Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dengue Hemorrhagic fever (DHF) atau Demam berdarah dengue
adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan
melalui gigitan nyamuk aedes aegypti (Nursalam, 2005). Penyakit ini dapat
menyerang semua orang dan dapat mengakibatkan kematian, terutama pada
anak. Penyakit ini juga sering menimbulkan kejadian luar biasa atau wabah.
Anak-anak dengan DHF umumnya menunjukkan peningkatan suhu tiba-tiba
yang disertai dengan kemerahan wajah dan gejala konstitusional non-spesifik
yang menyerupai DF, seperti anoreksia, muntah, sakit kepala, dan nyeri otot
atau tulang dan sendi (WHO, 1999).
Wabah demam dengue di Eropa meletus pertama kali pada tahun
1784, sedangkan di Amerika Selatan wabah itu muncul diantara tahun 1830 –
1870. Di Afrika wabah demam dengue hebat terjadi pada tahun 1871 – 1873
dan di Amerika Serikat pada tahun 1922 terjadi wabah demam dengue dengan
2 juta penderita. Dalam kurun waktu 4 tahun yaitu pada tahun 2007-2010,
kasus DBD di Indonesia meningkat tiap tahunnya. Terdapat dua puncak
epidemik di tahun 2007 terdapat 158.115 kasus dan 2009 terdapat sekitar
158.912 kasus. Pada tahun 2008 terdapat 137.469 kasus (Insiden Rate = 59,02
per 100.000 penduduk) dan tahun 2010 mencapai sekitar 140.000 kasus.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud DHF ?
2. Apa penyebab DHF ?
3. Bagaiamana Patofisiologi terjadinya DHF ?
4. Apa saja genjala dan tanda terjadinya DHF ?
5. Apa saja diagnosis DHF ?
6. Apa saja Klasifikasi DHF ?
7. Apa saja Pemeriksaan penunjang pada DHF ?
8. Apa saja Terapi medis yang dilakukan ?
9. Bagaimana Asuhan keperawatan pada DHF ?

C. Tujuan
1. Dapat mengetahui pengertian dari DHF.
2. Dapat mengetahui penyebab DHF.
3. Dapat mengetahui Patofisiologi DHF.
4. Dapat mengetahui genjala dan tanda terjadinya DHF.
5. Dapat mengetahui diagnosa terjadinya DHF.
6. Dapat mengetahui Klasifikasi DHF.
7. Dapat mengetahui Pemeriksaan penunjang untuk DHF.
8. Dapat mengetahui Terapi medis yang dapat dilakukan.
9. Dapat mengetahui Asuhan keperawatan pada DHF.
BAB II

ISI

A. Pengertian DHF
Dengue haemorhagic fever (DHF) merupakan demam akut dengan ciri
- ciri demam manifestasi perdarahan dan bertendasi mengakibatkan kejang
yang dapat menyebabkan kematian ( Ayu & Zulfito, 2010 )
B. Penyebab DHF
Penyebab DHF adalah Arbovirus ( Arthropodborn Virus ) melalui
gigitan nyamuk Aedes ( Aedes Albopictus dan Aedes Aegepty ).

C. Patofisiologi
DHF Virus akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes
aegypty. Pertama-tama yang terjadi adalah viremia yang mengakibatkan
penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal-pegal
diseluruh tubuh, ruam atau bintik-bintik merah pada kulit (petekie),
hyperemia tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi seperti pembesaran
kelenjar getah bening, pembesaran hati (Hepatomegali) dan pembesaran
limpa (Splenomegali).
Kemudian virus akan bereaksi dengan antibody dan terbentuklah
kompleks virus-antibody. Dalam sirkulasi akan mengaktivasi system
komplemen. Akibat aktivasi C3 dan C5 akan dilepas C3a dan C5a, dua
peptida yang berdaya untuk melepaskan histamine dan merupakan mediator
kuat sebagai factor meningkatnya permeabilitas dinding kapiler pembuluh
darah yang mengakibatkan terjadinya perembesan plasma ke ruang ekstra
seluler.
Perembesan plasma ke ruang ekstra seluler mengakibatkan
berkurangnya volume plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi, dan
hipoproteinemia serta efusi dan renjatan (syok). Hemokonsentrasi
(peningkatan hematokrit > 20 %) menunjukkan atau menggambarkan adanya
kebocoran (perembesan) plasma sehingga nilai hematokrit menjadi penting
untuk patokan pemberian cairan intravena.
Terjadinya trobositopenia, menurunnya fungsi trombosit dan
menurunnya faktor koagulasi (protombin dan fibrinogen) merupakan faktor
penyebab terjadinya perdarahan hebat , terutama perdarahan saluran
gastrointestinal pada DHF.
Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler dibuktikan
dengan ditemukannya cairan yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu
rongga peritoneum, pleura, dan pericard yang pada otopsi ternyata melebihi
cairan yang diberikan melalui infus.
Setelah pemberian cairan intravena, peningkatan jumlah trombosit
menunjukkan kebocoran plasma telah teratasi, sehingga pemberian cairan
intravena harus dikurangi kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah
terjadinya edema paru dan gagal jantung, sebaliknya jika tidak mendapatkan
cairan yang cukup, penderita akan mengalami kekurangan cairan yang dapat
mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan bisa mengalami renjatan.
Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung lama akan timbul anoksia
jaringan, metabolik asidosis dan kematian apabila tidak segera diatasi dengan
baik. Gangguan hemostasis pada DHF menyangkut 3 faktor yaitu : perubahan
vaskuler, trombositopenia dan gangguan koagulasi. Pada otopsi penderita
DHF, ditemukan tanda-tanda perdarahan hampir di seluruh tubuh, seperti di
kulit, paru, saluran pencernaan dan jaringan adrenal.

D. Tanda dan Gejala DHF


Tanda dan gejala penyakit DHF adalah :
1. Meningkatnya suhu tubuh
2. Nyeri pada otot seluruh tubuh
3. Nyeri kepala menyeluruh atau berpusat pada supra orbita, retroorbita
4. Suara serak
5. Batuk
6. Epistaksis
7. Disuria
8. Nafsu makan menurun
9. Muntah
10. Ptekie
11. Ekimosis
12. Perdarahan gusi
13. Muntah darah
14. Hematuria massif
15. Melena

E. Diagnosis DHF
Patokan WHO (1986) untuk menegakkan diagnosis DHF adalah
sebagai berikut :
1. Demam akut, yang tetap tinggi selama 2 – 7 hari kemudian turun secara
lisis demam disertai gejala tidak spesifik, seperti anoreksia, lemah, nyeri.
2. Manifestasi perdarahan :
a. Uji tourniquet positif
b. Petekia, purpura, ekimosis
c. Epistaksis, perdarahan gusi
d. Hematemesis, melena.
3. Pembesaran hati yang nyeri tekan, tanpa ikterus.
4. Dengan atau tanpa renjatan. Renjatan biasanya terjadi pada saat demam
turun (hari ke-3 dan hari ke-7 sakit ). Renjatan yang terjadi pada saat
demam biasanya mempunyai prognosis buruk.
5. Kenaikan nilai Hematokrit / Hemokonsentrasi

F. Klasifikasi DHF menurut WHO


1. Derajat I
Demam disertai gejala tidak khas, terdapat manifestasi perdarahan ( uju
tourniquet positif )
2. Derajat II
Derajat II ditambah gejala perdarahan spontan dikulit dan perdarahan
lain.
3. Derajat III
Kegagalan sirkulasi darah, nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun (
20 mmhg, kulit dingin, lembab, gelisah, hipotensi )
4. Derajat IV
Nadi tak teraba, tekanan darah tak dapat diukur
Pemeriksaan Diagnostik
a. Darah Lengkap = Hemokonsentrasi ( Hemaokrit meningkat 20 %
atau lebih ) Thrombocitopeni ( 100. 000/ mm3
atau kurang )
b. Serologi = Uji HI ( hemaaglutinaion Inhibition Test )
c. Rontgen Thorac = Effusi Pleura

G. Terapi medis
Penatalaksanaan
1. Medik
DHF tanpa Renjatan
a. Beri minum banyak ( 1 ½ - 2 Liter / hari )
b. Obat anti piretik, untuk menurunkan panas, dapat juga dilakukan
kompres
c. Jika kejang maka dapat diberi luminal ( antionvulsan ) untuk anak
<1th dosis 50 mg Im dan untuk anak >1th 75 mg Im. Jika 15 menit
kejang belum teratasi , beri lagi luminal dengan dosis 3mg / kb BB (
anak <1th dan pada anak >1th diberikan 5 mg/ kg BB.
d. Berikan infus jika terus muntah dan hematokrit meningkat

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Darah
Leukopenia terjadi pada hari ke 2 atau 3, karena berkuarangnya
limfosit pada saat peningkatan suhu pertama kali. Trombositopenia dan
hemokonsentrasi. Uji tourniquet positif merupakan pemeriksaan yang
penting. Masa pembekuan normal tapi masa perdarahan memanjang.
2. Urine
Mungkin ditemukan albuminuria ringan
3. Sum – sum tulang
Pada awal sakit biasanya hiposeluler, kemudian menjadi
hiperseluler pada hari ke-5 dengan gangguan maturasi
4. Serologi
Dengan mengukur titer antibodi dengan cara haemaglutination
inhibition test ( HI Test ) atau dengan uji pengikatan komplemen untuk
mengetahui tipe virus yang mungkin timbul kembali dari 4 serotipe yang
ada.
5. Pemeriksaan Laboratorium
a. Leukopenia terjadi pada hari ke 2 atau 3
b. Trombositopenia
c. Hemokonsentrasi; Ht meningkat 20%
d. Masa pembekuan normal tapi masa perdarahan memanjang
e. Kimia darah tampak hiponatremia, hipoproteinemia, peningkatan
SGOT, SGPT, Ureum darah dan pH darah
f. Urine : mungkin ditemukan albuminuria ringan
g. Volume biasanya < 400 ml / 24 jam (oliguria) atau urine tidak ada
(anuria), warna urine keruh, klirens kreatinin mungkin agak
menurun, natrium > 40 mEg/L karena ginjal tak mampu
mereabsorpsi natrium
6. Sum – sum tulang
Pada awal sakit biasanya hiposeluler, kemudian menjadi
hiperseluler pada hari ke-5 dengan gangguan maturasi

I. Asuhan Keperawatan Penyakit DHF


1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Nama, umur (pada DHF tersering menyerang anak dengan usia
kurang 15 tahun), jenis kelamin, alamat, nama orang tua, pendidikan
orang tua, pekerjaan orang tua.
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Keluhan yang menonjol pada pasien DHF untuk datang
ke rumah sakit adalah panas tinggi dan anak lemah.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang
disertai menggigil. Turunnya panas terjadi antara hari ke-3
dan ke-7, anak - anak semakin lemah. Kadang – kadang
disertai dengan keluhan batuk, pilek, nyeri telan, mual,
muntah anoreksia, diare atau konstipasi, sakit kepala, nyeri oto
dan persendian, nyeri ulu hati dan pergerakkan bola mata
terasa pegal, serta adanya manifestasi perdarahan pada kulit,
gusi (grade III, IV), melena atau hematemesis.
3) Riwayat kesehatan dahulu
Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada DHF,
anak biasanya mengalami serangan ulangan DHF dengan tipe
virus yang lain.
4) Riwayat gizi
Status gizi anak yang menderita DHF dapat bervariasi.
Semua anak dengan status gizi baik maupun buruk dapat
beresiko, apabila terdapat beberapa faktor predisposisinya.
Anak yang menderita DHF sering mengalami keluhan mual,
muntah, dan nafsumakan menurun. Apabila kondisi ini
berlanjut dan tidak disertai dengan pemenuhan nutrisi yang
mencukupi, maka akan dapat mengalami penurunan berat
badan sehingga status gizinya menjadi kurang.
a) Kondisi lingkungan
Sering terjadi didaerah yang padat penduduknya dan
lingkungan yang kurang bersih (seperti air yang
menggenang dan gantungan baju kamar)
b) Pola kebiasaan
5) Nutrisi dan metabolism
Frekuensi, jenis, pantangan, nafsu makan berkurang.
6) Eliminasi alvi (buang air besar)
Anak mengalami diare atau konstipasi. Sementara pada DHF
grade IV bisa terjadi melena.
7) Eliminasi urin (bang air kecil)
Pada anak DHF akan mengalami urine output sedikit. Pada
DHF grade IV sering terjadi hematuria.
8) Tidur dan istirahat
Nyamuk Aedes Aegypti biasanya menggigit pada siang hari
jam 10.00-12.00 dan sore hari pada jam 16.00-18.00. Anak
biasanya sering tidur pada siang hari dan pada sore hari
,tidak memakai kelambu dan tidak memakai lotion anti
nyamuk.
9) Kebersihan
Upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan
lingkungan cenderung kurang terutama untuk memebersihkan
tempat sarang nyamuk aedes aegypti, dan tidak adanya
keluarga melakukan 3m plus yaitu menutup, mengubur,
menguras dan menebar bubuk abate.
c. Pemeriksaan fisik
Meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi dari ujung
rambut sampai ujung kaki. Pemeriksaan fisik secara umum :
1) Tingkat kesadaran
Biasanya ditemukan kesadaran menurun, terjadi pada grade
III dan grade IV karena nilai hematokrit meningkat
menyebabkan darah mengental dan oksigen ke otak berkurang.
2) Keadaan umum
Lemah
3) Tanda-tanda vital (TTV)
Tekanan nadi lemah dan kecil (grade III), nadi tidak teraba
(grade IV), tekanan darah menurun (sistolik menurun
sampai 80 mmHg atau kurang), suhu tinggi (diatas 37,5oC)
4) Kepala
Kepala terasa nyeri, muka tampak kemerahan karena demam.
5) Mata
Konjungtiva anemis
6) Hidung
Hidung kadang mengalami perdarahan (epistaksis) pada grade
II, III, IV.
7) Telinga
Terjadi perdarahan telinga (pada grade II, III, IV)
8) Mulut
Pada mulut didapatkan bahwa mukosa mulut kering, terjadi
perdarahan gusi, dan nyeri telan. Sementara tenggorokkan
mengalami hyperemia pharing
9) Leher
Kelenjar getah bening dan kelenjar tiroid tidak mengalami
pembesaran
10) Dada/thorak
Inspeksi : Bentuk simetris, kadang-kadang tampak sesak.
Palpasi : Biasanya fremitus kiri dan kanan tidak sama
Perkusi : Bunyi redup karena terdapat adanya cairan yang
tertimbun pada paru
Auktalasi : Adanya bunyi ronchi yang biasanya terdapat
pada grade III, dan IV.
11) Abdomen
Inspeksi : Abdomen tampak simetris dan adanya asites.
Palpasi : Mengalami nyeri tekan, pembesaran hati
(hepatomegali)
Perkusi : Terdengar redup
Auktalasi : Adanya penurunan bising usus
12) Sistem integument
Adanya petekia pada kulit spontan dan dengan melakukan
uji tourniket. Turgor kulit menurun, dan muncul keringat
dingin, dan lembab. Pemeriksaan uji tourniket dilakukan
dengan terlebih dahulu menetapkan tekanan darah anak.
Selanjutnya diberikan tekanan antara sistolik dan diastolic
pada alat ukur yang dipasang pada tangan. Setelah
dilakukan tekanan selama 5 menit, perhatikan timbulnya
petekie di bagian volar lengan bawah (Soedarmo, 2008).
13) Genitalia
Biasanya tidak ada masalah
14) Ekstremitas
Akral dingin, serta terjadi nyeri otot, sendi serta tulang.
Pada kuku sianosis/tidak.

d. Diagnosis Keperawatan
1) Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan
peningkatan laju metabolisme.

Tujuan Rencana Rasional


Ø Mempertahankan suhu a. Ukur tanda-tanda a. Suhu 38,90C-
tubuh normal. vital (suhu). 41,10C menunjukkan
Ø KH : b. Berikan kompres proses penyakit
· Suhu tubuh antara 36 hangat. infeksi akut.
– 37 C.
0
c. Tingkatkan intake b. Kompres hangat
· Membrane mukosa cairan. akan terjadi
basah. perpindahan panas
· Nyeri otot hilang. konduksi.
c. Untuk mengganti
cairan tubuh yang
hilang akibat
evaporasi.

2) Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan


aktif.

Tujuan Rencana Rasional


Ø Kebutuhan cairan a. Observasi tanda-tandaa. Penurunan
terpenuhi. vital paling sedikit setiap sirkulasi darah
Ø KH : tiga jam. dapat terjadi dari
· Mata tidak cekung. b. Observasi dan cata peningkatan
· Membrane mukosa intake dan output. kehilangan cairan
tetap lembab. c. Timbang berat badan. mengakibatkan
· Turgor kulit baik. d. Monitor pemberian hipotensi dan
cairan melalui intravena takikardia.
setiap jam. b. Menunjukkan
status volume
sirkulasi,
terjadinya /
perbaikan
perpindahan
cairan, dan respon
terhadap terapi.
c. Mengukur
keadekuatan
penggantian cairan
sesuai fungsi
ginjal.
d. Mempertahankan
keseimbangan
cairan/elektrolit.

3) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan ketidakmampuan untuk mencerna makanan.

Tujuan Rencana Rasional


Ø Kebutuhan nutrisi a. Berikan makanan yanga. Mengganti
adekuat. disertai dengan suplemen kehilangan vitamin
Ø KH : nutrisi untuk karena
Berat badan stabil atau meningkatkan kualitas malnutrisi/anemia.
meningkat. intake nutrisi. b. Porsi lebih kecil
b. Anjurkan kepada orang dapat meningkatkan
tua untuk memberikan masukan.
makanan dengan teknik c. Mengawasi
porsi kecil tapi sering penurunan berat
secara bertahap. badan.
c. Timbang berat badan d. Mulut yang bersih
setiap hari pada waktu meningkatkan selera
yang sama dan dengan makan dan
skala yang sama. pemasukan oral.
d. Pertahankan kebersihane. Jelaskan
mulut klien. pentingnya intake
e. Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat
intake nutrisi yang untuk penyembuhan
adekuat untuk penyakit.
penyembuhan penyakit.

4) Perubahan perfusi jaringan kapiler berhubungan dengan


perdarahan.
Tujuan Rencana Rasional
Ø Perfusi jaringan perifer a. Kaji dan catat tanda-a. Penurunan
adekuat. tanda vital. sirkulasi darah dapat
Ø KH : b. Nilai kemungkinan terjadi dari
· TTV stabil. terjadinya kematian peningkatan
jaringan pada ekstremitas kehilangan cairan
seperti dingin, nyeri, mengakibatkan
hipotensi.
pembengkakan kaki.
b. Kondisi kulit
dipengaruhi oleh
sirkulasi, nutrisi, dan
immobilisasi.

5) Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak familiar dengan


sumber informasi

Tujuan Rencana Rasional


Ø Klien mengerti dan a. Tentukan a. Adanya keinginan
memahami proses penyakit kemampuan dan untuk belajar
dan pengobatan. kemauan untuk belajar. memudahkan
b. Jelaskan rasional penerimaan informasi.
pengobatan, dosis, b. Dapat meningkatkan
efek samping dan kerjasama dengan
pentingnya minum terapi obat dan
obat sesuai resep. mencegah penghentian
c. Beri pendidikan pada obat dan atau
kesehatan mengenai interkasi obat yang
penyakit DHF. merugikan.
c. Dapat meningkatkan
pengetahuan pasien
dan dapat mengurangi
kecemasan.
1. Peng
ambilan Darah Vena dan arteri
1. Definisi
Pengambilan darah vena adalah cara pengambilan darah dengan
menusuk area pembuluh darah vena dengan menggunakan spuit.
Pengambilan darah vena yaitu suatu pengambilan darah vena yang
diambil dari vena dalam fossa cubiti, vena saphena magna / vena
supervisiallain yang cukup besar untuk mendapatkan sampel darah
yang baik dan representatif dengan menggunakan spuit atau
vacutainer.
2. Ciri – ciri Pembuluh Balik (Vena)
1) Terletak di dekat permukaan kulit sehingga mudah di kenali
2) Dinding pembuluh lebih tipis dan tidak elastis.
3) Tekanan pembuluh lebih lemah di bandingkan pembuluh nadi
4) Terdapat katup yang berbentuk seperti bulan sabit (valvula semi
lunaris) dan menjaga agar darah tak berbalik arah.
5) Terdiri dari :
a) Vena cava superior yang bertugas membawa darah dari bagian
atas tubuh menuju serambi kanan jantung.
b) Vena cava inferior yang bertugas membawa darah dari bagian
bawah tubuh ke serambi kanan jantung.
c) Vena cava pulmonalis yang bertugas membawa darah dari
paru-paru ke serambi kiri jantung.
3. Tujuan
a. Untuk mendapatkan sampel darah vena yang baik dan memenuhi
syarat untuk dilakukan pemeriksaan laboratorium.
b. Untuk menurunkan resiko kontaminasi dengan darah (infeksi,
needle stick injury) akibat vena punctie bagi petugas maupun
penderita.
c. Untuk petunjuk bagi setiap petugas yang melakukan pengambilan
darah (phlebotomy)
4. Lokasi Pengambilan Darah Vena
Vena yang cukup besar dan letaknya superficial, Pada orang
dewasa biasanya vena difosa cubiti sedangkan pada anak-anak dan
bayi mungkin diambil pada : Vena Jugularis Externa, Vena Femoralis
(paha), Vena Sinus Sagitalis Superior (kepala).
Untuk bayi biasanya dari ujung jari kaki atau sisi lateral tumit.
Jangan menusuk pada bagian tangan bayi karena akan tertusuk tembus
hingga ke tulang sehingga akan menyebabkan kerusakan jaringan
tulang pada bayi. Dalamnya tusukkan maksimal 2,5 mm, karena bila
melebihi pada bayi akan terkena tulang kalkaneus. Tempat yang dipilih
tidak boleh terlihat adanya gangguan peredaran darah seperti cyanosis
(kebiruan) atau pucat.

Lokasi yang tidak diperbolehkan diambil darah adalah :


a. Lengan pada sisi mastectomy
b. Daerah edema
c. Hematoma
d. Daerah dimana darah sedang ditransfusikan
e. Daerah bekas luka
f. Daerah dengan cannula, fistula atau cangkokan vascular
g. Daerah intra-vena lines Pengambilan darah di daerah ini dapat
menyebabkan darah menjadi lebih encer dan dapat meningkatkan
atau menurunkan kadar zat tertentu.

5. Indikasi Pengambilan Darah vena


a. Apabila pengambilan darah dilakukan untuk pemeriksaan yang
memerlukan specimen darah lebih dari 0,5 cc
b. Bila terdapat pemeriksaan yang memerlukan serum, plasma, atau
wholeblood dalam volume yang besar.
c. Pada pengambilan darah vena dengan wing needle
1) Digunakan untuk vena yang kecil (orangtua, anak-anak)
2) Pada pengambilan darah dengan sistem vacutainer
3) Digunakan untuk vena yang besar.
6. Kontraindikasi
a. Jika terdapat tanda-tanda infeksi, infiltrasi atau thrombosis pada
tempat penusukan.
b. Klien dengan mastektomi yang mengalami gangguan pada
tangannya.
c. Fistula arteriovenus
d. Lengan yang mengalami gangguan atau kelumpuhan
e. Lengan dengan gangguan sirkulasi ataupun neurologis.
7. Kegunaan Pengambilan Spesimen Darah vena
a. menegakkan diagnosa
b. memantau perjalanan penyakit
c. penatalaksanaan pasien
d. menentukan prognosis
e. sebagai tes penyaring/ screning test
8. Komplikasi
a. Pembendungan yang terlalu lama akan mempengaruhi hasil
pemeriksaan karena akan terjadi hemokonsentrasi. Pengisapan
darah ang terlalu dalam akan menyebabkan darah membeku dalam
spuit, segera pisahkan darah ke dalam tabung sesuai jenis
pemeriksaan.
b. Terbentuk hematoma pada tempat penusukan.
c. Terjadi perdarahan pada tempat penusukan

9. Persiapan alat
a. Kapas alcohol
b. Spuit ( 2-5ml)
c. Bak spuit
d. Bengkok
e. Kapas steril + betadine
f. Sarung tangan
g. Plester dan tourniquet
h. Perlak pengalas
i. Tabung darah dan label

10. Persiapan pasien


a. Pastikan identitas pasien
b. Mengkaji kondisi pasien
c. Jelaskan tindakan yang akan dilakukan
d. Atur posisi pasien.
11. Daerah yang harus diperhatikan perawat dalam melakukan tindakan
a. Pemasangan tali tourniquet ( tali pembendung)
1) Pemasangan dalam waktu lama dn terlalu keras dapat
menyebabkan hemokonsentrasi (( peningkatan nilai
hematokrit/PCV dan elemen sel), peningkatan kadar substrat (
protein total, AST, besi, kolesterol, lipid total)
2) Melepas tourniquet sesudah jarum dilepas dapat menyebabkan
hematoma
b. Jarum dilepaskan sebelum tabung vakum terisi penuh sehingga
mengakibatkan masuknya udara ke dalam tabung dan merusak sel
darah merah.
c. Penusukan
1) Penusukan yang tidak sekali kena mengakibatkan masuknya
cairan jaringan sehingga dapat mengakibatkan pembekuan. Di
samping itu penusukan yang berkali-kali juga berpotensi
menyebabkan hematoma.
2) Tusukan jarum yang tidak tepat benar masuk ke dalam vena
menyebabkan darah bocor dengan akibat hematoma.
d. Kulit yag ditusuk masih basah oleh alcohol menyebabkan
hemolisis sampel akibat kontaminasi oleh alcohol, rasa terbakar
dan rasa nyeri yang berlebihan pada pasien ketika dilakukan
penusukan.

12. Prosedur tindakan


a. Alat-alat yang diperlukan disiapkan diatas meja.
b. Keadaan pasien diperiksa, diusahakan pasien tenang begitu pula
petugas (Phlebotomis).
c. Ditentukan vena yang akan ditusuk, pada orang gemuk atau untuk
vena yang tidak terlihat dibantu dengan palpasi
d. Daerah vena yang akan ditusuk diperhatikan dengan seksama
terhadap adanya peradangan, dermatitis atau bekas luka, karena
mempengaruhi hasil pemeriksaan.
e. Tempat penusukan didesinfeksi dengan Alkohol 70 % dan
dibiarkan kering
f. Tourniquet dipasang pada lengan atas (bagian proximal lengan) 6 –
7 cm dari lipatan tangan.
g. Tegakkan kulit diatas vena dengan jari-jari tangan kiri supaya vena
tidak bergerak
h. Dengan lubang jarum menghadap keatas, kulit ditusuk dengan
sudut 45o – 60o sampai ujung jarum masuk lumen vena yang
ditandai dengan berkurangnya tekanan dan masuknya darah
keujung semprit.
i. Holder ditarik perlahan-lahan sampai volume darah yang
diinginkan.
j. Torniquet dilepas, kapas diletakkan diatas jarum dan ditekan
sedikit dengan jari kiri, lalu jarum ditarik.
k. Pasien diinstruksikan untuk menekan kapas selama 1 – 2 menit dan
setelah itu bekas luka tusukan diberi plester hansaplast.
l. Jarum ditutup lalu dilepaskan dari sempritnya, darah dimasukkan
kedalam botol atau tabung penampung melalui dinding secara
perlahan. Bila menggunakan anticoagulant, segera perlahan-lahan
dicampur.
2. Pengambilan Spesimen Darah Arteri
1. Definisi
Pengambilan darah arteri adalah suatu tindakan untuk mengambil
darah arteri yaitu pembuluh darah yang berasal dari bilik jantung yang
berdinding tebal dan kaku. Sedangkan analisa gas darah adalah
prosedur untuk menilai tekanan parsial oksigen, karbondioksida dan pH
(konsentrasi ion hydrogen) di darah arteri. Mengambil sampel darah
arteri membutuhkan suntikan perkutan pada arteri brachialis, radial atau
femoralis. Juga bisa didapatkan dari arterial line.
2. Ciri – Ciri Pembuluh darah arteri
a. Tempat mengalir darah yang dipompa dari bilik
b. Merupakan pembuluh yang liat dan elastic
c. Tekanan pembuluh lebih kuat dari pada pembuluh balik
d. Memiliki sebuah katup (valvula semilunaris) yang berada tepat di
luar jantung.
e. Terdiri atas :
1) Aorta yaitu pembuluh dari bilik kiri menuju ke seluruh tubuh
2) Arteriol yaitu percabangan arteri
3) Kapiler :
a) Diameter lebih kecil dibandingkan arteri dan vena
b) Dindingnya terdiri atas sebuah lapisan tunggal endothelium
dan sebuah membran basal
c) Dindingnya terdiri atas 3 lapis yaitu :
(1)Lapisan bagian dalam yang terdiri atas Endothelium
(2)Lapisan tengah terdiri atas otot polos dengan Serat elastic
(3)Lapisan terluar yang terdiri atas jaringan ikat Serat elastic.
3. Tujuan
a. Mengetahui keadaan O2 dan metabolism sel
b. Efisiensi pertukaran O2 dan CO2
c. Kemampuan HB dalam mengangkut O2 dan CO2
d. Tingkat tekanan darah O2 dalam darah arteri
4. Lokasi Pengambilan Darah Arteri

Mengidentifikasi arteri untuk pengambilan sampel. Arteri yang


paling sering unutk pengambilan sampel termasuk arteri radialis, arteri
brachialis, dan arteri femoralis. Dari ketiganya, arteri radial
adalah area samplingyang paling disukai karena tiga faktor utama:
a. Mudah untuk mengakses
b. Arteri radial adalah arteri dangkal dan karena itu lebih mudah
untuk diraba, stabil, dan mudak ditusuk
c. Memiliki jaminan aliran darah. Jika kerusakan pada arteri radial
terjadi atau menjadi terhambat, arteri ulnaris akan memasok darah
ke jaringan biasanya dipasok oleh arteri radial.
Untuk menilai arteri radial untuk sampling, harus melakukan tes
Allen dimodifikasi untuk menjamin patensi arteri ulnaris. Adapun cara
melakukan tes Allen adalah sebagai berikut :
a. Melenyapkan denyut radial dan ulnar secara bersamaan dengan
menekan di kedua pembuluh darah di pergelangan tangan.
b. Minta pasien untuk mengepalkan tangan dan melepaskannya
sampai kulit terlihat pucat.
c. Lepaskan tekanan arteri ulnaris sementara mengompresi arteri
radial. Perhatikan kembalinya warna kulit dalam waktu 15 detik.
Jika tes Allen adalah negatif untuk kedua tangan dan arteri radial
tidak dapat diakses, maka arteri brakialis dapat digunakan. Potensi
untuk mendapatkan sampel vena lebih besar bila menggunakan arteri
brakialis karena ada pembuluh darah besar terletak di dekat arteri
brakialis. Selain itu, saraf medial terletak sejajar dengan arteri brakialis
dan akan menyebabkan rasa sakit pasien jika Anda secara tidak
sengaja mengenainya dengan jarum.
Arteri femoralis adalah area sampling arteri yang paling tidak
disukai karena merupakan arteri relatif dalam; terletak berdekatan
dengan saraf femoralis dan vena, dan tidak memiliki jaminan aliran
darah. Tusukan dari arteri femoralis biasanya digunakan untuk situasi
muncul atau untuk pasien hipotensi parah yang memilikiperfusi perifer
yang buruk.
5. Indikasi
a. Pasien dengan penyakit obstruksi paru kronik
b. Pasien dengan edema pulmo
c. Pasien akut respiratori distress syndrome (ARDS)
d. Infark Miokard
e. Pneumonia
f. Klien svok
g. Post pembedahan coronary arteri bavpas
h. Resusitasi carniac arrest
i. Klien dengan perubahan status respiratori
j. Anestesi yang terlalu lama
6. Kontraindikasi
a. Denyut arteri tidak terasa
b. Modifikasi allen test negative
c. Cidera saraf
d. Arteriospasme atau spasme pembulu arteri
e. Emboli udara atau bekuan darah
f. Anaphilaksis yang timbul dari anastesi local
g. Kontaminasi
7. Komplikasi
a. Hematoma
b. Perdarahan
8. Kegunaan
a. Berguna untuk analisa gas darah untuk mengkaji status oksigenasi
klien (tekanan oksigen arterial [PaO2])
b. Ventilasi alveolar (tekanan karbondioksida arterial [PaCO2])
c. Untuk menilai keseimbangan asam basa.
d. Hasil dari pemeriksaan gas darah sangat berarti bagi monitoring
hasil tindakan penatalaksanaan oksigenasi klien, terapi oksigen, dan
untuk mengevaluasi respon tubuh klien terhadap tindakan dan terapi
misalnya pada saat klien menjalani weaning dari penggunaan
ventilator.
e. Sampel darah yang diambil digunakan untuk mengukur komponen
gas didalam darah arteri dan pH darah.
f. Nilai yang diperoleh mereflekasikan kualitas ventilasi dan perfusi
jaringan.
9. Persiapan Alat
a. Spuit spesifik untuk mengambil darah yang akan digunakan untuk
analisa gas darah.
b. Jarum 20 G 1 ¼ “
c. Jarum 22 G 1”
d. 1 ml ampul carian heparin (1:1000)
e. Sarung tangan
f. Spuit 5 ml dan 10 ml
g. Alcohol or poviodine-iodine pad
h. 4x4 gauze pads
i. Penutup karet untuk spuit
j. Tas plastik atau wadah berisi es
k. Label
l. Format permintaan laboratorium

10. Persiapan Pasien


a. Periapan secara umum, seperti : puasa selama 8-10 jam sebelum
pengambilan specimen (untuk pemeriksaan glukosa darah puasa,
profil lipid, profil besi), tidak melakukan aktifitas fisik yang berat,
tidak merokok, tidak minum alcohol
b. Jika pasien harus melakukan pengambilan specimen sendiri (urine,
dahak, faeses), jelaskan cara pengambillannya
c. Jika pengambilan specimen bersifat invasi (pengambilan sempel
darah, cairan pleura, ascites, sumsum tulang), jelaskan macam
tindakan yang akan dilakukan
d. Anjurkan pasien untuk mengepalkan tangannya dengan kuat supaya
darah sebanyak mungkin keluar hingga telapak tangan pucat
e. Tekan arteri radialis dan ulnaris agar pasien tertutup sambil pasien
membuka kepalannya beberapa kali dan menutupnya kembali
11. Prosedur Tindakan
a. Cek identitas pasien. Beritahu pasien bahwa anda akan melakukan
pengambilan sampel AGD dan jelaskan
tujuan serta prosedurnya. Beritahukan bahwa spesimen akan
diambil dari arteri, jaga privasi klien, dan atur posisi klien dalam
posisi supinasi atau semi fowler.
b. Siapkan peralatan. Beri label syringe dengan nama pasien, nomor
ruangan, nama dokter, tanggal dan waktu pengambilan, inisial
pelaksana AGD. Beri heparin pada spuit.
c. Lakukan cuci tangan dan gunakan sarung tangan untuk
meminimalkan penyebaran mikroorganisme.
d. Membersihkan kulit di area tusukan dengan kapas alcohol. Tangan
klien harus ditekuk sedikit atau letakkan handuk kecil yang
digulung di bawah pergelangan tangan. Hal ini membawa arteri
radial lebih dekat ke permukaan. Ekstensi berlebihan pada
pergelangan tangan harus dihindari karena dapat menutup jalan
denyut nadi.
e. Palpasi denyutan dengan telunjuk dan jari tengah. Setelah
menemukan sensasi denyutan terkuat, sedikit fiksasi arteri dengan
telunjuk dan jari tengah. Hal ini akan mencegah arteri berubah
posisi ketika dilakukan tusukan.
f. Suntikan harus dengan sudut 45° atau kurang di tangan berlawanan,
seperti memegang pensil atau sebuah anak panah. Penempatan
paralel dekat jarum tersebut akan meminimalkan trauma arteri dan
memungkinkan serat otot polos untuk menutup lubang tusukan
setelah jarum ditarik.
g. Sementara memfiksasi arteri dan dengan sudut jarum mengarah ke
atas, masukkan jarum ke tepat di bawah permukaan kulit. Sekarang
dorong jarum perlahan-lahan sampai terlihat denyut berkedip darah
di pusat jarum. Berhenti dan pertahankan posisi ini sampai
terkumpul 2-4 cc darah dalam alat suntik.
h. Jika jarum masuk terlalu jauh, tarik perlahan-lahan sampai mengalir
darah ke jarum suntik. Seharusnya tidak perlu ada aspirasi darah ke
jarum suntik sebab tekanan arteri akan mengisi otomatis alat suntik.
Hanya dalam jika digunakan jarum gauge kecil (misalnya 25
gauge), atau pasien hipotensi, sebaiknya dilakukan aspirasi jarum
suntik.
i. Setelah mendapatkan jumlah darah yang diinginkan, tarik jarum dan
terapkan tekanan ke area tusukan dengan ukuran 4 × 4. Setelah
tekanan diterapkan selama 2 menit, periksa area untuk perdarahan,
aliran, atau rembesan darah. Jika ada, terapkan tekanan sampai
pendarahan terhenti. Waktu kompresi lama akan diperlukan untuk
pasien pada terapi antikoagulan atau yang memiliki gangguan
perdarahan.
j. Lepaskan jarum dari alat suntik. Jarum tidak boleh disumbat,
bengkok, atau sengaja dirusak karena bahaya tusukan diri. Semua
jarum harus ditempatkan dalam wadah tahan tusukan (umumnya
dikenal sebagai wadah benda tajam).
k. Sangat penting bahwa gelembung udara yang dikeluarkan dari spuit
gas darah karena dapat mengubah hasil gas darah. Pegang jarum
suntik tegak lurus dan tekan jarum suntik dengan lembut sehingga
gelembung udara naik ke bagian atas jarum suntik sehingga dapat
dikeluarkan.
l. Cap jarum suntik dan letakkan spuit dalam kantong es
(mendinginkan sampel akan mencegah metabolisme lebih lanjut
dari darah). Pasang slip laboratorium untuk tas, dan bawa sampel ke
laboratorium. Jika akan menganalisis sampel, harus dilakukan
sesegera mungkin.
m. Lepas sarung tangan dan lakukan cuci tangan untuk mencegah
penyebaran mikroorganisme.
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan.
DHF adalah demam khusus yang dibawa oleh aedes aegepty dan
beberapa nyamuk lain yang menyebabkan terjadinya demam. pada dasarnya
meningkatnya penyebaran kedua penyakit ini hamper sama yaitu pada saat
musim penghujan. Oleh karena itu diperlukan pencegahan terhadap kedua
penyakit ini seperti tidak membiarkan adanya genangan air, menjaga
klebersihan sekitar serta apabila ditemui gejala dari ke dua penyakit ini
sesegera mungkin memeriksakan ke fasilitas kesehatan terdekat.

B. Kritik dan Saran


Asuhan keperawatan ini bukanlah bentuk asuhan keperawatan yang
sempurna, oleh karena itu dibutuhkan kritik dan saran demi perbaikan dimasa
yang akan datang.

Anda mungkin juga menyukai