Anda di halaman 1dari 12

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Korupsi di Indonesia telah menjamur di berbagai segi kehidupan. Dari Instansi tingkat desa, kota, hingga
pemerintahan, bisa di bilang korupsi sudah memnbudaya di Indonesia. Tetapi mengadakan usaha untuk
memberantas korupsi memang bukan suatu yang sia-sia. Penyelesaian korupsi masih tebang pilih dan
pelaksanaan hukumnya masih belum maksimal. Masih banyak korupsi yang berkeliaran di Indonesia, dan
masih sangat pintar para korupsi untuk mengelabuhi menyuap agar kasus tersebut tak segera muncul
dipermukaan.

Seperti kasus dalam makalah ini, kasus Aulia Pohan yang telah merugikan negara sebanyak 100 Milyar
Rupiah. Namun besan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu hanya diberi hukuman dua pertiga dari
hukuman yang seharusnya dijalani. Hal tersebut karena remisi yang didapatkan Aulia Pohan sehari
setelah hari peringatan proklamasi Indonesia. Aulia Pohan tidak bermain sendiri, dalam kasus ini mantan
Deputi Gubernur Bank Indonesia itu menyeret beberapa nama. Ini merupakan tamparan besar bagi
keluarga kepresidenan Susilo Bambang Yudhoyono. Kasus Aulia Pohan ini pun mengalami banyak pro dan
kontra. Pasalnya Aulia tidak turut memakan uang hasil korupsi tersebut.

Ini merupakan sedikit gambaran bahwasanya perkorupsian di Indonesia masih sangat membudidaya dan
belum mampu diberantas hingga akar-akarnya.

Rumusan Masalah

Terjadinya kasus – kasus korupsi menimbulkan masalah di berbagai bidang di kehidupan kita. Antara lain
masalah dibidang ekonomi, politik, dan ketatanegaraan. Contohnya adalah terjadinya penurunan rasa
kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.

Tujuan

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu :


Untuk mengetahui pelanggaran – pelanggaran yang dilakukan oleh tersangka korupsi.

Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat Indonesia agar menjunjung tinggi nilai – nilai dan norma –
norma di dalam etika pekerjaan, khususnya nilai kejujuran.

LANDASAN TEORI

Pengertian Korupsi

Kata Korupsi berasal dari bahasa latin, Corruptio-Corrumpere yang artinya busuk, rusak, menggoyahkan,
memutarbalik atau menyogok adalah tindakan pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta
pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan
kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak.

[1]Korupsi adalah tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk
keuntungan, dan merugikan kepentingan umum.

Korupsi adalah perilaku pejabat publik yang menyimpang dari norma-norma yang diterima oleh
masyarakat, dan perilaku menyimpang ini ditujukan dalam rangka memenuhi kepentingan pribadi. Maka
dapat disimpulkan korupsi merupakan perbuatan curang yang merugikan Negara dan masyarakat luas
dengan berbagai macam modus.[2]

Korupsi terjadi disebabkan adanya penyalahgunaan wewenang dan jabatan yang dimiliki oleh pejabat
atau pegawai demi kepentingan pribadi dengan mengatasnamakan pribadi atau keluarga, sanak saudara
dan teman. Wertheim menyatakan bahwa seorang pejabat dikatakan melakukan tindakan korupsi bila ia
menerima hadiah dari seseorang yang bertujuan mempengaruhinya agar ia mengambil keputusan yang
menguntungkan kepentingan si pemberi hadiah. Kadang-kadang orang yang menawarkan hadiah dalam
bentuk balas jasa juga termasuk dalam korupsi. Selanjutnya, Wertheim menambahkan bahwa balas jasa
dari pihak ketiga yang diterima atau diminta oleh seorang pejabat untuk diteruskan kepada keluarganya
atau partainya/ kelompoknya atau orang-orang yang mempunyai hubungan pribadi dengannya, juga
dapat dianggap sebagai korupsi. Dalam keadaan yang demikian, jelas bahwa ciri yang paling menonjol di
dalam korupsi adalah tingkah laku pejabat yang melanggar azas pemisahan antara kepentingan pribadi
dengan kepentingan masyarakat, pemisaham keuangan pribadi dengan masyarakat.[3]
Macam –Macam Korupsi

Dalam UU No 31 Tahun 1999 dan UU No 20 Tahun 2001 dalam pasal-pasalnya, terdapat 33 jenis tindakan
yang dapat dikategorikan sebagai korupsi. 33 tindakan tersebut dikategorikan ke dalam 7 kelompok yaitu
:

Korupsi yang terkait dengan penggelapan dalam jabatan

Korupsi yang terkait dengan suap-menyuap

Korupsi yang terkait dengan merugikan keuangan Negara

Korupsi yang terkait dengan pemerasan

Korupsi yang terkait dengan benturan kepentingan dalam pengadaan

Korupsi yang terkait dengan perbuatan curang

Dari definisi tersebut digabungkan dan dapat diturunkan menjadi dihasilkan tiga macam model korupsi
yaitu :

Model korupsi lapis pertama : Berada dalam bentuk suap (bribery), yakni dimana pengusaha atau warga
yang membutuhkan jasa dari birokrat atau petugas pelayanan publik atau pembatalan kewajiban
membayar denda ke kas negara, pemerasan (extortion) dimana prakarsa untuk meminta balas jasa
datang dari birokrat atau petugas pelayanan public lainnya.

Model korupsi lapis kedua : Jaring-jaring korupsi (cabal) antar birokrat, politisi, aparat penegakan hukum,
dan perusahaan yang mendapatkan kedudukan istimewa. Pada korupsi dalam bentuk ini biasanya
terdapat ikatan-ikatan yang nepotis antara beberapa anggota jaring-jaring korupsi, dan lingkupnya bisa
mencapai level nasional.

Model korupsi lapis ketiga : Korupsi dalam model ini berlangsung dalam lingkup internasional dimana
kedudukan aparat penegak hukum dalam model korupsi lapis kedua digantikan oleh lembaga-lembaga
internasional yang mempunyai otoritas di bidang usaha maskapai-maskapai mancanegara yang
produknya terlebih oleh pimpinan rezim yang menjadi anggota jarring-jaring korupsi internasional
korupsi tersebut. [4]

Sebab – Sebab Terjadinya Korupsi


Banyak faktor penyebab korupsi terjadi. Akan tetapi, secara umum dapatlah dirumuskan, sesuai dengan
pengertian korupsi diatas yaitu bertujuan untuk mendapatkan keuntungan pribadi / kelompok /
keluarga / golongannya sendiri atau faktor – faktor lain, seperti:

Tidak adanya tindakan hukum yang tegas.

Kelemahan pengajaran-pengajaran agama dan etika.

Kurangnya pendidikan.

Adanya banyak kemiskinan.

Kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku anti korupsi.

Struktur pemerintahan.

Keadaan masyarakat yang semakin majemuk, dll

Ciri – Ciri Korupsi

Ada bermacam – macam ciri korupsi. Menurut ahli sosiolog dalam bukunya menerangkan beberapa ciri
koruptor, yaitu:

Korupsi senantiasa melibatkan lebih dari satu orang.

Korupsi pada umumnya melibatkan keserbarahasiaan.

Korupsi melibatkan elemen kewajiban dan keuntungann timbal balik.

Berusaha menyelubungi perbuatannya dengan berlindung dibalik perlindungan hukum.

Setiap tindakan korupsi mengandung penipuan, biasanya pada badan publik atau masyarakat umum.

Setiap bentuk korupsi adalah suatu pengkhianatan kepercayaan.

Perbuatan korupsi melanggar norma-norma tugas dan pertanggungjawaban dalam masyarakat. [5]

PEMBAHASAN

ISSU KASUS KORUPSI


Dalam makalah ini saya akan mencoba menghadirkan satu contoh kasus yaitu kasus yang dialami oleh
Aulia Tantowi Pohan atau yang lebih dikenal dengan Aulia Pohan.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berhasil mengusut kasus korupsi untuk kesekian kalinya. Mantan
Deputi Gubernur Bank Indonesia, Aulia Pohan tersandung dakwaan kasus korupsi. Aulia Pohan dianggap
melakukan penyalahgunaan dana Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) senilai Rp.
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Dalam kasus ini menyeret pula beberapa nama yaitu Maman H.
Soemantri, Bunbunan E.J. Hutapea dan Aslim Tadjudin. Terjadi pro dan kontra dalam kasus ini,
dikarenakan menurut pemberitaan Aulia Pohan tidak ikut memakan hasil korupsi tersebut sedangkan
disisi lain Aulia Pohan bersalah karena memiliki ide tersebut.

Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) akhirnya mengganjar besan Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono itu dengan pidana 4,5 tahun penjara. Sama hal nya dengan rekan – rekannya yang
mendapatkan hukuman penjara 4 hingga 4,5 tahun penjara serta denda masing-masing Rp.
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). Dalam putusan itu, majelis hakim sesungguhnya tidak kompak.
Empat hakim, yakni Edward Patinasarani, Anwar, Hendra Yospin, dan Slamet Subagyo menilai bahwa
Aulia Pohan bersama dengan rekan – rekannya dinilai terbukti bersalah dengan dakwaan primer yang
melanggar Pasal 2 (1) UU Pemberantasan Tipikor dan melanggar pasal 3 UU Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi. Hakim Hendra Yospin, anggota majelis yang lain, menilai Aulia Pohan bersama dengan
rekan – rekannya telah menyetujui pencairan dana Rp 100 miliar itu di luar sistem anggaran.

Pada saat peringatan HUT RI ke-65, 17 Agustus 2010 lalu Aulia Pohan bersama dengan rekan – rekannya
mendapat remisi. Dia bersama dengan tiga terpidana korupsi aliran dana Yayasan Pengembangan
Perbankan Indonesia (YPPI) Bank Indonesia menerima pengurangan hukuman selama tiga bulan. Usai
menerima remisi, sejak 18 Agustus 2010 Aulia Pohan bersama dengan rekan – rekannya resmi bebas
bersyarat. Seperti yang diungkapkan Menteri Hukum dan HAM, Patrialis Akbar, “Dia sudah boleh pulang
ke rumah, tapi tidak boleh kemana – mana sampai masa tahanannya berakhir. Untuk bebas bersyarat,
syaratnya harus juga sudah membayar semua denda kepada negara.” Pembebasan bersyarat itu diterima
Aulia setelah dia menjalani dua pertiga masa tahanan. Aulia Pohan ditahan sejak 27 November 2008.
Sebelumnya, Mahkamah Agung telah mengurangi hukuman Aulia Pohan dari empat tahun menjadi tiga
tahun penjara.

Analisis Pelanggaran Hukum, Nilai, Norma Dan Etika


Pelanggaran Berdasarkan Dengan Hukum Materil

Hukum materil adalah mengatur tentang apa siapa dan bagaimana orang dapat dihukum. Dalam contoh
kasus ini Aulia Pohan terbukti bersalah karena melanggar pasal 2 ayat 1 UU pemberantasan tipikor yang
berbunyi Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau
orang lain yang suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara,
dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan
paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)
dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Dan melanggar pasal 3 UU pemberantasan
tipikor yang berisi Setiap orang yang dengan sengaja menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau
suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena
jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana
dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama
20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) dan paling
banyak 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pelanggaran Berdasarkan Dengan Hukum Pidana

Hukum pidana adalah hukum yang mengatur tentang pelanggaran – pelanggaran dan kejahatan –
kejahatan terhadap kepentingan umum. Kasus Aulia Pohan termasuk dalam peanggaran hukum pidana
bukan pelanggaran hukum perdata. Karena Aulia Pohan telah melanggar kepentingan umum yaitu
merugikan keuangan negara.

Pelanggaran Nilai Dan Norma

Nilai adalah suatu sifat atau kualitas yang melekat pada suatu objek, bukan objek itu sendiri. Sesuatu
yang mengandung nilai artinya ada sifat atau kualitas yang melekat pada sesuatu itu. Sedangkan norma
adalah wujud yang kongkrit dalam tingkah laku untuk memberikan penilaian tersebut. Dalam kasus ini
Aulia Pohan telah melakukan pelanggaran terhadap nilai – nilai dan norma – norma kejujuran.

Pelanggaran Etika
Etika adalah suatu sikap yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran
moral tertentu, atau bagaimana kita harus mengambil sikap yang bertanggung jawab berhadapan
dengan ajaran moral. Dalam kasus ini, Aulia Pohan telah melakukan pelanggaran etika dalam pekerjaan.
Aulia Pohan melanggar kode etik pekerjaan, yaitu melakukan suatu pekerjaan diluar kewenangannya.

Analisis Kasus Dari Berbagai Perspektif

Sosiologi Hukum

Sosiologi hukum adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang secara emipiris dan analitis mempelajari
hubungan tibal balik antara hukum sebagai gejala sosial dan gejala-gejala sosial lainyya. Sosiologi hukum
juga memperjelas praktik-praktik hukum. [6]

Dalam makalah ini, Aulia Pohan terbukti menuangkan suatu ide dalam penyalahgunaan sana YPPI. Hal
tersebut melanggar pasal 2 ayat 1 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan pasal 3 UU
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Meski hasil korupsi tersebut tidak satu rupiahpun Aulia nikmati
namun Aulia Pohan telah memperkaya orang lain dengan penyalahgunaan dana tersebut. Apa yang
dilakukan Aulia dan kawan-kawan telah merugikan uang negara.

Ekonomi Hukum

Ekonomi hukum adalah suatu ilmu yang dapat digunakan dalam hukum untuk mengetahui ada tidaknya
kerugian terhadap keuangan negara. Kasus Aulia Pohan merupakan kasus korupsi, maka ilmu ekonomilah
yang snagat membantu dalam proses pembuktiannya. Aulia pohan telah merugikan uang negara sebesar
100 Milyar rupiah.

Politik Hukum

Suatu proses politik dalam hukum mampu melenyapkan ketegangan-ketegangan yang ada dalam
masyarakat. Aura politis ada dalam penyalahgunaan dana YPPI yang menyeret Aulia Pohan ke meja
hukum. Aulia dan kawan-kawan bekerjasama dalam pencairan dana tersebut. Pembebasan Aulia Pohan
juga diduga mengandung unsur politik. Karena Auloia Pohan merupakan besan seorang presiden yang
artinya bebasnya Aulia merupakan penyembuhan nama baik seorang presiden beserta partain ya.
Sehingga Aulia dapat bebas lebih cepat dari waktu hukuman yang di tetapkan hakim. [7]
Solusi Dari Kasus Korupsi

Dalam melakukan analisis atas perbuatan korupsi dapat didasarkan pada 3 (tiga) pendekatan
berdasarkan alur proses korupsi yaitu :

Pendekatan pada posisi sebelum perbuatan korupsi terjadi,

Pendekatan pada posisi perbuatan korupsi terjadi,

Pendekatan pada posisi setelah perbuatan korupsi terjadi.

Dari tiga pendekatan ini dapat diklasifikasikan tiga strategi untuk mencegah dan memberantas korupsi
yang tepat yaitu :

Strategi Preventif.

Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan dengan diarahkan pada hal-hal yang menjadi penyebab
timbulnya korupsi. Setiap penyebab yang terindikasi harus dibuat upaya preventifnya, sehingga dapat
meminimalkan penyebab korupsi. Disamping itu perlu dibuat upaya yang dapat meminimalkan peluang
untuk melakukan korupsi dan upaya ini melibatkan banyak pihak dalam pelaksanaanya agar dapat
berhasil dan mampu mencegah adanya korupsi.

Strategi Deduktif

Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan agar apabila suatu perbuatan
korupsi terlanjur terjadi, maka perbuatan tersebut akan dapat diketahui dalam waktu yang sesingkat-
singkatnya dan seakurat-akuratnya, sehingga dapat ditindaklanjuti dengan tepat. Dengan dasar
pemikiran ini banyak sistem yang harus dibenahi, sehingga sistem-sistem tersebut akan dapat berfungsi
sebagai aturan yang cukup tepat memberikan sinyal apabila terjadi suatu perbuatan korupsi. Hal ini
sangat membutuhkan adanya berbagai disiplin ilmu baik itu ilmu hukum, ekonomi maupun ilmu politik
dan sosial.

Strategi Represif.

Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan untuk memberikan sanksi hukum
yang setimpal secara cepat dan tepat kepada pihak-pihak yang terlibat dalam korupsi. Dengan dasar
pemikiran ini proses penanganan korupsi sejak dari tahap penyelidikan, penyidikan dan penuntutan
sampai dengan peradilan perlu dikaji untuk dapat disempurnakan di segala aspeknya, sehingga proses
penanganan tersebut dapat dilakukan secara cepat dan tepat. Namun implementasinyaharus dilakukan
secara terintregasi. Bagi pemerintah banyak pilihan yang dapat dilakukan sesuai dengan strategi yang
hendak dilaksanakan.

Adapula strategi pemberantasan korupsi secara preventif maupun secara represif antara lain :

Gerakan “Masyarakat Anti Korupsi” yaitu pemberantasan korupsi di Indonesia saat ini perlu adanya
tekanan kuat dari masyarakat luas dengan mengefektifkan gerakan rakyat anti korupsi, LSM, ICW, Ulama
NU dan Muhammadiyah ataupun ormas yang lain perlu bekerjasama dalam upaya memberantas korupsi,
serta kemungkinan dibentuknya koalisi dari partai politik untuk melawan korupsi. Selama ini
pemberantasan korupsi hanya dijadikan sebagai bahan kampanye untuk mencari dukungan saja tanpa
ada realisasinya dari partai politik yang bersangkutan. Gerakan rakyat ini diperlukan untuk menekan
pemerintah dan sekaligus memberikan dukungan moral agar pemerintah bangkit memberantas korupsi.

Gerakan “Pembersihan” yaitu menciptakan semua aparat hukum (Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan)
yang bersih, jujur, disiplin, dan bertanggungjawab serta memiliki komitmen yang tinggi dan berani
melakukan pemberantasan korupsi tanpa memandang status sosial untuk menegakkan hukum dan
keadilan. Hal ini dapat dilakukan dengan membenahi sistem organisasi yang ada dengan menekankan
prosedur structure follows strategy yaitu dengan menggambar struktur organisasi yang sudah ada
terlebih dahulu kemudian menempatkan orang-orang sesuai posisinya masing-masing dalam struktur
organisasi tersebut.

Gerakan “Moral” yang secara terus menerus mensosialisasikan bahwa korupsi adalah kejahatan besar
bagi kemanusiaan yang melanggar harkat dan martabat manusia. Melalui gerakan moral diharapkan
tercipta kondisi lingkungan sosial masyarakat yang sangat menolak, menentang, dan menghukum
perbuatan korupsi dan akan menerima, mendukung, dan menghargai perilaku anti korupsi. Langkah ini
antara lain dapat dilakukan melalui lembaga pendidikan, sehingga dapat terjangkau seluruh lapisan
masyarakat terutama generasi muda sebagai langlah yang efektif membangun peradaban bangsa yang
bersih dari moral korup.

Gerakan “Pengefektifan Birokrasi” yaitu dengan menyusutkan jumlah pegawai dalam pemerintahan agar
didapat hasil kerja yang optimal dengan jalan menempatkan orang yang sesuai dengan kemampuan dan
keahliannya. Dan apabila masih ada pegawai yang melakukan korupsi, dilakukan tindakan tegas dan
keras kepada mereka yang telah terbukti bersalah dan bilamana perlu dihukum mati karena korupsi
adalah kejahatan terbesar bagi kemanusiaan dan siapa saja yang melakukan korupsi berarti melanggar
harkat dan martabat kehidupan.

Perlu adanya sanksi yang tegas. Selama ini sanksi yang diberikan kepada para pelaku tindak pidana
korupsi sangatlah ringan. Seperti contoh kasus Aulia Pohan ini, dia hanya menerima hukuman 4,5 tahun
penjara. Bahkan Aulia Pohan bersama dengan rekan – rekannya menerima pengurangan hukuman
selama tiga bulan. Usai menerima remisi, sejak 18 Agustus 2010 Aulia Pohan bersama dengan rekan –
rekannya resmi bebas bersyarat. Seharusnya remisi dihapuskan bagi para tersangka tindak pidana
korupsi. Serta perlu adanya hukuman mati bagi mereka yang melakukan tindak pidana korupsi.

Memiskinkan harta para tersangka tindak pidana korupsi. Hal ini perlu dikukan agar para pelaku tindak
pidana korupsi tidak bias lagi menggunakan harta mereka yang notabene bersumber dari negara
tersebut untuk melakukan suap terhadap para pelaku peradilan, contohnya suap terhadap hakim. [8]

PENUTUP

Simpulan

Mencegah korupsi tidaklah begitu sulit kalau kita secara sadar untuk menempatkan kepentingan umum
(kepentingan rakyat banyak) di atas kepentingan pribadi atau golongan. Ini perlu ditekankan sebab
betapa pun sempurnanya peraturan, kalau ada niat untuk melakukan korupsi tetap ada di hati para pihak
yang ingin korup, korupsi tetap akan terjadi karena faktor mental itulah yangsangatmenentukan.

Pemerintah Indonesia memang sudah berupaya untuk melakukan pemberantasan korupsi melaui proses
penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan peradilan sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
Namun semuanya juga harus melihat dari sisi individu yang melakukan korupsi, karena dengan adanya
faktor-faktor yangt menyebabkan terjadinya korupsi maka perlu adanya strategi pemberantasan korupsi
yang lebih diarahkan kepada upaya-upaya pencegahan berdasarkan strategi preventif, disamping harus
tetap melakukan tindakan-tindakan represif secara konsisten. Serta sukses tidaknya upaya
pemberantasan korupsi tidak hanya ditentukan oleh adanya instrument hukum yang pasti dan aparat
hukum yang bersih, jujur,dan berani serta dukungan moral dari masyarakat, melainkan juga dari political
will pemimpin negara yang harus menyatakan perang terhadap korupsi secara konsisten.

Jika semua itu dilakukan dengan benar, serta adanya sanksi yang tegas bagi para koruptor, maka negara
kita pasti akan terbebas dari KORUPSI.

Saran

Adapun saran yang dapat kami sampaikan mengenai kasus korupsi di Indonesia yaitu sebagai
berikut :
Pemerintah harus tegas dalam menghukum pelaku korupsi dan dalam memberantas korupsi yang tidak
hanya berfokus pada intansi atau jabatan tinggi, tetapi juga harus fokus memberantas korupsi yang
mungkin dapat dilakukan oleh pegawai biasa.

Hendaknya setiap masyarakat yang memiliki kepentingan dengan pegawai atau seseorang dengan
jabatan tertentu tidak memberikan hadiah atau apapun yang bersifat suapan.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Dr. Kartini Kartono

[2] Huntington 1968

[3] Lubis, 1970

[4] Andi Hamzah 2007

[5] Chaerudin, dkk 2008

[6] Ridwan H.R., 2006

[7] Evie Hartanti 2007

[8] H. R. Otje S 2010

Andi Hamzah, Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan Internasional, Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2007.
Chaerudin, Syaiful Ahmad Dinar, dan Syarif Fadilah, Strategi Pencegahan dan Penegakan Hukum Tindak
Pidana Korupsi, Refika Aditama, Bandung, 2008.

Evie Hartanti, Tindak Pidana Korupsi, Edisi Kedua, Sinar Grafika, Jakarta, 2007.

R. Otje S. Soemadiningrat dan Anthon Freddy Susanto, Teori Hukum Mengingat, Mengumpulkan, dan
Membuka Kembali, Refika Aditama, Bandung, 2010.

Ridwan H.R., Hukum Administrasi Negara, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006.

Anda mungkin juga menyukai