Abstrak
Penelitian ini membahas kearifan lokal yang ada di masyarakat Toraja, yakni
budaya longko' atau budaya “malu”. Di balik budaya ini terkandung nilai-nilai etik
religius dan semangat komunal untuk menjaga harga diri dan kewaspadaan agar
tidak dipermalukan (kalongkoran). Budaya longko' ini ditinjau dari perspektif etika
Lawrence Kohlberg, terutama dari teori tahap-tahap perkembangan moral, guna
menganalisis nilai-nilai etis yang terkandung dalam budaya tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari perspektif teori perkembangan
moral Kohlberg, masyarakat Toraja berada pada tingkat konvensional dan tahap ke-
3 yang dicirikan oleh suatu moralitas sosial, yaitu persatuan dengan kelompok akrab
menjadi nilai yang tertinggi. Hal ini sejalan dengan ikatan dalam masyarakat Toraja
yang dikenal dengan sebutan tongkonan.
Budaya longko' sebagai hasil internalisasi dari berbagai pemahaman yang
dipegang teguh oleh masyarakat Toraja, tidak saja mengandung nilai kehormatan,
harga diri dan rasa malu tetapi juga nilai-nilai positif lainnya yang berupa semangat
dan etos kerja. Kamalamburan (kejujuran) dan karapasan (harmoni dan keselaras-
an) merupakan nilai yang diutamakan oleh masyarakat Toraja. Budaya longko' rele-
van terutama dalam kaitannya dengan upaya bangsa untuk mengatasi bahaya korup-
si melalui pendekatan kultural.
Kata kunci: budaya longko', etika, perkembangan moral.
Abstract
This research studies one of the local wisdoms in Toraja society which is
longko' or culture of shame. This culture contains values of religious ethics and
communal spirit to maintain self-esteem and vigilance in order to be not humiliated/
shamed (kalongkoran). The longko' of Toraja is observed from the ethics perspective
of Lawrence Kohlberg to analyze ethical values of the culture.
The result of this research indicates that, according to the Kohlberg's theory
of moral development stages, Toraja society tends to be at the conventional level
and the third stages which is characterized by a social morality where the union with
familiar groups becomes the highest value. It is in accordance with communal ties
which are very strong in the Toraja society and known as tongkonan.
The longko', as an internalization result of understanding varieties which is
held steadfastly by the Toraja society, contains not only values of honor, self esteem
and shame, but also other positive values such as work ethos and spirit. Kamalam-
buran (honesty) and karapasan (harmony and peace) are the main values of Toraja
society. The Longko' is quite relevant, especially in relation to the national efforts to
solve the problem of corruption through the cultural approach.
Keywords: culture of shame, ethics, moral development.
A. Pendahuluan
Ada beberapa hal yang melatarbelakangi penelitian ini. Perta-
1
Staf pengajar di Sekolah Tinggi Agama Kristen Negeri Toraja;
E-mail: dikspasande@facebook.com.
Jurnal Filsafat Vol. 23, Nomor 2, Agustus 2013
118
Diks Sasmanto Pasande, Budaya Longko’ Toraja ...
119
Jurnal Filsafat Vol. 23, Nomor 2, Agustus 2013
120
Diks Sasmanto Pasande, Budaya Longko’ Toraja ...
121
Jurnal Filsafat Vol. 23, Nomor 2, Agustus 2013
122
Diks Sasmanto Pasande, Budaya Longko’ Toraja ...
123
Jurnal Filsafat Vol. 23, Nomor 2, Agustus 2013
124
Diks Sasmanto Pasande, Budaya Longko’ Toraja ...
125
Jurnal Filsafat Vol. 23, Nomor 2, Agustus 2013
2. Tingkat konvensional
Pada tingkat ini, perbuatan mulai dinilai atas dasar norma-
norma umum dan kewajiban serta otoritas dijunjung tinggi. Disebut
tingkat konvesional sebab anak mulai menyesuaikan penilaian dan
perilakunya dengan harapan orang lain atau aturan yang berlaku
dalam kelompok sosialnya. Meski demikian, anak hanya memenuhi
harapan keluarga, kelompok atau bangsa dan dipandang sebagai hal
yang bernilai dalam dirinya sendiri, tanpa mengindahkan akibat yang
segera dan nyata. Sikapnya bukan saja konformitas terhadap harapan
pribadi dan tata tertib sosial, melainkan juga loyal terhadapnya dan
secara aktif mempertahankan, mendukung dan membenarkan seluruh
tata tertib itu serta mengidentifikasikan diri dengan orang atau kelom-
pok yang terlibat. Tingkat konvensional ini terdiri dari dua tahap.
c) Tahap ke-3: orientasi kesepakatan antara pribadi dan orientasi
“anak manis”.
d) Tahap ke-4: orientasi hukum dan keadilan.
126
Diks Sasmanto Pasande, Budaya Longko’ Toraja ...
jiban dan rasa diri bersalah atas kerugian yang dilakukan terhadap
orang lain.
e) Tahap ke-5, keprihatinan terhadap upaya mempertahankan rasa
hormat terhadap sesama dan masyarakat.
f) Tahap ke-6, keprihatinan terhadap sikap mempersalahkan diri ka-
rena melanggar prinsip-prinsipnya sendiri.
Perspektif Sosiologi mendorong Kohlberg untuk mengadakan
suatu refleksi baru yang kritis dan positif mengenai hubungan antara
iklim sosial dan moral kelompok atau lembaga dengan pertimbangan
tindakan moral. Menurut Kohlberg, dapat dipahami bahwa norma ko-
lektif merupakan suatu gejala sosial dinamis yang mempunyai suatu
struktur “tahap”, sebagaimana yang telah ditunjukkan, juga untuk per-
timbangan moral individu. Norma kolektif dan sistem lembaga dapat
ditentukan sebagai fakta sosial yang mewakili satu tahap tertentu dari
suasana moral. Disadari bahwa kesadaran individu tidak berkembang
lepas dari tingkat kesadaran yang terdapat dalam suatu masyarakat
dan setiap kelompok masyarakat mengembangkan pola moralitasnya
guna memecahkan berbagai masalah yang dihadapi secara memadai
(Magnis-Suseno, 2000: 167).
Tahap ke-3, ke-4 dan ke-5 dari teori Kohlberg dapat dikatakan
sebagai tahap “moralitas sosial”, sebab dalam tahap ini individu me-
mandang orang lain sebagai nilai pada dirinya sendiri dan karena itu
mendasari moralitas suatu masyarakat. Pada tingkat ke-2 dalam teori
Kohlberg, yaitu tingkat konvensional, terjadi perubahan individu ke
arah sosialitas dan moralitas yang sesungguhnya.
At this level (conventional level), maintaining the expec-
tation of the individual's family, group, or nation is perceived
as valuable its own right, regardless of immediate and ob-
vious consequences. The attitude is not only one of conformi-
ty to personal expectations and social order, but of loyality to
it, of actively maintaining, supporting, and justifying the or-
der and of identifying with the people or group involved in it
(Kohlberg, 1981: 18).
Budaya longko', terutama yang berkaitan dengan rasa malu dan
kewaspadaan untuk tidak dipermalukan, jika dibandingkan dengan 6
tahap perkembangan moral Kohlberg memiliki kemiripan dengan ta-
hap yang ke-3 pada tingkat konvensional; orientasi kesepakatan antar
pribadi dan orientasi “anak manis”. Tahap ini dicirikan oleh suatu ke-
sadaran moral yang meletakkan individu dalam kesatuan kelompok,
terutama kelompok akrab. Kepentingan pribadi mengalah terhadap
kepentingan kelompok. Kategori baik dari suatu perbuatan dinilai ber-
127
Jurnal Filsafat Vol. 23, Nomor 2, Agustus 2013
128
Diks Sasmanto Pasande, Budaya Longko’ Toraja ...
129
Jurnal Filsafat Vol. 23, Nomor 2, Agustus 2013
130
Diks Sasmanto Pasande, Budaya Longko’ Toraja ...
rikan dampak yang positif bagi upaya dialogis dan transformatif guna
kepentingan pengembangan kearifan lokal. Sekalipun masing-masing
kelompok masyarakat telah memberi interpretasi kisah-kisah dan
mitologi berdasarkan perspektif kelompoknya, namun tidak dapat di-
pungkiri bahwa kisah tersebut memiliki banyak kesamaan bahkan
saling berhubungan satu sama lain. Kisah mitologi mengenai To ma-
nurung-Lakipadada-Sawerigading tetap terpelihara, dan dari kisah-
kisah ini berbagai kelompok etnis di Sulawesi Selatan dan Barat diper-
satukan. Persaudaraan di antara empat suku tersebut tetap terpelihara
karena diikat oleh kisah atau mitologi mengenai penciptaan tersebut.
Pemahaman mengenai kesatuan dari ke-4 suku di Sulawesi Se-
latan dan Barat tersebut yang melahirkan falsafah kesatuan etnis se'di
cappa', appa' pada-pada, yang berarti satu puncak empat setara, yang
mengandung makna siapapun yang tampil sebagai pemimpin atau
menjadi terkemuka di antara empat etnis: Mandar, Bugis, Makassar
dan Toraja, tidak boleh memandang rendah suku yang lain, melainkan
mempunyai kedudukan yang sederajat. Dengan demikian, kearifan
lokal di Sulawesi Selatan bertumpu pada semangat komunalitas, etos
kerja dan terpeliharanya budaya malu dalam siri' ataupun longko'.
E. Penutup
Berdasarkan pembahasan dan analisis di atas maka dapat diam-
bil beberapa kesimpulan, yaitu:
1. Kehidupan orang Toraja yang berpusat pada tongkonan merupakan
gambaran nyata dari semesta yang adalah makrokosmos. Tongkon-
an, sebagai banua pa'rapuan atau rumah keluarga besar berdasar-
kan pertalian darah, berangkat dari nilai dasar bahwa setiap orang
berhak untuk membentuk keluarga melalui peristiwa rampanan
kapa' atau pernikahan. Pelanjutan keturunan melalui bati' atau
keturunan yang membentuk rapu atau keluarga, menjadi dasar bagi
terbentuknya tongkonan. Tongkonan sebagai pusat kehidupan sosi-
al orang Toraja, di mana berbagai bentuk kegiatan dan bentuk-ben-
tuk hubungan sosial terselenggara. Tongkonan bukan sekadar ru-
mah tinggal, tetapi sekaligus tempat perjumpaan dengan kerabat,
leluhur dan para dewa.
2. Nilai-nilai etis dalam budaya longko' berupa penghargaan terhadap
sesama melalui konsepsi tentang karapan (lit. harmoni, kedamaian
dan keselarasan), kamalamburan (lit. kejujuran) dan pemahaman
mengenai sangserekan (lit. dari bahan atau materi yang sama)
dalam kaitannya dengan alam, merupakan hasil internalisasi dari
penghayatan terhadap Aluk sola Pemali. Dengan demikian, etika
Toraja lebih bersifat deontologis, sebagai bagian dari usaha untuk
131
Jurnal Filsafat Vol. 23, Nomor 2, Agustus 2013
F. Daftar Pustaka
Crystal, Eric, 1974, Cooking Pot Politics: A Toraja Village Study, Cor-
nell Modern Indonesia Project.
Davis, Colin, 1996, Levinas: An Introdution, University of Notre
Dame Press, Indiana.
de Jong, Edwin, 2008, Living with the Dead: The Economic of Culture
in the Torajan Highlands, Indonesia, Nijmegen University
Press, Nijmegen.
Geertz, Clifford, 1973, The Interpretation of Cultures, Basic Books,
Inc., New York.
Habermas, Jürgen, 1990, Moral Consciousness and Communicative
Action, terj. Ch. Lenhardt and S.H. Nicholsen, Polity Press,
Massachusetts.
Kobong, Theodorus, 2008, Injil dan Tongkonan: Inkarnasi, Konteks-
132
Diks Sasmanto Pasande, Budaya Longko’ Toraja ...
133