ZAKAT
ZAKAT
ZAKAT
1
Mohammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf, Cet. Ke 1, (Jakarta: UI Press
2000), hlm. 50.
2
Mohammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf,….hlm. 51.
3
Ahmada M Saefudin, Ekonomi dan Masyarakat dalam Perspektif Islam, Cet. Ke 1 (Jakarta:
CV Rajawali, 1987), hlm. 80
didistribusikan untuk dapat mengembangkan melalui bidang usaha.
Berdasarkan prinsip tersebut, diharapkan zakat dapat mencapai tujuan
memberikan kepada pihak tertentu dalam menghidupi dirinya dan bahkan
diharapkan sepanjang hidupnya.4 Secara garis besar ada dua pendekatan yang
digunakan islam dalam pemberdayaan golongan miskin. Pertama pendekatan
parsial-kontinu, yaitu pemberian bantuan kepada fakir miskin yang dilakukan
secara langsung. Kedua, pendekatan struktual yaitu pemberian pertolongan
secara kontinu agar orang miskin dapat mengatasi kemiskinannya.5
Zakat dalam mengatasi kemiskinan disebutkan bahwa pendayagunaan
zakat adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan usaha pemerintah dalam
memanfaatkan hasil pengumpulan zakat untuk didistribusikan kepada
mustahik dengan pedoman syariah, tepat guna, serta pemanfaatan yang efektif
melalui pola pendistribusian yang bersifat produktif dan memiliki manfaat
sesuai dengan tujuan ekonomis dari zakat.6
Menurut Mubariq sebagaimana dikutip dari Eko Suprayitno, agar
zakat dapat memainkan peranannya secara berarti, sejumlah ekonom muslim
menyarankan bahwa zakat ini seharusnya menjadi suplemen pendapatan
permanen hanya bagi orang - orang yang tidak mampu menghasilkan
pendapatan yang cukup melalui usaha sendiri, untuk kepentingan lainnya
zakat dipergunakan hanya untuk menyediakan pelatihan dan modal sebagai
kredit bebas bunga ataupun sebagai bantuan.7
Pemerintah telah membentuk Undang-undang terbaru No.23 tahun
2011 tentang pengelolaan zakat dilakukan oleh badan yang berbentuk
pemerintah atau lembaga yang didirikan oleh masyarakat. Adapun lembaga
pengelolaan tersebut adalah Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS),
4
M. Ali Hasan, Zakat dan Infak, Cet. Ke 2, (Jakarta: Kencana, 2008), hlm. 91.
5
Ahmada M Saefudin, Ekonomi dan Masyarakat dalam Perspektif Islam… hlm. 82.
6
Mursyidi, Akuntansi Zakat Kontemporer, Cet. Ke 1 ( Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2003), hlm. 60.
7
Eko Suprayitno, Ekonomi Islam, Cet. Ke-1, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2005), hlm.34.
Lembaga Amil Zakat (LAZ), dan Unit Pengumpul Zakat (UPZ). Dimana
dalam undang-undang ini secara khusus memberikan gambaran tentang tujuan
dari pengelolaan zakat untuk kesejahteraan masyarakat, meningkatkan
perekonomian serta penanggulangan kemiskinan dan dapat didayagunakan
untuk usaha produktif dalam rangka penanganan fakir miskin dan peningkatan
kualitas umat dengan ketentuan apabila kebutuhan dasar terpenuhi.
Sebelumnya, dalam intruksi Presiden RI Nomer 3 Tahun 2014 mengenai
Optimalisasi Pengumpulan Zakat serta Pemerintah Nomer 14 Tahun 2014
tentang pelaksanaan UU Pengelolaan Zakat.8
Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Kab. Batang lembaga milik
pemerintah yang bekerja di wilayah Kab. Batang tidak hanya mengelola zakat
dalam bentuk konsumtif namun juga dalam bentuk produktif. Badan Amil
Zakat Nasional (BAZNAS) Kab. Batang melalui zakat produktif sudah
dimulai tahun 2012 dan berjalan sampai sekarang sehingga banyak membantu
pemerintah dengan tujuan untuk mensejahterakan perekonomian fakir miskin.
Sebab zakat dapat dikatakan sebagai terapi atas masalah sosial yang sangat
efektif.
BAZNAS Kab. Batang membentuk program-program yang dapat
memberi nilai produktif pada zakat yang disalurkan untuk kelancaran
usahanya. Adapun kriteria yang dari BAZNAS Kab. Batang yaitu zakat
produktif diperuntukan untuk para ekonomi lemah (fakir miskin) diberikan
untuk modal usaha. Sehingga dengan adanya usaha mampu membawa
masyarakat bertranformasi dari mustahik menjadi muzakki. Hal tersebut
merupakan manifestasi dari program sasaran dan mampu membuka peluang
mustahik untuk memberi nilai tambah pada zakat yang diterimanya. Adapun
bentuk modal usaha yang diberikan kepada mustahik yaitu berupa hewan
8
Didin Hafidhuddin, Zakat dalam Perekonomian Modern, Cet, Ke-1, (Jakarta: Gema Insani
Press, 2002), hlm.27.
ternak Sapi. Berikut sedikit informasi tabel dari kutipan wawancara dengan
pihak BAZNAS.9
Bentuk Fisik Sumber Zakat Produktif Sasaran
1. Sapi Gaji PNS yang ada dibawah Guru mengaji di
naungan Kemenag 7 Kecamatan
yakni Blado,
Reban,
Gringsing,
Tersono,
Pecalungan,
Batang, Wr.asem
9
Wawancara dengan Bu Eni pihak UPZ Kemenag Kab.Batang
cerah, dengan mengimplementasikan prinsip-prinsip ekonomi islam dalam
mewujudkan keadilan distribusi.
Tetapi pada kenyataanya tidak semua penerima dana zakat produktif
tergolong mustahik atau fakir miskin, hal itu dapat menjadi kurang
tercapainya tingkat efektifitas yang diharapkan BAZNAS Kab. Batang.
Sehingga perlu adanya pembinaan dan monitoring dari BAZNAS sendiri
terhadap mustahik selain untuk membantu mengembangkan perekonomian
fakir miskin juga sekaligus melatih mereka dalam menjalankan usaha.
Dengan melihat potensi zakat yang cukup besar ini, BAZNAS Kab.
Batang mencoba untuk memaksimalkan potensi pendapatan zakat untuk
disalurkan kepada para mustahik yang membutuhkan.
Tabel 1.1
Data Perolehan Zakat Kab. Batang
Tahun Pendapatan
B. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui bagaimana peranan zakat produktif dalam
pemberdayaan ekonomi umat.
2. Untuk mengetahui peran zakat produktif BAZNAS Kab. Batang dalam
pemberdayaan ekonomi umat.
C. Kegunaan Penelitian
1. Kegunaan Teoritis
Secara teoritis penelitian ini diharapkan menemukan konsep baru
dalam strategi pemberdayaan dana zakat.
2. Kegunaan Praktis
a. Bagi penulis :
- Menambah wawasan pengetahuan tentang peran zakat produktif
dalam pemberdayaan ekonomi umat.
b. Bagi pihak BAZNAS Kab.Batang :
- Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang
bermanfaat demi pengoptimalan penggunaan dana zakat di masa
yang akan datang.
c. Bagi masyarakat :
- Menambah wawasan mengenai pemberdayaan zakat sehingga
mereka akan dapat mengetahui strategi dalam pengelolaan dana
zakat tersebut.
D. LANDASAN TEORI
1. Pemberdayaan
a. Konsep dasar Pemberdayaan
Pemberdayaan (empowerment) merupakan konsep yang
berkaitan dengan kekuasaan (power). Istilah kekuasaan seringkali
identik dengan kemampuan individu untuk membuat dirinya atau
pihak lain melakukan apa yang diinginkannya. Pemberdayaan
adalah suatu proses untuk memberikan daya/ kekuasaan (power)
kepada pihak yang lemah (powerless), dan mengurangi kekuasaan
(disempowered) kepada pihak yang terlalu berkuasa (powerful)
sehingga terjadi keseimbangan (Djohani, 2003). Begitu pula
menurut Rappaport (1984), pemberdayaan adalah suatu cara
dengan mana rakyat, organisasi, dan komunitas diarahkan agar
mampu menguasai atau berkuasa atas kehidupannya.10
Dengan demikian, pemberdayaan adalah sebuah proses untuk
mencapai sebuah hidup yang berkuasa dan berdaya. Sebagai
proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk
memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam
masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah
kemiskinan. Sebagai tujuan, maka pemberdayaan menunjuk pada
keadaan atau hasil yang ingin dicapai sebuah perubahan sosial;
yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau
mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi maupun
sosial. Seperti memiliki kepercayaan diri, maupun menyampaikan
aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam
10
Oos M. Anwas, Pemberdayaan Masyarakat Di era Global., (Bandung:
Alfabeta., 2014), hlm. 48-49.
kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas
kehidupannya. Pengertian pemberdayaan sebagai tujuan seringkali
digunakan sebagai indikator keberhasilan pemberdayaan sebagai
sebuah proses.11
b. Tujuan Pemberdayaan Ekonomi Umat
Pemberdayaan diarahkan guna meningkatkan ekonomi
masyarakat secara produktif sehingga mampu menghasilkan nilai
tambah yang tinggi dan pendapatan yang lebih besar. Upaya
peningkatan kemampuan untuk menghasilkan nilai tambah paling
tidak harus ada perbaikan akses terhadap empat hal, yaitu akses
terhadap sumber daya, akses terhadap teknologi, akses terhadap
akses terhadap sumber daya, akses terhadap teknologi, akses
terhadap pasar, dan akses terhadap permintaan.12
11
Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, Kajian Strategi
Pembangunan Kesejahteraan Sosial & Pekerjaan Sosial, (Bandung: PT Refika Aditama, 2005), hlm.
58.
12
Erna Erawati Cholitin dan Juni Thamrin (ed), Pemberdayaan dan Refleksi
Finansial Usaha Kecil di Indonesia, (Bandung : Yayasan Akita, 1997), hal. 238
13
Daniel Sukalele, “Pemberdayaan Masyarakat Miskin di Era Otonomi Daerah”, dalam
wordpress.com/about/pemberdayaan-masyarakat-miskin-di-era-otonomi-daerah diakses tgl. 25 April
2017.
c. Pola Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat
Dalam upaya peningkatan taraf hidup masyarakat, pola
pemberdayaan yang tepat sasaran sangat diperlukan, bentuk yang
tepat adalah dengan memberikan kesempatan kepada kelompok
miskin untuk merencanakan dan melaksanakan program
pembangunan yang telah mereka tentukan. Disamping itu
masyarakat juga diberikan kekuasaan untuk mengelola dananya
sendiri, baik yang berasal dari pemerintah maupun pihak amil
zakat, inilah yang membedakan antara partisipasi masyarakat
dengan pemberdayaan masyarakat. Perlu difikirkan siapa
sesungguhnya yang menjadi sasaran pemberdayaan masyarakat,
sesungguhnya juga memiliki daya untuk membangun, dengan ini
good governance yang telah dielu-elukan sebagai suatu pendekatan
yang dipandang paling relevan, baik dalam tatanan pemerintahan
secara luas maupun dalam menjalankan fungsi pembangunan.
Good governance adalah tata pemerintahan yang baik merupakan
suatu kondisi yang menjalin adanya proses kesejahteraan,
kesamaan, kohesi dan keseimbangan peran, serta adanya saling
mengontrol yang dilakukan komponen pemerintah, rakyat dan
usahawan swasta.14
Ada dua upaya agar pemberdayaan ekonomi masyarakat bisa
dijalankan, diantaranya pertama, mempersiapkan pribadi
masyarakat menjadi wirausaha. Karena kiat Islam yang pertama
dalam mengatasi masalah kemiskinan adalah dengan bekerja.
Dengan memberikan bekal pelatihan, akan menjadi bekal yang
amat penting ketika akan memasuki dunia kerja. Bentuk.
14
Mardi Yatmo Hutomo, Pemberdayaan Masyarakat dalam Bidang Ekonomi, (Yogyakarta:
Adiyana Press, 2000), hlm. 1-2
Pemberdayaan yang kedua, adalah dengan pendidikan. Kebodohan
adalah pangkal dari kemiskinan, oleh karenanya untuk
mengentaskan kemiskinan dalam jangka panjang adalah dari
sektor pendidikan, karena kemiskinan ini kebanyakan sifatnya
turun-menurun, dimana orang tuanya miskin sehingga tidak
mampu untuk menyekolahkan anaknya, dan hal ini akan
menambah daftar angka kemiskinan kelak di kemudian hari.
Bentuk pemberdayaan di sektor pendidikan ini dapat
disalurkan melalui dua cara, pertama pemberian beasiswa bagi
anak yang kurang mampu, dengan diberikannya beasiswa otomatis
menguangi beban orang tua dan sekaligus meningkatkan kemauan
belajar, kedua penyediaan sarana dan prasarana, proses
penyalurannya adalah dengan menyediakan proses tempat belajar
formal atau pun non formal, atau paling tidak dana yang di
salurkan untuk pendidikan ini selain untuk beasiswa juga untuk
pembenahan fasilitas sarana dan prasarana belajar, karena sangat
tidak mungkin menciptakan seorang pelajar yang berkualitas
dengan sarana yang minim.15
2. Pendistribusian
a. Pengertian
15
Mardi Yatmo Hutomo, Pemberdayaan Masyarakat dalam Bidang Ekonomi, hlm. 38-39.
Distribusi yang efektif akan memperlancar arus atau akses
barang oleh konsumen sehingga dapat diperoleh kemudahan
memperolehnya. Disamping itu konsumen juga akan dapat
memperoleh barang sesuai dengan yang diperlukan.
b. Proses Pendistribusian
Proses pendistribusian merupakan kegiatan pemasaran yang
mampu :
1. Menciptakan nilai tambah produk melalui fungsi-fungsi
pemasaran (marketing function), dan
2. Memperlancar arus saluran pemasaran (marketing-channel
flow) secara fisik dan nonfisik.
c. Sistem Distribusi
Secara umum, sistem distribusi dapat dibedakan dalam
dua jenis, yaitu : sistem distribusi langsung dan sistem
distribusi tidak langsung. Sistem distribusi langsung
mendistribusikan barang secara langsung dari produsen ke
konsumen.
Sistem distribusi tidak langsung menggunakan
perantara (middlemen) sehingga tidak langsung ketemu dengan
konsumen.
3. Tinjauan Umum Tentang Zakat
1) Pengertian Zakat
Hakikat zakat adalah bertambah, juga dikatakan zaka az
zar’u tumbuh, subur, suci, baik, dan keberkahan. Imam Asy
Syarkhasyi al Hanafiah dalam kitabnya Al Mabtsuth mengatakan
bahwa dari segi bahasa, zakat adalah tumbuh dan bertambah. Ibnu
Katsir dalam kitab tafsirnya mengenai ayat ini mengatakan bahwa
“apapun yang engkau infakkan di jalan Allah maka oleh Allah
akan digantinya di dunia ini dan di akhirat dengan pahala surga”.
Sedangkan pengertian zakat secara fiqh adalah hak yang telah
ditentukan kadarnya yang wajib dikeluarkan pada harta-harta
tertentu.16
2) Sumber Hukum Zakat
1. Al Quran
Kata zakat dalam Al Qur‟an disebutkan sebanyak tiga
puluh kali, delapan diantaranya terdapat dalam surah Makiyah.
Kata zakat disandingkan dengan kata shalat sebanyak 28 kali.17
Dari jumlah ini, dapat kita interpretasikan bahwa perintah zakat
sama pentingnya dengan perintah shalat Beberapa ayat yang
menjelaskan tentang perintah zakat dan instruksi
pelaksanaanya,antara lain :
QS. Al Bayyinah
ْص ََلة َ َويُؤْ تُوا ِ َو َمآ ا ُ ِم ُروآ أِآلّ ِليَ ْعبُد ُواْ هللاَ ُم ْخ ِل
َّ صيْنَ لَه ُ ال ِدّيْنَ ُحنَفآ َء َويُ ِق ْي ُمواْ ال
)5( الزكاَة َ َوذَالِكَ ِد ْينُ القَيِّ َم ِة
َّ
16
Gus Arifin, Zakat Infaq Sedekah, (Jakarta: Gramedia, 2011), hlm. 72.
17
Ash Shiddieqy dan Teungku Muhammad Hasbi, Pedoman Zakat, (Semarang: Hayam
Wuruk, 2005), hlm. 4
“Tidaklah mereka itu diperintahkan, melainkan supaya
beribadah kepada Allah dengan ikhlas dan condong
melakukan agama karenanya, begitu pula supaya
mengerjakan shalat dan mengeluarkaan zakat, dan
itulah agama yang lurus.” (QS. Al-Bayyinah : 5).
QS. At Taubah
َ ا َِّن.ص ِّل َعلَ ْي ِه ْم
َص ََل تَك َ ُ صدَقَةً ت
َ ط ِ ّه ُر ُه ْم َوتُزَ ِ ّك ْي ِه ْم بِ َها َو َ ُخذْ ِم ْن أ َ ْم َوا ِل ِهم
َ ُّ َوهللا.سك ٌَن لَّ ُه ْم
)103( س ِم ْي ٌع َع ِل ْي ٌم َ
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan
zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka,
dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu
itu menjadi ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. At
Taubah : 103).
QS. Al Isra
َّ َو َءاتِذَا ْالقُ ْربَا َحقَّهُ َو ْال ِم ْس ِكيْنَ َو ابْنَ ال
)26( ًسبِ ْي ِل َوأل َ تُبَذّر ت ْب ِذيْرا
“Dan berikanlah haknya kepada kerabat dekat, juga
kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan
dan janganlah kamu menghambur-hamburkan
(hartamu) secara boros.” (QS.Al Isra : 26).
2. Hadits
Adapun hadits yang menjelaskan mengenai perintah
zakat antara lain:
Hadits riwayat Imam Bukhori
اًل فَلَ ْم ي َُؤ ِد سله َم َم ْن آت َاهُ ه
َّللاُ َم ا َ علَ ْي ِه َو صلهى ه
َ َُّللا سو ُل ه
َ َِّللا ُ ع ْن أَبِي ه َُري َْرة َ قَا َل قَا َل َر
َ
ْ
ط هوقُه ُ َي ْو َم ْال ِق َيا َم ِة َيأ ُخذُ بِ ِل ْه ِز َمت َ ْي ِه
َ َُان ي
ِ ع لَه ُ زَ ِبي َبتَ ش َجاعاا أ َ ْق َر
ُ ُ زَ كَاتَهُ ُمثِ َل لَه ُ َمالُه
يَ ْعنِي بِ ِش ْد َق ْي ِه يَقُو ُل أَنَا َمالُكَ أَنَا َك ْن ُزكَ ث ُ هم ت َََل َه ِذ ِه ْاْليَة
Rasulullah bersabda,”Siapa yang dikaruniai Allah
kekayaan tetapi tidak mengeluarkan zakatnya, maka
pada hari kiamat nanti ia akan didatangi oleh seekor
ular jantan gundul yang sangat berbisa dan sangat
menakutkan dengan dua bintik di atas kedua matanya,
lalu memakan dengan kedua tulang rahangnya (taringnya)
pada hari Kiamat, lalu menyatakan, ‘Akulah harta
simpananmu, akulah harta simpananmu.” (HR. Bukhari
No : 4199)
Hadits riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim
ه،ُ شَها َدةِ أ َ ْن ًَل إِلهَ إًِله هللا:اإلسَْل ُم على َخ ْم ٍس
وأن ُم َح همدا ا ِ ي َ ِبُن
َضانَ ص ْو ِم َر َم
َ َو،ج َوإ ْيت َِاء ه،ِصَلة
ِ َوال َح،ِالزكاة َوإقَ ِام ال ه،ِسو ُل هللاُ َر
(متفق عليه
18
http://www.nu.or.id/post/read/84887/dasar-kewajiban-zakat-dalam-islam.
Zakat fitrah, yakni zakat yang dimaksudkan untuk
membersihkan dosa-dosa kecil yang mungkin ada ketika
seorang melaksanakan puasa Romadhon, agar orang itu benar-
benar kembali keadaan fitrah/suci, seperti ketika dilahirkan dari
rahim seorang ibu. Cara menghitung zakat fitrah adalah 2,5 kg
per jiwa da nada yang menghitung 2,8 kg (3,1 liter) dari
makanan poko yang senilai diberikan kepada yang berhak
menerimanya (mustahiq).
Zakat maal (harta) yang bagian dari harta kekayaan seseorang
yang wajib dikeluarkan untuk golongan orang-orang tertentu
setelah dimiliki dalam jangka waktu tertentu dalam jumlah
minimal tertentu.
d. Syarat Objek Zakat
Syarat yang harus dimiliki oleh harta
kekayaan untuk kemudian dinyatakan sebagai objek zakat, yaitu:
1. Halal
Harta yang akan dizakatkan harus diperoleh dengan cara
yang baik dan halal, dalam hal ini sesuai dengan tuntunan
syariah. Sebagaimana perintah Allah Subhanahu wa Ta‟ala
dalam QS. Al Baqarah ayat 267 yang artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan
Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan
sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu.
Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu
menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau
mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata
terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi
Maha Terpuji.”
2. Milik penuh
Harta yang dizakatkan haruslah merupakan milik pribadi
muzakki, dimana muzakki memiliki hak untuk menyimpan,
memakai, dan mengelolanya, dan di
dalamnya tidak terdapat hak orang lain.
3. Berkembang
Beberapa ulama menyebutnya sebagai harta yang
produktif, artinya harta tersebut senantiasa bertambah baik
secara nyata atau tidak. Bertambah secara nyata nyata adalah
harta yang bertambah karena penggunaan aset, atau
perdagangan, baik oleh diri muzakki sendiri atau melalui orang
lain. Bertambah secara tidak
nyata maksudnya harta tersebut berpotensi untuk bertambah
baik.19
4. Cukup nisab
Harta yang dizakatkan harus mencapai nisab, atau jumlah
minimal yang menyebabkan harta terkena kewajiban untuk
dizakatkan.20
5. Cukup Haul
Harta yang wajib zakat harus melewati haul atau satu
tahun sebagaimana sabda Rasulullah Shallalahu „alaihi
wassallam,” Tidak ada zakat atas suatu
kekayaan sampai berlalu satu tahun”(HR Ad-Daruquthni dan
Baihaqi). Namun zakat pertanian, buah-buahan, rikaz, dan
sejenisnya dizakati pada saat panen atau saat
mendapatkannya.21 Hal ini sejalan dengan firman Allah
19
Muhammad Abdul Malik Ar Rahman, Pustaka Cerdas Zakat: 1001 Masalah Zakat dan
Solusinya, (Jakarta: Lintas Pustaka, 2003), hlm. 22.
20
Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Pedoman Zakat, (Semarang: Hayam wuruk,
2005), hlm. 37.
21
Husein As Syahatah, Akuntansi Zakat, (Jakarta: Pustaka Progressif, 2004), hlm. 11.
Subhanahu wa Ta‟ala dalam QS. Al An’am ayat 141 yang
artinya, ”Dan hendaklah kamu serahkan haknya waktu
pemotongan”.
6. Bebas dari Utang
Zakat hanya dikenakan pada orang yang telah bebas dari
hutang karena orang yang memilki hutang (gharimin) termasuk
ke dalam orang yang wajib
dizakati. Harta yang dizakati harus bersih dari hutang.Hal ini
digambarkan Rasulullah Shallalahu alaihi wassallam : ”Zakat
hanya dibebankan ke atas pundak
orang kaya. Orang yang berzakat sedangkan ia atau
keluarganya membutuhkan atau ia mempunyai utang, maka
utang itu lebih penting dibayar terlebih dahulu
dari pada zakat.”(HR. Bukhari)
e. Mustahik Zakat
Zakat yang telah dikumpulkan oleh BAZ ataupun LAZ
harus segera disalurkan kepada mustahik sebagaimana terdapat
pada QS At Taubah ayat 60 yakni: fakir, miskin, muallaf, riqab,
gharim, sabilillah, dan ibnu sabil.
a. Faqir (Al fuqara)
Kelompok pertama yang menerima zakat adalah faqir,
yakni orang yang tidak memiliki harta benda dan pekerjaan
serta tidak mampu mencukupi kebutuhan sehari-hari.22
b. Miskin
Kelompok kedua yang menerima zakat adalah miskin,
yakni orang yang mempunyai mata pencaharian/penghasilan
tetap, tetapi penghasilanya belum memenuhi standart bagi diri
22
Ahmad Rofiq, Kompilasi Zakat, (Semarang: Kementrian Agama, 2010), hlm.18.
dan keluarganya. Kelompok miskin ini termasuk sebagai
sasaran utama pendistribusian atau pembagian dana zakat,
mengingat dalam kenyataanya bahwa orang miskin perlu
dibantu dengan zakat guna memenuhi kebutuhanya.23
c. Amil Zakat
Kelompok ketiga yang menerima zakat adalah amil
zakat, yakni orang atau lemabaga yang bekerja
mengumpulkan, mengelola, dan mendistribusikan zakat
kepada mustahik dan juga berhak memperoleh satu bagian
zakat. Menurut Wahbah, bagian yang diberikan kepada amil
atau panitia zakat dikategorikan sebagai upah atas kerja
yang dilakukan.24
d. Muallaf
Kelompok keempat yang menerima zakat adalah
muallaf, yakni mereka yang berasal dari agama lain
kemudian memeluk agama Islam. Karena itu, kelompok ini
dianggap masih lemah imanya, karena baru masuk Islam.
Yusuf Qaradhawi berpendapat bahwa muallaf adalah
mereka yang diharapkan kecenderungan hatinya atau
keyakinannya dapat bertambah kuat terhadap Islam, atau
terhalang niat jahat terhadap kaum muslim.25
e. Al-Riqab
Kelompok kelima yang menerima zakat adalah Al-
Riqab (Budak), yakni orang yang benar-benar dengan
tuanya untuk dimerdekakan dan tidak mempunyai uang
untuk membayar tebusanatas diri mereka. Oleh karena itu,
23
Ahmad Rofiq, Kompilasi Zakat, hlm...
24
Ahmad Rofiq, Kompilasi Zakat, hlm.19
25
Ahmad Rofiq, Kompilasi Zakat, hlm…
zakat itu antara lain harus dipergunakan untuk
membebaskan budak belian dan menghilangkan segala
bentuk pebudakan.26
f. Al-Gharim
Golongan keenam yang berhak menerima zakat adalah
AlGharim, yakni orang yang mempunyai utang, yang sama
sekali tidak melunasinya. Menurut Wahbah, al-gharim itu
adalah orang yang memiliki utang baik utang untuk dirinya
sendiri maupun bukan, baik utang itu dipergunakan untuk
hal-hal yang baik maupun tidak melakukan maksiat. Jika
utang itu dipergunakan untuk dirinya, maka dia tidak berhak
atas bagian zakat kecuali dianggap fakir. Jika utang itu
dipergunakan untuk kepentingan orang banyak yang berada
dibawah tanggung jawabnya maka diperbolehkan untuk
memberi zakat.27
g. Sabilillah
Kelompok ketujuh yang menerima zakat adalah
sabilillah, yakni orang yang berjuang di jalan Allah. Orang
yang termasuk dalam kelompok ini adalah mereka yang
berperang dijalan Allah dan tidak digaji oleh markas
komando karena mereka hanyalah berperang. Tapi
berdasarkan lafadz sabilillah di jalan Allah, sebagian ulama
memperbolehkan meberikan zakat tersebut untuk mebangun
masjid, lembaga pendidikan, perpustakaan, pelatihan da’i,
menerbitkan buku, majalah, brosur, membangun mass media
dan sebagainya.28
26
Ahmad Rofiq, Kompilasi Zakat, hlm…
27
Ahmad Rofiq, Kompilasi Zakat, hlm…
28
Ahmad Rofiq, Kompilasi Zakat, hlm. 20.
h. Ibnu Sabil
Kelompok kedelapan yang menerima zakat adalah
Ibnu Sabil, yakni orang yang sedang dalam perjalanan.
Orang yang sedang melakukan perjalanan adalah orang-
orang yang bepergian (musyafir) untuk melaksanakan suatu
hal yang baik (tha’ah) tidak termasuk maksiat. Dia
diperkirakan tidak akan mencapai maksud dan tuuanya jika
tidak dibantu.29
E. Penelitian Terdahulu
Adapun penelitian terdahulu diantaranya sebagai berikut :
29
Ahmad Rofiq, Kompilasi Zakat, hlm…
30
Yoghi Citra Pratama dalam jurnalnya yang berjudul: Peran Zakat dalam Penanggulangan
Kemiskinan (studi Kasus: Program Zakat Produktif pada Badan Amil Zakat Nasional). 2015, hlm.93
(Sebuah Studi di Badan Amil Zakat Kota Semarang), membahas
bahwa strategi pengelolaan dana zakat dilakukan dengan keputusan
Walikota Semarang nomor 451.12/1953 Tahun 2011 tentang
pembayaran zakat, ternyata kurang efektif dikarenakan tidak adanya
sanksi yang diterima.31
Fitri Rochmawati dalam skripsinya yang berjudul:
Pengumpulan Dana Zakat di BAZNAS Kota Pekalongan Tahun 2010-
2013, membahas tentang pelaksanaan pengumpulan dan
pendistribusian dana zakat BAZNAS Kota Pekalongan, karena
kaitanya dengan sosialisasi dasar zakat di instansi-instansi
pemerintahan dan swasta dan membentuk UPZ yang ada di setiap
instansi.32
31
Pratama, Aditya dalam skripsinya yang berjudul: Optimalisasi Pengelolaan Zakat Sebagai
Sarana Mencapai Kesejahteraan Sosial (Sebuah Studi di Badan Amil Zakat Kota Semarang). Fakultas
Syariah IAIN Walisongo Semarang,2012
32
Fitri Rochmawati dalam skripsinya yang berjudul: Pengumpulan Dana Zakat di BAZNAS
Kota Pekalongan Tahun 2010-2013, Jurusan Syariah STAIN Pekalongan, 2014
usaha, peningkatan ketrampilan dan skill dan membentuk karakter
anggota yang baik.33
33
Rosadi, “Pemberdayaan Ekonomi Mustahik Berbasis Zakat Produktif Oleh DPU-PT
(Dompet Peduli Ummat Daarut Tauhid) di Yogyakarta, (Skripsi Fakultas Dakwah dan Komunikasi
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta: 2015), hlm. 87-89.
34
Arif Maslah, “Pengelolaan Zakat Secara Produktif Sebagai Upaya Pengentasan
Kemiskinan”, (Skripsi Jurusan Syariah STAIN Salatiga, 2012), hlm. 77.
35
Annisa Hartiwi Wulandari, “Strategi Pendayagunaan Dana Zakat Melalui Pemberdayaan
Ekonomi Masyarakat (Studi Rumah Zakat)”, (Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta: 2010), hlm. 66.
pendayagunaan zakat produktif memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap pemberdayaan mustahik. Selain itu, hasil skor kuisioner
membuktikan bahwa pihak BAPELURZAM cabang Weleri sudah
baik dalam medayagunakan zakat, namun perlu peningkatan dalam
pemberdayaan mustahik melalui pelatihan.36
36
Ahmad Fajri Panca Puta, “Pengaruh Pendayagunaan Zakat Produktif Terhadap
Pemberdayaan Mustahik Pada Badan Pelaksana Urusan Zakat Amwal Muhammadiyah
(BAPELURZAM) Pimpinan Cabang Muhammadiyah Weleri Kabupaten Kendal.” (Skirpsi Jurusan
Syariah STAIN Kendal : 2010), hlm. 77-79.
37
Jaitun Puspita Saripada, ”Pengaruh Pembiayaan Qardhul Hasan terhadap Pendapatan
Mitra Penyandang Disabilitas P.T. Karya Masyarakat Mandiri di Bekasi” (Skripsi Fakultas Syariah
dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: 2015), hlm. 90-92.
38
Hafidoh, ”Pengaruh Pemanfaatan Dana Zakat Produktif terhadap Tingkat Pendapatan
Mustahik di Pos Keadilan Peduli Ummat Yogyakarta” (Skripsi Fakultas Dakwah dan Komunikasi
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta: 2015), hlm. 65-67.
Berdasarkan ke-9 penelitian yang telah disebutkan, penulis
melakukan penelitian yang mempunyai perbedaan dengan penelitian
sebelumnya, yaitu ingin menggambarkan secara umum strategi
pemberdayaan ekonomi umat melalui pendistribusian zakat produktif
di BAZNAS Kab.Batang.
F. Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data
dengan tujuan dan kegunaan tertentu.39 Dalam menguraikan permasalahan
tentang analisis pemberdayaan ekonomi umat melalui pendistribusian zakat
produktif di BAZNAS Kab.Batang, peneliti menggunakan metode penelitian
kualitatif, penelitian yang tidak mengadakan perhitungan matematis, statistik,
dan lain sebagainya.40
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian lapangan
(field research), yaitu penelitian yang objeknya mengenai gejala-gejala,
peristiwa-peristiwa dan fenomena-fenomena yang terjadi pada lingkungan
sekitar baik masyarakat, organisasi, lembaga/negara yang bersifat non
pustaka.41 Dengan melakukan field research akan dapat menentukan
pengumpulan data dan informasi tentang “Analisis pemberdayaan
ekonomi umat melalui pendistribusian zakat produktif di BAZNAS
Kab.Batang”.
2. Waktu dan Tempat Penelitian
Waktu penelitian akan dilaksanakan setelah proposal ini di
seminarkan dan dinyatakan layak untuk diteliti. Studi kasus bertempat di
39
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2013),
hlm. 2.
40
John W Creswell, Research Design (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan Mixed),
terjemahan Achmad Fawaid, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hlm. 225.
41
Sutrisno Hadi, Metodologi Research I (Yogykarta: Andi Offset, 1989), hlm. 19.
BAZNAS Kab.Batang yang bertempat di Jalan Ahmad Yani Kabupaten
Batang.
3. Sumber Data
Sumber data yang dimaksud dalam penelitian adalah subjek dari
mana data diperoleh.42 Sumber data yang dibutuhkan dalam penelitian ini
meliputi data primer dan data sekunder.
a. Data Primer
Data primer yaitu sumber data utama yang diperoleh langsung
dari subjek penelitian yang menggunakan alat pengukur dan alat
pengambilan data langsung dari subjek dengan sumber informasi yang
dicari43. Dalam hal ini data primernya adalah hasil dari wawancara
maupun observasi langsung dengan staff dan karyawan BAZNAS
Kab.Batang mengenai pengelolaan dan pendistribusian zakat
produktif.
b. Data Sekunder
Data sekunder yaitu sumber data yang diperoleh secara tidak
langsung, yang diperoleh lewat pihak lain, bukan dari subjek
penelitan. Data sekunder biasanya berupa data dokumentasi atau data
laporan yang tersedia, serta arsip-arsip resmi44. Data sekunder juga
merupakan sumber-sumber data yang menjadi rujukan (penunjang)
dan melengkapi dalam melakukan suatu analisa, seperti: jurnal, buku-
buku, artikel, atau informasi-informasi lain yang secara erat memiliki
keterkaitan dengan strategi pendayagunaan dana zakat melalui
pemberdayaan ekonomi masyarakat yang akan dibahas peneliti
sebagai pendukung.
4. Teknik Pengumpulan Data
42
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Edisi Revisi IV, Cet.
II (Jakarta: Rineka Cipta, 1998), hlm. 114.
43
Saifudin Azwar, Metode Penelitian (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995), hlm. 91.
44
Saifudin Azwar, Metode Penelitian, hlm. 93.
a. Observasi
Observasi adalah bagian dalam pengumpulan data. Observasi
berarti mengumpulkan data langsung dari lapangan. Dalam penelitian
kualitatif, data tidak akan diperoleh di belakang meja. Tetapi harus
terjun ke lapangan, ke organisasi, atau ke komunitas. Data yang
diobservasi dapat berupa gambaran tentang sikap, kelakuan, perilaku,
tindakan, dan keseluruhan interaksi di lapangan yang dibutuhkan
peneliti.45 Dalam hal ini peneliti melakukan pengamatan terhadap
obyek penelitian yaitu Analisis Pemberdayaan Ekonomi Umat Melalui
Pendistribusian Zakat Produktif di BAZNAS Kab.Batang
b. Interview (wawancara)
Metode penelitian yang bertujuan mengumpulkan data berupa
keterangan atau informasi dari pihak-pihak yang terkait dalam objek
penelitian.46 Dalam hal ini wawancara dilakukan dengan staff dan
karyawan BAZNAS Kab.Batang.
c. Dokumentasi
Metode Dokumentasi adalah pengumpulan data kualitatif
dengan melihat atau menganalisis dokumen-dokumen yang dibuat
oleh objek sendiri atau oleh orang lain tentang subjek.47 Dan
mengumpulkan bukti-bukti atau keteranganketerangan seperti kutipan-
kutipan dari surat kabar, gambar-gambar, dan sebagainya.48 Metode ini
45
Cony Semiawan dan Raco, Metode Penelitian Kualitatif, ( Jakarta: Grasindo, 2012), hlm.
112.
46
Bungin Burhan, Metodologi Penelitian Kualitatif. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2007), hlm. 89.
47
Heris Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Salemba Humanika, 2012),
hal. 143
48
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: PT. Rineka
Cipta, 2002), hal. 232-233
peneliti gunakan untuk memperoleh dokumen-dokumen yang terkait
dengan kegiatan pengalokasian zakat di BAZNAS Kab.Batang.
Proses penelitian ini berangkat dari data empirik menuju kepada suatu
teori konkrit dari hasil penelitian tersebut. Jadi, metode ini menggambarkan,
menganalisa data yang diperoleh dari hasil penelitian. Sedangkan caranya
setelah data terkumpul kemudian diklasifikasikan sesuai dengan kerangka
penelitian.
G. Sistematika Penulisan
49
Consuelo G. Sevilla dkk, Pengantar Metode Penelitian, (Jakarta: Universitas Indonesia
(UI.Press), 1993), hal. 71
50
Bagong Sugiono, Metode Penelitian Sosial, (Jakarta: Kencana, 2006, cet. 2), hal. 6
BAB I : PENDAHULUAN yang akan menguraikan mengenai
pendahuluan yang memuat latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penelitian, kegunaan penelitian, dan sistematika pembahasan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA, pada bab ini akan menyajikan
tinjauan pustaka tentang pemberdayaan ekonomi masyarakat yang meliputi
pengertian pemberdayaan ekonomi umat dan pendistribusian, tinjauan umum
tentang zakat serta memaparkan hasil penelitian terdahulu.
BAB III : METODE PENELITIAN. Pada bab ini akan dipaparkan
metode penelitian dari penyusunan skripsi berupa jenis dan pendekatan
penelitian, tempat penelitian, teknik pengumpulan data dan teknik analisis
data.
BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Dimana
dalam bab ini akan diuraikan, hasil penelitian yang relevan dengan
permasalahan dan pembahasannya.
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN. Pada bab ini terdiri dari 2
subbab yang dinyatakan secara terpisah, yaitu kesimpulan dan saran
penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
i. Buku
Ali, Mohammad Daud. 2000. Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf. Cetakan I.
Jakarta : UI Press
Ar Rahman, Muhammad Abdul Malik. 2003. Pustaka Cerdas Zakat: 1001 Masalah
Zakat dan Solusinya. Jakarta: Lintas Pustaka.
Semiawan, Cony dan Raco. 2012. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Grasindo.
C. Jurnal
Pratama, Yogi Citra. 2015. Peran Zakat dalam Penanggulangan Kemiskinan (studi
Kasus: Program Zakat Produktif pada Badan Amil Zakat Nasional). Jurnal.
D. Internet