Anda di halaman 1dari 17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karies
2.1.1 Definisi karies gigi
Penyakit karies gigi merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi
yaitu email, dentin dan sementum, yang di sebabkan oleh aktivitas jasad
renik dalam suatu karbohidrat. Tandanya adalah adanya demineralisasi
jaringan keras gigi yang kemudian diikuti oleh kerusakan bahan
organiknya. Akibatnya, terjadi invasi bakteri dan kematian pulpa serta
penyebaran infeksinya ke jaringan periapeks sehingga dapat
menyebabkan rasa ngilu sampai rasa nyeri (Priyambodo, 2011).
2.1.2 Etiologi karies gigi
Beberapa jenis karbohidrat makanan misalnya sukrosa dan
glukosa, dapat diragikan oleh bakteri tertentu dan membentuk asam
sehingga pH plak akan menurun samapai di bawah 5 dalam waktu 1-3
menit. Plak gigi merupakan lengketan yang yang berisi bakteri beserta
produk-produknya, yang terbentuk pada semua permukaan gigi.
Penurunan pH yang berulang-rulang dalam waktu tertentu akan
mengakibatkan demineralisasi permukaan gigi yang rentan dan proses
kariespun dimulai. Paduan keempat faktor penyebab tersebut kadang-
kadang digambarkan sebagai empat lingkaran yang bersitumpang
(Gambar 1). Karies baru bisa terjadi hanya kalau keempat faktor
tersebut di atas ada.
Gambar 1. Empat lingkaran yang menggambarkan paduan
faktor penyebab karies

Tabel 1. Kesimpulan dasar-dasar untuk terjadinya satu karies


I II III IV
Substrat Mikroorganisme Gigi dan Waktu
Host melekatnya
Mono dan Lactobacillus Bentuk gigi Hari
Disakarida Streptocossus yg tidak Minggu
(Gula) Bacillus teratur (Pit Bulan
Acidophillus dan fisura) Tahun
 Peran mikroorganisme
Sterptococcus mutans dan Laktobasilus merupakan bakteri
yang kaariogeik karena mampu segera membuat asam dari
karbohidrat yang dapat diragikan. Bakteri-bakteri tersebut dapat
tumbuh subur dalam suasana asam dan dapat menempel pada
permukaan gigi karena kemampuannya membuat polisakharida
ekstra sel yang sangat lengeket dari karbohidrat makanan.
Polisakharida ini, yang terutama terdiri dari polimer glukosa,
menyebabkan matriks plak gigi mempunyai konsistensi seperti
gelatin. Akibatnya, bakteri-bakteri terbantu untuk melekat pada gigi
serta saling melekat satu sama lain. Dan karena plak makin tebal
maka plak ini akan menghambat fungsi saliva dalam menetralkan
plak tersebut (Botss dkk, 2004).
 Peran karbohidrat makanan
Karbohidrat menyediakan substrat untuk pembuatan asam
bagi bakteri dan sintesa polisakarida ekstra sel. Walaupun demikian,
tidak semua karbohidrat sama derajat kariogeniknya. Karbohidrat
yang kompleks misalnya pati relatif tidak berbahya karena tidak
dicerna secara sempurna di dalam mulut, sedangkan karbohidrat
dengan berat molekul yang rendah seperti gula akan segera meresap
ke dalam plak dan dimetabolisme dengan cepat oleh bakteri.
Dengan demikian, makanan dan minuman yang mengandung gula
akan menurunkan Ph plak dengan cepat sampai pada level yang
dapat menyebabkan dimeneralisasi email (Dawes, 2003).
Sintesa polisakarida ekstra sel dari sukrosa lebih cepat
dibandingkan dengan glukosa, fruktosa dan laktosa. Oleh karena
sukrosa merupakan gula yang paling banyak dikonsumsi dan karena
sintesa ekstra sel sukrosa lebih cepat daripada gula lainnya sehingga
cepat diubah oleh mikroorganisme dalam rongga mulut menjadi
asam, maka sukrosa merupakan penyebab karies yang utama,
walaupun gula lainnya tetap berbahaya (Loveren dkk, 2003).
 Peran waktu
Adanya kemampuan saliva untuk mendepositkan kembali
mineral selama berlangsungnya proses karies, menandakan bahwa
proses karies tersebut terdiri atas periode perusakan dan perbaikan
yang silih berganti. Oleh karena itu, bila saliva ada di dalam
llingkungan gigi, maka karies tidak menghancurkan gigi dalam
hitungan hari atau minggu, melainkan dalam bulan atau tahun.
Dengan demikian sebenarnya terdapat kesempatan yang baik untuk
menghentikan penyakit ini (Loveren, 2003).
 Kerentanan permukaan gigi
Plak yang mengandung bakteri merupakan awal bagi
terbentuknya karies. Oleh karena itu kawasan gigi yang
memudahkan plak sangat mungkin diserang karies. Kawasan-
kawasan yang mudah diserang karies tersebut adalah ():
a) Pit dan fisur pada permukaan oklusal molar dan premolar
(Gambar 2), pit bukal molar dan pit palatal insisif.

Gambar 2 Karies oklusal pada


molar dengan fisur yang kehitam-
hitaman
b) Permukaan halus di daerah aproksimal sedikit di bawah titik
kontak (Gambar 3)

Gambar 3 Satu lesi Karies yang terdapat


pada aspek distal, Lesi tampak kontras
dengan lidge tepiyang telah berubah warna
jadi abu-abu kemerahan

c) Karies pada tepian di daerah leher gigi sedikit di atas tepi


gingiva (Gambar 4)
Gambar 4 Karies pada tepian di
daerah leher gigi

d) Permukaan akar yang terbuka, yang merupakan daerah tempat


melekatnya plak apada pasien dengan resesi gingiva karena
penyakit periodontium (Gambar 5)

Gambar 5 Karies pada permukaan akar


bukal 49 yang terbuka

e) Tepi tumpatan terutama yang bocor


f) Permukaan gigi yang berdekatan dengan gigi tiruan dan
jembatan
2.1.3 Patogenesis karies gigi
Penyakit Karies gigi dapat terjadi karena adanya sisa–sisa
makanan yang mengandung karbohidrat di dalam mulut akan
mengalami fermentasi oleh kuman flora normal rongga mulut menjadi
asam piruvat dan asam laktat melalui proses glikolisis. Mikroorganisme
yang berperan dalam proses glikolisis adalah lactobacillus acidophilus
dan streptococcus mutans . Asam yang dibentuk dari hasil glikolisis
akan mengakibatkan larutnya email gigi, sehingga terjadi proses
dekalsifikasi email atau karies gigi (Baehni dkk, 1996).
Penyakit Karies gigi dimulai dengan terjadinya demineralisasi
pada lapisan email. Enamel sebagian besar terdiri dari hidrokiapatit
(Ca10 (PO4)6 (OH)2) atau Fluorapatit (Ca10 (PO4)6 F2), kedua unsur
tersebut dalam suasana asam akan larut menjadi Ca2+, PO4-9 dan F-, OH-
. Ion H+ akan bereaksi dengan gugus PO4-9, F- atau OH- membentuk
HSO4- HF atau H2O, sedangkan yang kompleks terbentuk CaHSO4 ;
CaPO4 dan CaHPO4. Kecepatan pelarutan enamel dipengaruhi oleh
derajat keasaman (pH), konsentrasi asam, waktu larut dan kehadiran ion
sejenis kalsium dan fosfat. Adapun pengaruh pH terhadap koefisien laju
reaksi menunjukan, bahwa semakin kecil atau semakin asam media,
maka makin tinggi laju reaksi pelepasan ion kalsium dari enamel gigi.
Reaksi kimia pelepasan ion kalsium dari enamel gigi dalam suasana
ditunjukan dengan persamaan reaksi sebagai berikut (Soamen dkk,
1993).
Ca10 (PO4)6 F2 - Ca10 (PO)6 F2 + 2n H+ - N Ca2+ + Ca10 – n H20 – 2n (PO4)6 F2
Padat Terlarut Terlepas Padat
2.2 Karies pada Anak
Seperti yang dijelaskan diatas, penyakit karies gigi ialah suatu penyakit
jaringan keras gigi yang ditandai dengan terjadinya demineralisasi pada
jaringan keras gigi, diikuti dengan kerusakan bahan organik yang dapat
menyebabkan rasa ngilu hingga nyeri. Penyakit karies bersifat progresif dan
kumulatif, bila dibiarkan tanpa disertai perawatan dalam kurun waktu tertentu
kemungkinan akan bertambah parah (Nurlaila dkk, 2005).
Penyakit karies gigi merupakan masalah utama dalam rongga mulut anak
sampai saat ini. Anak umur 8 – 10 tahun merupakan satu kelompok yang rentan
terhadap penyakit gigi dan mulut karena umumnya anak-anak pada umur
tersebut masih mempunyai perilaku atau kebiasaan diri yang kurang
menunjang terhadap kesehatan gigi (Houwink dkk, 1993). Hal ini juga
didukung oleh data yang dirilis oleh National Institution of Health di Amerika
Serikat yang melaporkan bahwa karies gigi menjadi penyakit kronis yang
paling sering diderita anak umur 5 – 17 tahun, yang kasusnya lima kali lebih
banyak dibanding asma dan tujuh kali dari demam akibat alergi. Selain itu
National Institution of Helath juga merilis temuannya yaitu bahwa karies pada
gigi geraham pertama permanen merupakan lokasi karies yang paling sering
dijumpai pada anak.
Gigi permanen yang pertama erupsi dalam rongga mulut pada usia 6-7
tahun yaitu gigi geraham pertama permanen. Gigi ini merupakan gigi yang
terbesar dan baru erupsi setelah pertumbuhan dan perkembangan rahang sudah
cukup memberi tempat untuknya. Gigi geraham pertama permanen berfungsi
untuk mengunyah, menumbuk, dan menggiling makanan karena mempunyai
permukaan kunyah yang lebar dengan banyak tonjolan-tonjolan dan lekukan-
lekukan (Itjingningsih, 1991).
Anak-anak mempunyai resiko karies yang paling tinggi ketika gigi
mereka baru erupsi. Sama seperti yang telah dijelaskan diatas, gigi geraham
pertama permanen waktu erupsi di rongga mulut anak pada umur 6 – 7 tahun.
Waktu erupsi gigi geraham pertama permanen ini lebih cepat dari gigi geraham
yang lainnya sehingga menyebabkan gigi ini sangat rentan terhadap karies
karena pada masa ini permukaan oklusal gigi molar pertama sedang
berkembang. Pada masa ini gigi rentan karies sampai maturasi kedua
(pematangan jaringan gigi) selesai selama 2 tahun (Itjingningsih, 1991).
Faktor lain yang juga sangat mendukung yaitu bentuk anatomi gigi
geraham pertama permanen lebih banyak pit dan fisura dibandingkan gigi yang
lain sehingga gigi ini lebih beresiko terkena karies paling banyak. Manifestasi
klinis atau perjalanan penyakit karies gigi biasanya dimulai pada pit dan fisura
permukaan oklusal gigi molar (khususnya gigi geraham pertama permanen)
dari bentuk anatominya pada bagian oklusal gigi banyak sekali terdapat pit dan
fisura (alur lekukan gigi). Di bagian pit dan fisur paling sering tersangkut
makanan yang membuat bakteri tersangkut dan berkembang biak yang
menyebabkan karies gigi (Kaunang dkk, 2012)
Pembahasan diatas juga didukung oleh penelitian Thicle dkk. di empat
kabupaten England Utara dan Barat, yang menunjukkan angka karies gigi
geraham pertama permanen pada anak mencapai 81,1%. Hasil yang sama
dikemukakan oleh Dhar V di Desa Udaipur Rajasthan bahwa karies gigi
geraham pertama permanen yang terjadi pada anak sekitar 63,20% dan 85,07%
diantaranya membutuhkan perawatan terhadap karies tersebut (Dhar V, 2009).
2.3 Pit dan Fisura
Pit adalah titik terdalam yang berada pada pertemuan antar beberapa
groove atau akhir dari groove. Istilah pit sering berkaitan dengan fisura. Fisura
adalah garis berupa celah yang dalam pada permukaan gigi (Wheeler, 1974).
Pit dan Fisura ini hanya terdapat pada gigi posterior atau belakang yaitu pada
gigi molar atau geraham dan premolar atau geraham kecil. Macam pit dan
fisura bervariasi bentuk dan kedalamannya, dapat berupa tipe U (terbuka cukup
lebar); tipe V (terbuka, namun sempit); tipe I (bentuk seperti leher botol).
Bentuk pit dan fisura bentuk U cenderung dangkal, lebar sehingga mudah
dibersihkan dan lebih tahan karies. Sedangkan bentuk pit dan fisura bentuk V
atau I cenderung dalam, sempit dan berkelok sehingga lebih rentan karies.
Bentukan ini mengakibatkan penumpukan plak, mikroorganisme dan debris.
Morfologi permukaan oklusal gigi bervariasi berbagai individu. Pada
umumnya bentuk oklusal pada premolar nampak dengan tiga atau empat pit.
Pada molar biasanya terdapat sepuluh pit terpisah dengan fisura tambahan (M.
John hick dalam J.R Pinkham, 1994).

Gambar 6 Posisi pit dan fisura pada


oklusal gigi molar

2.4 Pit and Fissure Sealent


2.4.1 Definisi pit and fissure sealent
Pit and fissure sealent adalah suatu cara untuk mencegah
terjadinya karies pada permukaan oklusal gigi yang rentan terhadap
karies yaitu dengan melapisi atau memasukkan resin ke dalam pit dan
fisura gigi. Fissure sealent adalah suatu komponen dari bahan tumpatan
komposit resin yang mengandung polimer organik yang berfungsi
membantu memberikan retensi untuk penutupan pada permukaan
emaul di daerah pit dan fisura. (Uma, 2000).
2.4.2 Indikasi dan kontraindikasi pit and fissure sealent
Fissure sealent merupakan teknik yang sangat baik dilakukan
untuk mencegah terjadinya karies khusunya pada pit dan fisura. Namun
demikian para praktisi harus dapat menentukan kapan saatnya fissure
sealent ini dilakukan dan perlu melakukan pertimbangan-pertimbangan
yang matang sebelum melakukan tindakan ini terutama dalam hal
menentukan dan memilih gigi yang akan dilakukan pit and fissure
sealent.
Anak-anak mempunyai insiden karies yang tinggu sehingga juga
mempunya resiko tinggi untuk terjadinya karies oklusal pada gigi molar
dan premolarnya, sehinga pada gigi-gigi ini pemberian fissure sealent
harus dipertimbangkan. Kedalaman dan inklinasi fisura harus juga
dipertimbangkan karena hal ini akan menentukan perkembangan karies.
 Indikasi pit and fissure sealent adalah (Stallard, 19982) :
1. Adanya fusura pada oklusal yang dalam pada gigi molar dan
premolar yang bebas karies.
2. Pada gigi dengan permukaan yang utuh di mana permukaan
kontralateral dari gigi telah mengalami karies atau distorsi,
oleh karena gigi pada posisi yang berlawanan dalam rongga
mulut biasanya cenderung mengalami karies yang sama.
3. Pasien tidak mampu memelihara kebersihan rongga
mulutnya, misalnya pada anak-anak cacat.
4. Adanya garis ciklat tipis pada fisura tanpa adanya kerusakan-
kerusakan dan perubahan yang tampat pada dinding fisura.
 Kontraindikasi untuk melakukan pit and fissure sealent antara
lain adalah (Harmaini, 1994):
1. Adanya restorasi pada permukaan gigi, terbukanya bagian
oklusal oleh karies dan adanya karies pada permukaan lain
gigi pada gigi yang sama.
2. Pada kasu rampan karies dan adanya lesi interproksimal.
3. Pasien yang tidak kooperatif.
4. Fisura yang dangkal di mana kemungkinan besar karies tidak
terjadi.
2.4.3 Bahan-Bahan Sealent
Bahan-bahan sealent yang digunakan dalam bidang kedokteran
gigi terdiri dari dua jenis yaitu bahan Glass ionomer cement dan bahan
resin Bis GMA.
a. Glass ionomer cement
 Definisi
Glass ionomer cement atau semen ionomer kaca
adalah nama generik dari sekelompok bahan yang
menggunakan bubuk kaca silikat dan larutan asam
poliakrilat. Bahan ini mendapatkan namanya dari
formulanya yaitu suatu bubuk kaca dan asam ionomer
yang mengandung gugus karboksil.
 Sifat
Semen ini memiliki sifat kekerasan yang baik,
namun jauh inferior dibanding kekerasan bahan resin.
Kemampuan adhesi melibatkan proses kelasi dari gugus
karboksil dari poliasam dengan kalsium di kristal apatit
enamel dan dentin. Semen ini memiliki sifat anti karies
karena kemampuannya melepaskan fluor.
Dalam proses pengerasan harus dihindarkan dari
saliva karena mudah larut dalam cairan dan menurunkan
kemampuan adhesi. Ikatan fisiko kimiawi antara bahan
dan permukaan gigi sangat baik sehingga mengurangi
kebocoran tepi tumpatan (Kenneth J. Anusavice, 2004).
 Indikasi
Indikasi penggunaan pit and fissre sealant dengan semen
ionomer kaca sebagai berikut:
a. Digunakan pada geligi sulung
b. Kekuatan kunyah relatif tidak besar
c. Pada insidensi karies tinggi
d. Gigi yang belum erupsi sempurna
e. Area yang kontaminasi sulit dihindari
f. Pasien kurang kooperatif
b. Resin Bis GMA
 Definisi
Resin Bis GMA yang dikembangkan oleh Bowen
(1963), terdiri dari dua jenis yaitu bahan yang mengalami
polimerisasi setelah pencampuran dan bahan yang
mengalami polimerisasi hanya setelah penyinaran
(Andlaw dkk, 1987).
1. Resin swapolimerisasi (polimerisasi kimia)
Resin swapolimerisasi merupakan bahan
yang mengalami polimerisasi atau pengerasan
setelah pencampuran. Bahan ini lebih
disukaipara praktisi yang tidak ingin
mengeluarkan biaya tambahan untuk membeli
alat sinar, contoh bahan ini adalah Delton dari
Johnson dan Consice while sealant sistem dari
3M. Karena polimerisasi bahan ini akan segera
terjadi setelah pencampuran maka waktu yang
dibutuhkan terbatas, dan bahan ini harus tepat
sekali perletakannya. Namun demikian bahan ini
mempunyai keuntungan yaitu waktu yang
memungkinkan terkontaminasinya email teretsa
oleh saliva menjadi lebih sedikit (Kennedy,
1976).
Penelitian melaporkan bahwa pada
pemakaian bahan Delton diperoleh retensi 65%
selama tujuh tahun dan pada bahan Consice
White Sealant diperoleh retensi 85% setelah tiga
tahun (Harris dkk, 1987). Dan tingkat kebocoran
pada bahan Consice White Sealant dimencapai
2,7 (Pahini dkk, 1996).
2. Resin polimerisasi (pengerasan dengan sinar)
Bahan ini akan mengalami polimerisasi
setelah penyinaran, contoh bahan ini adalah Nuva
Seal (L.D Caulk). Bahan ini tidak akan
berpolimerisasi sebelum dilakukan penyinaran
sehingga waktu untuk manipulasi bahan ini
cukup banyak dan operator dapat mngendalikan
pengerasannya. Tetapi pada pemakaianm bahan
ini memerlukan biaya tambahan untuk membeli
alat sinar dan pemeiliharaannya (Kennedy,
1976).
Buonocore (1971) melaporkan bahwa
selama dua tahun 87% bahan fissure sealant
Nurva seal masih melekat pada permukaan gigi
dan terjadi pengurangan karies 99%. Hal ini
menunjukkan bahwa walaupun bahan fissure
sealent lepas atau aus, namun giginya telah
memperoleh perlindungan terhadap karies yang
lebih lama karena masih adanya jonjot resin pada
email gigi (Kennedy, 1976).
 Sifat
Secara umum resin memiliki sifat mekanis yang
baik, kelarutan bahan resin sangat rendah. Sifat termis
bahan resin sebagai isolator termis yang baik. Bahan resin
memiliki koefisien termal yang tinggi. Kebanyakan resin
bersifat radiopaque (E.C Combe, 1992).
Resin memiliki karakteristik warna yang
dapat disesuaikan dengan kebutuhan perawatan. Sifat
mekanis yang baik sehingga dapat digunakan pada gigi
dengan beban kunyah besar. Terjadinya pengerutan
selama proses polimerisasi yang tinggi menyebabkan
kelemahan klinis dan sering menyebabkan kegagalan.
Kebocoran tepi akibat pengerutan dalam proses
polimerisasi dapat menyebabkan karies sekunder.
Pemolesan bahan harus bagus karena kekasaran pada
permukaan komposit dapat dijadikan tempat
menempelnya plak (Kenneth J Anusavice, 2004).
 Indikasi
Penggunaan sealant berbasis resin digukanan pada hal
berikut:
a. Digunakan pada geligi permanen
b. Kekuatan kunyah besar
c. Insidensi karies relatif rendah
d. Gigi sudah erupsi sempurna
e. Area bebas kontaminasi atau mudah dikontrol
f. Pasien kooperatif, karena banyaknya tahapan yang
membutuhkan waktu lebih lama.
2.4.4 Viskositas dan manipulasi bahan
Kekuatan ikatan resin-email tergantung pada kemampuan resin
mengalir ke celah yang terbentuk karena etsa dan ke dasar pit dan fisura.
Makin kental bahannya, makin terbatas alirannya sehingga retensi yang
terbentuk akan makin berkurang. Demikian juga pencampuran bahan
atau aplikasi yang tidak tepat akan menyebabkan porus dan bila hal ini
terjadi di bagian permukaan yang teretsa dapat menyebabkan adaptasi
yang tidak baik (Kidd dkk, 1991).
2.4.5 Prosedur dan teknik aplikasi bahan fissure sealent
 Prosedur dan teknik aplikasi bahan fissure sealent berbasis
Resin Bis GMA (Donna Lesser, 2001)
1. Pembersihan pit dan fisura pada gigi yang akan dilakukan
aplikasi fissure sealant menggunakan brush dan pumis. Syarat
pumis yang digunakan dalam perawatan gigi:
a. Memiliki kemampuan abrasif ringan
b. Tanpa ada pencampur bahan perasa
c. Tidak mengandung minyak
d. Tidak mengandung Fluor
e. Mampu membersihkan dan menghilangkan debris, plak
dan stain
f. Memiliki kemampuan poles yang bagus
2. Pembilasan dengan air
Syarat air:
a. Air bersih
b. Air tidak mengandung mineral
c. Air tidak mengandung bahan kontaminan
3. Isolasi gigi
Gunakan cotton roll atau gunakan rubber dam
4. Keringkan permukaan gigi selama 20-30 detik dengan udara.
Syarat udara :
a. Udara harus kering
b. Udara tidak membawa air (tidak lembab)
c. Udara tidak mengandung minyak
d. Udara sebaiknya tersimpan dalam syringe udara dan
dihembuskan langsung ke permukaan gigi.
5. Lakukan pengetsaan pada permukaan gigi
a. Lama etsa tergantung petunjuk pabrik
b. Jika jenis etsa yang digunakan adalah gel, maka etsa
bentuk gel tersebut harus dipertahankan pada permukaan
gigi yang dietsa hingga waktu etsa telah cukup.
c. Jika jenis etsa yang digunakan adalah berbentuk cair,
maka etsa bentuk cair tersebut harus terus-menerus
diberikan pada permukaan gigi yang dietsa hingga waktu
etsa telah cukup.
6. Pembilasan dengan air selama 60 detik
Syarat air sama dengan point 2.
7. Pengeringan dengan udara setelah pengetsaan permukaan pit
dan fisura
a. Syarat udara sama dengan point 3.
b. Cek keberhasilan pengetsaan dengan mengeringkannya
dengan udara, permukaan yang teretsa akan tampak
lebih putih
c. Jika tidak berhasil, ulangi proses etsa
d. Letakkan cotton roll baru, dan keringkan
e. Keringkan dengan udara selama 20-30 detik
8. Aplikasi bahan sealant
a. Self curing: campurkan kedua bagian komponen bahan,
polimerisasi akan terjadi selama 60-90 detik.
b. Light curing: aplikasi dengan alat pabrikan (semacam
syringe), aplikasi penyinaran pada bahan, polimerisasi
akan terjadi dalam 20-30 detik.
9. Evaluasi permukaan oklusal
a. Cek oklusi dengan articulating paper
b. Penyesuaian dilakukan bila terdapat kontak berlebih
(spot grinding)
 Prosedur dan teknik aplikasi bahan fissure sealent berbasis glass
ionomer cement (Departemen Kesehatan North Sidney, 2008)
1. Pembersihan pit dan fisura pada gigi yang akan dilakukan
aplikasi fissure sealant menggunakan brush dan pumis.
Syarat pumis yang digunakan dalam perawatan gigi:
a. Memiliki kemampuan abrasif ringan
b. Tanpa ada pencampur bahan perasa
c. Tidak mengandung minyak
d. Tidak mengandung Fluor
e. Mampu membersihkan dan menghilangkan debris,
plak dan stain
f. Memiliki kemampuan poles yang bagus
2. Pembilasan dengan air
Syarat air:
a. Air bersih
b. Air tidak mengandung mineral
c. Air tidak mengandung bahan kontaminan
3. Isolasi gigi
Gunakan cotton roll atau gunakan rubber dam
4. Keringkan permukaan gigi selama 20-30 detik dengan udara.
Syarat udara :
a. Udara harus kering
b. Udara tidak membawa air (tidak lembab)
c. Udara tidak mengandung minyak
d. Udara sebaiknya tersimpan dalam syringe udara dan
dihembuskan langsung ke permukaan gigi.
5. Aplikasi bahan dentin kondisioner selama 10-20 detik
(tergantung instruksi pabrik). Hal ini akan menghilangkan plak
dan pelikel dan mempersiapkan semen beradaptasi dengan baik
dengan permukaan gigi dan memberikan perlekatan yang bagus.
6. Pembilasan dengan air selama 60 detik
Syarat air sama dengan point 2.
7. Pengeringan dengan udara setelah aplikasi dentin
kondisionerpermukaan pit dan fisura dilakukan pembilasan
a. Syarat udara sama dengan point 3.
b. Keringkan dengan udara selama 20-30 detik
8. Aplikasikan bahan SIK pada pit dan fisura.
9. Segera aplikasi bahan varnish setelah aplikasi fissure sealant
dilakukan.
10. Evaluasi permukaan oklusal
a. Cek oklusi dengan articulating paper
b. Penyesuaian dilakukan bila terdapat kontak berlebih
(spot grinding)
2.4.6 Masalah yang dijumpai selama aplikasi bahan fissure sealent
Masalah-masalah yang dijumpai selama melakukan aplikasi
bahan fissure sealent pada permukaan gigi meliputi hal-hal berikut
(Pinkham, 1988):
 Kelebihan sealent yang tumpah pada jaringan gingiva
Pada gigi molar atas selama aplikasi sealent dengan pasien
dalam posisi terlentang dapat terjadi pengaliran bahan ke distal
dan bila telah menyentuh gingiva, bahan tersebut akan meluas.
Pada groove bukal molar bawah, operator sering
mengaplikasikan sealent sangat dekat dengan jaringan gingiva.
Kontak dengan jaringan akan menghasilkan jumlah sealent yang
menumpuk pada daerah tepi gingiva. Untuk mengurangi jumlah
aliran sealent yang berlebihan ini sebaiknya digunakan sikat
aplikator, supaya jumlah sealent yang diaplikasikan dapat dengan
mudah dikontrol.
 Gelembung-gelembung pada resin
Gelembung-gelembung udara di sekitar resin sering menjadi
masalah. Diinstruksikan pada operator agar melakukan
pencampuran resin secara perlahan-perlahan, ini lebih baik
daripada menggunakan aksi gerakan yang cepat, sehingga
gelembung-gelembung tidak terjadi.
 Sealent lepas
Lepasnya sealent dari permukaan gigi, biasanya
berhubungan dengan hal-hal berikut ini :
1) Daerah yang aksesnya sulit (sebab pembersihan, etsa
dan pencucian yang tidak baik).
2) Daerah yang berdekatan dengan tepi gingiva (sebab
kontiminasi oleh aksi kapiler dari jaringan dan cairan
krevikular)
3) Daerah terkontaminasi saliva setelah pengetsaan.

Anda mungkin juga menyukai