Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH IJARAH DAN IJARAH

MUNTAHIYA BITTAMLIK
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Muamalah merupakan bagian dari rukun islam yang mengatur hubungan antara
seseorang dan orang lain. Contoh hukum islam yang termasuk muamalah salah satunya
adalah ijarah (sewa-menyewa dan upah).Seiring dengan perkembangan zaman, transaksi
muamalah tidak terdapat miniatur dari ulama klasik, transaksi tersebut merupakan
terobosan baru dalam dunia modern.Dalam hal ini kita harus cermat, apakah transaksi
modern ini memiliki pertentangan tidak dengan kaidah fiqih? Jika tidak, maka transaksi
dapat dikatakan mubah.Sebelum dijelaskan mengenai ijarah, terlebih dahulu akan
dikemukakan mengenai makna operasional ijarah itu sendiri. Idris Ahmad dalam
bukunya yang berjudul Fiqh Syafi’I, berpendapat bahwa ijarah berarti upah-mengupah,
hal ini terlihat ketika beliau menerangkan rukun dan syarat upah-mengupah, mu’jir dan
musta’jir, sedangkan Kamaluddin A. Marzuki sebagai penerjemah Fiqh Sunnah karya
Sayyid Sabiq menjelaskan makna ijarah dengan sewa-menyewa.
Kegiatan ijarah ini tidak dapat dilepaskan dari kehidupan kita sehari-hari baik
dilingkungan keluarga maupun masyarakat sekitar kita. Oleh sebab itu kita harus
mengetahui apa pengertian dari ijarah yang sebenarnya, rukun dan syarat ijarah, dasar
hukum ijarah, manfaat ijarah dan lain sebagainya mengenai ijarah. Karena begitu
pentingnya masalah tersebut maka permasalahan ini akan dijelaskan dalam pembahasan
makalah ini.
Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat memiliki kebutuhan-kebutuhan yang harus
dipenuhi baik kebutuhan primer, sekunder maupun tersier. Ada kalanya masyarakat tidak
memiliki cukup dana untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Oleh karenanya, dalam
perkembangan perekonomian masyarakat yang semakin meningkat muncullah jasa
pembiayaan yang ditawarkan oleh lembaga keuangan bank salah satunya sewa guna
usaha (leasing), dimana kegiatan pembiayaan ini berdasarkan prinsip syariah
yang menggunakan akad Ijarah dan Ijarah Muntahiyah Bittamlik.
BAB II
PEMBAHASAN

I. IJARAH

A. Pengertian Ijarah
Al ijarah berasal dari kata al-ajru yang arti menurut bahasanya al-‘iwadh, yang arti dalam bahasa
Indonesia ialah ganti dan upah.
Sedangkan menurut istilah, para ulama berbeda pendapat mendefinisikan al ijarah, antara lain
sebagai berikut:

1. Menurut Hanafiyah bahwa ijarah ialah:


‫ض‬ٍ ‫ص ْودَةٍ ِمنَ ْالعَي ِْن ْال ُم ْست َأ ِج َرةِ بِعَ ْو‬
ُ ‫ع ْقد ٌ يُ ِف ْيدُ ت َْم ِليْكُ َم ْنفَعَ ٍة َم ْعلُ َو َم ٍة َم ْق‬
ُ
“Akad untuk membolehkan pemilikan manfaat yang diketahui dan disengaja dari suatu zat yang
disewa dengan imbalan”.

2. Menurut Malikiyah bahwa ijarah ialah:


‫ض ال َم ْنقُ ْوالَ ِن‬ ِِّ ‫تَس ِْميَةُ التَّعَاقُ ِد َعلَى َم ْنفَعَ ِة اآلدَ ِم‬
ِ ‫ى َو بَ ْع‬
“Nama bagi akad-akadd untuk kemanfaatan yang bersifat manusiawi dan untuk sebagian yang
dapat dipindahkan”.

3. Menurut Muhammad Al-Syarbini al-Khatib bahwa ijarah ialah:


ٍ ‫ت َْم ِليْكُ َم ْن َف َع ٍة ِب ِع َو‬
ُ ‫ض ِب‬
ٍ‫ش ُر ْوط‬
“Pemilikan manfaat dengan adanya imbalan dan syarat-syarat”.

4. Menurut Sayyid Sabiq bahwa ijarah ialah suatu jenis akad untuk mengambil manfaat
dengan jalan penggantian.
Berdasarkan definisi di atas, dapat dipahami bahwa ijarah adalah menukar sesuatu dengan ada
imbalan.

B. Dasar Hukum Ijarah


Dasar-dasar hukum ijarah adalah Al-Qur’an, sunnah, dan ijma’.

1. Dasar hukum ijarah dalam Al-Qur’an adalah:


‫ض ْعنَ لَ ُك ْم فَأْت ُ ْو ه َُّن أ ُ ُج ْو َره َُّن‬
َ ‫فَإِ ْن أَ ْر‬
“Jika mereka telah menyusukan anakmu, maka berilah upah mereka (Al-Thalaq: 6)”.

2. Dasar Hukum ijarah dari Hadits/sunnah adalah:


َ ‫طوا اْأل َ ِجي َْرأَجْ َرهُث قَ ْب َل اَ ْن ي َِّج‬
ُ‫ف ع ُُرقُه‬ ُ ُ‫أ‬
ُ ‫ع‬
“Berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya kering” (Riwayat Ibnu Majah)
3. Ijma ulama
Semua ahli fiqih sepakat akan kebolehan ijarah, dikarenakan kebutuhan manusia
akankemanfaatan dari ijarah.

C. Rukun dan Syarat Ijarah


Menurut Hanafiyah rukun ijarah hanya satu yaitu ijab dan qabul dari dua belah pihak yang
bertransaksi. Adapun menurut Jumhur Ulama rukun ijarah ada empat yaitu:
1. Dua orang yang berakad (akid) yaitu mu’jir (orang yang menyewakan atau orang yang
memberi upah) dan musta’jir (orang yang menyewasesuatu atau menerima upah).
2. Sighat
3. Sewa atau imbalan
4. Manfaat

Adapun syarat-syarat ijarah sebagai berikut:


1. Dua orang yang berakad (akid). Menurut ulama Syafiiyah dan Hanabalah dua orang yang
berakad disyaratkan telah baligh dan berakal. Oleh sebab itu, apabila orang yang belum atau
tidak berakal ijarahnya tidak sah. Akan tetapi, ulama Hanafiyah dan Malikiyah berpendapat
bahwa kedua orang yang berakad tidak harus berakal dan baligh. Oleh karenanya, anak yang
baru mumayiz pun boleh melakukan akad ijarah, hanya pengesahannya perlu persetujuan
walinya.

2. Kedua belah pihak yang berakad menyatakan kerelaannya untuk melakukan akad ijarah.
Apabila salah seorang diantaranya terpaksa melakukan akad ini, maka akad ijarah tidak sah.

3. Sighat
Sighat ijarah adalah berupa pernyataan dari kedua belah pihak yang berkontrak, baik secara
verbal, cengan cara penawaran dari penilik asset (lembaga keuangan syariah) dan penerimaan
yang dinyatakan oleh penyewa (nasabah).

4. Ujrah (upah)
Para ulama telah menetapkan syarat upah, yaitu:
a. Berupa harta tetap yang diketahui oleh kedua belah pihak.
b. Tidak boleh sejenis dengan barang manfaat dari ijarah, seperti menyewa rumah dengan
menempati rumah tersebut.
Manfaat yang menjadi objek ijarah harus diketahui, sehingga tidak muncul perselisihan
dikemudian hari. Apabila manfaat menjadi objek yang tidak jelas, maka akadnya tidak sah.
Kejelasan manfaat itu dapat dilakukan dengan menjelaskan jenis manfaatnya dan penjelasan
berapa lama manfaat itu ditangan penyewanya.

D. Sifat dan Hukum Akad Ijarah


Mengenai sifat akad ijarah, para ulama fiqih berbeda pendapat dalam mensifati akad ijarah.
Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa akad ijarah bersifat mengikat, tetapi boleh dibatalkan
secara sepihak apabila terdapat uzur dari salah satu pihak yang berakad. Sedangkan jumhur
ualama berpendapat bahwa akad ijarah bersifat mengikat, kecuali terdapat cacat atau barang itu
tidak boleh dimanfaatkan.
Sedangkan hukum akad ijarah, terdapat dua hukum yaitu:
1. Hukum ijarah sahih
Yaitu tepatnya kepemilikan kemanfaatan bagi penyewa dan tepatnya upah bagi pekerja atau
orang yang menyewakan, sebab ijarah termasuk akad jual beli pertukaran hanya saja dalam
bentuk kemanfatan.
2. Hukum ijarah rusak
Menurut ulama Hanafiyah, jika penyewa telah mendapatkan manfaat tetapi orang yang
menyewakan atau yang bekerja dibayar lebih kecil dari kesepakatan pada waktu akad, bila
kerusakan tersebut terjadi pada syarat. Akan tetapi, jika kerusakan disebabkan penyewa tidak
member tahukan jenis pekerjaan perjanjiannya harus diberikan semestinya.

E. Macam-macam Akad Ijarah


Dalam hukum islam ada dua jenis ijarah, yaitu:
1. Ijarah yang berhubungan dengan sewa jasa, yaitu memperkerjakan jasa seseorang dengan
upah sebagai imbalan jasa yang disewa.
2. Ijarah yang berhubungan dengan sewa asset atau property yaitu memindahkan hak untuk
memakai dari asset atau property tertentu kepada orang lain dengan imbalan biaya sewa. Bentuk
ijrah seperti ini mirip dengan leasing (sewa) pada bisnis konvensional.

F. Pembatalan dan Berakhirnya Ijarah


Ijarah adalah jenis akad lazim, yaitu akad yang tidak membolehkan adanya fasakh pada salah
satu pihak, karena ijarah merupakan akad pertukaran, kecuali bila didapati hal-hal yang
mewajibkan fasakh.
Ijarah akan mendai fasakh (batal) bila ada hal-hal sebagai berikut:
1. Terjadinya cacat pada barang sewaan yang terjadi pada tangan penyewa.
2. Rusaknya barang yang disewakan.
3. Rusaknya barang yang diupahkan (ma’jur ‘alaih).
4. Terpenuhinya manfaat yang diakadkan, berakhirnya masa yang telah ditentukan dan
selesainya pekerjaan.
5. Menurut Hanafiyah, boleh fasakh ijarah dari salahg satu pihak seperti yang menyewa took
untuk dagang, ke,mudian dagangannya ada yang mencuri, maka ia dibolehkan memfasakhkan
sewaan itu.

II. IJARAH MUNTAHIA BITTAMLIK

A. Pengertian Ijarah Muntahia Bittamlik


1. Menurut Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 dan Peraturan Bank Indonesia akad ijarah
muntahiya bittamlik" adalah Akad penyediaan dana dalam rangka memindahkan hak guna atau
manfaat dari suatu barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa dengan opsi pemindahan
kepemilikan barang.
2. Ijarah Muntahiya Bittamlik adalah sejenis perpaduan antara kontrak jual beli dan sewa
lebih tepatnya akad sewa yang diakhiri dengan kepemilikan barang ditangan si penyewa. Sifat
permindahan kepemilikan ini pula yang membedakan dengan ijarah biasa.

B. Rukun dan Syarat Ijarah Muntahia Bittamlik


Dalam semua pembiayan murabahab, termasuk pembiayaan KPR syariah, terdapat rukun ijarah
muntahia bittamlik diantaranya:
1. Adanya pihak yang berakad.
2. Objek yang diakadkan.
3. Akad/sighat

Dengan mengacu pada murobahah dapat disimpulkan syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam
transaksi KPR Syariah adalah sebagai berikut:
1. Pihak bank harus memberitahukan biaya pembelian rumah kepada nasabah
2. Kontrak transaksi harus sah dan terbebas dari riba.
3. Objek transaksi jelas.
4. Penjual harus menjelaskan semua hal yang berkaitan dengan proses perolehan barang
tersebut.

Selain itu juga, dalam pelaksanaan akad IMBT ada ketentuan ketentuan yang bersifat umum dan
ketentuan bersifat khusus. Adapun ketentuan yang bersifat umum dalam akad ijarah muntahiya
bittamlik sebagai berikut:
1. Rukun dan syarat yang berlaku dalam akad ijarah berlaku pula dalam aqad IMBT,
2. Perjanjian untuk melakukan akad IMBT harus disepakati ketika akad ijarah ditandatangani,
3. Hak dan kewajiban setiap pihak dijelaskan dalam aqad.

Sedangkan ketentuan yang bersifat khusus dalam akad ijarah muntahiya bittamlik sebagai
berikut:
1. Pihak yang melakukan IMBT harus melakukan akad ijarah terlebih dahulu. Akad
pemindahan kepemilikan baik dengan jual beli (bai’) atau pemberian (hibah) hanya dapat
dilakukan setelah masa ijarah selesai.
2. Janji pemindahan kepemilikan yang disepakati diawal akad ijarah adalah wa’ad (janji) yang
hukumnya tidak mengikat. Apabila wa’ad (janji) dilaksanakan, maka pada akhir masa ijarah
(sewa) wajib dibuat akad pemindahan kepemilikan. Artinya dalam akad IMBT tidak
bertentangan dengan prinsip syariah yaitu melarang 2 (dua) akad dalam satu perjanjian. Namun
Ijarah Muntahiya Bittamlik memiliki perbedaan dengan leasing konvensional.

C. Landasan Hukum Ijarah Muntahia Bittamlik


1. Bersumber Al-Quran
Sebagai suatu transaksi yang bersifat tolong menolong, ijarah mempunyai landasan yang kuat
dalam Al-Quran dan Hadist. Konsep ini mulai dikembangkan pada masa Khalifah Umar bin
Khattab yaitu ketika adanya sistem bagian tanah dan adanya langkah revolusioner dari Khalifah
Umar yang melarang pemberian tanah bagi kaum muslimin di wilayah yang ditaklukkan.
Langkah alternatif dari larangan ini adalah membudayakan tanah berdasarkan pembayaran
Kharaj dan Jizyah. Landasan ijarah disebut secara terang dalam Al-Qur’an dan Hadist.Dalam Al-
Qur’an Surat Al Baqarah Ayat 233 Allah menjelaskan bahwa :

Artinya: dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu
apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan
ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan”.
Dalam ayat diatas dijelaskan bahwa tidak berdosa jika ingin mengupahkan sesuatu kepada orang
lain dengan syarat harus membayar upah terhadap pekerjaan tersebut, dalam ayat ini dijelaskan
bahwa jika ingin anak-anak disusui oleh orang lain, maka pekerjaan seperti ini tidak berdosa
asalkan kita membayar upah. Jika dipahami lebih dalam ayat ini mengisyaratkan kebolehan
untuk menyewa jasa orang lain dalam melakukan sesuatu pekerjaan yang kita butuhkan. Dalam
ayat diatas dijelaskan bahwa tidak berdosa jika ingin mengupahkan sesuatu kepada orang lain
dengan syarat harus membayar upah terhadap pekerjaan tersebut, dalam ayat ini dijelaskan
bahwa jika ingin anak-anak disusui oleh orang lain, maka pekerjaan seperti ini tidak berdosa
asalkan kita membayar upah. Jika dipahami lebih dalam ayat ini mengisyaratkan kebolehan
untuk menyewa jasa orang lain dalam melakukan sesuatu pekerjaan yang kita butuhkan.

2. Bersumber Hadits
Dan Rasullullah SAW bersabda dalam sebuah riwayat :
‫إحتجمواعطالحجامااجرهه‬
Artinya : Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah bersabda : “berbekamlah kamu,
kemudian berikanlah olehmu upahnya kepada tukang bekam itu”. (H.R. Bukhari dan Muslim.
Hadist diatas mengidentifikasi bahwa pada masa Rasulullah juga pernah terjadi transaksi ijarah,
yaitu dengan cara Rasulullah memerintahkan kepada orang yang dibekam untuk memberikan
upah kepada tukang bekam disebarkan dia telah menyelesaikan bekam.

Dalam riwayat lain Nabi juga bersabda :


‫إأعطوااألجيرأجرهقبل أن يجف عرقه‬
Artinya : Dari Ibnu Umar, bahwa Rasullah bersabda : “Berikanlah upah pekerja sebelum
keringatnya kering” (H.R Ibnu Majah).
Dalam hadit di atas menggunakan makna yaitu setiap penyewaan keahlian (jasa) seseorang harus
dibayar upahnya secepatnya sebelum keringat pekerja tersebut kering, jangan sampai diundur-
undurkan. Penekanan hadist ini sangat jelas bahwa jangan sekali-kali pembayaran upah itu
dilakukan ketika seseorang itu telah menjadi lemah atau ketika orang tersebut sudah sakit, karena
dengan upah tersebut penyewa bisa menggunakan upah tersebut untuk keperluaanya.
Pada prinsipnya terdapt kesepakatan di kalangan para sahabat bahwa dibolehkan melakukan
aqad ijarah dalam kehidupan bermuamalah. Alasan ini mereka membolehkan aqad ini adalah
karena sewa merupakan jual manfaat yang dibutuhkan, namun ketika kontrak yang dibuat
terhadap manfaat ini tidak dapat diserah terimakan, inilah sebabnya ada ulama yang mengatakan
aqad ini tidak boleh, karena tidak dapat diserah terimakan seperti pada aqad jual beli.
Dasarkan hukum ijarah muntahiya bittamlik menurut pendapat ualam masih terdapat perbedaan
mengenai kebolehannya, sebagian yang kontroversi berlakunya transaksi ijarah di kalangan
ulama madzhab yaitu tentang sewa yang diakhiri dengan pemilikan atau hibah bersyarat. Ulama
madzhab Hanafi, Syafi’I, dan Zaidiyah, dan Imamiyah membolehkan aqad ijarah muntahiya
bittamlik ini, sedangkan ulama madzab Hambali, sebagian ulama madzhab Hanafi, dan madzhab
Maliki, tidak membolehkannya.
Perbedaan pendapat ulama tersebut dikarenakan masing-masing mempunyai perbedaan
pemahaman tentang kerelasi aqad ijarah dengan hibah, tetapi walaupun demikian eksistensi
ijarah ini dapat dilakukan boleh, karena didasarkan pada salah satu pendapat ulama yang
mengatakan boleh hukumnya.
Hibah ini bersifat mengikat terhadap masa akan datang. Hukumnya boleh menurut ketentuan
Fiqh Islam. Demikian pula dalam jual beli yang bersifat mengikat dengan waktu. Misalnya, “jika
anda telah menyelesaikan cicilan sewa pada masa tertentu, maka saya menjual barang ini kepada
anda”. Praktek ini dibenarkan menurut Ibnu Taymiyah dan Ibnu Qayyim.
Selain itu menurut para ulama perpindahan kepemilikan secara otomatis seperti cara-cara diatas
tidak perlu membuat kontrak baru. Hal ini dipertegas dengan fatwa DSN-MUI bahwa pihak yang
melakukan ijarah muntahiya bittamlik harus melaksanakan aqad ijarah terlebih dahulu. Aqad
pemindahan kepemilikan, baik dengan jual beli maupun pemberian (hibah), hanya dapat
dilakukan setelah masa ijarah selesai.
Dari penjelasan dan dalil di atas dapat diketahui bahwa ijarah itu hukumnya boleh dan begitu
juga dengan ijarah muntahiya bittamlik juga boleh, karena tidak ada dalil yang
mengharamkannya.

3. Menurut Konsep Fatwa MUI No: 09/DSN-MUI/IV/2000

4. menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES)


Pasal berikut merupakan pasal yang tertera dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES)
mengenai Ijarah Muntahiya Bittamlik
Ijarah Muntahiya Bittamlik

Pasal 278
Rukun dan syarat dalam ijarah dapat diterapkan dalam pelaksanaan Ijarah Muntahiya Bittamlik.

Pasal 279
Dalam akad Ijarah Muntahiya Bittamlik suatu benda antara mu’jir/ pihak yang menyewakan
dengan musta’jir pihak penyewa diakhiri dengan pembelian ma’jur/objek ijarah oleh
musta’jir/pihak penyewa.

Pasal 280
1) Ijarah Muntahiya Bittamlik harus dinyatakan secara eksplisit dalam akad
2) Akad pemindahan kepemilikan hanya dapat dilakukan setelah masa Ijarah Muntahiya
Bittamlik berakhir.

Pasal 281
Musta’jir/ penyewa dalam akad ijarah muntahiya bittamlik dilarang menyewakan dan
a tau menjual ma’jur/benda yang disewa

Pasal 282
Harga ijarah dalam akad ijarah muntahiya bittamlik sudah termasuk dalam pembayaran benda
secara angsuran

Pasal 283
1) Pihak mu’jir/yang menyewakan dapat melakukan penyelesaian akad ijarah muntahiya
bittamlik bagi musta’jir/penyewa yang tidak mampu melunasi pembiayaan sesuai kurun waktu
yang disepakati.
2) Penyelesaian sebagaimana dalam ayat 1) dapat diselesaikan melalui perdamaian dan atau
pengadilan.
Pasal 284
Pengadilan dapat menetapkan untuk menjual objek ijarah muntahiya bittamlik yang tidak dapat
dilunasi oleh penyewa dangan harga pasar untuk melunasi utang penyewa.

Pasal 285
1) Apabila harga jual objek ijarah muntahiya bittamlik melebihi sisa utang, maka pihak yang
menyewakan harus mengembalikan sisanya kepada penyewa.
2) Apabila harga jual objek ijarah muntahiya bittamlik lebih kecil dari sisa utang, maka sisa
utang tetap wajib dibayar oleh penyewa.
3) Apabila peminjam sebagaimana dalam ayat (2) tidak dapat melunasi sisa utangnya.
Pengadilan dapat membebaskanya atas izin pihak yang menyewakanya.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
bahwa ijarah adalah menukar sesuatu dengan ada imbalan.
para ulama berbeda pendapat mendefinisikan al ijarah, antara lain sebagai berikut:

1. Menurut Hanafiyah bahwa ijarah ialah:


‫ض‬ٍ ‫ص ْودَةٍ ِمنَ ْالعَي ِْن ْال ُم ْست َأ ِج َرةِ بِعَ ْو‬
ُ ‫ع ْقد ٌ يُ ِف ْيد ُ ت َْم ِليْكُ َم ْنفَعَ ٍة َم ْعلُ َو َم ٍة َم ْق‬
ُ
“Akad untuk membolehkan pemilikan manfaat yang diketahui dan disengaja dari suatu zat yang
disewa dengan imbalan”.

2. Menurut Malikiyah bahwa ijarah ialah:


‫ض ال َم ْنقُ ْوالَ ِن‬ ِّ ِ ‫تَس ِْميَةُ الت َّ َعاقُ ِد َعلَى َم ْنفَ َع ِة اآلدَ ِم‬
ِ ‫ى َو بَ ْع‬
“Nama bagi akad-akadd untuk kemanfaatan yang bersifat manusiawi dan untuk sebagian yang
dapat dipindahkan”.

3. Menurut Muhammad Al-Syarbini al-Khatib bahwa ijarah ialah:


‫و‬ ‫ر‬ ُ
ٍ‫ض ِ ُ ْ ط‬
‫ش‬ ‫ب‬ ٍ ‫ت َْم ِليْكُ َم ْن َف َع ٍة ِب ِع َو‬
“Pemilikan manfaat dengan adanya imbalan dan syarat-syarat”.

4. Menurut Sayyid Sabiq bahwa ijarah ialah suatu jenis akad untuk mengambil manfaat
dengan jalan penggantian.

Akad Ijarah Muntahiya Bittamlik (IMBT) merupakan akad penyediaan dana dalam rangka
memindahkan hak guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa
dengan opsi pemindahan kepemilikan barang kepada pihak penyewa yaitu nasabah. Pemindahan
kepemilikan bisa dilakukan dengan opsi jual beli atau dengan opsi hibah.

B. Saran
Demikian makalah yang dapat kami sajikan, mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi
pembaca. Kritik dan saran yang membangun kami harapkan untuk penyempurnaan
penyusunan makalah selanjutnya. Jika ada kesalahan atau kekurangan dalam penyusunan
makalah ini, kami mohon ma’af sebesar-besarnya.

DAFTAR PUSTAKA

Anonimus, Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah ( KHES ), Fokus Media: Bandung, 2010

Atang Abd. Hakim, Fiqh Perbankan Syariah, PT Refika Aditama : Bandung, 2011.

Djuwaini, Dimyauddin. 2010. Pengantar FIQH MUAMALAH. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.


Hendi suhendi, Fiqh Muamalah, PT Rajagrafindo Persada : Jakarta , 2010.

Hasbi Ash Shiddieqi, Teungku Muhammad. 1997. Hukum-hukum Fiqih Islam.


Yogyakarta : PT. Pustaka Rizki Putra.
Muhammad Syafi’I Antonio. Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik, Gema Insani:
Jakarta, 2001.

Anda mungkin juga menyukai