Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Egoistis individual dan keinginan memperoleh materi harta kekayaan atau
materi, semakin menonjol. Segala bentuk dan jalan mereka gunakan untuk
mendapatkannya. Bahkan tidak sedikit mereka gunakan untuk
mendapatkannya. Bahkan tidak sedikit mereka melakukan tindak pidana
kejahatan, baik dengan melakukan pencurian, penggelapan atau penipuan.
Tindak pidana kejahatan terhadap kekayaan, baik yang dilakukan
perseorangan atau gerombolan membuat kekhawatiran dalam masyarakat.
Pemerintahan sebagai pemimpin bangsa sangat diharapkan perannya untuk
menjaga keamanan dan ketertiban dalam kehidupan bermasyarakat. Maka
dibentuklah perundang-undangan tenang kejahatan terhadap kekayaan dalam
bentuk suatu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, sebagai salah satu
tanggungjawab pemerintah menangani kejahatan tersebut.
Harta kekayaan merupakan salah satu hal yang perlu dilindungi dalam
hukum. Segala tindak kejahatan atau percobaan kejahatan terhadap harta
kekayaan perlu diadili dalam persidangan demi terciptanya kepastian hukum
dalam masyarakat. Pemerintah merumuskan dalam KUHP pasal 362-367
tentang pencurian dan pasal 372-376 tentang penggelapan sebagai bagian
tindak pidana kejahatan terhadap harta kekayaan.
Terdapat unsur-unsur yang perlu diperhatikan dalam rumusan tersebut,
agar seseorang dapat dituntut sebagai pencuri atau penggelap barang. Unsur-
unsur itu ada yang berbentuk objektif dan subjektif. Seseorang bisa diancam
pidana pencurian dan penggelapan jika pengadilan membuktikan kedua
unsur-unsur itu, ada pada diri tergugat. Andaikan, ada salah satu unsur-
unsurnya tidak mampu terbuktikan dalam persidangan maka orang tersebut
bebas dari gugatan hukum.
1.2.Rumusan Masalah
a. Apa itu delik terhadap harta kekayaan?
b. Apa kasus dalam delik terhadap harta kekayaan?
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Delik Terhadap Harta Kekayaan

Tindak pidana terhadap harta kekayaan adalah berupa penyerangan


terhadap kepentingan hukum orang atas harta benda milik orang lain
(bukan milik petindak), dimuat dalam Buku II KUHP yaitu :
1. Pencurian (diefstal), diatur dalam Bab XXII. ( Pasal - pasal Pencurian )
Pencurian terdiri dari unsur-unsur objektif (perbuatan mengambil,
objeknya suatu benda, dan unsur keadaan yang menyertai/melekat pada
benda, yaitu benda tersebut sebagian atau seluruhnya milik orang lain)
dan unsur-unsur subjektif (adanya maksud, yang ditujukan untuk
memiliki, dan dengan melawan hukum).
Pengertian pencurian menurut hukum beserta unsur - unsurnya
dirumuskan dalam pasal 362 KUHP, adalah berupa rumusan pencurian
dalam bentuk pokoknya yang berbunyi : "Barang siapa mengambil
suatu benda yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, dengan
maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena
pencurian, dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling
banyak Rp. 900,00".

2. Pemerasan dan Pengancaman (afpersing dan afdreiging), diatur dalam Bab


XXIII. (Pasal - pasal Pemerasan dan Pengancaman )
Tindak pidana pemerasan sebagaimana diatur dalam Bab XXIII KUHP
sebenarnya terdiri dari dua macam tindak pidana, yaitu tindak pidana
pemerasan (afpersing) dan tindak pidana pengancaman (afdreiging). Kedua
macam tindak pidana tersebut mempunyai sifat yang sama, yaitu suatu
perbuatan yang bertujuan memeras orang lain. Justru karena sifatnya yang
sama itulah kedua tindak pidana ini biasanya disebut dengan nama yang sama,
yaitu "pemerasan" serta diatur dalam bab yang sama.
Sekalipun demikian, tidak salah kiranya apabila orang menyebut,
bahwa kedua tindak pidana tersebut mempunyai sebutan sendiri, yaitu
"pemerasan" untuk tindak pidana yang diatur dalam Pasal 368 KUHP dan
pengancaman untuk tindak pidana yang diatur dalam Pasal 369 KUHP. Oleh
karena memang, dalam KUHP sendiri pun juga menggunakan kedua nama
tersebut untuk menunjuk pada tindak pidana yang diatur dalam Pasal 368 dan
369 KUHP.
3. Penggelapan
Bab XXIV (buku II) KUHP mengatur tentang penggelapan
(verduistering), terdiri dari 5 pasal (372 s/d 376). Di samping penggelapan
sebagaimana diatur dalam Bab XXIV, ada rumusan tindak pidana lainnya
yang masih mengenai penggelapan, yaitu pasal 415 dan 417, tindak pidana
mana sesungguhnya merupakan kejahat a n jabatan, yang kini ditarik ke dalam
tindak pidana korupsi oleh UU no. 31 Th. 1999 dan UU no. 20 Th, 2001, oleh
karenanya tidak dimuat dalam Bab XXIV, melainkan dalam bab tentang
kejahatan jabatan (Bab XXVIII).
Pengertian yuridis mengenai penggelapan dimuat dalam pasal 372
yang dirumuskan sebagai berikut:
“Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki suatu
benda yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, yang ada dalam
kekuasaannya bukan karena kejahatan, diancam karena penggelapan dengan
pidana penjara paling lama 4 tahun atau denda paling banyak Rp 900,00”.

2.2 Kasus Mengenai Delik Terhadap Harta Kekayaan


Dalam kasus pencurian kendaraan bermotor di Kota Kupang, Nusa
Tenggara Timur (NTT), empat orang pemuda dibekuk aparat Kepolisian
Daerah NTT. Empat orang pelaku itu yakni RGK (18), RPA (16), ME
(18), serta IA (15). Dari empat pemuda, dua orang di antaranya pelajar
SMA di Kota Kupang. Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum Polda
NTT AKBP Bambang Hermanto mengatakan, para pemuda itu mencuri
dua unit sepeda motor milik warga yang terparkir di halaman rumah.
Menurut Bambang, dari hasil pemeriksaan sementara, tiga pelaku
lain yakni RPA, ME, dan IA merupakan orang baru yang baru terlibat
dalam kasus pencurian kendaraan bermotor.
Bambang mengatakan, pelaku RGK pernah ditangkap dan
kasusnya sempat disidang di Pengadilan Negeri Kupang. Namun RGK
bebas karena masih di bawah umur.
Keempat pelaku itu dikenai pasal berbeda. Untuk RGK, RPA, dan
ME dikenaikan pasal 363 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 7
tahun penjara. Sedangkan IA dikenakan pasal 480 KUHP karena bertindak
sebagai penadah kendaraan bermotor yang dicuri.
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Tindak pidana terhadap harta kekayaan adalah berupa penyerangan


terhadap kepentingan hukum orang atas harta benda milik orang lain (bukan milik
petindak), dimuat dalam Buku II KUHP, contohnya yaitu Pencurian, Pemerasan,
Pengancaman, dan Penggelapan.
DAFTAR PUSTAKA

 S.R. Sianturi, Asas – asas Hukum Pidana Di Indonesia Dan Penerapannya,


Babinkum TNI Tahun 2012.
 Hamzah. Andi, Delik-delik tertentu (speciale delicten) dalam KUHP,
universitas Trisakti 2011

 KITAB UNDANG – UNDANG HUKUM PIDANA

Anda mungkin juga menyukai