Anda di halaman 1dari 21

Case Report Session

GLAUKOMA

Oleh :
Shinta Veronica Wulandari
1610070100016

Pembimbingr :
dr. Romi Yusardi, Sp. M

SMF MATA

RSUD Dr. ACHMAD MOCHTAR BUKITTINGGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BAITURRAHMAH

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan kasus
ini dengan judul “Glaukoma” yang merupakan salah satu tugas kepaniteraan
klinik dari Bagian mata.
Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terimakasih kepada dr.
Romi Yusardi, Sp. M selaku pembimbing sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan laporan kasus ini tepat waktu demi memenuhi tugas Kepaniteraan
Klinik Senior.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari kata
sempurna, karena itu penulis mengharapkan masukan dan saran dari pembaca
untuk penyempurnaan laporan kasus ini. Akhir kata penulis mengucapkan
terimakasih.

Bukittinggi, Februari 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................................... i


Daftar Isi .............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang...................................................................................... 1
1.2 Tujuan Penulisan .................................................................................. 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 5


2.1 Definisi ................................................................................................. 5
2.2 Fisiologi Humor Aquos ........................................................................ 5
2.3 Patofisiologi .......................................................................................... 6
2.4 klasifikasi .............................................................................................. 7
2.5 Penilaian ............................................................................................... 8
2.6 Terapi .................................................................................................... 9
2.7 Diagnosis Banding ................................................................................. 14
2.8 Prognosis .............................................................................................. 15
BAB III LAPORAN KASUS .............................................................................. 16
BAB IV PENUTUP ............................................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 21

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Glaukoma adalah suatu neuropati optik kronik didapat yang ditandai oleh
pencekungan (cupping) diskus optikus dan pengecilan lapangan pandang; biasanya
disertai peningkatan tekanan intraokular. Pada sebagian besar kasus, glaukoma tidak
disertai dengan penyakit mata lainnya (Vaughan, 2008).

Pada glaukoma akan terdapat kelemahan fungsi mata dengan terjadinya cacat
lapangan pandang dan kerusakan anatomi berupa ekskavasi serta degenerasi papil
saraf optik, yang dapat berakhir dengan kebutaan. Glaukoma dapat disebabkan
bertambahnya produksi cairan mata oleh badan siliar atau karena berkurangnya
pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik mata atau di celah pupil (Ilyas, 2011).

Aqueous humour bersirkulasi di bagian depan mata. Sejumlah kecil cairan


dihasilkan terus-menerus dan jumlahnya sama dengan volume cairan yang dialirkan
keluar mata melewati sistem drainase untuk mengatur tekanan konstan dalam mata.
Karena mata adalah struktur yang tertutup, jadi jika ada hambatan dalam sistem
drainase, cairan yang berlebih tidak dapat mengalir keluar. Tekanan cairan dalam
bola mata akan meningkat, mendorong melawan saraf optik dan dapat meyebabkan
kerusakan (American Academy of Ophtalmology, 2002).

Mekanisme peningkatan tekanan intraokular pada glaukoma adalah gangguan


aliran keluar aqueous humour akibat kelainan sistem drainase sudut balik mata depan
(glaukoma sudut terbuka) atau gangguan akses aqueous humour ke sistem drainase
(glaukoma sudut tertutup) (Vaughan, 2008).

Lebih dari 60 juta orang di dunia menderita glaukoma. Dan yang lebih
menarik lagi, setengah populasi dari penderita glaukoma tidak menyadarinya
(Weinreb, 2010). Setelah katarak, glaukoma merupakan penyebab utama kebutaan di

3
dunia dan juga penyebab utama dalam kasus penurunan ketajaman penglihatan yang
ireversibel, kebanyakan karena glaukoma sudut terbuka Universitas Sumatera Utara

primer. Glaukoma terhitung lebih banyak mengenai dewasa daripada anak-anak dan
wanita daripada pria (Grehn, 2009). Di Indonesia, prevalensi glaukoma adalah 0,5%
dan ada 9 provinsi yang memiliki prevalensi kasus glaukoma diatas prevalensi
nasional (Depkes, 2008)

1.2 Tujuan Penulisan


 Mampu mengerti dan Memahami tentang Glaukoma
 Melengkapi syarat Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di Rumah Sakit
Achmad Mochtar Bukittinggi Tahun 2020
 Untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di Bagian
Mata Rumah Sakit Achmad Mochtar Bukittinggi Tahun 2020

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Glaukoma adalah suatu neuropati optik yang ditandai dengan pencekungan


“cupping” diskus optikus dan penyempitan lapang pandang yang disertai dengan
peningkatan tekanan intraokuler. Mekanisme peningkatan tekanan intraokuler pada
glaukoma dipengaruhi oleh gangguan aliran keluar humor aquos.

2.2 Fisiologi Humor Aquos

Tekanan intraokuler ditentukan oleh kecepatan pembentukan humor aquos


dan tahanan terhadap aliran keluarnya dari mata. Humor aquos merupakan cairan
jernih yang mengisi kamera okuli anterior dan posterior. Volume humor aquos sekitar
250 μL, dan kecepatan pembentukannya 2,5 μL/menit. Komposisi humor aquos
hampir sama dengan komposisi plasma, yaitu mengandung askorbat, piruvat, laktat,
protein, dan glukosa.

Humor aquos merupakan media refrakta jadi harus jernih. Sistem pengeluaran
humor aquos terbagi menjadi 2 jalur, yaitu sebagian besar melalui sistem vena dan
sebagian kecil melalui otot ciliaris.

5
Pada sistem vena, humor aquos diproduksi oleh prosesus ciliaris masuk
melewati kamera okuli posterior menuju kamera okuli anterior melalui pupil. Setelah
melewati kamera okuli anterior cairan humor aquos menuju trabekula meshwork ke
angulus iridokornealis dan menuju kanalis Schlemm yang akhirnya masuk ke sistem
vena. Aliran humor aquos akan melewati jaringan trabekulum sekitar 90 %.
Sedangkan sebagian kecil humor aquos keluar dari mata melalui otot siliaris menuju
ruang suprakoroid untuk selanjutnya keluar melalui sklera atau saraf maupun
pembuluh darah. Jalur ini disebut juga jalur uveosklera (10-15%).
2.3 Patofisiologi Glaukoma
Penurunan penglihatan pada glaukoma terjadi karena adanya apoptosis sel
ganglion retina yang menyebabkan penipisan lapisan serat saraf dan lapisan inti
dalam retina serta berkurangnya akson di nervus optikus. Diskus optikus menjadi
atrofi disertai pembesaran cawan optik.Kerusakan saraf dapat dipengaruhi oleh
peningkatan tekanan intraokuler. Semakin tinggi tekanan intraokuler semakin besar
kerusakan saraf pada bola mata. Pada bola mata normal tekanan intraokuler memiliki
kisaran 10-22 mmHg.
Tekanan intraokuler pada glaukoma sudut tertutup akut dapat mencapai 60-80
mmHg, sehingga dapat menimbulkan kerusakan iskemik akut pada iris yang disertai
dengan edema kornea dan kerusakan nervus optikus.

6
2.3 Klasifikasi Glaukoma
2.3.1 Glaukoma Primer
a. Glaukoma Sudut Terbuka Primer
Glaukoma sudut terbuka primer terdapat kecenderungan familial yang kuat.
Gambaran patologi utama berupa proses degeneratif trabekular meshwork sehingga
dapat mengakibatkan penurunan drainase humor aquos yang menyebabkan
peningkatan takanan intraokuler. Pada 99% penderita glaukoma primer sudut terbuka
terdapat hambatan pengeluaran humor aquos pada sistem trabekulum dan kanalis
schlemm.

b. Glaukoma Sudut Tertutup Primer


Glaukoma sudut tertutup primer terjadi pada mata dengan predisposisi
anatomis tanpa ada kelainan lainnya. Adanya peningkatan tekanan intraokuler karena
sumbatan aliran keluar humor aquos akibat oklusi trabekular meshwork oleh iris
perifer.

7
2.3.2 Glaukoma Sekunder
Peningkatan tekanan intraokuler pada glaukoma sekunder merupakan
manifestasi dari penyakit lain dapat berupa peradangan, trauma bola mata dan paling
sering disebabkan oleh uveitis.
2.3.3. Glaukoma Kongenital
Glaukoma kongenital biasanya sudah ada sejak lahir dan terjadi akibat
gangguan perkembangan pada saluran humor aquos. Glaukoma kongenital seringkali
diturunkan. Pada glaukoma kongenital sering dijumpai adanya epifora dapat juga
berupa fotofobia serta peningkatan tekanan intraokuler. Glaukoma kongenital terbagi
atas glaukoma kongenital primer (kelainan pada sudut kamera okuli anterior),
anomali perkembangan segmen anterior, dan kelainan lain (dapat berupa aniridia,
sindrom Lowe, sindom Sturge-Weber dan rubela kongenital).

2.4 Penilaian Glaukoma


2.4.1 Tonometri
Tonometri merupakan suatu pengukuran tekanan intraokuler yang
menggunakan alat berupa tonometer Goldman. Faktor yang dapat mempengaruhi
biasnya penilaian tergantung pada ketebalan kornea masing-masing individu.
Semakin tebal kornea pasien maka tekanan intraokuler yang di hasilkan cenderung
tinggi, begitu pula sebaliknya, semakin tipis kornea pasien tekanan intraokuler bola
mata juga rendah.

8
Tonometer yang banyak digunakan adalah tonometer Schiotz karena cukup
sederhana, praktis, mudah dibawa, relatif murah, kalibrasi alat mudah dan tanpa
komponen elektrik. Penilaian tekanan intraokuler normal berkisar 10-22 mmHg. Pada
usia lanjut rentang tekanan normal lebih tinggi yaitu sampai 24 mmHg. Pada
glaukoma sudut terbuka primer , 32-50% pasien ditemukan dengan tekanan
intraokuler yang normal pada saat pertama kali diperiksa.
2.4.2 Penilaian Diskus Optikus
Diskus optikus yang normal memiliki cekungan di bagian tengahnya. Pada
pasien glaukoma terdapat pembesaran cawan optik atau pencekungan sehingga tidak
dapat terlihat saraf pada bagian tepinya.
2.4.3 Pemeriksaan Lapangan Pandang
Gangguan lapangan pandang pada glaukoma dapat mengenai 30 derajat
lapangan pandang bagian central. Cara pemeriksaan lapangan pandang dapat
menggunakan automated perimeter.
2.4.4 Gonioskopi
Gonioskopi merupakan pemeriksaan dengan alat yang menggunakan lensa
khusus untuk melihat aliran keluarnya humor aquos. Fungsi dari gonioskopi secara
diagnostik dapat membantu mengidentifikasi sudut yang abnormal dan menilai lebar
sudut kamera okuli anterior.

2.5 Terapi Medikamentosa


2.5.1 Supresi Pembentukan Humor Aqueus
2.5.1.1 Golongan β-adrenergik Bloker
Obat golongan ini dapat digunakan sebagai monoterapi atau dengan
kombinasi dengan obat yang lain. Contoh obat golongan β-adrenergic bloker
misalnya timolol maleat 0,25% dan 0.5%, betaxolol 0,25% dan 0,5%, levobunolol
dan lain-lain.
Timolol maleat merupakan β-adrenergik non selektif baik β1 atau β2. Timolol
tidak memiliki aktivitas simpatomimetik, sehingga apabila diteteskan pada mata
dapat mengurangi tekanan intraokuler. Timolol dapat menurunkan tekanan
intraokuler sekitar 20-30%.15,16 Reseptor β- adrenergik terletak pada epitel siliaris,

9
jika reseptornya terangsang aktifitas sekresinya akan meningkatkan inflow humor
aquos melalui proses komplek enzim adenyl cyclase-reseptor sehingga menurunkan
produksi humor aquos.
Farmakodinamik golongan β-adrenergic bloker dengan cara menekan
pembentukan humor aquos sehingga tekanan intraokuler dapat turun. Sedangkan
farmakokinetiknya sebagian besar diserap dengan baik oleh usus secara peroral
sehingga bioavaibilitas rendah , dan memiliki kadar puncak dalam plasma mencapai 1
sampa 3 jam. Kebanyakan golongan β-adrenergic bloker memiliki waktu paruh antara
3 sampai 10 jam. Waktu ekskresi yang dibutuhkan ginjal untuk mengeluarkan obat
golongan ini dapat diperpanjang apabila terdapat hambatan aliran darah yang menuju
ke hati atau hambatan enzim hati.
Penggunaan obat golongan ini dalam jangka lama dapat mengakibatkan
kontraindikasi berupa obstruksi jalan napas kronik. Indikasi pemakaian diberikan
pada pasien glaukoma sudut terbuka sebagai terapi inisial baik secara tunggal atau
kombinasi terapi dengan miotik.Indikasi lainnya dapat diberikan pada glaukoma
inflamasi, hipertensi okuler dan glaukoma kongenital.
2.5.1.2 Golongan α2-adrenergik Agonis
Golongan α2-adrenergik agonis obat ini dibagi menjadi 2 yaitu selektif dan
tidak selektif. Golongan α2-adrenergic agonis yang selektif misalnya apraklonidin
memiliki efek menurunkan produksi humor aquos, meningkatkan aliran keluar humor
aquos melalui trabekula meshwork dengan menurunkan tekanan vena episklera dan
dapat juga meningkatkan aliran keluar uveosklera.
Farmakokinetik dari pemberian apraklonidin 1% dalam waktu 1 jam dapat
menghasilkan penurunan tekanan intraokuler yang cepat paling sedikit 20% dari
tekanan intraokuler awal. Efek maksimal dari apraklonidin dalam menurunkan
tekanan intraokuler dapat terjadi sekitar 3-5 jam setelah pemberian terapi.
Indikasi penggunaan apraklonidin untuk mengontrol peningkatan akut
tekanan intraokuler pasca tindakan laser. Sedangkan kontraindikasi pemakaian obat
ini apabila pasien dengan mono amin oksidase (MAO) dan trisiklik depresan karena
mempengaruhi metabolisme dan uptake katekolamin.

10
2.5.1.3 Penghambat Karbonat Anhidrase
a. Asetasolamid Oral
Asetasolamid oral merupakan obat yang sering di gunakan karena dapat
menekan pembentukan humor aquos sebanyak 40-60%. Bekerja efektif dalam
menurunkan tekanan intraokuler apabila konsentrasi obat bebas dalam plasma ±2,5
μM.
Apabila diberikan secara oral, konsentrasi puncak pada plasma dapat
diperoleh dalam 2 jam setelah pemberian dapat bertahan selama 4-6 jam dan menurun
dengan cepat karena ekskresi pada urin.
Indikasi asetasolamid terutama untuk menurunkan tekanan intraokuler,
mencegah prolaps korpus vitreum, dan menurunkan tekanan introkuler pada pseudo
tumor serebri. Kontraindikasi relatif untuk sirosis hati, penyakit paru obstruktif
menahun, gagal ginjal, diabetes ketoasidosis dan urolithiasis.
Efek samping yang paling sering dikeluhkan parastesi dan inisial diuresis,
sedangkan efek lain yang dapat muncul apabila digunakan dalam jangka lama antara
lain metalic taste, malaise, nausea, anoreksia, depresi, pembentukan batu ginjal,
depresi sumsum tulang, dan anemia aplastik.
b. Penghambat Karbonat Anhidrase Topikal
Penghambat karbonat anhidrase topikal bersifat larut lemak sehingga bila
digunakan secara topikal daya penetrasi ke kornea relatif rendah. Pemberian
dorsolamid topikal akan terjadi penetrasi melalui kornea dan sklera ke epitel tak
berpigmen prosesus siliaris sehingga dapat menurunkan produksi humor aqueus dan
HCO3- dengan cara menekan enzim karbonik anhidrase II. Penghambat karbonik
anhidrase topikal seperti dorsolamid bekerja efektif menurunkan tekanan intraokuler
karena konsentrasi di prosesus siliaris mencapai 2-10μM.
Penghambat karbonat anhidrase topikal (dorsolamid) dapat menurunkan
tekanan intraokuler sebesar 15-20%. Indikasi pemberian untuk mengontrol glaukoma
baik jangka pendek maupun jangka panjang, sebagai obat tunggal atau kombinasi.
Indikasi lain untuk mencegah kenaikan tekanan intraokuler pasca bedah intraokuler.
Efek samping lokal yang dijumpai seperti mata pedih, keratopati pungtata superfisial,

11
dan reaksi alergi. Efek samping sistemik jarang dijumpai seperti metalic taste,
gangguan gastrointestinal dan urtikaria.
2.5.2 Fasilitasi Aliran Keluar Humor Aqueus
2.5.2.1 Parasimpatomimetik
Golongan obat parasimpatomimetik dapat menimbulkan efek miosis pada
mata dan bersifat sekresi pada mata, sehingga menimbulkan kontraksi muskulus
ciliaris supaya iris membuka dan aliran humor aquos dapat keluar.
2.5.2.2 Analog prostaglandin
Analog prostaglandin merupakan obat lini pertama yang efektif digunakan
pada terapi glaukoma misalnya, latanopros. Latanopros merupakan obat baru yang
paling efektif katena dapat ditoleransi dengan baik dan tidak menimbulkan efek
samping sistemik.
Cara kerja obat ini dengan meningkatkan aliran keluarnya humor aqueus
melalui uveosklera. Obat ini diindikasikan pada glaukoma sudut terbuka, hipertensi
okuler yang tidak toleran dengan antiglaukoma lain. kontrandikasi pada pasien yang
sensitif dengan latanopros.
2.5.3 Penurunan Volume Vitreus
Obat yang digunakan dalam menurunkan volume vitreus dapat menggunakan
obat hiperosmotik dengan cara mengubah darah menjadi hipertonik sehingga air
tertarik keluar dari vitreus dan menyebabkan pengecilan vitreus sehingga terjadi
penurunan produksi humor aquos. Penurunan volume vitreus bermanfaat dalam
pengobatan glaukoma sudut tertutup akut dan maligna yang menyebabkan pergeseran
lensa kristalina ke anterior yang menyebabkan penutupan sudut ( glaukoma sudut
tertutup sekunder ).

2.6 Penanganan Bedah dan Laser

Indikasi penanganan bedah pada pasien glaukoma sudut terbuka primer


adalah yaitu terapi obat-obatan tidak adekuat seperti reaksi alergi, penurunan
penglihatan akibat penyempitan pupil, nyeri, spasme siliaris dan ptosis. Penanganan
bedah meliputi:

12
1. Trabekuloplasti laser

Trabekuloplasti laser digunakan dalam terapi awal glaukoma sudut terbuka


primer. Jenis tindakan ini yaitu penggunaan laser untuk menimbulkan luka bakar
melalui suatu geniolensa ke jalinan trabekular sehingga dapat mempermudah aliran
keluar humor akueous karena efek luka bakar tersebut. Teknik ini dapat menurunkan
tekanan okular 6-8 mmHg selama dua tahun.

2. Trabekulektomi

Trabekulektomi adalah prosedur yang paling sering digunakan untuk memintas


saluran-saluran drainase normal sehingga terbentuk akses langsung humor akueous
dari bilik mata depan ke jaringan subkonjungtiva dan orbita.

Walaupun sulit untuk menentukan target tekanan intraocular, beberapa panduan


menyebutkan kontrol TIO sebagai berikut:

 Pasien dengan kerusakan dini diskus optikus dan defek lapangan pandang
atau di bawah fiksasi sentral, TIO harus di bawah 18mmHg.
 Pasien dengan kerusakan moderat diskus optikus (CDR > 0,8) terdapat
skotoma arkuata superior dan inferior defek lapanan pandang, harus
dipertahankan TIO di bawah 15 mmHg.
 Pasien dengan kerusakan dikus optikus lanjut (CDR > 0,9) dan defek
lapangan pandang yang meluas, harus dipertahankan TIO di bawah 12
mmHg.

2.7 Diagnosis Banding

1. Hipertensi okular

Pasien dengan hipertensi okular memperlihatkan peningkatan tekanan


intraokular secara significan dalam beberapa tahun tanpa memperlihatkan tanda-tanda
adanya kerusakan nervus optik ataupun gangguan lapangan pandang. Diagnosis ini
secara umum ditegakkan jika didapatkan kenaikan TIO di atas 21 mmHg sesuai
dengan rata-rata TIO dalam populasi. Beberapa dari pasien ini akan menunjukan

13
peningkatan tekanan intraokular tanpa lesi glaukoma, tetapi beberapi dari mereka
akan menderita glaukoma sudut terbuka.

2. Glaukoma tekanan normal (tekanan rendah)

Pasien dengan glaukoma tekanan rendah memperlihatkan peningkatan


perubahan glaukomatosa pada diskus optik dan defek lapangan pandang tanpa
peningkatan tekanan intraokular. Kamal dan Hitchings menetapkan beberapa criteria
yaitu:

 Tekanan intraocular rata-rata adalah 21 mmHg dan tidak pernah melebihi


24 mmHg.
 Pada pemeriksaan gonioskopi didapatkan sudut bilik mata depan terbuka.
 Gambaran kerusakan diskus optikus dengan cupping glaumatosa yang
disertai defek lapangan pandang.
 Kerusakan glaumatosa yang progressive.

Pasien-pasien ini susah diterapi karena penanganan terapinya tidak berfokus pada
kontrol tekanan intraokular.

2.8 Komplikasi

Kontrol tekanan intraokular yang jelek akan menyebabkan semakin rusaknya


nervus optik dan semakin menurunnya visus sampai terjadi kebutaan.

2.9 Prognosis

Apabila terdeteksi dini, sebagian besar pasien glaukoma dapat ditangani


dengan baik secara medis. Tanpa pengobatan, glaukoma sudut terbuka dapat
berkembang secara perlahan sehingga akhirnya menimbulkan kebutaan total. Apabila
obat tetes antiglaukoma dapat mengontrol tekanan intaokular pada mata yang belum
mengalami kerusakan glaumatosa luas, prognosis akan baik (walaupun penurunan
lapangan pandang dapat terus berlanjut).

14
BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : Tn. R
Usia : 23 tahun
Jenis Kelamin : laki-laki
3.2 Anamnesis
Keluhan utama : penglihatan mata kabur
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien kontrol mengeluhkan penglihatan kabur. Pasien mengatakan jika mata kiri
ditutup,mata kanan rabun hingga tidak bias untuk membaca. Jika mata kanan ditutup,
mata kiri rabun. Mata merah (-), air mata berlebih (-), kotoran mata berlebih (-), gatal
(-), nyeri (-),
Riwayat penyakit dahulu :
- Pasien pernah mengalami keluhan seperti ini, dulu sebelum operasi pernah
memakai obat tetes mata yang dibeli di warung dari smp-kuliah, kemudian
penglihatan lama –kelamaan terganggu.
Riwayat penyakit keluarga
- Riwayat penyakit seperti ini sebelumnya ada
Riwayat pemakaian kaca mata
- Memakai kaca mata semenjak setelah operasi
Riwayat pengobatan
- Pasien pernah dirawat di RSAM tahun 2018 dan mendapat operasi.
3.3 Status Generalisata
Kesadaran : Composmentis cooperative
Tekanan darah : Tidak dilakukan pemeriksaan
Nadi : Tidak dilakukan pemeriksaan

15
3.4 Status Oftalmologis
OD OS

Palpebra superior Edema (-) hiperemis (-) Edema (-)hiperemis (-)


hordeolum (-) kalazion (- hordeolum (-) kalazion
) ektropion (-) entropion (-) ektropion (-)
(-) entropion (-)

Palpebra inferior Edema (-) hiperemis (-) Edema (-)hiperemis (-)


hordeolum (-) kalazion (- hordeolum (-) kalazion
) ektropion (-) entropion (-) ektropion (-)
(-) entropion (-)

Konjungtiva Hiperemis (-) injeksi Hiperemis (-) injeksi


siliar (-) siliar (-)

Kornea Jernih, sikatrik (-) ulkus Jernih, sikatrik (-)


(-) ulkus (-)

Iris Coklat,kripte (+), atrofi (- Coklat,kripte (+) atrofi


), oedem (-) (-), oedem (-)

Pupil Bulat,sentral, RC(+) Bulat,sentral, RC(+)

Lensa Jernih Jernih

Kedudukan bola mata Eksoforia Ortoforia

16
Visus
OD : 1/300
OS : 20/400

Tonometri

OD : 24 mmHg

OS : 18 mmHg

Slit Lamp
- Konjungtiva hiperemis (-), kornea jernih, COA kesan dangkal, iris menempel

di endotel kornea, coklat, iridektomi, pupil bulat, mid dilatasi, lensa jernih.

3.5 Diagnosis
- Glaucoma juvenile
3.6 Medikamentosa
- Timolol 1x1 gtt
3.7 Prognosis
- Quo ad vitam : Bonam
- Quo ad functionam : Dubia et malam

17
- Quo ad sanam : Dubia et Bonam
- Quo ad cosmesticam : Dubia et bonam

18
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Glaukoma merupakan salah satu penyebab kebutaan. Pasien glaukoma
biasanya memiliki tekanan intraokular yang tinggi sehingga menyebabkan kerusakan
pada N.Opticus yang permanen. Penatalaksanaan ditujukan untuk menurunkan
tekanan intraokular sehingga kerusakan N.Opticus tidak berlanjut dan penglihatan
pasien tetap bertahan.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Asbury, Vaughan. Glaukoma. Dalam : Oftalmologi Umum. Jakarta : Penerbit


Buku Kedokteran ECG; 2010.
2. Ilyas S. Glaukoma. Dalam : Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin; 2007.
3. http://eprints.undip.ac.id/44546/3/Dina_Ameliana-22010110120122-
BAB_2_KTI.pdf (diakses 25 februari 2020)
4. http://repository.unair.ac.id/72119/1/PG.-250-10-Gum-g.pdf (diakses 25
februari 2020)

20

Anda mungkin juga menyukai