Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN TUTORIAL

BLOK MATA
SKENARIO 2
Mata Saya Merah, Kenapa Ya?

KELOMPOK 20
LUTHFI ADIJAYA LAKSANA G0015140
RADHITYA SASONGKOJATI G0015192
BENEDICTUS ALDO NOVA P. G0015038
M. FARIS AT-TSABIT G0015144
AULIA BUDI AGUSTIN G0015030
ZHAFIRAH RAMADHANTY G0015242
DINANNISYA FAJRI S. G0015064
SAVIRA WIDHA A G0015210
MONIKA PUTRI GRATIA G0015160
MAGHFIRA AYUNI S.G. G0015148
HANIFAH KAMILAH G0015102
FINA RAHMATU UMMAH G0015088

TUTOR: Amandha Boy, dr., MMedEd

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
TAHUN 2017
BAB I
PENDAHULUAN

SKENARIO 2
Mata Saya Merah, kenapa ya?

Seorang perempuan berusia 35 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan ​mata


kanan merah sejak 3 hari yang lalu. pasien juga mengeluh mata kanan semakin bertambah
merah, gatal, pedih, kering, dan nyeri pada mata seperti ditusuk-tusuk. pasien ​tidak
merasakan penglihatan kabur, silau, berair, kotoran mata di kelopak mata maupun
sakit kepala.
Dua hari yang lalu pasien memberikan obat tetes yang dibeli di warung tetapi keluhan
tidak kunjung hilang. karena keadaan mata yang tidak kunjung membaik, pasien kemudian
memeriksakan diri ke Puskesmas. pada pemeriksaan fisik didapatkan VOD dan VOS 6/6,
tampak​ hiperemi ​pada bagian temporal konjungtiva bulbi mata kanan.
BAB II
DISKUSI DAN TINJAUAN PUSTAKA

Langkah 1: Membaca skenario dan memahami pengertian beberapa istilah dalam


skenario
1. Temporal konjungtiva bulbi: Konjungtiva bulbi atau konjungtiva yang menutupi
sklera dan berada di arah temporal atau lateral mata.

Langkah 2: Menentukan/mendefinisikan masalah.


1. Mengapa terjadi mata merah?
2. Patofisiologi keluhan pasien, mata merah, gatal, pedih, kering, nyeri?
3. Mengapa penglihatan pasien tetap normal?
4. Mengapa disebutkan pasien tidak merasakan mata kabur, silau, berair, kotoran mata,
sakit kepala?
5. Mengapa obat tetes mata tidak membuat mata pasien membaik?
6. Apa fungsi dan komposisi obat mata?
7. Bagaimana algoritma penyakit mata merah?
8. Apa saja macam-macam jenis nyeri pada mata?
9. Apa saja diagnosis banding keluhan pasien?
10. Bagaimana tatalaksana penyakit pasien?
11. Bagaimana prognosis penyakit pasien?

Langkah 3: Menganalisis permasalahan dan memuat pernyataan sementara mengenai


permasalahan (dalam langkah 2)

1. Mata merah
Pada mata normal sklera terlihat berwarna putih. Hiperemia konjungtiva/mata
merah terjadi akibat bertambahnya asupan pembuluh darah atau berkurangnya
pengeluaran darah seperti pada pembendungan pembuluh darah. Mata terlihat merah
akibat : a) Melebarnya pembuluh darah konjungtiva yang terjadi pada peradangan
mata akut, misalnya keratitis, pleksus arteri konjungtiva permukaan melebar, iritis,
glaukoma akut. b) Pecahnya salah satu dari kedua pembuluh darah konjungtiva, dan
darah tertimbun di bawah jaringan konjungtiva.

2. Patofisiologi Mata Merah


Merupakan salah satu yang dikeluhkan dan sering kita jumpai dalam
kehidupan sehari-hari. Karena bola mata yang berwarna putih (bagian sklera) berubah
menjadi merah. Perubahan ini melalui berbagai macam cara, mulai dari pelebaran
pembuluh darah hingga pecahnya pembuluh darah pada mata. Tentu hal ini akan
menimbulkan kekhawatiran dan ketidaknyamanan pada pasien/penderita.
Ada dua tempat terjadinya mata merah yang dikarenakan oleh pelebaran
pembuluh darah, yaitu pada konjungtiva yang dikenal dengan istilah Injeksi
Konjungtiva dan pada siliar yang dikenal dengan Injeksi Siliar. Kedua tipe injeksi
memiliki gambaran yang berbeda.

Injeksi Konjungtiva
Pelebaran pada pembuluh darah arteri konjungtiva posterior, oleh karena
pengaruh mekanis, alergi, ataupun infeksi pada jaringan konjungtiva.

Ciri :
● Mudah digerakkan dari dasarnya
● Daerah peradangan/merah utama pada bagian forniks
● Semakin ke perifer pembuluh darah terlihat lebih besar
● Merah segar
● Dapat hilang sementara dengan tetesan adrenalin 1:1000
● Gatal
● Tidak ada fotobia
● Ukuran dan reaksi pupil normal

Injeksi Siliar
Pelebaran pada pembuluh darah arteri siliar anterior (kornea) atau injeksi siliar
atau injeksi perikornea. Penyebabnya bisa karena perdangan/infeksi pada kornea,
tukak kornea, benda asing, radang pada uvea, glaukoma, endoftalmitis ataupun
panoftalmitis.

Ciri :
● Warnanya lebih ungu
● Pembuluh darah tidak tampak
● Tidak ikut bergerak bila konjungtiva digerakkan
● Ukurannya halus disekitar kornea dan jarang didaerah forniks (berkurang)
● Tidak menciut dengan tetesan adrenalin 1:1000
● Fotofobia
● Berair
● Sakit bila ditekan
● Pupil iregular kecil (iritis) dan lebar (glaukoma)

Selain itu, mata merah juga dapat dibagi atas :


● Mata merah dengan visus normal
● Mata merah dengan visus menurun
Diagnosis mata merahpun bermacam-macam, yaitu konjungtivitis, keratitis,
ulkus kornea, irititis akut,skleritis, episkleritis, glaukoma akut, endoftalmitis, dan
panoftalmitis.

Patofisiologi Mata Gatal


Mata gatal adalah salah satu gejala umum alergi mata. bisa terjadi apabila mata
terpapar benda-benda kecil seperti debu, kotoran, tungau, bulu hewan, dll. Ketika
benda kecil menyentuh selaput mata bagian konjungtiva, sistem imun akan mulai
bekerja. terjadi reaksi pembentukan antibodi, kemudian menyebabkan lepasnya zat-zat
histamin pada mata, timbulah reaksi alergi, kemuadian mata akan mulai merasa gatal.

Patofisiologi Mata Kering ​(MAGHFIRA, JEPI)


A. Anatomi dan Fisiologi Lapisan Air Mata dan Kelenjar Meibom
1. Lapisan Air Mata
Permukaan bola mata dilindungi oleh lapisan air mata yang berfungsi
mempertahankan kelembaban permukaan mata, sebagai media pembersih dari
debris, melindungi permukaan mata, dan menyediakan oksigen dan nutrisi kepada
epitel kornea. Lapisan air mata mengangkut zat-zat dan debris kemudian dikeluar
melalui pungtum lakrimal. Sebagai tambahan lapisan air mata juga mengandung
bahan-bahan antimikroba, sebagai lubrikasi antara kornea dan kelopak mata serta
mencegah pengeringan permukaan mata. (American Academy of Ophthalmology
Staff, 2011-2012a)
Air mata terdiri dari tiga lapisan, yaitu lipid, aqueous, dan musin. Lapisan air
mata memiliki ketebalan sekitar 8-9 μm. Lapisan lipid memiliki ketebalan 0,1-0,2
μm dan merupakan lapisan yang terletak paling luar yang berfungsi mencegah
penguapan air mata dan mempertahankan stabilitas air mata. Lapisan aqueous di
bagian tengah memiliki ketebalan 7-8 μm merupakan komponen utama lapisan air
mata. Lapisan aqueous mengandung elektrolit, air, dan protein yang dihasilkan oleh
kelenjar lakrimal utama yang terletak dalam orbita maupun oleh kelenjar lakrimal
tambahan seperti kelenjar Krause dan Wolfring pada konjungtiva. Protein pada
lapisan aqueous meliputi immunoglobulin A (IgA), IgG, IgD dan IgE yang berperan
sebagai mekanisme pertahanan lokal di bagian permukaan mata. Lapisan aqueous
selain sebagai antibakteri dan antiviral, juga berfungsi sebagai pelarut nutrisi,
penyedia oksigen, dan menjaga regularitas kornea. Bagian posterior lapisan air mata
adalah lapisan musin dengan ketebalan 1μm mengandung glikoprotein. Lapisan
musin berperan sebagai barrier dari perlengketan maupun penetrasi partikel asing
atau bakteri ke permukaan bola mata. Lapisan musin ini diproduksi oleh kelenjar
goblet konjungtiva. (American Academy of Ophthalmology Staff, 2011-2012a;
American Academy of Ophthalmology Staff, 2011-2012b)
2. Kelenjar Meibom
Sebuah kelenjar meibom dibentuk oleh sekumpulan ​secretory acini ​yang
tersusun sirkular mengelilingi sebuah duktus yang panjang dan ​secretory acini i​ ni
terhubung dengan duktulus yang lebih pendek. Orifisium dari duktus kelenjar
berakhir di batas posterior palpebra sebelah anterior dari MCJ di tepi palpebra,
tempat lipid disekresikan ke dalam meniscus air mata. (Knop ​et al.​ , 2011). Kelenjar
meibom terletak di tarsus palpebra berjumlah 30-40 kelenjar di palpebra superior dan
20-30 kelenjar di palpebra inferior. Panjang satu kelenjar dilaporkan sekitar 5,5 mm
di bagian tengah palpebra superior dan 2 mm di palpebra inferior. Kelenjar di
palpebra inferior cederung lebih lebar dari pada di superior. Jumlah ​secretory acini
pada setiap kelenjar meibom diperkirakan sekitar 10-15 buah dan lebih banyak pada
palpebra superior dibandingkan inferior. (American Academy of Ophthalmology
Staff, 2011-2012a; Knop ​et al​., 2011).
Lipid kelenjar meibom diproduksi di ​reticulum endoplasma s​ el ​meibocyte.​ Lipid
droplet hasil dari ​reticumlum endoplasma i​ ni berintegrasi dengan protein dan asam
nukleat membentuk produk sekresi minyak yang disebut dengan meibum. Meibum
kemudian disekresikan dari acinus ke sistem duktus dan diteruskan ke tepi palpebra.
Mekanisme pengeluaran sekresi meibum melalui mekanisme tekanan yaitu (1)
melalui sekresi terus menerus oleh ​secretory acini y​ ang menghasilkan tekanan di
acinus yang menekan meibum ke sistem duktus dan kemudian menuju orifisium, (2)
mekanisme penekanan oleh ​m. orbicularis oculi y​ ang terletak di luar tarsus dan ​m.
riolan y​ ang terletak melingkar di bagian terminal kelenjar meibom pada saat
mengedip. (Knop ​et al.​ , 2011).

3. Lapisan lipid air mata


Meibum normal memiliki karakteristik berwarna jernih dan cairan lemaknya
dengan mudah menyebar melapisi permukaan mata membentuk lapisan lipid air
mata. Lapisan lipid air mata memiliki ketebalan antara 20 sampai 160 nm yang
terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan luar berupa lapisan lipid non-polar dan lapisan
dalam berupa lapisan lipid polar (Gambar 2.2). Lipid hasil sekresi kelejar meibom
merupakan campuran kompleks yang mengandung ester kolesterol, triasilgliserol,
kolesterol bebas, asam lemak bebas, fosfolipid, wax esters, dan diesters. Meibum ini
memiliki titik leleh antara suhu 19°C sampai 37°C sehingga pada suhu tubuh normal
37°C akan dengan mudah untuk keluar ke tepi palpebra (Green-Church ​et al​., 2011;
Macsai, 2008). Lapisan lipid air mata memiliki fungsi untuk menghambat
penguapan, berperan pada pembiasan cahaya karena posisi pada antarmuka
udara-film air mata, mempertahankan barier hidrofobik yang mencegah air mata
mengalir berlebihan dengan meningkatkan tegangan permukaan. (American
Academy of Ophthalmology Staff, 2011-2012a; Green-Church ​et al.​ , 2011)
Lapisan lipid air mata berperan penting dalam stabilitas lapisan air mata.
Ketidakstbilan lapisan air mata merupakan salah satu dari mekanisme terjadinya
mata kering terjadi akibat tidak adekuatnya lapisan lipid air mata. Waktu pecah atau
break up time a​ ir mata dianggap menunjukkan stabilitas air mata. ​Break up time
merupakan pemeriksaan untuk mengukur kekeringan kornea sesudah satu kedipan
pada waktu tertentu. Pemeriksaan ​fluoresceine break up time (​ FBUT) mengukur
waktu yang diperlukan untuk air mata pecah di dalam mata. Uji FBUT berperan
dalam menilai fungsi kelenjar meibom dan dianggap relevan dipakai pada diagnosis
DKM (Tomlinson ​et al.​ , 2011).

B. Disfungsi Kelenjar Meibom


1. Definisi dan Klasifikasi
Disfungsi kelenjar meibom atau ​meibomian gland dysfunction ​(MGD) adalah
suatu abnormalitas kronis dan difus pada kelenjar meibom yang umumnya ditandai
dengan obstruksi duktus terminus dan atau perubahan kuantitatif / kualitatif pada
sekretnya sehingga dapat mengakibatkan perubahan film air mata, gejala-gejala
iritasi mata, inflamasi yang tampak secara klinis dan adanya penyakit permukaan
mata (Nelson ​et al.​ , 2011).
Terminologi yang digunakan disini adalah disfungsi yang berarti terdapat
gangguan dari fungsi kelenjar meibom. Kelainan pada DKM bersifat difus oleh
karena mengenai sebagian besar kelenjar meibom dan menyebabkan terjadinya
abnormaitas film air mata atau epitel permukaan mata. Aspek yang paling
menonjol pada DKM ini adalah adanya perubahan secara kuantitatif maupun
kualitatif dari sekresi kelenjar meibom. Gejala subjektif berupa iritasi pada mata
dimasukkan pada definisi DKM karena gejala-gejala tersebut paling dirasakan oleh
pasien dan menjadi perhatian utama dokter (Nichols ​et al.​ , 2011).

Disfungsi kelenjar meibom diklasifikasikan menjadi dua kategori mayor


berdasarkan sekresi kelejar meibom yaitu DKM beraliran kecil (​low delivery MGD)​
dan DKM beraliran besar (​High delivery MGD​). DKM beraliran kecil terbagi
menjadi DKM hiposekresi dan DKM obstruktif. DKM obstruktif sendiri terdiri dari
dua subkategori yaitu DKM sikatrik dan non sikatrik. Secara histologi pada DKM
obstruksi terjadi hipertrofi sel epitel duktus dan hiperkeratinasi epitel orifisium.
Hiposekresi kelenjar meibom ditandai dengan penurunan sekresi lipid meibom
tanpa adanya obstruksi. Karakteristik DKM hiperekresi ditandai dengan pelepasan
lipid meibom dalam jumlah besar di tepi palpebra sebagai respon dari adanya
tekanan pada tarsus. Kelainan hipersekresi ini tidak berhubungan dengan adanya
peradangan aktif dan tidak adanya perubahan pada struktur kelenjar. (Nelson ​et al.​ ,
2011)

2. Patogenesis Disfungsi Kelenjar Meibom


Knop ​et al.​ (2011) menggambarkan faktor-faktor yang berperan dalam
patogenesis DKM. Faktor penyebab yang sudah diketahui yaitu proses penuaan,
umur, jenis kelamin, gangguan hormon, faktor lingkungan, lensa kontak, dan
perubahan kualitas atau kuantitas meibum saling berinteraksi menyebabkan
terjadinya hiperkeratinisasi sistem duktus kelenjar meibom, peningkatan viskositas
meibum, atrofi acinar kelenjar. (Knop ​et al.​ , 2011)
Hiperkeratinisasi dan peningkatan viskositas meibum merupakan mekanisme
inti dalam terbentuknya obstruksi orifisium kelenjar meibom yang akan
menyebabkan pengeluaran meibum ke tepi palpebra sangat rendah. Obstruksi
orifisium ini juga menyebabkan stasisnya meibum di sistem duktus menyebabkan
peningkatan tekanan, dilatasi sistem duktus dilanjutkan terjadinya atrofi acinar
yang akhirnya menyebabkan sekresi meibum rendah. (Knop ​et al​., 2011)
Perubahan pada kualitas dan kuantitas meibum mengakibatkan terjadinya
penurunan viskositas dan atau peningkatan volume sekresi meibum. Adanya
perubahan viskositas, volume sekresi dan stasisnya meibum oleh karena obstruksi
menyebabkan bakteri-bakteri permukaan mata semakin berkembang. Bakteri
komensal seperti stafilokokus koagulase negative, ​Staphylococcus aureus, dan
Propionibacterium acnes ​dihubungkan dan berkontribusi terhadap patogenesis
DKM. Bakteri yang tumbuh di permukaan mata tersebut melepaskan enzim lipase
yang memicu pelepaskan mediator-mediator toksik seperti asam lemak dan
menginisiasi reaksi peradangan subklinis dengan dilepasakan sitokin peradangan.
Mediator-mediator toksik ini akhirnya akan memicu terjadinya penyakit mata
kering tipe ​evaporative​. (Knop ​et al​., 2011)

Patofisiologi Mata Nyeri

Bagian kornea pada mata serta konjungtiva memperoleh inervasi dari


ujung-ujung saraf yang berguna terutama untuk melaksanakan fungsi refleks kornea.
Selain itu, ujung saraf ini juga bisa menerima rangsangan nyeri. Karena itulah ketika
terjadi trauma atau peradangan pada daerah ini, makan akan timbul rasa nyeri di
mata khususnya dibagian luar mata yaitu di sekitar kornea.

3. Penglihatan Pasien Tidak Kabur - Visus Normal

Terjadinya penurunan visus menandakan adanya kelainan pada media refraksi


seperti kornea, lensa, retina, badan siliaris, kamera okuli anterior dan posterior. Pada
skenario keadaan visus pasien normal ini menandakan bahwa yang mengalami
masalah bukan atau belum sampai pada bagian media refraksinya.
Ada beberapa penyakit yang mana pasien mengalami mata merah dan penurunan
visus seperti:
a. Keratitis
Merupakan peradangan pada kornea, bisa disebabkan oleh virus, bakteri,
jamur, protozoa). Biasanya penderita keratitis akan mengalami rasa nyeri,
silau, mata berair dan kotor, visus turun.
b. Ulkus kornea
Merupakan keadaan di mana permukaan kornea menghilang karena matinya
jaringan kornea. Hal ini bisa terjadi karena adanya reaksi toksik, alergi,
autoimun, infeksi.
c. Uveitis
Merupakan peradangan pada uvea.
d. Glaukoma akut
Karena drainase aqueous humor yang buruk, cairan di belakang air tidak dapat
mengalir sehingga menekas bagian mata yang lain termasuk saraf penglihatan.
Biasanya pasien akan mengalami nyeri, melihat halo (pelangi), mual, muntah,
visus turn, mata bengkak, tekanan bola mata meningkat.

4. Pasien tidak merasakan mata kabur, silau, berair, kotoran mata, sakit kepala

Seperti kita yang tahu, bahwa organ yang mengalami kelainan adalah mata bagian tertentu.
Bukan bagian dari kelopak mata, dan tidak ditemuakan adanya kelainan sakit kepala.

Patogenesis katarak belum sepenuhnya dimengerti. Walaupun demikian, pada lensa


katarak secara karakteristik terdapat agregat-agregat protein yang menghamburkan
berkas cahaya dan mengurangi transparansinya.

Perubahan protein lainnya akan mengakibatkan perubahan warna lensa menjadi


kuning atau coklat. Temuan tambahan mungkin berupa vesikel di antara serat-serat lensa atau
migrasi sel epitel dan pembesaran sel-sel epitel yang menyimpang. Sejumlah faktor yang
diduga turut berperan dalam terbentuknya katarak, antara lain kerusakan oksidatif (dari
proses radikal bebas), sinar ultraviolet, dan malnutrisi.
Hingga kini belum ditemukan pengobatan yang dapat memperlambat atau membalikkan
perubahan-perubahan kimiawi yang mendasari pembentukan katarak. Beberapa penelitian
baru-baru ini mengisyaratkan suatu efek protektif dari karotenoid dalam makanan (lutein)
namun, penelitian-penelitian yang mengevaluasi efek protektif multivitamin memberi hasil
yang berbeda.

5. Obat Tetes Mata, Kegunaan Fungsi dan Komposisinya

Obat Mata yang Biasa Dipakai :


Anestetik Topikal
Anestetik topikal berguna untuk sejumlah prosedur diagnostik dan terapeutik,
termasuk tonometri, pengangkatan benda asing atau jahitan, gonioskopi, kerokan
konjungtiva, dan tindakan bedah ringan pada kornea dan konjungtiva. Satu dua tetes
biasanya sudah cukup, tetapi dosisnya dapat diulang selama tindakan berlangsung.
Proparacaine, tetracaine, dan benoxinate adalah obat anestesi topikal yang paling
banyak dipakai. Pada penggunaan praktis, obat-obat ini dikatakan memiliki potensi
anestetik yang setara. Larutan cocaine L-4% juga dipakai sebagai anestetik topikal.
Catatan: Anestetik topikal jangan diresepkan untuk pemakaian di rumah karena
pemakaian yang lama dapat menimbulkan komplikasi pada kornea dan menutupi
penyakit mata yang berat.

Langkah 4: Menginventarisasi permasalahan secara sistematis dan penyataan


sementara mengenai permasalahan pada langkah 3 ​(BUDIII)
Langkah 5: Merumuskan tujuan pembelajaran ​(BUDIII)

1. Mahasiswa mampu menjelaskan etiologi mata merah.


2. Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi mata merah.
3. Mahasiswa mampu menentukan diagnosis banding dari keluhan.
4. Mahasiswa mampu menentukan tatalaksana dari DD.
5. Mahasiswa mampu menjelaskan komplikasi dari DD.
6. Mahasiswa mampu menjelaskan prognosis dari DD.

Langkah 6: Mengumpulkan informasi baru


Mahasiswa belajar untuk mencari literatur, jurnal, buku dari berbagai sumber.
Langkah 7: Melaporkan, membahas, dan menata kembali informasi baru yang
diperoleh.

1. Algoritma penyakit mata merah? ​((ALDO))

2. Macam-macam jenis nyeri pada mata?


Jenis nyeri pada mata dibagi menjadi dua, yaitu nyeri okuler dan nyeri orbital.
Nyeri okuler adalah nyeri yang berasal dari daerah luar pada permukaan mata, di
bagian yang sensitif terhadap nyeri. Contoh penyebab dari nyeri okuler yaitu: abrasi
kornea dan ulserasi kornea, konjungtivitis, blepharitis, kalazion, iritasi oleh bahan
kimia atau cahaya, mata kering, dan benda asing. Nyeri orbital adalah nyeri yang
dirasakan di belakang mata. Nyeri orbital disebabkan oleh penyakit mata seperti:
iritis, glaukoma akut sudut tertutup, opticus neuritis, migraine, sinusitis, dan trauma
injury​ yang menembus mata (Dahl, 2017).

3. Diagnosis banding, Tatalaksana, Prognosis keluhan pasien?


A. Episkleritis
Episkleritis merupakan reaksi radang jaringan ikat vaskular yang terletak
antara konjungtiva dan permukaan sklera. Radang episklera dan skelra mungkin
disebabkan reaksi hipersensitivitas terhadap penyakit sistemik seperti
tuberkulosis, reumatoid artritis, lues, SLE, dan lainnya. Merupakan suatu reaksi
toksik, alergik, atau merupakan bagian daripada infeksi. Dapat saja kelainan ini
terjadi secara spontan dan idiopatik. Episkleritis umumnya mengenai satu mata
dan terutama perempuan usia pertengahan dengan penyakit bawaan reumatik.

Gejala : Keluhan pasien dengan episkleritis berupa mata terasa kering, dengan
rasa sakit yang ringan, mengganjal, dengan konjungtiva yang kemotik. Terlihat
mata merah satu sektor yang disebabkan melebarnya pembuluh darah di bawah
konjungtiva. Pembuluh darah ini mengecil bila diberi fenil efrin 2.5% topikal.
Bentuk radang yang terjadi pada episkleritis mempunyai gambaran khusus, yaitu
berupa benjolan setempat dengan batas tegas dan warna merah ungu di bawah
konjungtiva. Bila benjolan ini ditekan dengan kapas atau ditekan pada kelopak di
atas benjolan, akan memberikan rasa sakit yang menjalar ke sekitar mata. Pada
episkleritis bila dilakukan pengangkatan konjungtiva di atasnya, maka akan
mudah terangkat atau dilepas dari pembuluh darah yang meradang. Perjalanan
penyakit mulai dengan episode akut dan terdapat riwayat berulang dan dapat
berminggu-minggu atau beberapa bulan.

Tatalaksana : Pengobatan yang diberikan pada episkleritis adalah


vasokonstriktor. Pada keadaan yang berat diberi kortikosteroid tetes mata,
sistemik, atau salisilat.

Prognosis : Episkletitis dapat sembuh sempurna atau bersifat residif yang dapat
menyerang tempat yang sama ataupun berbeda-beda dengan lama sakit umumnya
berlangsung 4-5 minggu penyulit yang dapat timbul adalah terjadinya peradangan
lebih dalam pada sklera yang disebut sebagai ​skleritis.

B. Skleritis
Skleritis biasanya disebabkan oleh penyakit sistemik, seperti herpes, sifilis,
gout, kadang-kadang TB, dll. Skleritis ini terjadi bilateral pada kedua mata pasien,
biasanya pada wanita lebih banyak terjadi dibandingkan pria, yang timbul pada
usia 50-60 tahun. Skleritis lebih jarang terjadi bila dibandingkan dengan
episkleritis, tapi penyebabnya hampir sama.
Gejala : Berupa rasa nyeri yang dapat menyebar ke daerah dahi, mata berair,
ada fotofobia/pasien merasakan silau, tidak ada kotoran mata, dan kadang
penglihatan ikut menurun.
Tatalaksana : Pengobatan dengan antiinflamasi steroid / nonsteroid, obat
imunosupresif lainnya.
Prognosis : Bila skleritis bersama dengan penyakit keratitis, glaukoma,
granuloma subretina, uveitis, ablasi retina, katarak, proptosis, hipermetropia maka
penyakit lain tersebut akan menjadi penyulit
C. Konjungtivitis Dry Eye

Gejala :

Tatalaksana :

Prognosis :

D. Hematoma Subkonjungtiva

Hematoma subkonjungtiva dapat terjadi pada keadaan dimana pembuuh darah


rapuh (umur, hipertensi, arteriosklerosis, konjungtivitis hemoragik, anemia,
pemakaian antikoagulan, dan batuk rejan). Perdarahan subkonjungtiva dapat juga
terjadi akibat trauma langsung atau tidak langsung, yang kadang-kadang menutupi
perforasi jaringan bola mata yang terjadi.
Gejala : Pada fraktura basis kranii akan terlihat hematoma kacamata karena
berbentuk kacama yang berwarna biru pada kedua mata. Biasanya perdarahan
subkonjungtiva ini dapat kecil atau luas di seluruh subkonjungtiva. Warna merah
pada konjungtiva pasien, yang nantinya akan menjadi hitam setelah beberapa
lama, seperti pada hematoma umumnya
Tatalaksana : Tidak diperlukan pengobatan karena akan diserap dengan
spontan dalam waktu 1-3 minggu
Prognosis : Hematoma subkonjungtiva memiliki prognosis yang baik.
Hematoma akan mengecil dan hilang dengan sendirinya dalam waktu kurang dari
2 minggu. (Ilyas & Yulianti, 2015)
4. Inervasi Mata​ ((FINA DINAN LUTHFI))

Gambar tabel otot-otot bola mata, inervasi dan fungsinya (Snell, 2012)
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Dari hasil pemeriksaan fisik, pasien mengeluhkan adanya gejala mata merah,
pedih, kering dan nyeri pada salah satu matanya. Namun pasien tidak mengeluhkan
adanya gangguan pengelihatan, mata berair, silau dan kotoran pada mata. Visus pasien
juga normal, hal ini menandakan pasien tidak mengalami gangguan pada sistem
refraksi serta tidak ada indikasi konjungtivitis. Untuk skenario 2 ini diperlukan lagi
pemeriksaan penunjang guna menentukan diagnosis pasti serta tatalaksana yang tepat
bagi pasien.

B. Saran
Kegiatan tutorial sudah berjalan baik, hanya saja pada pertemuan pertama belum
diketahui algoritma bagan untuk mendiagnosa gangguan pada mata berdasarkan gejala
yang timbul. Sebaiknya dipersiapkan kembali agar dapat mendiagnosis dengan lebih
cepat. Kemudian sebaiknya mahasiswa lebih berusaha memahami dan mengumpulkan
materi dari sumber serta melakukan pemahaman lebih lanjut dan mengkaji sumber
tersebut apakah informasi yang diberikan sumber tersebut memiliki keterkaitan
dengan ​learning objective yang dibahas. Serta memperbanyak sumber supaya ada
masukan-masukan tambahan sehingga materi yang di-share oleh mahasiswa menjadi
lebih padat dan lengkap.
Tutor pembimbing sudah baik, kompeten, dapat mengarahkan mahasiswa untuk
menuju ​learning objective yang hendak dicapai serta memberikan masukan-masukan
kekurangan dalam diskusi. Tutor pembimbing juga mampu memberi dorongan kepada
para mahasiswa untuk saling berpartisipasi dalam jalannya diskusi sehingga semakin
banyak materi dari sumber yang beragam, membuat materi yang diterima oleh
mahasiswa lebih beragam dan lengkap.
DAFTAR PUSTAKA

DI ISIIII CUYY!!!

American Academy of Ophtalmology and Staff. (2011-2012a). ​Fundamental and


Principles of Ophtalmology​. United State of America : American Academy of
Ophtalmology. pp. 273-318

American Academy of Ophtalmology and Staff. (2011-2012b). ​Retina and Vitreus​.


United State of America : America Academy of Ophtalmology. pp. 109-132

Dahl, A. Andrew., (2017). ​Eye Pain Remedies, Treatment & Diagnosis -​


emedicinehealth. [​ Online].

Available at: ​https://www.emedicinehealth.com/eye_pain/article_em.htm


[Accessed 10 October 2017].

Knop et al. (2011). ​The International Workshop on Meibomian Gland Dysfunction :


Report of the Definition and Classification Subcommittee​. Invest. Ophtalmol.
Vis.Sci

Ilyas, S., Yulianti, SR., (2015​). Ilmu Penyakit Mata. Edisi Kelima.​ Jakarta : Badan
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Nelson et al. (2011). ​The International Workshop on Meibomian Gland Dysfunction :


Report of the Definition and Classification Subcommittee​. Invest. Ophtalmol.
Vis.Sci

Riordan-Eva, P., Whitcher, J. P. (2007). ​Vaughan & ​Asbury Oftalmologi Umum Edisi
17​. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Snell, R.S.,(1886). ​Clinical Anatomy by System ​- ​Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem


terjemahan Liliana Sugiharto. Cetakan 2012. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai