphincterotomy dan biasanya dapat diidentifikasi menggunakan
manorry anorektal. Ada dua bentuk sensasi abnormal. Yang pertama adalah kurangnya sensasi
rektum penuh, yang juga dapat diidentifikasi menggunakan anorektal manometry dengan
memperluas balon di rektum dan meminta anak untuk menyatakan kapan dia bisa merasakannya.
Jenis sensasi lain yang mungkin abnormal adalah kemampuan untuk mendeteksi perbedaan
antara gas dan feses, yang bergantung pada epitel transisional yang masih utuh di dalam lubang
anus. Sensasi ini dapat terganggu jika anastomosis dilakukan terlalu rendah dan epitel
transisional rusak. Masalah ini biasanya terbukti pada pemeriksaan fisik sederhana. Baik
kelemahan sfingter maupun sensasi abnormal dan sebagian besar dari anak dikelola dengan baik
menggunakan rutin usus yang mungkin termasuk diet konstipasi, enema dubur, atau enema yang
merendahkan melalui cecostomy. Pelatihan biofeedback telah dianjurkan, terutama untuk anak-
anak dengan kelemahan sfingter. Dalam beberapa kasus, anak paling baik dilakukan oleh
kolostomi. Jika kedua sfingter dan sensasi itu utuh, penyebab paling umum dari soiling setelah
tarik adalah “pseudoincontinence.” Beberapa pasien mengalami obstipasi dengan distensi rektum
dan tinja cair di sekitar massa tinja. Yang lain hanya membocorkan sedikit feses sepanjang hari,
menciptakan “skid marks” pada dalaman secara konstan. Anak-anak lain menderita
hyperperistalsis pada usus yang tertarik, yang berakibat ketidakmampuan sfingter anal untuk
mencapai kontrol meskipun fungsi sfingter normal. Penatalaksanaan yang berhasil tergantung
pada pemahaman yang jelas tentang dasar yang melatarbelakangi soiling, yang membutuhkan
riwayat dan pemeriksaan fisik yang jelas, serta investigasi seperti radiografi abdomen, barium
enema, anorektal manometri, dan manometri kolon. Anak-anak dengan konstipasi akan
mendapat manfaat dari terapi pencahar. Namun, jika sfingter atau sensasi, atau keduanya, tidak
adekuat, obat pencahar pasif seperti laktulosa atau PEG 3300 akan memperburuk masalah dan
anak harus diobati dengan obat pencahar stimulan seperti senna atau enema. Di sisi lain, anak-
anak dengan perilaku memegang tinja yang memiliki sfingter dan sensasi normal akan sering
mengalami eksaserbasi masalah perilaku oleh enema dubur atau jenis manipulasi anal lainnya.
Anak-anak tanpa konstipasi yang mengalami hiperperistaltik usus yang tertarik atau fungsi atau
sensasi sfingter abnormal akan mendapat manfaat dari diet konstipasi dan obat-obatan seperti
loperamide. Anak-anak dengan konstipasi transit yang lambat atau perilaku menahan tinja, di sisi
lain, akan mendapat manfaat dari diet tinggi serat dan terapi pencahar pasif. Perawatan soiling
harus didasarkan pada pemahaman yang jelas tentang masalah mendasar anak.

Enterokolitis

Enterokolitis dapat terjadi baik sebelum dan setelah koreksi bedah, dan itu bisa berat atau
mengancam jiwa. HAEC lebih sering terjadi pada anak-anak yang didiagnosis pada usia yang
lebih muda, memiliki penyakit segmen yang lebih panjang, dan memiliki trisomi 21. Gambaran
klinis HAEC umumnya termasuk demam, distensi abdomen, diare, peningkatan jumlah sel darah
putih, dan edema usus pada foto polos abdomen. Karena ada tumpang tindih antara HAEC dan
kondisi lain seperti gejala obstruktif dan gastroenteritis, terdapat kebingungan dalam literatur
mengenai definisi yang tepat dan kejadian dari kondisi tersebut. Skor HAEC yang dikembangkan
baru-baru ini mungkin berguna di masa depan baik dalam pengaturan klinis dan dalam penelitian
di bidang ini (Tabel 101-4). Pengobatan HAEC pasca operasi melibatkan drainase nasogastrik,
cairan intravena, antibiotik spektrum luas, dan dekompresi usus rektum dan menggunakan
rektum atau irigasi. Risiko HAEC dapat diminimalkan dengan menggunakan langkah-langkah
pencegahan seperti irigasi rutin atau pemberian metronidazol atau agen probiotik, terutama yang
dianggap berisiko lebih tinggi untuk komplikasi ini berdasarkan alasan klinis atau histologis.
Karena enterokolitis adalah penyebab paling umum kematian pada anak-anak dengan penyakit
Hirschsprung dan dapat terjadi pascaoperasi bahkan pada anak-anak yang tidak memilikinya
sebelum operasi, sangat penting bahwa ahli bedah memberikan edukasi keluarga tentang risiko
komplikasi.

Hasil Jangka Panjang

Meskipun relatif sering terjadi masalah pasca operasi, sebagian besar anak-anak dengan penyakit
Hirschsprung mengatasi masalah ini dan melakukannya dengan baik. Gejala obstruktif, soiling,
dan enterokolitis, tanpa adanya sumber obstruksi yang berkelanjutan, biasanya sembuh setelah 5
tahun pertama kehidupan. Penelitian pada remaja dan orang dewasa dengan penyakit
Hirschsprung menunjukkan bahwa fungsi seksual, kepuasan sosial, dan kualitas hidup semua
tampak normal pada sebagian besar pasien begitu mereka mencapai akhir remaja. Beberapa
populasi anak memiliki hasil yang kurang optimal. Anak-anak dengan penyakit segmen panjang
tampaknya memiliki risiko enterokolitis, inkontinensia, dan dehidrasi yang lebih tinggi daripada
anak-anak dengan penyakit segmen pendek. Anak-anak dengan penyakit Hirschsprung yang
berhubungan dengan sindrom Down memiliki risiko enterokolitis dan inkontinensia yang lebih
besar. Prognosis mungkin buruk pada anak-anak dengan jenis komorbiditas lain seperti yang
dengan sindrom hipoventilasi sentral kongenital, penyakit jantung bawaan, dan sindrom yang
berhubungan dengan keterbelakangan mental atau bentuk kecacatan lainnya.
"Varian" Penyakit Hirschsprung

Beberapa anak datang dengan tanda dan gejala yang menunjukkan penyakit Hirschsprung tetapi
memiliki sel ganglion pada biopsi dubur. Ada sejumlah besar kontroversi seputar definisi dan
gambaran dari berbagai kondisi dan dalam beberapa kasus keberadaan mereka bahkan
dipertanyakan.

INTESTINAL NEURONAL DYSPLASIA

Kondisi ini pertama kali dijelaskan oleh Meier-Ruge pada tahun 1971. Dua jenis biasanya
dijelaskan. Tipe A lebih jarang terjadi dan ditandai dengan berkurangnya atau tidak adanya
persarafan simpatis dari pleksus mienterik dan submukosa, serta hiperplasia pleksus mienterika.
Tipe B terdiri dari displasia pleksus submukosa dengan serabut saraf menebal dan giant ganglia,
peningkatan pewarnaan asetilkolinesterase, dan identifikasi sel ganglion ektopik dalam lamina
propria. Tipe B dapat terjadi sendiri atau dapat ditemukan di usus noaganganlionik pada anak-
anak yang juga menderita penyakit Hirschsprung. Selain itu, displasia neuron usus dapat difus
atau fokal. Kejadian IND yang dilaporkan bervariasi secara signifikan dari satu pusat ke pusat
lainnya, sebagian besar karena perbedaan kondisi. Meskipun ada banyak publikasi tentang topik
IND, topik ini masih kontroversi di antara ahli bedah anak dan ahli patologi anak. Kriteria
diagnostik telah berubah dari waktu ke waktu, dan ada ketidaksepakatan di antara para ahli
patologi tentang diagnosis baik secara umum maupun sehubungan dengan masing-masing
pasien. Teknik histologis termasuk pewarnaan khusus dan penggunaan bagian tebal sering
diyakini diperlukan untuk diagnosis yang akurat. Selain itu, ada beberapa bukti bahwa temuan
histologis IND mungkin dalam beberapa kasus menjadi sekunder dari obstruksi kronis daripada
penyebabnya, dan dalam banyak kasus mungkin tidak ada korelasi yang baik antara temuan
histologis IND dan fungsi motilitas. usus.

Hipoganglionosis

Ini adalah bentuk langka dari dysganglionosis, yang ditandai dengan ganglia yang jarang dan
kecil, biasanya di usus bagian distal, sering dihubungkan dengan kelainan pada distribusi
asetilkolinesterase. Perawatan yang tepat adalah dengan reseksi usus besar yang abnormal dan
melakukan prosedur pull-through, seperti yang akan dilakukan pada anak dengan penyakit
Hirschsprung. Penting untuk membedakan kondisi ini dari ganglia imatur, yang terlihat pada
anak-anak prematur yang mengalami gambaran obstruksi usus distal akibat motilitas kolon yang
kurang berkembang. Motilitas kolon terbatas dan tidak harus diobati dengan pembedahan.

Internal Sphincter Achalasia

Beberapa anak memiliki sel-sel ganglion normal pada biopsi rektal tetapi tidak memiliki RAIR
pada manorry anorektal. Anak-anak ini kadang-kadang akan mengalami gejala obstruktif atau
konstipasi yang parah yang menyerupai penyakit Hirschsprung. Demikian pula dengan situasi
yang disebutkan sebelumnya di mana gejala obstruktif berlanjut setelah operasi untuk penyakit
Hirschsprung, kondisi ini telah disebut akalasia sfingter internal. Diagnosis dibuat dengan
menggunakan anorektal manometri dan biopsi rektum. Tatalaksana awal adalah manajemen
usus, yang terdiri dari diet, pencahar, dan enema atau irigasi. Jika ini tidak berhasil, banyak ahli
bedah menganjurkan penggunaan miektomi sfingter anal. Karena konstipasi yang terkait dengan
kondisi ini biasanya membaik selama 5 tahun pertama kehidupan, alasan yang sama telah
digunakan untuk menganjurkan tindakan relaksasi sphincter sementara atau reversibel seperti
toksin botulinum, pasta nitrogliserin, atau nifedipine topikal.

Ultrashort-Segment Hirschsprung Disease

Ada banyak kebingungan dalam literatur mengenai kondisi ini dan bagaimana hal itu
didefinisikan. Beberapa penulis menggunakan istilah ini untuk menggambarkan anak-anak
dengan sel-sel ganglion normal pada biopsi rektum, tetapi dengan tidak adanya RAIR (yang
identik dengan definisi internal sfingter achalasia). Lebih baik memilih untuk anak-anak yang
memiliki segmen aganglionik yang kurang dari 1 hingga 2 cm. Pada anak-anak dengan kondisi
ini, temuan saraf hipertrofik dan pewarnaan cholinesterase abnormal mungkin tidak ada.
Pengobatan segmen ultrashort Penyakit Hirschsprung masih kontroversial. Beberapa penulis
menganjurkan sphinctermyectomy anal sederhana, dan beberapa lebih memilih eksisi segmen
aganglionik dan rekonstruksi pull-through.

Desmosis coli

Ini adalah kondisi yang dideskripsikan oleh Meier-Ruge yang ditandai oleh kurangnya dari
jaringan ikat otot sirkuler dan longitudinal dan lapisan jaringan ikat pleksus myenteric, tanpa
kelainan apapun dari sistem saraf enterik. Pasien dengan kondisi ini datang dengan konstipasi
kronis. Dalam satu keturunan dengan penyakit Hirschsprung dan desmosis coli berhubungan
berdampingan, meskipun dalam kebanyakan kasus mereka adalah entitas yang benar-benar
terpisah.

Anda mungkin juga menyukai