Anda di halaman 1dari 10

JUDUL JURNAL I: Timbang Besarnya Manfaat dari Salah Sasar Penerima Bantuan

Iuran Jaminan Kesehatan

Link: https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/epj/article/view/2650

INPUT

Internet merupakan salah satu media yang sekarang ini digemari oleh remaja.Internet Addiction
adalah pemakaian internet secara berlebihan yang ditandai dengan gejala-gejala klinis
kecanduan, seperti keasyikan dengan objek candu, pemakaian yang lebih sering terhadap objek
andu, tidak memperdulikan dampak fisik maupun psikologis pemakaian dan sebagainya. Self
Control Menurut Chaplin, (2001:450) adalah kemampuan untuk membimbing tingkah laku
sendiri, kemampuan untuk menekan, merintangi umpuls-impuls atau lingkah laku impulsif.

Perkembangan pengguna internet dari tahun ke tahun sangatlah tinggi. Tidak sedikit orang
yang sangat bergantung pada internet sehingga individu kecanduan, terutama remaja. Tanda-
tanda remaja yang kecanduan internet, antara lain remaja merasa senang dengan internet, durasi
penggunaan internet terus meningkat, menjadi cemas dan bosan ketika harus melalui beberapa
hari tanpa internet. Fenomena inilah yang bisa digolongkan sebagai Internet Addiction. Internet
Addiction dapat mengakibatkan kegaalan akademis, menurunkan kinerja, perselisihan dalam
perkawinan bahkan perceraian. (Young,1996:20).

Selain Internet Addiction terdapat juga gangguan lain yaitu Internet Addiction Disorder (IAD)
gangguan ini meliputi segala macam hal yang berhubungan dengan internet seperti jejaring
sosial, email, pornografi, judi, online, game online, chatting dan lain-lain. IAD memang tidak
tercantum pada manual diagnostik dan statistik gangguan mental, namun secara bentuk dikatakan
dekat dengan bentuk kecanduan akibat judi, selain itu badan himpunan psikolog di Amerika
Serikat secaraformal menyebutkan bahwa kecanduan ini termasuk dalam salah satu bentuk
gangguan. (Herlina Siwi, 2004:2)

Ketidak mampuan seseorang dalam mengontrol diri untuk terkoneksi dengan internet dan
melakukan kegiatan bersamanya adalahcikal bakal dari lahirnya Internet Addiction. Oleh karena
itu Self Control penting untuk dikembangan agar individu lebih mampu untuk mempunyai
kontrol diri yang tinggi untuk memandu, mengatur dan mengarahkan perilaku online.
Berdasarkan fenomena tersebut dan masalah yang timbul permasalahan tentang Internet
Addiction yang berdampak negatif pada mahasiswa, baik dampak psikologis maupun kehidupan
sosial remaja. Sehubungan dengan fenomena ini, maka penulis tertarik untuk mengkaji lebih
dalam tentang apakah ada hubungan antara self control dengan internet addiction pada
mahasiswa fakultas Ilmu Pendidikan Semester 5 UNNES 2010/2011.

PROSES

Penelitian ini menggunakan teknik propotional sampling dengan subjek penelitian diambil 10%
secara acak sebagai sampel dari populasi berjumlah 639 mahasiswa yaitu 65 mahasiswa.
Pengumpulan data ini menggunakan skala self control dengan aitem yang dibuat adalah 50 aitem
dari aspek behavioral, control, cognitive control,decisional control. Skala kedua yaitu skala
internet addiction yang dibuat adalah 51 aitem dari aspek complusive use, loss of control,
continued use despit adverse consequencesI. Alternatif jawaban yang tersedia ada empat yaitu
Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), Sangat Tidak Sesuai (STS).

Hasil penelitian menunjukkan variabel self control tergolong rendah dengan presentasi 83,85%,
hal ini menunjukkan bahwa mahasiswa kurang mampu mengontrol perilaku, mengambil
keputusan atau suatu tindakan yang baik terhadap internet. Variabel internet addiction tergolong
tinggi dengan presentasi 96,92%, hal ini memnujukkan bahwa mahasiswa mengalami kecanduan
internet dengan tanda bahwa mahasiswa selalu tertuju pada internet, kurang dapat mengontrol
penggunaan internet. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan negatif antara self control
dengan internet addiction pada mahasiswa FIP semester 5 UNNES. Semakin rendah self control
maka semakin tinggi internet addiction.

OUTPUT

Kesimpulan studi kasus pada jurnal ini dapat dilihat dari hasil penelitian yaitu self control pada
mahasiswa FIP berada pada kategori rendah sedangkan internet addiction pada mahasiswa FIP
tergolong tinggi.Uji hipotesis antara self control dan internet addiction diterima. Hal tersebut
dapat diartikan bahwa ada hubungan negatif yang signifikan antara self control dengan internet
addiction.
JUDUL JURNAL II: Pengaruh Terapi Hypnosis Terhadap Kejadian Insomnia Pada
Lansia Di Posyandu Desa Karang Kecamatan Baki Sukoharjo

Link: http://eprints.ums.ac.id/9486/2/J210060071.pdf

INPUT

Pengaruh proses penuaan menimbulkan berbagai masalah termasuk mengalami penurunan dari
segi fisik, lebih rentan terkena berbagai macam penyakit seperti gangguan depresi, kecemasan,
dan stress. Hal ini yang memicu lansia mengalami gangguan pola tidur terlebih pada waktu tidur
pada malam hari (insomia). Gangguan tidur pada malam hari (insomnia) akan menyebabkan rasa
mengantuk sepanjang hari esoknya. Mengantuk merupakan faktor resiko untuk terjadinya
kecelakaan, jatuh, penurunan stamina, dan secara ekonomi mengurangi produktivitas seseorang.
Untuk mengatasi masalah tidur pada lansia, dapat digunakan metode terapi hypnosis, yang
merupakan suatu metode penyembuhan mental dengan menggunakan hipnotis. Tujuan penelitian
ini adalah mengetahui pengaruh hypnosis terhadap kejadian insomnia pada lansia di Posyandu
Desa Karang Baki, Sukoharjo.

Hypnosis adalah aktivitas yang memerlukan kerja sama dan persetujuan antara dua pihak yang
berhubungan. Hypnosis adalah pengendalian fungsi otak secara ilmiah. Hipnotis bekerja pada
pikiran bawah sadar, yakni pada gelombang alpha sampai dengan theta, Pikiran ini adalah lawan
dari conscious mind atau pikiran sadar.

Insomnia yaitu ketidakmampuan untuk tidur, adalah keluhan yang meningkat secara
bersamaan dengan bertambahnya usia, serta mempengaruhi lebih banyak wanita pasca
menopause dibandingkan pria. Insomnia adalah kompeks gejala, bukan merupakan keadaan
diagnosa yang sebenarnya (Abrams & Berkow, 1999).

PROSES

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, yang dirancang menggunakan penelitian
eksperimen dengan pre test-post test design. Populasi penelitian adalah semua lansia yang
memiliki masalah insomia, pengambilan sampel dengan menggunakan metode total sampling
dan diperoleh 28 responden. Instrument penelitian menggunakan lembar observasi dalam bentuk
Insomnia Rating Scale yang dikembangkan oleh Kelompok Studi Psikiatri Biologik Jakarta
(KSPBJ). Instrumen pengamatan standart teknik hypnosis observasi (pengamatan) dengan waktu
terapi hypnosis selama 40 menit. Pengujian hipotesis yaitu menggunakan uji t Wilcoxon Rank
Test.

1. Umur

Hasil penelitian terhadap 28 responden lansia diperoleh data umur termuda adalah 56 tahun dan
tertua 72 tahun. Rentang usia muda dan tertua dimana usia pertengahan: 45-59 tahun berjumlah 4
orang, lanjut usia: 60- 74 tahun berjumlah 24 orang. Responden mayoritas pada kelompok umur
pertengahan: 45- 59 tahun sebanyak 4 responden (14,3%), kelompok umur 60-74 tahun sebanyak
24 responden (85,7%), sementara pada kelompok. Untuk kelompok umur 75-90 tahun dan yang
lebih dari 90 tahun tidak ditemukan dalam penelitian ini (0%).

2. Jenis kelamin

Responden perempuan berjumlah 27 (96,4%) dan 1 responden laki-laki (3,4%). Kondisi tersebut
sejalan dengan jumlah anggota posyandu lansia, dimana dari 50 anggota, jumlah anggota
perempuan sebanyak 41 orang, sementara laki-laki hanya 9 orang lansia.

3. Terapi hypnosis

Hasil penelitian mengenai insomia pada lansia diperoleh setelah peneliti mengadakan observasi.
Observasi dilakukan sebanyak 2 kali, yaitu observasi pertama dilakukan sebelum responden
diberi terapi hypnosis, sedangkan observasi kedua dilakukan setelah responden melakukan terapi
hypnosis.

Pemberian terapi hypnosis dilakukan selama 4 hari dengan durasi hypnosis rata-rata selama 20
menit. Pelaksanaan dilakukan pada pukul 09.00 WIB. Setiap hypnosis dilakukan sebanyak 2
orang responden secara bersama-sama. Responden diminta pada posisi tidur terlentang.
Pemberian hypnosis kepada 2 responden disebabkan posyandu di Desa Karang Kecamatan Baki
Sukoharjo hanya tersedia 2 bed, oleh karena sebanyak 28 responden yang ikut terapi hypnosis
dilakukan selama 4 hari.

4. Kejadian Insomnia
Berdasarkan tabel 1 menunjukkan bahwa responden sebelum diberi terapi hypnosis, responden
memiliki insomia sedang, sebanyak 22 responden (78,6%), dan yang insomia berat sebanyak 6
responden (21,4%). Responden mengalami penurunan insomia setelah diberi terapi hypnosis,
yaitu 16 responden dengan insomia ringan (57,1%) dan insomia sedang sebanyak 12 responden
(42,9%).

5. Analisa Bivariat

Berdasarkan tabel 2 menunjukkan bahwa pada pre test nilai rata-rata (mean) = 15,53, nilai tengah
(median) 16,00, nilai yang sering muncul (modus) = 16,00 standar deviasi 2,16, nilai terendah 11
dan nilai tertinggi 19. Setelah dilakukan terapi, nilai rata-rata (mean) menjadi 17,71, nilai tengah
(median) = 8,00, nilai yang sering muncul (modus) = 9,00 standar deviasi = 2,35, nilai terendah
= 3 dan nilai tertinggi = 12.

Hasil pengujian normalitas data dengan kolmogorov Smirnov menunjukkan bahwa variabel pre
test diperoleh p = 0,811 sementara post test sebesar p = 0,508. Hasil ini menunjukkan bahwa data
berdistribusi normal, namun mengingat jumlah sampel kurang dari 30 yaitu sebanyak 28
responden, pengujian hipotesis tetap menggunakan uji Wilcoxon Signed Ranks Test. Hasil uji
statistik dengan Wilcoxon Signed Ranks Test menunjukkan nilai pvalue = 0,000. Berdasarkan
hasil tersebut, keputusan yang diambil adalah menolak Ho, artinya ada pengaruh terapi hypnosis
terhadap kejadian insomnia pada lansia di posyandu Desa Karang Kecamatan Baki Sukoharjo.

Hasil observasi peneliti di lapangan menunjukkan bahwa sebelum mengikuti terapi responden
banyak mengalami insomia sedang yaitu sebanyak 22 responden, sementara yang mengalami
insomia berat sebanyak 6 responden. Rafknowledge (2004) menyatakan bahwa lansia yang
terserang insomia berkaitan dengan masalah gangguan mentalnya atau psikologinya. Gangguan
ini menjadikan lansia menjadi sulit tidur, tidur gelisah, sering terbangun atau periode bagun tidur
panjang.

OUTPUT

Adanya terapi hypnosis terhadap responden dapat memberikan pengaruh terhadap insomia
responden. Hasil terapi hypnosis menunjukkan bahwa 16 responden yang mengalami insomia
ringan (57,1%) sementara yang mengalami insomia sedang sebanyak 12 responden (42,9%).
Dengan demikian adanya penurunan insomia yang dialami responden. Sebelum diberi terapi
hypnosis, 6 responden mengalami insomia berat, tetapi setelah dilakukan terapi hypnosis
responden yang mengalami insomia berat menjadi tidak ada.

Hasil observasi peneliti setelah responden melakukan hipnosis menunjukkann bahwa


responden dapat tidur lebih lama. Responden dapat tidur antara 5 hingga 6,5 jam per hari.
Responden sudah mulai tidak banyak terbangun di malam hari dan mulai jarang bermimpi.
JUDUL JURNAL III: Hubungan Pemberian Imunisasi Bcg dengan Kejadian Tuberkulosis
Paru Pada Anak Balita di Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru Ambarawa Tahun 2007

Link: https://skripsistikes.files.wordpress.com/2009/08/1.pdf

INPUT

Penyakit TB paru sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Prevalensi TB
paru dari tahun ke tahun di kabupaten Semarang tetap tinggi meskipun strategi penanganan yang
diterapkan relatif sama, yaitu pencegahan dengan imunisasi. Penemuan penderita dan
pengobatan dengan strategi DOT atau pengobatan dengan pengawasan minum obat secara
langsung. Pencegahan dengan imunisasi merupakan tindakan mengakibatkan seseorang
mempunyai ketahanan tubuh yang lebih baik, sehingga mampu mempertahankan diri terhadap
penyakit atau masuknya kuman dari luar. Imunisasi terhadap penyakit TB adalah imunisasi
Bacillus Calmette Guerin (BCG) yang telah diwajibkan di beberapa negara dan
direkomendasikan di beberapa negara lainnya. Penyakit TB banyak terjadi pada anak balita di
kabupaten Semarang padahal anak balita tersebut sebagian besar sudah divaksinasi BCG.
Berdasarkan hal tersebut peneliti melakukan penelitian ini dengan tujuan mengetahui hubungan
antara pemberian imunisasi BCG dengan kejadian TB Paru pada anak balita di Balai Pengobatan
Penyakit Paru Ambarawa.

PROSES

Penentuan sampel secara Non Random Sampling jenis sampling jenuh. Subyek penelitian
(responden) pada semua anak balita yang sedang menjalani pengobatan di Balai Pengobatan
Penyakit Paru Ambarawa. Jumlah sampel sebanyak 94 responden (47 kasus dan 47 kontrol).
Pengumpulan data dilakukan dengan mengisi kuisioner yang berbentuk pertanyaan tertutup yang
diberikan kepada orang tua balita yang memenuhi sampel. Hasil uji statistik dengan
menggunakan Rasio Odss dengan interval kepercayaan 95% dan didapatkan hasil OR: 0,489. Hal
ini berarti adanya hubungan antara pemberian imunisasi BCG dengan kejadian TB Paru.Dengan
demikian pemberian imunisasi BCG dapat mengurangi resiko terjadinya TB Paru pada anak
balita.
Pada penelitian yang dilakukan penulis, anak balita yang menderita Tuberkulosis Paru sebagian
besar sudah mendapatkan imunisasi BCG karena kebijakkan Departemen Kesehatan RI pada
tahun 2002 bahwa anak yang lahir di Rumah Sakit dan fasilitas kesehatan yang memadai
imunisasi BCG diberikan segera setelah lahir. Anak balita yang tidak imunisasi BCG diperoleh
dari anak yang bertempat tinggal jauh dari fasilitas kesehatan yang memadai dan orang tua lupa
atau tidak mengetahui informasi tentang imunisasi BCG terhadap anaknya yang seharusnya
diberikan Imunisasi BCG dalam masa inkubasi (setelah lahir atau sampai umur 2 bulan).

Berdasarkan hasil analisis Bivariat ternyata anak balita yang tidak imunisasi BCG sangat
berperan terhadap hubungan pemberian imunisasi BCG dengan kejadian Tuberkulosis Paru pada
anak balita. Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa anak yang tidak imunisasi BCG mampu
meningkatkan kejadian Tuberkulosis paru pada anak balita (OR=0,489; 95% CI= 0.043 - 5,586).
Anak balita yang tidak imunisai BCG mempunyai kecenderungan mengalami Tuberkulosis Paru
sebesar 0,489 kali dibanding anak balita yang mendapatkan imunisasi BCG. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa imunisasi BCG dapat mengurangi resiko kejadian Tuberkulosis Paru
pada anak balita.

OUTPUT

Hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut :

1. Anak balita yang berobat di Balai Pengobatan Penyakit Paru - paru Ambarawa, sebagian
besar responden diberikan imunisasi BCG.
2. Kejadian Tuberkulosis paru sebagian besar terjadi pada anak yang tidak diberikan
imunisasi BCG.
3. Ada hubungan yang bermakna secara statistik antara pemberian imunisasi BCG dengan
kejadian Tuberkulosis Paru pada anak balita.
JUDUL JURNAL IV: Hubungan Iklim Organisasi dengan Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana
di Ruang Rawat Inap RS Pku Muhammadiyah Karanganyar

Link: https://skripsistikes.files.wordpress.com/2009/08/15.pdf

INPUT

Perawat adalah karyawan mayoritas dan memiliki peran penting untuk mendapatkan layanan
kesehatan yang lebih baik di rumah sakit. Kepuasan kerja merupakan hal yang penting karena
secara langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi produktivitas kerja yang pada akhirnya
akan meningkatkan pelayanan perawatan kepada pasien. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui hubungan iklim organisasi dengan kepuasan kerja perawat pelaksana ruang rawat
inap di Rumah Sakit PKU Muhamadiyah Karanganyar.

PROSES

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif menggunakan penelitian deskriptif analitik


dengan desain cross sectional. Pengambilan data dengan menggunakan kuesioner iklim
organisasi dan kepuasan kerja, masing-masing dihitung 20. Dari 37 responden yang mewakili
adalah total associate perawat dalam dirawat dengan hasil 62,2% persepsi iklim organisasi
kebaikan, 37,8% persepsi iklim organisasi Sedang dan 0% persepsi iklim organisasi kurang.
Untuk kepuasan kerja sebanyak 24,3% menyatakan kepuasan tinggi, 70,3% kepuasan kerja
sedang dan 5,4% menyatakan kepuasan kerja rendah. Sebanyak 54,1% berusia <29 tahun,
pendidikan yang paling banyak adalah D3, dan tahun pengabdian> 6 tahun sebanyak 32,4%.

OUTPUT

Dari hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi square α = 0,05 diperoleh hasil bahwa ada
hubungan yang signifikan antara iklim organisasi dengan kepuasan kerja perawat perawat di
rawat RS RS PKU Muhammadiyah Karanganyar. Dan tidak ada hubungan antara karakteristik
perawat dengan kepuasan kerja dalam merawat RS PKU Muhammadiyah Karanganyar.
Kepuasan kerja perawat dapat mempengaruhi kinerja perawat, oleh karena itu perlu
meningkatkan kepuasan kerja dengan menciptakan iklim organisasi yang tepat untuk target yang
ada melalui upaya keterbukaan, demokratisasi dalam organisasi, dan menghargai satu sama lain
dan juga gaya kepemimpinan berpesta kepada perawat.
JUDUL JURNAL V:

Link:

INPUT

PROSES

OUTPUT

Anda mungkin juga menyukai