Skripsi Friadi Hagiri
Skripsi Friadi Hagiri
Disusun Oleh:
FRIADI HAGIRI
07/250065/SP/21884
i
Representasi:
Peran Badan Musyawarah (Bamus) Betawi sebagai Saluran Representasi Masyarakat Betawi
Menuju Pemerintah DKI Jakarta
Skripsi:
No 2699
Diajukan Untuk Memenuhi dan Melengkapi Persyaratan Guna Mencapai Gelar Sarjana Ilmu
Politik pada Jurusan Politik da Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Gadjah Mada Yogyakarta
Disusun Oleh :
FRIADI HAGIRI
07/250065/SP/21884
Disetujui :
Dosen Pembimbing
Skripsi ini telah dipertahankan dan disahkan di depan Tim Penguji Jurusan Politikdan
Pemerintah Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta pada :
Hari : Jumat
Tim Penguji
iii
SURAT PERNYATAAN
NIM : 07/250065/SP/21884
Angkatan : 2007
Judul Skripsi : Peran Badan Musyawarah (Bamus) Betawi sebagai Saluran Representasi
Masyarakat Betawi Menuju Pemerintah DKI Jakarta
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi saya ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi dan juga tidak terdapat
karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh pihak lain, kecuali yang secara
tertulis dijadikan referensi dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Pernyataan ini saya buat dengan penuh tanggung jawab dan saya bersedia menerima sanksi
Friadi Hagiri
iv
PERSEMBAHAN
v
Kata Pengantar :
Dari semua lembar halaman di skripsi mungkin Cuma halaman ini yang di buat dengan
semangat menggebu-gebu oleh kebanyakan mahasiswa akhir alias penyusun skripsi. Halaman
yang biasanya di jadikan ajang pamer calon tunangan, calon istri atau suami, atau mungkin
calon mertua juga. Tak ketinggalan juga ucapan bagi teman-teman yang bahkan mereka yang
kesulitan untuk mencari si penulis ketika akhir bulan untuk meminjam uang. Ya, hanya sekedar
kumpulan nama tanpa makna. Tapi disinilah halaman yang sesungguhnya sangat berarti bagi
kebanyakan penulis skripsi. Begitu juga gw, yang disini gw akan mencoba membuat tulisan
yang katanya sih HALAMAN TERIMA KASIH .
Tentu saja ucapan pertama gw berikan kepada Tuhan , ALLAH SWT. Terima kasih ya
Allah untuk segalanya hingga skripsi ini selesai di buat dan di susun alakadarnya. Teirma kasih
dan doa juga kupajatkan kepadaMu, semoga masa-masa kuliah ini, dimana hanya ada kenangan
tentang tugas yang menggunung, harus bangun pagi untuk kuliah, galau karena skripsi. Semua
itu TIDAK AKAN TERULANG LAGI. Terima kasih Ya ALLAH Terima kasih banyak.
Terima kasih juga gw pajatkan kepada teladan dan junjungan Nabi besar Rasululloh Muhammad
SAW, yang telah membawa agama islam ke dunia ini. Terima kasih juga kepada para walisongo
yang telah menyebarkan islam di pulau jawa, terkhusus sunan kalijaga yang telah menyebarkan
islam di daerah jogja dan sekitarnya.
Khusus terima kasih gw berikan kepada mereka-mereka yang paling berharga dalam
hidup gw
1. Orang tua, Papa dan Mama. Wahyu Hidayat dan Aan Animah, terima kasih banyak
untuk segala-galanya.
2. Trio Penyihir jahat dan duo kurcaci, Rina Widiyanti, Aisya Triana, Syaharani
Fadhilla. Yang telah berjasa menjadikan hidup gw bagai film “jungkir balik dunia Jupri”
di tambah sekuel “dunia jupri jungkir balik lagi”. Kalian harus bangga saudara kalian ini
sekarang sarjana.
Tapi tanpa kalian mungkin skripsi ini tidak akan pernah selesai karena kelaparan.
Selanjutnya ucapan terima kasih juga gw sampaikan kepada mereka yang berpengaruh
dalam perjalanan kuliah gw di kampus ini, terima kasih kepada
vi
1. Ibu Sri Djoharwinarlien , Terima kasih bu sudah membimbing saya dengan sabar,
selalu membalas sms saya. Tapi liat kan bu, anak bimbinganmu yang payah ini
akhirnya bisa juga lulus.
2. Mas Ari dwipayana dan Mba Longgina Novadona Bayo, terima kasih mas mba atas
bimbingan dan arahannya. Mengarahkan saya yang seenaknya saja mengerjakan skripsi,
hingga skripsi saya sekarang mencapai tingkatan yang agak mendingan. Terima kasih
banyak selalu membaca teror sms saya yang inti smsnya hampir sama semua, galauan
saya tentang revisi. Terima kasih banyak atas semua bantuan dan pertolongannya.
3. Pak Cornelis lay, yang telah memberikan saya kuliah singkat tentang cara berbicara
didepan kelas.
4. Semua dosen jurusan politik dan pemerintahan UGM. Pak Josep, Pak Mashuri, Bu
lien, Pak Haryanto, Bu ratna, Pak Cornelis lay, Pak Pratikno, Pak Purwo, Pak
Bambang, Mas Ketut, Mas Gaffar, Mas Ari, Mba Linda, Mas Mada, Mas wawan,
Mas Acong, Mas Nanang, Mba Aziz, Mas Sigit, Mas Bayu, Mba Nova, Mas Hanif.
Terima kasih untuk ilmu bermanfaat yang telah saya dapatkan.
5. Pak sardjono beserta tangan kanannya rangga.
6. Wahyu kuncoro alias Achmed Wahyu KuncArok always smashblast sebotol kecap
jayamahe bin massivers ndalblek. Pemikir politik kontemporer masa kini, yang telah
mengeluarkan fatwa-fatwa tak terbantahkan.
Sebenarnya gw belum terpirkirkan dan sama sekali tidak pernah terpikirkan untuk segera
menulis halaman persembahan ini, tapi hari ini batin dan hati gw terusik dengan perbincangan
teman-teman di kampus yang berkata “di skripsi lo pokoknya kudu ada nama gw”. Yang
membuat gw terdiam sejenak dan memutar memori di otak ini 5 tahun kebelakang, sampai
akhirnya gw menemukan mereka yang telah menjadi artefak kuno yang berharga untuk sekedar
di berikan ucapan terima kasih melalui satu halaman ini tanpa iming-iming traktiran.
Berkumpul untuk sekedar membicarakan orang lain, ataupun berkumpul untuk sekedar
membicarakan gosip artis yang paling baru, ngerjain tugas sama-sama (walaupun kebanyakan
Cuma numpang nama termasuk gw haha). Nongkrong tanpa tujuan yang penting sampai pagi,
keperpus Cuma buat numpang tidur,. Ah! Semua indah kawan, tanpa kalian mungkin skripsi ini
akan selesai lebih cepat.
Sekarang
1. Annisa Hayatun Nazmi. Seperti seorang Kakak, ibu, bahkan sahabat terbaik yang paling
ngertiin gw. Makasih banyak cha, semoga suatu saat nanti kita bisa ketemu lagi.
vii
2. Irma Safni : Ini sih tempat sampah gw kalo nanya segala hal tentang skripsi dan wisuda,
hahaha. Partner terbaik yang cantik dan bisa di andalkan yang pernah gw miliki. Hei
kecil Sampai ketemu di GSP mei nanti.
3. Kurnia Kartikawati : si pejuang skripsi tanpa henti dan teman seperjuangan membantai
si skripsi. Haha, aku masih punya utang ongkos dengerin, nanti aku bayar.
4. Sahabat-sahabat gw satu asuhan, Ikayuni Prihatnawati, Dimas Khairul Latief
Tamami dan Matheus Raditya CP. Tunggu gw sebentar lagi ngejar kalian.
5. Kos Semapo GK V 44, Rio mesum, Habib Tua, Reza idiot, Nanang pea, Yudis
gendut, Habib cabul , Cencen peang, Denny cacat mental, Denny susilo, Irawan,
Ihsan Dojol. Satu kosan bareng selama 5 Tahun itu Ga sebentar cuy,
6. Manusia-manusia tanpa tujuan hidup, Pudji, Arzad, Afif , Wahyu kuncung, Agus dan
Adit sunset. Jangan ganggu skripsi gw lagi, maen aja sendiri-sendiri hahaha. Terima
kasih kawan, kalian sahabat terbaik gw di jogja ini. Pasti gw bakal keingetan terus waktu
nongkrong-nongkrong bareng sama kalian.
7. Partner Tanding badminton, Dinihari, Agung, Adi, Ersas dan kaskus badminton club
cabang jogja.
8. Terima kasih juga untuk semua teman-teman KKN unit 82, kalian yang terbaik jek. Gile.
Haha
9. untuk teman teman JPP angkatan 2007 semua. Gw duluan cuy sampe ketemu di
pernikahan masing-masing.
10. Teman-teman JPP 2008, 2009, 2010, 2011. Lahan parkir kampus berkurang satu, jadi gw
wariskan untuk kalian.
11. Terima kasih juga untuk kaskus, dari sini gw banyak belajar kalo skripsi itu cuma mimpi.
12. Dan untuk mereka yang gw selalu lupa namanya, :
Bapak ibu kantin fisipol, yang udah banyak membantu gw selama kuliah dari sekedar
minjem listrik sampai numpang tidur. Satpam-satpam fisipol, yang kadang ngasih
gratisan kopi. Bapak-bapak pejaga parkir Fisipol, yang dengan sukarela nyariin tempat
parkir buat gw kalo telat kuliah, marbot maskam, dan si babeh.
Dan untuk mereka semua yang telah menjadi bagian dalam perjalanan hidup gw di jogja.
Sampai jumpa lagi semua, semoga kalian ga pernah lupa nama FRIADI HAGIRI
Penulis merasa bahwa skripsi ini sudah sempurna, tetapi penulis juga menyadari jika
orang lain mungkin berpandangan berbeda. Oleh karena itu di harapkan kesediannya untuk
membaca serta memberikan saran dan kritik guna membangun skripsi ini jauh lebih sempurna
bagi umat. Wassalam
Tertanda
viii
DAFTAR ISI
Halaman
Lembar Judul ......................................................................................................................... i
Lembar Persetujuan ...............................................................................................................ii
Lembar pengesahan ...............................................................................................................iii
Surat Pernyataan .................................................................................................................... iv
Persembahan .......................................................................................................................... v
Kata Pengantar dan Terima Kasih .........................................................................................vi
Daftar Isi ................................................................................................................................ ix
Daftar Tabel ...........................................................................................................................xii
Daftar Bagan .......................................................................................................................... xiii
Sinopsis .................................................................................................................................. xiv
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................1
1.1 Latar Belakang masalah ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................. 4
1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................................................4
1.4 Kerangka Teori .......................................................................................................5
1.4.1. Representasi .............................................................................................. 5
1.5 Definisi Konseptual ................................................................................................ 10
1.6 Definisi Operasional ............................................................................................... 10
1.7 Metode Penelitian ...................................................................................................11
1.7.1 Jenis Penelitian...........................................................................................11
1.7.2 Sumber Data...............................................................................................13
1.8 Teknik Pengumpulan Data..................................................................................... 13
1.9 Unit Analisis Data .................................................................................................17
ix
BAB II BAMUS BETAWI .................................................................................................. 19
2.1 Pengantar : Betawi dan Keberadaannya di kota Jakarta .........................................19
2.2 Bamus Betawi.........................................................................................................24
2.2.1 Sejarah pembentukan .................................................................................24
2.2.2 .Bamus adalah institusi informal yang lahir melalui mekanisme
Top Down ............................................................................................................27
2.2.3 Pergeseran Fungsi dan Posisi Bamus Pra dan Pasca Reformasi .............. 28
2.2.4 Pergeseran Fungsi dan Posisi Bamus Pra dan Pasca Reformasi
Dalam bagan .......................................................................................................35
2.2.5 Kesimpulan Perubahan yang Terjadi Pra dan Pasca Reformasi ................41
2.3. Bamus Sebagai Forum warga Masyarakat Betawi ............................................... 44
2.3.1 Basis Legitimasi Bamus ............................................................................. 46
2.3.2 Fungsi Bamus.............................................................................................49
BAB III Bamus dan Masyarakat Betawi ........................................................................... 51
3.1 Pengantar: ............................................................................................................... 51
3.2Represesntasi Bamus : Praktek Representasi Alternatif..........................................52
3.3 Bamus sebagai sebuah Jalur Represesntasi Alternatif masyarakat Betawi ............ 54
3.4 Partisipasi Masyarakat dan Penyampaian Aspirasi ................................................ 56
3.4.1 Skema Partisipasi Berjenjang Tidak Langsung ......................................... 57
3.5 Jalur Represesntasi Aspirasi ................................................................................... 60
3.6 Hambatan Proses Partisipasi Aspirasi Masyarakat................................................. 65
3.7 Pola Representasi Alternatif ...................................................................................75
3.7.1 Pola Represesntasi Bamus .........................................................................77
BAB IV Bamus dan Pemerintah......................................................................................... 86
4.1 Pengantar ................................................................................................................ 86
4.2 Jalan yang Dipilih Bamus dalam Pemerintah......................................................... 87
4.2.1 Pendekatan Kelembagaan Melalui Dinas Pariwisata dab Kebudayaan
x
DKI Jakarta .........................................................................................................87
4.2.3 Pendekatan Personal Melalui Gubernur Jakarta ........................................92
4.3 Ruang Keterlibatan Bamus dengan Pemerintah ..................................................... 95
4.4 Hubungan Kerja bamus dengan Pemerintah dalam Proses Represesntasi ............. 97
4.4.1 Keterlibatan Negara dalam fungsi represesntasi bamus ............................ 97
4.4.2 Pemberia Kuasa dan kewenangan pleh pemerintah kepada bamus .......... 102
4.5 Halangan dan Rintangan Proses Penyampaian Aspirasi
kepada Pemerintah........................................................................................................ 103
BAB V PENUTUP................................................................................................................ 107
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 111
xi
DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR BAGAN
1.1 Bagan Hubungan Bamus dan Pemerintah Pra Reformasi................................................36
1.2 Bagan Hubungan Bamus dan pemerintah Pasca Reformasi ............................................ 40
1.3 Bagan Pola Represestasi Alternatif .................................................................................. 52
xiii
SINOPSIS
Penelitian ini mengambil judul “Peran badan musyawarah masyarakat (Bamus) Betawi)
sebagai aktor penghubung antara masyarakat Betawidengan pemerintah kota Jakarta. Rumusan
masalah ini hendak menjelaskan bagaimana Bamus bekerja sebagai sebuah institusi intermediari
memainkan perannya . penelitian ini nantinya akan membedah tiga hal, Bamus itu sendiri yang
akan di bedah melalui relasi internal dalam tubuh Bamus, kemudian relasi eksternal Bamus
dengan aktor-aktor lain di luar dirinya dan yang terakhir bagaimana aspirasi dan partisipasi
dilakukan. Tema mengenai Bamus ini menarik di lakukan karena bukan hanya mencoba
menjelaskan tentang aliran aspirasi melalui dirinya tetapi juga mencoba untuk menjelaskan
bahwa sesungguhnya dalam tubuh sebuah insitusi intermediari sendiri terdapat hal-hal penting
yang nantinya mempengarugi tugas ia sebagai sebuah jembatan aspirasi dari masyarakat ke
Negara. Bamus dalam struktur masyarakat Betawi di tempatkan sebagai paying tertinggi yang
menaungi seluruh elemen masyarakat keBetawian tanpa terkecuali dan dia pula yang menjadi
garda terdepan masyarakat Betawi untuk menghadapi dan berhubungan dengan pemerintah.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan
menggunakan metode studi kasus. Alas an penggunaan pendekatan kualitatif karena penelitian
ini berangkat dari sebuah pemahaman bahwa untuk mengkaji sebuah fenomena social secara
komprehensif dibutuhkan gambaran nyata dari isu yang terjadi di lapangan. Sumber data utama
dari penelitian ini berasal dari Bamus itu sendiri, ormas yang bernaung di bawahnya dan
dilengkapi oleh pernyataan dari masyarakat Betawi secara umum dengan menggunakan
wawancara dan observasi langsung sebagai teknik pengumpulan data.
Kesimpulan dari peneltiian ini menunjukan bahwa sebuah intitusi intermediari dapat di
lacak mulai dari awal pembentukannya. Alas an pembentukan ternyata dapat menjelaskan
kecenderungan logika kerja mereka nantinya. Selain itu ada hal yang tidak kalah penting ketika
menjelaskan sebuah itnitusi intermediari selain proses tersalurkannya aspirasi hingga sampai ke
target utama, tetapi juga hal-hal seperti pengakuan dari konstituen dan kuasa intitusi intermediari
terhadap konstituen juga dapat menjadi faktor seberapa efektif nantinya partisipasi dan aspirasi
dilakukan. Dan yang terakhir, selain pengakuan dari internal dari konstituen, sebuah intitusi
intermediari juga perlu membuka jalan untuk menyalurkan aspirasi-aspirasi yangtelah di
tampungnya, dan sebuah intitusi intermediari juga perlu untuk memperkuat posisi tawarnya
dengan aktor-aktor lain di luar dirinya sehingga tugas dan fungsi dapat bekerja dengan baik.
xiv
BAB I
PENDAHULUAN
pada tahun 1998. System sentralistik yang selama ini dibangun oleh rezim orde
pemimpin dan transisi kepemimpinan kemudian. Tapi ternyata, reformasi kala itu,
hingga penghapusan seluru aspek yang selama ini terbukti menjadi alat bagi
dimilikinya, maka keberadaan dari kelompok-kelompok tadi tidak akan luput dari
reformasi. Reposisi peran dan fungsi menjadi solusi untuk secara keseluruhan.
bagaimana jika melihat bagaimana peran dan fungsinya pasca orde baru
tanpa dapat bergerak lebih bebas, salah satu cara yang di pakai adalah mengontrol
1
saluran-saluran aspiratif masyarakat mulai dari partai politik hingga pembentukan
terlaksananya kontrol terhadap kepentingan public oleh negara. Logika Top down
yang bersifat sentralistik ini terpelihara dengan baik dalam waktu yang lama dan
ternyata suara mereka tertahan dan tetap tidak tersampaikan dengan benar jika
dengan jalurformal politik tadi, yang berfungsi sebagai mediator antara dirinya
dengan negara, saluran yang benar-benar mampu membawa apa yang diinginkan
masyarakat dan tidak hanya menjadi sebuah utopia representasi. Merunut pada
apa yang di atur dalam konstitusi, kemudian masyarakat membentuk atau memilih
Media massa dan Organisasi-organisasi massa atau non pemerintah bisa menjadi
dan menggabungkan diri dalam satu wadah, sehingga dengan itu di harapkan
tuntutan mereka akan lebih di dengar oleh pemerintah. tujuan kelompok ini
2
menguntungkan mereka. Dalam skripsi ini di tekankan pada sebuah Forum warga,
bagaimana Forum masyarakat ini terbentuk dan menjadi jalan aspirasi baru yang
bisa di tempuh.
Sekarang ini di berbagai daerah banyak forum warga telah di bentuk oleh
bentuk sebagai saluran alternatif untuk aspirasi masyarakat yang tersendat. Lalu
Sampai saat ini belum ada kesepakatan baku mengenai forum warga ini.
diri dalam ideologi tertentu, asas politik tertentu, atau kelompok aliran tertentu
sebagai nilai kolektif. ia bersifat universal secara internal, hanya sebatas tempat
internal forum warga terdiri dari berbagai elemen masyarakat, berbagai ormas
masyarakat dan berbagai golongan di masyarakat. Mereka hanya terikat oleh satu
ikatan yaitu tujuan bersama tentang sebuah kepentingan. Untuk lebih jelasnya
telah di dapat kesepahaman tentang ciri, fungsi dan tipe dari forum warga 2
1
“Mendefinisikan Forum Warga”. Artikel tanggal 05 juli 2010. Di akses pada 04 april 2011.
www.kaukustujuhbelas.org
2
Hasil rumusan pertemuan dari kaukus 17 di gedung widjojo centre Jakarta pada tanggal 24 mei
2001 lalu. Kakukus 17 merupakan sebuah organisai Non- pemerintah yang berkecimpung dalam
pembentukan berbagai forum waga di wilayah dampingan masing-masing. Data dari Lakpesdam
3
Penelitian ini akan berfokus kepada bagaimana peran forum warga jika di
oleh forum tersebut. Termasuk di dalamnya mengenai relasi kuasa internal dan
hubungan ekternal dengan pihak lain. Sebagai sebuah forum Bamus jelas
menjelaskan mengenai hal-hal yang kemudian menjadi tujuan dari penelitian ini.
NU Jakarta. Tertulis dalam, skripsi Aji wahyudi, Forum warga ( Studi tentang Praktek demokrasi
Akar rumput Pada paguyuban kawasan malioboro Yogyakarta )
4
4. Mengetahui pola representasi yang terbentuk
1.4.1 Representasi
berbicara atau bertindak atas nama suatu kelompok yang lebih besar.
dalam suatu lembaga atau badana perwakilan di mana si wakil bertndak sebagai
keterikatan antara si wakil dengan yang diwakilinya. Yang erat kaitannya dengan
cara rekrutmen si wakil dan pelaksana tugas si wakil dalam rangka melaksanakan
fungsi lembaga atau badan perwakilan. Karena hubungan seperti itu, beberapa
3
Miriam Budiardjo (1966). “Peranan Dewan Perwakilan Rakyat dalam Demokrasi Terpimpin”
dalam Himpunan Kuliah Politik Dalam Negeri, (Bahan Kursus Singkat Seskoad, Bandung, 2005).
4
Sofian Munawar Asgart. Dilema mekanisme Perwakilan: Fenomena Golput dalam Pemilu 2009
dan Model Representasi Alternatif.( http://politik.kompasiana.com/2011/04/13/dilema-
mekanisme-perwakilan-fenomena-golput-dalam-pemilu-2009-dan-model-representasi-
alternatif/#_ftnref5Accesed on November 13, 2011)
5
AndrewHeywoodmenyebutkan empat model utama representasi, yaitu:
trusteeship, delegation, the mandate, dan resemblace. 5Senada dengan ini Gilbert
yaitu:
yang dibahas.
pemilu tersebut.
Perlu di ketahui juga jika selama ini Negara cenderung bersifat sentralistik
dan bekerja berdasarkan logika top down (vertical satu arah dari Negara ke
5
Heywood, Andrew (1997). Politics. Macmillan Press, London. 302
6
dari pejabat Negara sehingga kebanyakan studi pemerintahan selama ini
affairs dan lebih jauh lagi dalam proses pembuatan kebijakan sementara
masyarakat hanya di tempatkan sebagai objek yang mati dan pasif. Masyarakat
7
Dwiyanto, at.all. (2003).Reformasi Tata Pemerintahan dan Otonomi Daerah, Pusat Studi
Kependudukan dan Kebijakan – Kemitraan Bagi Pembaruan Tata Pemerintahan di Indonesia.
8
Samuel P.Huntington, Gelombang Demokrasi ketiga,Grafitti,Jakarta, 1997. Hal.5
7
mendampingi model representasi formal yang telah ada. Hanna Pitkin
a. Formalistic representation
b. Symbolic representation
c. Deskrivtive representation
d. Substantif representation
dapat dilihat sebagai tingkat penerimaan dari orang atau kelompok yang di
wakilinya.
8
dapat dilihat dari sejauh mana wakil dapat memperjuangkan kepentingan
Dalam empat konsep representasi politik ini aktor-aktor yang bisa menjadi
a. Civil society organization yang meliputi NGO, media massa dan lain-lain
seorang wakil dan bagaimana seorang wakil/ seorang representative tadi bisa
11
Opchit. John Harris, Chapter 5
9
menghukum ketika mereka tidak responsive dan tidak efektif lagi
memperjuangkan kepentingan.
1.5.1 Representasi
publik. Selama ini pola representasi hanya dikenal melalui satu jalur yaitu
representasi formal di anggap tidak lagi relevan dan cenderung menghadirkan hal-
hal yang membahayakan karena akan semakin memperkuat posisi Negara dan
1.6.1 Representasi
10
6. pola relasi kuasa yang terbangun secara internal dan dengan masyarakat
sebuah kulit bawang yang tebentuk dalam lapisan-lapisan. Begitu juga fenomena
sosial, setiap lapisan memiliki perspektif dan pemahaman yang berbeda serta
kenyataan yang berbeda dan tidak ada lapisan yang dianggap lebih benar.
Fenomena sosial tidak bisa di simpulkan hanya dalam satu kata saja “ kebenaran”
kenyataan itu tidak pernah sama di mata setiap peneliti. Selain itu fenomena sosial
tidak terikat oleh variabel yang berhubungan satu dengan yang lain, walaupun
nantinya akan terikat tapi ikatan itu bukanlah hubungan sebab akibat. Pola inilah
keperluan kontrol dan prediksi. Tujuan utama penelitian kualitatif adalah untuk
11
gambaran yang lengkap tentang fenomena yang dikaji daripada memerincinya
Tujuan dari penelitian ini sendiri nantinya adalah untuk mengetahui awal
representasi beserta dengan latar belakang dan alasan-alasan sehingga dia ada,
selain itu dilihat juga bagaimana nantinya ia menjalankan peran mediasi antara
masyarakat dan negara, dan bagaimana ia berelasi dengan kedua pihak tersebut.
juga bagaimana relasi kuasa terjadi di dalam tubuh internal Bamus itu sendiri.
lebih jauh bagaimana sejarah pembentukan Bamus ini. Melalui pihak-pihak yang
terikat dalam kelompok tersebut, posisi peneliti sendiri berada di luar. Peneliti
kerja Bamus ini sehingga bisa mengetahui secara menyeluruh bagaimana Bamus
ini bisa berperan sebagai aktor representasi. Dan untuk mengetahui semua ini
tentu saja peneliti tidak bisa begitu saja melepaskan diri dari narasumber dan
12
Prof. Dr. H. Mudjia Rahardjo, M.Si. Jenis dan Metode Penelitian Kualitatif.
(http://mudjiarahardjo.com, accessed on Juni 01, 2010)
12
1.7.2 Sumber data
Sumber adat dalam penetilian ini meliputi data primer dan sekunder 13.
Data primer peneliti dapatkan dari sumber utama dan data pokok dari penelitian
ini yaitu Bamus Betawi dan jajaran di dalamnya sebagai pihak yang paling terkait
dengan internal tubuh Bamus mulai dari awal pembentukannya, stuktur organisasi
guna mengetahui kedudukan Bamus dan relasi kuasa Bamus dengan anggota di
bawah naungannya. Selain itu juga peneliti akan mencoba mengakses pemerintah
kota Jakarta agar mendapatkan gambaran jelas di mana posisi Bamus ini berada.
Selain dari dua sumber di atas, data juga akan peneliti dapatkan dari
dan observasi
A. Wawancara
13
Marzuki. Metodologi riset.(Yogyakarta : BPFE UII,1977), 56.
13
14
menindaklanjuti dengan pertanyaan tambahan yang terkait. wawancara
langsung dari narasumber utama dengan data yang lengkap dan akurat. Selain itu
wawancara juga bisa di lakukan dengan situasi informal, sehingga tercipta suasana
dimana peneliti bukanlah subjek dan responden bukan objek penelitian. Dalam
kegiatan apa saja yang di lakukan oleh Bamus setiap tahunnya. Sudut
pandang ini menjadi pembanding nantinya dari dua sudut pandang lain
Betawi asli dan organisasi massa yang berafiliasi di bawah naungan badan
musyawarah Betawi ini. Karena peneliti merasa jika hanya berpijak pada
narasumber utama ini, data yang didapatkan akan terlalu normative dan
14
Patton, Michael Quiin. Metode Evaluasi Kualitatif.( Yogyakarta:Pustaka Pelajar,2006) 182
14
2. Ormas Betawi sebagai anggota Bamus
setiap gerak kerja badan musyawarah Betawi, peneliti merasa sangat perlu
3. masyarakat Betawi
adalah masyarakat Betawi secara umum yang sama sekali tidak terlibat
peneliti dapat mendapatkan data dari sisi lain selain dari sisi objek
penelitian.
15
Narasumber : Bang Indra, Perkampungan Masyarakat Betawi Setu
Babakan.
B. Observasi
langsung tentang perilaku atau kejadian yang nantinya berguna untuk menjawab
untuk melengkapi data utama yang berasal dari wawancara. Dalam melakukan
observasi, peneliti ikut terlibat dalam kegiatan organisasional secara langsung dan
menyaksikan bagaimana kegiatan itu berjalan dan apa yang terjadi sebelum, di
dalam dan setelah itu terjadi. Salah satu kegiatan dari objek penelitian yang
peneliti ikuti adalah kirab budaya pada ulang tahun kota Jakarta yang bertempat di
mendapatkan gambaran nyata, tidak buta dan tidak menerka nerka sebuah
secara umum, dan melihat kerja dari Bamus dalam setiap kegiatannya
15
Iyan Afriani H.S, Metode Penelitian Kualitatif(2009) ,4
16
1.9 Unit Analisis Data
peneltitian yang telah di lakukan. Pengurus Bamus di pilih karena mereka adalah
aktor utama yang terlibat dalam objek penelitian dan dirasa memiliki pengetahuan
dan peran yang sangat cukup tentang seluk beluk organisasional dari badan
musyawarah Betawi ini. Dari unit ini peneliti akan melakukan analisis tentang
peran Bamus dalam fungsinya sebagai jembatan antara masyarakat Betawi dan
musyawarah Betawi hingga ini menjadi aktor strategis dalam masyarakat Betawi
khususnya dan dalam kehidupan sosial politik ekonomi di kota Jakarta pada
Mengingat peran penting dari Bamus yang peneliti lihat sekarang ini.
mengingat kedudukan kota Jakarta sebagai sebuah ibu kota Negara yang menjadi
sebuah tempat multi kultur dengan banyaknya pendatang dari berbagai daerah dan
pembanding dari data utama yang peneliti dapatkan di unit pertama tadi. Karena
17
nantinya dari unit analisis inidi dapatkan gambaran serupa dari unit analisis yang
pertama akan tetapi dating dari sudut pandang yang berbeda yakni sebagai pihak
yang berkepentingan dengan keberadaan Bamus secara langsung unit analisis ini
juga mengambil dari luar kepengurusan organisasi Bamus akan tetapi masih
keberadaan Bamus. Peneliti memakai unit analisis lain sebagai pelengkap yaitu
masyarakat asli Betawi. Melalui unit analisis ini peneliti merasa bisa
kritik kegagalan serta sejauh mana keberadaan Bamus membawa dampak yang
baik bagi masyarakat Betawi di akar rumput yang tidak terlibat dalam
tentang sosok dari Bamus Betawi dan bagaimana ia menjadi sebuah “pihak” yang
18
BAB II
Bamus Betawi
Berbagai fasilitas yang di tawarkan menjadi sesuatu hal yang sangat menggiurkan
16
elly anisyah, Warga Betawi Akan Kikis Predikat "Masyarakat Pinggiran"
(http://www.pelita.or.id/baca.php?id=22143 accesed on july 5, 2011)
19
jika dibandingkan dengan segala keterbatasan yang ada di daerah asal. Mulai dari
kota besar seperti Jakarta. Karena pada dasarnya hal utama yang mendorong
seseorang untuk melakukan migrasi dan menetap di kota baru karena adanya
tahunnya mengalami peningkatan yang signifikan, data dari tahun 1971 sampai
pembangunan dan kemajuan yang di raih kota Jakarta, jumlah tersebut akan terus
20
meningkat tanpa terkendali. Maraknya pendatang yang hidup di Jakarta
mengakibatkan adanya perubahan dalam setiap aspek kehidupan kota. Mulai dari
aspek sosial ekonomi maupun politik dan budaya. Keberadaan para pendatang
dari berbagai daerah telah menjadikan Jakarta sebagai sebuah kota multikultur
kembangnya kota Jakarta yaitu eksistensi masyarakat Betawi sebagai warga asli
yang telah semakin menipis keberadaanya. Keberadaan mereka seperti hilang dari
sebuah etnis yang ada dalam masyarakat tetapi tidak memiliki penegasan tentang
memiliki wilayah, penguasaan ekonomi. Kota Jakarta sebagai tempat tumbuh dan
keberadaan masyarakat Betawi sebagai etnis asli kota. Ini memang pasti terjadi
karena dalam studi perkotaan menjelaskan bahwa sejarah pertumbuhan kota akan
ditandai dengan hilangnya eksistensi dari masyarakat asli atas kota tersebut. Di
hal serupa. Keberadaan masyarakat asli akan hilang seiring dengan kemajuan kota
21
daerah sekitar kota seperti depok, tangerang dan bekasi. Berdasarkan sesnsus
penduduk tahun 19961 dan 2000, etnis Betawi selalu berada di bawah bayang-
bayang etnis pendatang terutama Jawa. Hal ini menunjukkan jika jumlah itu
semakin menyusut dan menjadikan mereka semakin hilang dari kancah percaturan
kehidupan di kota Jakarta. Kenyataan itu dapat kita lihat melalu data penduduk
1961 2000
menyatakan dirinya sebagai warga Jakarta dan Jakarta adalah ibukota Negara nya
tetapi mereka tetap membawa kebiasaan dan budaya dari daerah asalnya masing-
masing.
22
Diakui oleh masyarakat Betawi sendiri, mereka sebagai warga asli
merasa tidak puas, mengapa justru mereka yang pendatang dari luar kota menjadi
jumlah mayoritas masyarakat Jakarta , merusak adat istiadat asli Betawi, dan
menjadi warga Jakarta sehingga budaya dan latar belakang daerah masing-masing
harus di tinggalkan dan menghargai penduduk asli yaitu masyarakat Betawi yang
bahkan kini posisi mereka juga mulai tercerai berai, di tempat berbeda-beda. Ada
dengan Bamus).
Meskipun hingga saat ini definisi mengenai asal-usul Betawi dan siapa
23
masyarakat luas yang selama ini kurang mengenal bahwa Betawi itu ada dan
22 juni 1982 atas dasar keinginan pemerintah kota Jakarta saat itu, tentang,
bersifat aspiratif dan representative yang di inginkan pemerintah daerah saat itu
“ 17
penyampaian aspirasi dari masyarakat (saat itu di Jakarta telah banyak ormas-
17
Wawancara dengan Bang Amar. Pengurus Badan Musyawarah Masyarakat Betawi. Wawancara
tanggal : 12 juli 2011, Pukul 13:50. Gedung Prasda Sasana Karya Lt. 6 Jl. Suryo Pranoto, Harmoni
Jakarta Pusat
24
untuk menampung semua organisasi-organisasi yang telah ada dan terbentuk
sebelumnya.
Pada awal berdirinya belum banyak yang dapat dilakukan oleh Bamus,
masyarakat Betawi.
proyeksikan sebagai wadah bagi bermuaranya organisasi Betawi yang kala itu
sudah banyak berkiprah. Karena pada saat itu kehidupan organisasi Betawi sangat
sama lain dan saling ingin menjatuhkan. Dan seperti di tegaskan berulang kali,
forkabi, ikeda, iwarda yang lainnya, sedang Bamus tidak bergerak secara
operasional untuk menarik massa dan itu tertuang langsung AD/ART yang telah
secara teknis untuk Bamus bergerak secara operasional, ini dikarenakan orang-
25
Jika kita melihat, dari awal mula dan proses terbentuknya Bamus,
historis yang kuat karena sebelum terbentuknya telah ada banyak organisasi-
dalam sistem kemasyarakatan Betawi. Selain hal yang mungkin menjadi masalah
kemudian adalah inisiatif pembentukan yang datang dari pemerintah kota Jakarta
tahun 1991, posisi Bamus di nilai sudah cukup kuat untuk dan mulailah di susun
rancangan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga yang tetap dan mengikat.
Pada tahun ini juga dilaksanakan musyawarah besar pertama badan musyawarah
masyarakat Betawi. Tercatat dalam mubes pertama ini ormas yang tergabung di
dengan suksesnya musyawarah besar Betawi sebagai wujud dari posisi Bamus
dalam tata hubungan masayarakat dan pemerintah, berhasil menarik minat dari
anggota ormas lain, sehingga kini jumlah ormas yang tergabung di dalamnya
26
2.2.2 Bamus adalah institusi informal yang lahir melalui mekanisme Top
Down
bahwa Bamus yang dalam hal ini merupakan sebuah institusi informal lahir
karena di bentuk oleh keinginan pemerintah melalui sekelompok elit yang bersifat
topdown. Hal ini disebabkan kelahiran Bamus bukan berasal dari inisiasi
masyarakat yang mendorong untuk terbentuknya sebuah wadah bagi mereka dan
yang mereka inginkan. Inisiasi awal terbentuknya atau ide pencetus kelahiran
Bamus adalah oleh pemerintah Jakarta saat itu yang kemudian di tindak lanjuti
oleh sekelompok elit masyarakat Betawi yang memiliki kuasa dan pengaruh
rezim orde baru. Reformasi yang mendatangkan perubahan dalam segala bidang
hapuskan atau di gantikan peran dan fungsinya. Termasuk Bamus, ada perubahan
yang radikal dan mendasar saat itu, terutama terkait dengan peran dan fungsinya
dan berkomunikasi satu sama lain, hal yang sangat sulit dilakukan sebelum
27
dapat di fungsikan lebih jauh sebagai pihak yang mampu menyuarakan hak dan
2.2.3 Pergeseran Fungsi dan Posisi Bamus Pra dan Pasca Refornasi
Bamus sebagai sebuah organisasi telah hidup dalam dua masa yang
memiliki iklim politik yang berbeda. Dimana Bamus tumbuh dan berkembang
pada masa orde baru atau pra reformasi dan tetap hidup hingga kini pasca
reformasi. Seperti telah kita ketahui bahwa keadaan pra dan pasca reformasi
sangat bertolak belakang terutama terkait dengan hubungan dengan Negara. Maka
dalam sub bab ini penulis akan menjelaskan tentang pergeseran dan perubahan
dalam tubuh Bamus pra reformasi saat orde baru dan pasca reformasi saat ini.
Negara adalah tentang siapa yang menguasai dan di kuasai. Inisiatif pemerintah
yang di berikan kepada masyarakat Betawi untuk membentuk sebuah forum untuk
18
Bang dayat. Ketua harian LKB (sesepuh LKB). Wawancara tanggal 9 mei 2011. Pukul 09.00
28
Korporatisme muncul karena adanya daya dorong yang kuat dari atas
melalui intevensi yang tinggi dari Negara sebagai bagaian dari sentralisme-
tuntutan tersebut.
state and society through strong, autonomous government structures that enforce
negara dan masyarakat melalui struktur pemerintah otonom yang kuat yang
kuasa yang di lakukan oleh pemerintah atau Negara dan melalui sumber
pendanaan yang di terima oleh organisasi masyarakat dari Negara. Pun demikian
19
Pangyi Sarwi. Profesionalisme dan Korporatisme di Dalam Organisasi-Organisasi Militer.
(http://www.pangisyarwi.com/index.php?option=com_content&view=article&id=92:profesionali
sme-dan-korporatisme-di-dalam-organisasi-organisasi-militer&catid=7&Itemid=102 accesed on
February 3, 2012)
29
bagaimana bentuk Bamus pada awal pembentukannya apakah ia termasuk dalam
Jika di lihat dari sejarah terbentuknya, secara jelas bisa di lihat bahwa
Bamus merupakan salah satu bentuk korporatisme Negara dimana saat itu inisiatif
masyarakat Betawi ke dalam satu wadah tempat mereka bernaung yaitu badan
musyawarah.
makna kata lebih lunak di bandingkan dengan penggunaan kata-kata komite atau
forum. Tujuannya tidak lain dan tidak bukan adalah agar masyarakat tidak curiga
Pemilihan nama menjadi ternyata menjadi salah satu cara pemerintah waktu itu
30
mewakilkannya melalui Bamus, karena Bamus menjadi satu-satunya saluran
bagaimana hegemoni pemerintah saat itu yang mencoba untuk mengontrol seluruh
korporatisme saat itu adalah inisiasi pembentukan yang berasal dari Negara dan
adalah sebuah bentuk korporatisme Negara tetapi melalui hal ini kita dapat
melihat dan melacak lebih jauh relasi kuasa antara Bamus dan Negara dalam hal
Bamus tidaklah berjalan secara independen, Bamus saat itu semata hanya
Negara semata. Hal ini kemudian mempengaruhi pula alur kepentingan yang
mengalir melalui jalur top down dimana masyarkat Betawi di jadikan objek ketika
itu. Hal ini senada dengan pernyataan awal yang menjadi alasan pembentukan
31
20
dengan masyarakat Betawi . Selain itu juga ada istilah yang mengalir saat itu
representasi aspirari masyarakat Betawi yang resmi dan di akui oleh negara
hanyalah Bamus, bagi siapapun yang ingin mengakses Negara hanya melalui
Bamus, tanpa terkecuali. Secara tersirat ini hanyalah bentuk tidak langsung dari
Dan secara tidak langsung juga, menjadikan Bamus sebagai bentuk pemaksaan
istilah jalur komunikasi Negara menjadi poin penting disini dimana keberadaan
sendiri.
Negara terhadap Bamus dapat di katakan bersifat mutlak, salah satunya melalui
vital bagi satu pihak untuk melakukan intervensi kepada pihak lain. Melalui
kegiatan Bamus.
20
Lihat sejarah pembentukan Bab II
32
b. Pasca Reformasi: Telaah Melalui Penerapan Konsep Quango
sekitar tahun 1980. Konsep quango hanya berbeda sedikit dari korporatisme, akar
dan dasar dari quango adalah korporatisme itu sendiri. Tetapi ternyata pada
sebuah komunitas tidak sepenuhnya mutlak menjadi bawahan dan di bawah kuasa
Negara. Pergeseran yang terjadi tersebut di picu oleh adanya indepedensi dari
terjadi tidak dalam wujud mutlak dan sepenuhnya, melainkan masih bersifat
sebagian dimana masih ada beberapa hal yang membutuhkan kehadiran dari
Negara. Maka lebih tepat ketika dalam quango komunitas di tempatkan sebagai
mitra pemerintah yang bekerja sejalan tetapi dengan pemahaman program nya
tanpa terlibat lebih jauh dalam setiap kegiatan dan program kerja.
Hal ini di picu karena adanya “ketakutan” dan rasa anti dari masyarakat tentang
21
Nizam Zulfikar, Skripsi S1. “Pola Relasi Antara Negara dan Forum Komunikasi Masyarakat Code
Selatan Dalam Rangka Pemberdayaan Masyarakat Code Selatan”(Yogyakarta: UGM 2011), 43
33
meminta ada pemutusan intervensi-intervensi Negara dalam kegiatan-kegiatan
berkumpul. Begitu pula degan Bamus, karena telah memiliki fungsi dan posisi
cukup penting saat itu dan mulai mendapatkan pengakuan dari masyarakat
Betawi maka perlu adanya pergeseran tentang logika mereka terutama tentang
logika yang menguasai dan yang di kuasai, coba di geser ke posisi yang lebih
Pergeseran itu nantinya juga mampu membantu Bamus untuk lebih baik
menjalankan fuungsi mereka sebagai jalur aspirasi masyarakat. Karena ada ruang
bagian dari korporatisme Negara. Dengan kata lain alur relasi yang sebelumnya
bersifat dari atas ke bawah sekarang berbentuk dua arah antara Bamus dan
Negara.
dan kegiatan tetapi kini pendanaan tersebut di berikan pertahun sebagai dana
Jakarta.
Melihat hal itu, maka telah terjadi pengenduran peran Negara dalam
34
memberikan dana pada setiap program kerja, sehingga terjadi intervensi
preprogram dan masalah yang menjadi fokus tidak terlepas dari kepentingan
pemerintah.
Selain itu pasca reformasi, Bamus juga tidak memiliki kuasa institusional
lemah atau justru sama sekali tidak ada. Selama ini kuasa Bamus hanya
musyawarah netawi sama sekali tidak bisa berbuat apa-apa. Termasuk nantinya
dalam kontrol terhadap setiap konflik yang sering terjadi dalam masyarakat
Betawi
tubuh Bamus ini, maka pada bagian selanjutnya di tulisan ini akan sedikit
jabarkan melalui bagan perubahan. Dimana melalui bagan itu dapat di ketahui
bagian mana saja yang berubah terutama terkait dengan hubungan ketiga aktor
35
2.2.4 Pergeseran Fungsi dan Posisi Bamus Pra dan Pasca Reformasi dalam
Bagan
pergeseran posisi dalam hubungan antara ia sebagai aktor informal dengan negara
pra dan pasca reformasi. Kemudian di sub bab ini akan di jelaskan melalui bagan
tentang gambaran pergeseran tersebut secara lebih jelas, dimana akan diketahui
bagaimana perubahan posisi tiap aktor, dan bagaimana relasi dibangun antara
keduanya
Selain itu melalui proses reposisi tersebut juga dapat di ketahui bagaimana
dampaknya terhadap relasi kuasa baik secara internal maupun terhadap hubungan
36
a. Pra Reformasi
(Bagan 1.1)
1
Dinas PAriwisata dan
Kebudayaan 2
4 Bamus
6
Tokoh masyarakat Betawi
petiinggi Bamus dan tokoh dari ormas
keBetawian
Bagan di atas adalah gambaran bagaimana pola relasi terjadi antara Bamus
sebagai aktor informal dengan aktor formal, pemerintah kota Jakarta dan dinas
pariwisata dan kebudayaan. Tanda panah menjelaskan alur hubungan yang terjadi
antar aktor sedangkan poin-poin yang di tunjukan oleh angka adalah jenis relasi
37
yang telah terjalin antara kedua aktor yang berhubungan. Bagan di atas akan
korporatism Negara saat itu sangat kencang di berlakukan. Pada sub bab
Sebelumnya telah di jelaskan bahwa Bamus telah hidup dan tumbuh berkembang
jelaskan dalam bagian pra reformasi). Dan dengan bagan ini akan lebih jelas
Yang akan di jelaskan poin perpoin sesuai urutan angkat dalam bagan.
yang membentuk Bamus untuk ada pertama kali. Maka kuasa antara ia
dengan Bamus adalah kuasa mutlak ketika itu dimana posisi Bamus
yang terjadi adalah tentang siapa yang di kuasai dan menguasai. Maka
dalam bagan ini di jelaskan melalui tanda panah besar dan tebal bahwa
menguasai.
38
3. Garis panah tiga, menjelaskan pola hubungan antara dinas pariwisata
dengan Bamus. Dalam relasi ini dinas pariwisata di berikan kuasa oleh
kerja dan kegiatan Bamus lebih banyak mengikuti arahan atau anjuran
ketua atau pemimpin Bamus menjadi pintu utama dan pihak terdepan
dalam relasi dengan pemerintah. Jalur keluar dan jalur masuk antara
39
7. Melalui kombinasi kemimpinan yang di dominasi elit terbatas tersebut
Dari bagam di atas dapat di simpulkan bahwa ada struktur vertikal yang
terjadi dalam skema relasi negara Bamus dan masyarakat. Dimana jalur relasi
hanya berjalan searah yang bersifat topdown. Bamus juga di tempatkan saat itu
komunikasi politik bagi masyarakat Betawi. Ciri khas lain yang muncul adalah
orang yang memiliki sumber daya berlebih dalam struktur kemasyarakatan Betawi
sehingga dapat kita sebut dan istilahkan bahwa kepengurusan Bamus sangat di
40
b. Pasca Reformasi
(Bagan 1.2)
3 4
Dinas Pariwisata dan Bamus ketua
Kebudayaan
5 6
ormas
Masyarakat Betawi
Perubahan yang terjadi dalam bagan pasca reformasi ini dapat dilihat dari
Bamus. Hal ini sebagai tanda bahwa telah hilang sebuah kuasa mutlak yang kuat
41
dan mengikat dari pemerintah dalam tubuh Bamus. hubungan selanjutnya di
limpahkan melalui dinas pariwisata dan kebudayaan yang berperan sebagai mitra
sejajar dengan Bamus. Jadi pasca reformasi posisi dan kedudukan antara Bamus
dan dinas pariwisata dan kebudayaan adalah sejajar. Bamus bukan lagi bagian
atau pihak yang di naungi oleh dinas pariwisata dan kebudayaan. Melainkan satu
pihak yang di hadapan pemerintah di posisikan sama dan serupa dengan dinas
pariwisata berdasarkan fungsi dan peran yang sama hanya berbeda fokus dan
dimana Bamus lah yang kini berusaha untuk mengakses pemerintah dan
politik dari atas kebawah sebelumnya. Dengan jalur baru yang mengikuti alur
vertikal dari bawah ke atas maka Bamus menjalankan peran nya sebagai jalur
sekali menjauh dan terputus dengan kini di posisikan sebagai sebuah lembaga
informal yang berjalan sejalan dengan lembaga formal yang dimiliki negara maka
Bamus di tempatkan sebagai mitra kerja yang terlepas dari intervensi pemerintah
secara langsung.
Diantara dua masa hidup Bamus yang telah di jelaskan di atas, dapat di
simpulkan bahwa perubahan paling besar terjadi pada skema hubungan Bamus
dengan pemerintah dan skema kuasa prioritas masalah dalam Bamus serta
42
hubungan Bamus dengan masyarakat. Karena untuk perubaha relasi dengan
negara telah di jelaskan pada bab sebelumnya, di bagian ini hanya akan
kepengurusan Bamus. Jika di lihat sekilas dalam peta relasi tersebut, bisa di
katakan bahwa lebih banyak interaksi yang tubuh Bamus di bandingkan dengan
keadaan sebelumnya dimana ketua tetap di tempatkan sebagai posisi tertinggi dan
sebelumnya memliki posisi kuat dan sejajar dengan ketua kini berada di bawah
jajajrannya. Selain itu melalui elit-elit ini kini di fungsikan sebagai sebuah saluran
masyarakat Betawi secara keseluruhan yang langsung di serap oleh Bamus. Kuasa
prioritas masalah lebih besar tetap berada di tangan ketua dan pengurus serta
jajarannya tetapi kini ada mekanisme input dari masyarakat dan anggota kepada
Bamus dimana sebelumhnya logika yang di pakai hanya bersifat top down dimana
masyarakat dan anggota tidak memiliki hak dan jalur untuk mengakses
reformasi saat orde baru dulu dan pasca reformasi kini hanya mengalami
perubahan dalam mekanisme input dari bawah, sedangkan kuasa tertinggi dan hak
menentukan masalah tetap berada di tangan ketua yang baik secara prosedural
43
maupun keadaan di lapangan memang mengkondisikan bahwa ketua Bamus
untuk berkumpul.
tengah masyarakat Betawi bukan muncul sebagai pihak yang pertama karena
keberadaan Bamus merupaka akibat dari campur tangan Negara, maka kemudian
keberadaanya.
Modal pertama yang dimiliki Bamus pada saat itu adalah penunjukkan
44
pada umumnya dan ormas-ormas Betawi khususnya hingga dalam seketika
yang lebih mapan. Posisi Bamus menjadi hal penting untuk nantinya seluruh
badan musyawarah Betawi. Jika menurut para anggota yang memahami sejarah
Bamus, keberadaan Bamus pada awalnya tidak lebih sekedar sebagai organisasi
organisasi Betawi yang lain. Mereka tidak pernah mengetahui jika Bamus pada
akhirnya kini menjadi paying tertinggi bagi masyarakat Betawi. Hanya saja satu
hal yang mereka mengerti adalah adanya tokoh-tokoh penting dari setiap
yang baru terbentuk. Dan hal ini ternyata menjadi salah satu cara bagi Bamus saat
berjalan da nada di dalam tubuh Bamus, peneliti akan mencoba terlebih dahulu
pertama yang akan di jelaskan adalah mengenai kuasa yang dimiliki oleh Bamus
sendiri.
45
2.3.1Basis Legitimasi Bamus
terlepas dari adanya struktur kuasa dalam tubuh komunitas tersebut, tidak
terkecuali dengan Bamus. dalam struktur kuasa yang menjadi poin penting adalah
Sumber kewenangan ini nantinya akan mempengaruhi fungsi dan peran dan pola-
Penguatan sumber daya kuasa dan keakuan yang di lakukan Bamus saat itu
lebih condong memakai jalan penokohan dan pengaruh dari tokoh tersebut. Apa
yang dilakukan oleh Bamus saat itu adalah, pertama kali menunjuk seorang tokoh
Bamus yang di tunjuk oleh pemerintah untuk merintis kelahiran Bamus. Di pilih
lah seseorang bernama Bang Ansari, seorang yang cukup terpandang pada
masyarakat Betawi saat itu dari segi budaya dan kemasyarakatan. Melalui beliau,
46
pemerintah maka para tokoh tersebut merasa Bamus dapat menjadi satu jalan bagi
perjuangan eksistensi masyarakat Betawi di kota Jakarta saat itu. Karena Bamus
dengan cara misalnya membentuk organisasi baru dengan orang-orang baru yang
figur menjadi cara lebih lunak yang dipilih mengingat beberapa pertimbangan
system “kasta” dalam struktur masyarakatnya dimana ada figur yang di tuakan
pemikiran masyarakat Betawi yang masih terikat pada hal tersebut, maka cara
simbolisasi figur dalam kepengurusan Bamus Betawi menjadi cara lebih efektif
dan dapat bekerja lebih cepat untuk menarik perhatian masyarakat. Dengan
dari setiap ormas bisa menduduki jabatan tertinggi strategis. Ada pertimbangan
lain yang di akui oleh salah satu organisasi masyarakat yang menjadi
pertimbangan, yaitu sumber daya yang dimiliki oleh tokoh tersebut. Baik itu
47
sumber daya fisik yang mampu membantu berjalannya organisasi seperti
ekonomi, jejaring, politik dan jabatan, posisi dan pekerjaannya. Di tambah dengan
DKI Jakarta. Dengan kriteria tersebut maka pada akhirnya Bamus hanya di isi
oleh elit-elit terbatas menengah ke atas tanpa mungkin bagi siapapun untuk
nya dari Bamus sebagai lembaga yang menaunginya. Dasar kepercayaan tersebut
bersifat rentan jika tidak di kerangkai dengan skema organisasional yang mampu
pemerintahan.
jalur yang akan didengarkan oleh pemerintah adalah Bamus, setidaknya akan
memaksa mereka untuk mau tidak mau mematuhi keberadaan Bamus dan
keberadaan Bamus.
48
Tetapi bukan hal yang tidak mungkin trust tersebut tidak sepenuhnya di
tersebut. Setidaknya masih ada faktor yang mengikat untuk tetap tergabung di
Sumber daya kepercayaan ini dapat dilihat dari keengganan dari FBR
sebagai salah satu ormas besar Betawi untuk bergabung ke dalam naungan Bamus
secara organisasional. Karena menurut ketua dan pimpinan FBR KH. Ahmad
Sementara FBR secara lugas dan tegas memperjuangkan hak-hak anak Betawi
setiap ormas memiliki kebebasan memilih untuk mengakui Bamus atau tidak,
lainnya
23
TEMPO Interaktif, Bamus Betawi Sesalkan Aksi FBR Tutup Gedung Perkantoran.
(http://www.arsip.net/id/link.php?lh=VlAJBAEIBQQE accesed on September, 28 2011)
49
b. Badan musyawarah bagi pengembangan dialog untuk tercapainya
pembinaan kebersamaan
50
BAB III
3.1 Pengantar
dalam bab ini selanjutnya akan di jelaskan tentang bagaimana aspirasi dari
masyarakat terkumpul dalam Bamus. Sehingga bab ini akan menjelaskan hal-hal
24
Pidato ketua umum terpilih mubes pertama BamusBetawi. H.M Sanif, 18 nopember 1991
51
seperti kuasa Bamus atas masyarakat, partisipasi masyarakat dan tentu saja proses
denga kaca mata represesntasi alternatif Pitkin bagi masyarakat Betawi. Akan
oleh Bamus, partisipasi masyarakat Betawi hingga kesimpulan akhir tentang pola
apa yang di jalankan oleh Bamus melihat indikator-indikator yang akan peneliti
jabarkan dalam bab ini. Sedangkan pada pembahasan bab selanjutnya akan di
pemerintah.
seperti partai politik, namun melingkupi kelompok atau institusi yang membangun
52
apalagi mendelegitimasinya. Namun, kehadiran model representasi alternatif
justru untuk melengkapi dan sebagai partner saluran representasi yang ada
yang terbentuk dan terjadi dalam proses agregasi kepentingan dan aspirasi
pemerintah. Jika di amati dalam bagan, maka akan terbentuk hal seperti di bawah
ini
NEGARA
.
BAMUS
Pola representasi:
- deskriptif
- Substantif
MASYARAKAT
- simbolik
(bagan 1.3)
sebuah pola representasi. Dimana pola tersebut terjadi dalam hubungan antara
53
masyarakat sebagai konstituen dengan wakilnya. Jadi, dapat disimpulkan
apakah secara langsung atau kah melalui perantara. Selain itu pertautan kuasa
prioritas dalam tubuh Bamus juga dapat di gunakan untuk menjelaskan bagaimana
Sebelum kita berkesimpulan pola apa yang di pakai oleh Bamus, maka
dan jalannya proses representasi masyarakat Betawi oleh Bamus di tambah oleh
beberapa kasus yang dijadikan gambaran untuk mewakili cara kerja Bamus dalam
Betawi
orang perorang yang pastinya memiliki tujuan berbeda satu dengan yang lainnya.
karena tidak tersedianya wadah untuk itu pun juga di rasa aspek kepentingan akan
54
menjadi terlalu sempit dibandingkan dengan banyak aspek yang perlu di
sebuah saluran “pribadi” yang tidak tercampur oleh berbagai kepentingan untuk di
Sebenarnya bukan sama sekali tidak ada saluran yang mengcover hal-hal
yang berkaitan dengan isu-isu kebudayaan dan masyarakat budaya seperti Betawi,
tersebut di pegang oleh dinas pariwisata dan kebudayaan provinsi DKI Jakarta.
kebudayaan asli kota Jakarta. Selain itu selama ini juga peng”coveran”
seusai dengan kebutuhan masyarakat. Tetapi yang jadi masalah kemudian adalah
keadaan kota Jakarta yang multikultur dan posisinya sebagai ibu kota Negara yang
tidak hanya di diami oleh satu etnis budaya dan kemasyarakatan saja. Didalamnya
sebagai masrayakat asli tetapi juga mengurus seluruh masyarakat yang mendiami
kota Jakarta tanpa peduli latar belakang kesukuan tersebut. Keadaan ini membuat
Jakarta, ditengah desakan arus pendatang dari berbagai budaya. Maka keberadaan
sebuah saluran yang benar-benar memihak kepada mereka, khusus untuk mereka
55
mutlak di butuhkan. Maka di fungsikanlah Bamus untuk mengemban hal itu
Betawi kemudian.
sebagai sebuah cara baru bagi masyarakat Betawi untuk mengakses pemerintah
selain saluran yang telah ada sebelumnya atau yang telah di sediakan sebelumnya
masyarakat Betawi dalam tubuh Bamus ini, dimana ada dua cara yang dapat
Bamus. Cara pertama yaitu, partisipasi secara langsung dan cara kedua adalah
menjelaskan secara acak sebesar apa ruang yang ada untuk masyarakat ikut serta
dengan Bamus tanpa melalui perantara, artinya siapapun dia, tanpa memiliki latar
25
Sugiyah. Sundariningrum : “Teori dan Pengertian
Partisipasi”(http://www.celoteh.herobo.com/katagori/artikel-pendidikan/52-teory-dan-
pengertian-partisipasi-.html accesed on April 2, 2012)
56
belakang sumber daya khusus selama ia secara terbukti sebagai bagian masyarakat
Bamus.
skema partisipasi langsung ini, salah satu penyebabnya adalah sifat elitis Bamus
dan kewenangan yang berasal daripadanya yang kemudian akan menutup kran-
melalui jalur terbatas (elit tadi) yaitu melalui perwakilan lain sebelum sampai di
Bamus, bisa berupa melalui pengurus Bamus, ataupun anggota Bamus yang terdiri
bawah ini.
kepada wakil harus melalui beberapa tahapan dan pihak secara vertical. Tidak ada
utama yang di tuju. Peneliti menyebut wakil tersebut sebagai wakil bayangan
57
Negara. Partisipasi ini juga dapat dikatakan sebagai partisipasi tidak langsung
dimana partisipasi dilakukan melalui wakil lain baik sesama anggota maupun
karyawan.
yang menyebabkan terciptanya skema tidak langsung dalam tubuh Bamus ini di
Hal tersebut terjadi pada sebuah kasus dimana ada pedagang yang mengalami
oleh warga Betawi dengan mata pencarian ekonomi sebagai pedagang, ada dua
tuntutan yang dapat dipilih oleh pedagang saat itu yaitu pemenuhan tuntutan ganti
rugi dan relokasi. Saat itu jika masyarakat hanya memakai identitas mereka
sebagai seorang pedagang maka kekuatan mereka tidak akan mampu untuk
mereka merasa akan lebih mendapatkan bantuan yang memadai dalam masalah
tertinggi masyarakat Betawi. Untuk masalah tertentu yang memiliki skala besar,
personal, Bamus juga memiliki kelemahan yang membatasi ruang kerjanya (akan
58
memungkinkan untuk selalu siap sedia membantu masyarakat. Dengan demikian
masyakat harus mencari pihak lain lagi untuk mengakses Bamus, Salah satu cara
yang di pilih kemudian adalah menggunakan jalur yang ada setiap waktu yang
memiliki akses langsung kepada pengurus Bamus yang memiliki kuasa untuk
dalam tubuh Bamus. Jika di gambarkan dalam sebuah bagan jalur penyampaian
Bamus ketua
ormas
Personal/individu masyarakat
Betawi
59
Bagan di atas hanyalah gambaran bagaimana ada pola partisipasi yang
tidak langsung dalam tubuh Bamus. Dimana masyarakat harus melalui tahap-
atau usulan tentang apa yang menjadi prioritas dari dirinya. Setiap permasalahan
yang ada berhak membawanya ke dalam forum keorganiasaian Bamus dan berhak
konsentrasi dari ormas atau elemen masyarakat yang ada. Misalnya pernah terjadi
pemerintah untuk pembangunan proyek banjir kanal timur, maka isu ini kemudian
menjadi pokok permasalahan yang ingin di ajukan oleh anggota Bamus yang
mewakili masyarakat Betawi, maka jalur yang harus di tempuh adalah melalui
dengan berpijak pada skala prioritas. penentuan skala prioritas ini berdasarkan
Betawi pada umumnya atau bagi anggota dan Bamus itu sendiri. Kemudian
tahunan pengurus bersama dengan ketua dan ketua umum serta dewan
pertimbangan.
60
Di dalam rapat itu kemudian di tentukan apa yang harus dilakukan
kembali di bagi. Masalah yang melibatkan pihak luar menjadi prioritas paling
Sedangkan untuk masalah yang melibatkan pihak luar, tugas para petinggi
daya yang di miliki serta jaringan yang lebih luas dirasa dapat membantu agar
masalah itu terselesaikan dengan baik dan segera. Pihak luar disini bisa pihak
swasta, organisasi non Betawi yang lain, atau lebih sering pihak luar itu adalah
posisi strategis para petinggi Bamus di harapkan akses untuk masuk ke dalam
61
Proses Representasi aspirasi masyarakat Betawi Oleh Bamus Betawi
a. Budaya Betawi.
setiap acara-acara akbar yang di adakan di kota Jakarta. Sebagai cerminan dari
identitas kota Jakarta dan penegasan kepemilikan kota oleh masyarakat Betawi
seluruh Indonesia”. 26
Dari informasi di atas kemudian dapat kita lihat bagaimana kasus tersebut
tumbuh dan lahir. Sebelumnya saya ingin menyederhanakan jika pola representasi
substantif sangat identic dengan logika jalur vertical yang bersifat bottom up
yang harus di perjuangkan oleh Bamus. Budaya disini nantinya mencakup seluruh
hal yang menjadi gambaran bahwa masyarakat Betawi itu ada. Kepentingan ini
Bentuknya bisa berupa, atribut keBetawian seperti telah di sebutkan di atas, mata
26
Bang Amar. Pengurus Badan Musyawarah Masyarakat Betawi. Wawancara tanggal : 21 juli
2011, Pukul 13:50. Gedung Prasda Sasana Karya Lt. 6 Jl. Suryo Pranoto, Harmoni Jakarta Pusat
62
Misal salah satu contoh kasus tetang penyaluran aspirasi ini adalah
Betawi menginginkan jika mereka terlibat dan melibatkan mereka dalam acara
kebijakan dan keputusan pemetintah. Kemudian kita akan melihat kasus kedua
63
b. Pembuatan pemukiman Khusus masyarakat Betawi
Betawi bermukim di tempat yang berbeda-beda. Bahkan sama sekali tidak terlihat
jika mereka adalah masyarakat Betawi karena bercampur aduk dengan masyarakat
yang waktu itu akan di gunakan untuk pembuatan proyek banjir kanal, diketahui
bahwa ternyata banyak korban yang ikut termasuk di dalamnya adalah masyrakat
Betawi asli. Melihat hal itu kemudian Bamus dan ormas Betawi lainnya
kota Jakarta, sebelum mereka lebih memilih untuk meninggalkan kota Jakarta.
keberadaan warga Betawi asli yang sama sekali tidak dapat di pantau secara
langsung oleh Bamus, muncullah ide untuk membuat sebuah komplek hunian
Betawi asli. Selain untuk menjaga tidak hilangnya masyarakat Betawi secara
masyarakat untuk mengenal Betawi dan melihat Betawi secara langsung melalui
apa yang ada di dalam komplek pemukiman Betawi ini. Kemudian Bamus
mendesak kepada pemerintah agar kepentingan tempat tinggal ini segera dapat di
realisasikan karena saat itu menjadi hal yang paling mendesak yang di butuhkan
setuju bahwa di perlukan sebuah tempat bagi masyarakat Betawi untuk hidup dan
berkembang di dalamnya.
64
Melalui dinas pariwisata dan kebudayaan kota Jakarta, Bamus kemudian
dengar oleh pemerintah. Selain itu, masyarakat Betawi secara umum juga
mencoba untuk menuntut janji dari pimpinan Jakarta tentang pembangunan kota
keBetawiandi kota Jakarta. Komplek hunian tersebut yang kini lebih di kenal
di jelaskan melalui sub bab ini yang terbagi dalam beberapa poin kelemahan dan
65
tetap mempertahankan kemiskinan mereka. Tapi pandangan lain berpendapat
terakhir ini semakin terangkat dan umumnya dijadikan acuan tentang demokrasi
akses masyarakat untuk menduduki dan menentukan siapa saja yang duduk di
kepengurusan. Hal ini menjadi penting karena skema Bamus yang mengharuskan
dari akar rumput organisasi Betawi, hak untuk maju sebagai pengurus dari badan
masyarakat Betawi, maka selain seseorang yang memiliki pengaruh serta posisi
yang kuat di masyarakat tidak akan dapat mengajukan diri atau berusaha secara
Ada jalur keanggotaan yang terputus dari masyarakat Betawi dengan tingkatan
sampai pada tingkatan petinggi dari setiap organisasi masyarakat tanpa ada jalur
27
Olle tornquist. Sebagai hasilnya, kaum oligarki mempertahankan kekuasaan mereka; dan rakyat
biasa, mempertahankan kemiskinan mereka. (http://www.nefos.org/?q=node/73 accesed on
February 12, 2012)
66
terputus itu tetap di pelihara hingga kini karena hal itu di akui juga berguna untuk
langsung maupun tidak bersifat elitis dan eksklusif menjadikan posisi Bamus
menjadi sebuah organisasi yang memiliki akar kekuatan yang cukup untuk
menunjukkan taringnya serta kuasanya di tengah kota Jakarta. Bukan hanya dalam
keanggotaan, siklus terputus juga terjadi dalam musyawarah besar Bamus dimana
mubes hanya di hadiri oleh jajaran tertinggi setiap ormas dan dewan pengurus
Selain itu dengan adanya aturan bagi Bamus untuk mempertimbangkan setiap
calon yang bakal menduduki jabatan maka berbagai hal menjadi syarat tak nyata
yang harus di penuhi oleh anggota sesuai dengan kebutuhan Bamus saat itu.
Ketika badan musywarah Betawi merasa sumber daya ekonomi mereka mulai
melemah, maka prioritas utama anggota dalam kepengurusan adalah individu atau
pihak-pihak yang memiliki basis ekonomi yang kuat guna menutupi celah yang
dengan apa yang di butuhkan oleh Bamus. Hal ini mungkin menjadi hal yang
wajar terjadi di sebuah organisasi tertinggi tetapi tidak memiliki akar sejarah yang
mendatangkan kesan segan dari seluruh anggota dan seluruh masyarakat Betawi
67
b. Kuasa prioritas masalah di tangan elit
partisipasi juga akan terhambat karena terbentur dengan hal siapa yang memiliki
prioritas masalah untuk menentukan isu mana yang dapat di tindaklanjuti untuk
ini terdapat dua aktor kunci yang memegang peranan mengenai penentuan isu
utama dalam proses representasi ini, yaitu ketua Bamus dan tokoh dari setiap
Aktor kunci disini adalah mereka yang memiliki peran sentral dalam
penelitian yang telah di lakukan di lapangan, dalam tubuh Bamus sendiri ada dua
yang terdepan dalam penentuan setiap keputusan dalam tubuh organisasi termasuk
1. Pemimpin Bamus
memiliki kuasa dan wewenang untu menentukan sikap dari Bamus. Dalam
kerjanya, peran ketua sangat sentral dalam tubuh Bamus. Pemimpin di tempatkan
68
tanpa punya hak untuk melarang dan mencegah pengambilan keputusan. Selain
seluruh organisasi yang menjadi anggota Bamus. Tetapi ini adalah momen lima
tahunan yang tidak mungkin untuk mengontrol jalannya keputusan untuk program
organisasional hanya ada dewan pertimbangan yang sejajar dengan ketua tetapi
sebelumnya.
memungkinkan untuk terjadi, ketika ia harus mengikuti alur yang dimiliki oleh
pemimpin Bamus.
dimana kecenderungan suara akan mengikuti siapa pemimpin Bamus dan kemana
politiknya. Jika hal itu terjadi, di anggap telah mencederai sifat netralitas Bamus
69
dalam peran dan fungsinya sebagai saluran aspirasi masyarakat. 28 Bamus
berusaha bersifat netral, tidak ada keterikatan antara Bamus dengan jalur politik
praktis, namun hal yang tidak mungkin terlewatkan adalah ternyata sorang-orang
yang selain duduk sebagai anggota pengurus Bamus, mereka juga tercatat sebagai
pengurus atau anggota dari sebuah partai politik. Hal ini tidak dapat di hindari,
mengingat orang perorang yang duduk di Bamus merupakan individu sendiri yang
tidak langsung Bamus terikat dengan partai politik tertentu melalui sosok seorang
tokoh. Rangkap status yang dimiliki oleh ketua menjadi contoh nyata bahwa pada
kahirnya nanti Bamus juga terlibat dalam politik praktis dan koalisi dengan partai
politik, misalkan seperti ketua umum Bamus saat ini, Nacrowi Ramli selain
menjabat sebagai ketua Bamus Betawi, beliau juga menjabat sebagai ketua dewan
pimpinan daerah (DPD) partai demokrat wilayah Jakarta . Maka melalui sosok
beliau, ada ikatan semu antara Bamus dan partai demokrat. Selain itu jika di rinci
setidaknya ada tiga hal yang di dapat dari setiap relasi yang di bangun oleh
menarik dan mengikat mereka untuk tergabung dalam Bamus. Melalui tokoh-
28
Catatan Penulis: Sebuah aktor representasi sangat di wajibkan untuk bersifat netral dalam
relasi antar kelompok, ia hanya di bolehkan untuk memihak kepada masyarakat melalui aspirasi.
70
Betawi. Dapat di ibaratkan keberadaan setiap tokoh ormas ini untuk menegaskan
adanya system keterwakilan dari setiap anggota masyarakat Betawi dalam tubuh
Bamus. Simblolisasi memang sangat lemah untuk di pakai menjelaskan hal ini,
tetapi hal ini bukan tidak mungkin untuk menggambarkan keterikatan antara dua
pihak yang memutuskan untuk berhubungan dan hidup bersama dalam skema rasa
pimpinan Bamus yaitu bapak Nacrowi Ramli saat ini sangat sentral dalam
pengambilan keputusan terhadap setiap program kerja Bamus terkait dengan isu
keBetawian. latar belakang dirinya sebagai pejabat teras TNI sedikit banyak
sebelumnya dimana sumber daya pribadi menjadi faktor penguat utama mereka
kerja sama dengan aktor dari institusi lain dalam hal ini institusi formal / Negara.
pemerintah kota Jakarta dan gubernur Jakarta secara khusus.Tidak semua masalah
dapa si representasikan oleh Bamus, pasti ada yang di jadikan prioritas utama
bahwa tidak ada kuasa tertinggi dalam struktur ke organisasian Bamus selain
ketua Bamus, maka secara tidak langsung dalam struktur organisasional ketua lah
71
yang berhak menentukan masalah harian selain tentunya nanti ada rapat anggota
tahunan dan lima tahunan, tetapi itu jika dilihat melalui kacamata structural
formal. Jika kita coba lihat melalui kaca mata politis, maka hal yang di dapatkan
akan lebih kompleks untuk menjelaskan siapa yang berhak menentukan prioritas
masalah karena hal ini nantinya akan terkait dengan siapa yang sesungguhnya
Sehingga kemudian posisi ketua menjadi sangat sentral memiliki pengaruh yang
dalamnya terdapat ketua dan wakil ketua bersama dengan para elit dari setiap
ormas bekerja bersama sebagai pintun utama dan pihak terdepan dalam setiap
kegiatan dan langkah yang akan di ambil oleh Bamus tanpa ada siapapun yang
bisa masuk kedalamnya. Bahkan masyarakat hanya menjadi objek tanpa dapat
mengakses balik secara vertikal dari bawah keatas menuju Bamus. Kekuatan elit
ini bukan sesuatu hal yang mengherankan, karena pada saat kelahiran Bamus saat
masa orde baru, kekuatan elit inilah yang menjadi sumber kuasa Bamus karena
telah menjadi hal yang lumrah bahkan keharusan bahwa sebuah lembaga atau
kelompok atau organisasi cukup di organisir oleh kalangan elit terbatas untuk
apa yang mereka lakukan pra reformasi adalah bagaimana menguatkan posisi
72
penuh dari seluruh masyarakat Betawi. Yang ternyata tetap terpelihara hingga
sekarang.
Ternyata corak elit dalam tubuh Bamus ini teah mempengaruhi jalur
memiliki skema partisipasi berjenjang tidak langsung dan terbatas. Karena adanya
Bamus, yaitu sifat Bamus yang elitis yang tertuang dalam sumber kewenangan
yang tetap terpelihara dan dimaknai sebagai sesuatu yang di maklumi oleh
mengharuskan dirinya memiliki jalur akses langsung kepada Bamus agar aspirasi
mereka terjamin secara nyata ada dan di dengarkan oleh organisasi lain, tetapi ada
hal lain yang bertentangan dengan hal tersebut yang tidak mungkin untuk di
menggantungkan diri pada pengakuan bersifat simbolik dan elitis dari masyarakat
agar ia tetap memiliki kekuatan dan kuasa atas masyarakat Betawi. Sehingga
kemudian sifat elitism dalam jalur partisipasi berjenjang tidak langsung dalam
demikian ada batas yang memungkinkan untuk masyarakat tidak berbuat lebih
73
c. Bamus bukan sebuah organisasi fungsional kerja
organisasi fungsional kerja, dimana mereka memiliki aturan kerja baku dan jam
kerja yang baku setiap waktu. Bamus hanyalah sebuah forum warga tempat
memiliki program kerja harian. Bamus hanya aktif secara periodic berdasarkan
skala rapat kerja ataupun musyarah bersama. Hal ini telah di buktikan sendiri oleh
peneliti ketika mendatangi kantor Bamus, di dalamnya sama sekali tidak dapat di
temui ketua dan jajaran pengurus penting lainnya selain penjaga harian yang
hanya beberapa orang. Hal ini di akui oleh penjaga harisan tersebut yang salah
satunya bernama bang andi, ia menyebut bahwa ketua dan jajaran pengurus
lainnya tidak terikat secara baku dalam ikatan kerja seperti di perusahaan ataupun
peneliti adalah, bahwa masyarakat tidak dapat mengakes Bamus setiap waktu
kapanpun mereka inginkan dikarenakan keadaan tersebut. Ketiak akses ini tidak
dating setiap waktu maka akan sulit rasanya jika masyarakat melakukan
74
mereka bisa cari yang memiliki jam kerja tetap dan pengrus tetap serta sebuah
komunitas yang memiliki program kerja tetap. Salah satunya adalah organisasi-
organisasi massa keBetawian seprti forkabi, lkb dan lain-lain yang memiliki
terhadap Bamus berjalan termasuk apa saja yang menjadi penghambatnya, maka
bentuk representasi aspirasi itu berjalan jika dilihat dari kaca mata konsep pola
perjuangan aspirasi hingga hambatan yang muncul, di dalam pembahasan sub bab
ini kita dapat melihat pola yang terbentuk dalam tubuh Bamus berdasarkan pola-
pola representasi yang di gagas oleh Pitkin. Ketika Bamus lebih condong
menggunakan satu pola maka nantinya akan mempengaruhi lebih jauh proses
pola itu menjelaskan sifat dari sebuah lembaga dalam menjalankan fungsi
representasinya.
Penulis akan mencoba menjelaskan secara sekilas tentang pola apa yang di
ada satu pola yang menjadi pola utama dalam proses representasi aspirasi Bamus.
75
1. Representasi Simbolik
organisasi yang mewakili adalah tingkat penerimaan dan pengakuan dirinya oleh
konstituen yang memilih untuk di wakili olehnya. Selain itu representasi simbolik
tanpa harus ada pertukaran aspirasi langsung dari konstituen, selama ia telah
memegang kuasa, kewenangan dan keakuan dari konstituen maka apapun yang
2. Representai Deskriptif
perwakilan non formal yaitu yang pertama sebuah organisasi perwakilan terbentuk
karena kesamaan nasib dalam satu ranah publik yang di alami oleh masyarakat,
misalnya ekonomi kesehatan dan politik. Yang kedua adalah institusi representasi
terbentuk karena adanya kesamaan identitas baik budaya maupun agama. Untuk
hal ini lebih kepada ruang lingkup kerja mereka dimana isu-isu yang di
perjuangkan hanya mencakup komunitas yang di wakilinya yang berasal dari satu
identitas berbeda dengan representasi lain yang bergerak berdasarkan isu yang
76
3. Representai Substantif
sebatas sebagai sebuah symbol yang mewakili keberadaan dari sebuah entitas
mengetahui dan menarik kesimpulan pola apa yang dilakukan oleh Bamus di
perkenalkan oleh pitikin di atas, gambaran faktor latar belakang serta hal-hal yang
menjadi ciri khas Bamus mampu menjelaskan bahwa Bamus sebagai sebuah
77
institusi representasi secara organisasi yang dilihat melalui apa yang mereka
Tetapi kemudian kita tidak dapat secara langsung berkesimpulan apakah ia telah
sebuah pihak untuk menjadi sebuah agen representasi aspirasi masyarakat apalagi
di atas yang akan di coba untuk menjelaskan pola representasi yang berjalan
Melihat dari ketiga pola yang di perkenalkan, tidak ada masalah dengan
deskriptif. Tetapi kemudian yang menjadi hal yang penting untuk di bahas adalah
adanya hal-hal yang bertolak belakang antara representasi substantif dan simbolik.
Dimana keduanya merupakan sesuatu yang ahrsu menjadi modal dan harus di
mengatasnamakan masyarakat.
78
Representasi substantif, terkait dengan bagaimana agen tersebut mampu
konsentrasi kerja mereka. Hanya dalam lingkup itulah agen tersebut bekerja, dan
lebih dan kuasa berada di tangan masyarakat yang memberikan kuasa dan
secara formalis, lebih penting para wakil ini harus melakukan sesuatu secara
Untuk melihat hal tersebut ada dua indikator yang di lakukan, jika ia
merupakan sebuah bentuk representasi simbolik, siapa yang ia wakili atau jika di
adalah apa materi yang ia bawa yang menjadi dasar dan landasan dalam setiap
tersebut dan apakah masyarakat mempunyai dan merasa keberadaan agen tersebut
yang mereka hadapi. Dan jika ia merupakan sebuah bentuk pola representasi
79
substantif, hal apa saja yang ia lakukan untuk masyarakat dan berdasarkan aspirasi
masyarakat.
keputusan yang di ambil kelak maka dapat di asumsikan sebagai perwujudan dari
dalam pola di dasari oleh pemberian kuasa dan pengakuan yang menjadi modal
sesuatu hal yang sangat utopis jika hanya di gambarakan melalui representasi
simbolik ini, ada jalur penyaluran aspirasi yang tertahan dalam mekanisme
adalah di tandai dengan adanya istilah satu kepentingan yang mewakili seluruh
kepentingan masyarakat. Selain itu dalam pola representasi ini juga, Bamus hanya
Tanpa harus membawa isu-isu yang terkait dengan keBetawian, maka Bamus
sebagai payung tertinggi dalam struktur masyarakat Betawi di rasa cukup untuk
80
Keadaan ini kemudian tepat untuk menjelaskan bagaimana Bamus hidup
dan bekerja di awal kelahirannya hingga nanti bertemu dengan masa reformasi.
berhubungan dengan masyarakat Betawi secara umum. (hal ini akan di gambarkan
lebih jelas dalam pembahasan bab berikutnya tentang hubungan Bamus Betawi
dengan pemerintah).
simbolik ini tidak lah membutuhkan bukti yang banyak, dikarenakan menurut
Pitkin sendiri, ada kegagalan representasi dalam pola representasi simbolik ini
yang di wakilinya. Tetapi kemudian dalam pembahasan penelitian ini akan lebih
di telusuri lebih jauh apakah Bamus melakukan dan telah melakukan fungsi-
fungsi yang sesuai dengan peran yang harus di pikul oleh sebuah jalur representasi
hanya sekedar menjadi symbol bagi keberadaan pihak yang di wakilinya. Karena
menurut Pitkin, jalur representasi yang baik adalah adanya jalur yang
dirasakan dan di butuhkan oleh masyarakat. Untuk melacak hal tersebut kemudian
di telursuri lah apakah Bamus telah melakukan sebuah pekerjaan atau kegiatan
yang didalamnya bergerak karena isu-isu yang ada di tataran masyarakat Betawi.
81
sehingga ada keterlibatan partisipatif bagi masyarakat untuk memperjuangkan
kepentingannya.
Sebuah jalur representasi yang di kenal sebagai yang terbaik dalam kaca
mata Pitkin adalah representasi yang bersifat substantif. Maka substantsi apa yang
substantif, beberapa kasus dan kegiatan telah peneliti temukan yang dapat di
Jika kita melihat berdasarkan program kerja maka telah dapat disimpulkan bahwa
atas telah dapat menggambarkan bagaimana dan apa yang menjadi dasar
kepentingan Bamus untuk berjuang dan bekerja. Tetapi kemudian mungkin kita
akan dapat kesimpulan lain yang berbeda ketika kita mencoba untuk melihat dan
terjadi dalam proses representasi ini yaitu, tidak adanya aturan tertulis mengenai
penokohan yang sangat kuat dalam tubuh organisasi, dimana keseganan dan
82
peng”kultusan seorang tokoh masyarakat Betawi menjadi sumber kepercayaan
Kedua hal ini menjadi hambatan yang memiliki pengaruh signifikan terhadap pola
Hambatan yang pertama adalah tentang kewenangan dan kuasa yang tidak
seusatu yang tidak selamanya dan selalu berjalan dalam mekanisme ini, karena
kuasa yang tidak terikat ini masyarakat dapat memilih dan memiliki hak kapan
Ketika mereka rasa Bamus tidak mampu, maka mereka akan memilih jalan lain
mempercayai dan rela untuk menaruh aspirasinya ke dalam Bamus, selain itu
Kembali ke soal kewenangan tadi, selama ini bukan tidak pernah hal ini terjadi
dimana FBR sebagai salah satu ormas terbesar di Betawi tidak mengakui
ini di landasi karena, FBR merasa, elit dan kelompok terbatas lah yang memegang
83
kuasa penuh di Bamus dimana kepentingan masyarakat tidak mungkin untuk
simbolik). Hal ini kemudian berkaitan dengan hambatan yang kedua dimana
simbolisasi figur menjadi sesuatu yang sangat kuat dan telah mengakar kuat dalam
tubuh Bamus sendiri. dimana tokoh dijadikan panutan dan cerminan tentang kuasa
yang di berikan oleh masyarakat (lihat bab 2, tentang sumber daya kuasa Bamus).
Hal ini kemudian sangat riskan untuk menimbulkan terjadinya apa yang di
atas, meskipun mungkin keluhan ini hanya berasal dari satu ormas di antara
puluhan ormas yang telah bergabung dengan Bamus, tetapi hal tersebut seakan
representasi simbolik.
pembawa kepentingan LKB secara mutlak, meskipun mungkin disadari atau tidak
substantif secara utuh dan menyeluruh. Meskipun ada substansi yangs sejalan
84
dengan keinginan masyarakat yang di perjuangkan oleh Bamus kepada
sebuah hal yang niscaya representasi substansi berjalan sesuai kaidah yang di
gambarkan oleh Pitkin meskipun bukan tidak mungkin hal tersebut dapat tetap di
jalankan
terhadap elit terbatas menjadi hal utama yang terdapat dalam tubuh Bamus yang
dengan melihat apa yang tersirat dalam kerja organisasi tersebut. Meskipun ia
lain yaitu mekanisme dan aturan main bagaimana kepentingan itu sampai ke meja
main partisipasi menjadi sebuah poin penting yang sangat berpengaruh dan
atas.
85
Bab IV
4.1 Pengantar
hingga meja pemerintah kota Jakarta. Termasuk di dalamnya strategi apa saja
mengakses pemerintah kota Jakarta. Peneliti membagi dua jalur ini, yaitu jalur
formal kelembagaan melalui dinas pariwisata dan kebudayaan DKI Jakarta, dan
jalur nonformal dengan pendekatan personal melalui gubernur Jakarta. Setelah itu
akan dijelaskan bagaimana mekanisme kerja kedua belah pihak yaitu Bamus dan
hubungan antara Bamus dan pemerintah tadi. Ini permasalahan dari bab ini adalah
86
4.2 Jalan yang Dipilih Bamus Untuk Mengakses Pemerintah
Peneliti menemukan fakta bahwa ada dua jalan yang di gunakan Bamus
Yaitu jalan melalui dinas pariwisata dan kebudayaan dan jalan melalui gubernur
Jakarta. Meskipun secara prosedur dan aturan mainnya, Bamus secara resmi
bersifat pendekatan secara personal dan bukan merupakan sebuah jalur resmi,
oleh pemerintah mengingat adanya kelemahan yang terjadi jika melalui jalur
kelembagaan formal ini tergambar melalui konsep hubungan institusi formal dan
informal. Perlu di ketahui, di kota Jakarta pihak yang berwenang untuk mengurus
kebudayaan provinsi Jakarta. Termasuk Betawi yang menjadi bagian dari setiap
program kerja dari dinas pariwisata dan kebudayaan ini,. Tetapi kemudian
87
dan kebudayaan. Kemunculan Bamus di tempatkan sebagai pelengkap dari dinas
ruang lingkup kerja dari lembaga tersebut jika harus lebih mengurus Betawi yang
yang lebih bersifat top down, tanpa bisa masyarakat ikut serta dalam setiap
pemutusan program kerja dinas pariwisata dan kebudayaan, ruang lingkup yang
luas yang tidak hanya mengurus masalah Betawi melainkan seluruh aspek
informasl institution dan formal institusion yang di gagas oleh levitsky, dimana
Bamus di tempatkan sebagai sebuah informal institution dan dinas pariwisata dan
kebudayaah provinsi DKI Jakarta sebagai formal institution nya, maka pola yang
melengkapi.
Menurut Teori Steven Levitsky, seperti yang telah penulis jelaskan pada
dampak berupa fenomena sosial dan politik yang berbeda di setiap tempat dan
waktunya sebagai akibat dari interaksi tersebut sedikitnya terdapat empat pola
relasi yang terjadi antara institusi informal (komunitas) terhadap institusi formal
88
1. Complementary, di mana dalam tipologi ini institusi informal melengkapi
berjalan efektif, namun pola relasi antara komunitas terhadap negara bersifat
negara. Hal ini berarti institusi komunitas dapat menciptakan peraturan yang
bersumber dari norma / nilai komunitas untuk mengatur perilaku anggota atau
warganya, dengan secara tidak langsung merubah nilai substantif dari peraturan
formal negara.
4. Pola yang terakhir dalam institusi ini adalah competing, pola seperti ini erjadi
bilamana kapasitas negara tidak efektif, tetapi pola relasi antara komunitas
komunitas berkompetisi dengan institusi negara. Selain itu pola relasi ini muncul
formal. 29
sekarang termasuk adanya pergeseran fungsi dan peran dalam dirinya, maka dapat
di lihat dengan jelas bahwa pola relasi yang terbangun adalah bersifat
29
Helmke Gretchen, Levitsky Steven, Political Science Informal Institutions And Democracy(
Lesons From Latine America. 2006) 6
89
complementary yaitu sebagai pelengkap dari institusi Negara yang telah ada yang
lihat dalam table kerja Bamus dimana sebenarnya urusan kebudayaan telah di
pegang oleh dinas pariwisata dan kebudayaan pemerintah provinsi DKI Jakarta
untuk mencakup unsur-unsur keBetawian secara khusus. Karena sifat dari sebuah
institusi formal kelembagaan adalah fokus kerja yang bersifat umum tidak hanya
pada satu bagian atau satu wilayah cakupan saja. Maka keberadaan sebuah
lembaga yang mampu melengkapi dinas pariwisata dan kebudayaan tadi khusus
butuhkan. Selain itu keberadaan saluran baru itu juga di akui telah menjadikan
masyarakat memiliki jalur kepentingan mandiri yang dapat di percaya dan mampu
Jakarta merupakan jalur umum yangs sering dipakai dan telah tercatat dalam
peraturan tertulis yang tercantum dalam tata aturan kerja organisasi Bamus no 12
tahun 2004 yang menjelaskan, jika Bamus menjadikan dinas pariwisata dan
kebudayaan sebagai mitra kerja setiap program dan menjadi saluran utama bagi
90
sebagai pengumpul aspirasi dair masyarakat Betawi yang tidak mampu dilakukan
Sedangkan proses hingga menjadi sebuah keputusan tetap harus melalui tahapan-
formal.
yang jelas baik berupa tugas yang harus di jalankan maupun kemana Bamus harus
membawa aspirasi yang telah mereka kumpulkan dari mayarakat. Sehingga tidak
permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat Betawi. Selain itu, karena bersifat
mitra dan bagian tidak langsung dari dinas pariwisata dan kebudayaan, maka
terkadang Bamus mendapatkan bantuan atau subsidi bagi setiap program kerja
menemukan titik hambatan dan kelemahan di jalur resmi ini. Yaitu terkait dengan
mitra kerja, tetapi tidak sebaliknya bagi dinas pariwisata dan kebudayaan
peran kelembagaan yang di embannya. Perbedaan dan benturan logika ini ternyata
institusi formal dan informal. Dimana bagi institusi informal, kesetaraan dan
91
institusi formal logika kuasai dan yang menguasai menjadi sebuah hal wajib
ketika terjadi hubungan dengan pihak manapun. Selain itu ternyata ada keadaan
merasa Bamus tidak sepenuhnya dapat terlepas dari subsidi tersebut, bahkan
peneliti menemukan data lain yang menguatkan akan hal ini yaitu adanya subsidi
tahunan rutin dari pemerintah melalui dinas tadi hamper sebesar satu milyar
rupiah.
disalurkan melalui satu pihak yang berwenang akan hal tersebut yang mewakili
masuk. Dapat dikatakan, pendekatan ini adalah yang umum terjadi dan pasti
dilakukan oleh siapapun lembaga yang memfungsikan diri sebagai sebuah jalur
representasi non formal. Tetapi dalam kasus Bamus ini peneliti menemukan
sebuah kenyataan bahwa selain mengakses melalui jalur ini, Bamus juga
melakukan pendekatan secara intensif yang bersifat non formal yaitu pendekatan
92
keberadaan gubernur masih memiliki pengaruh yang sangat besar dalam system
sehingga setiap masalah yang di bawa oleh Bamus akan lebih di prioritaskan
untuk di tindaklanjuti lebih jauh dalam realisasi kebijakan. Apa yang menjadikan
oleh orang-orang yang menjadi tokoh-tokoh penting di seluk beluk kota Jakarta.
Posisi Gubernur Jakarta yang memiliki peran penting dan kuasa di kota
untuk merubah aspirasi masyarakat Betawi menjadi sebuah kebijakan. Salah satu
permasalahan keBetawian. selain itu posisi gubernur Jakarta juga sangat sentral
bagi Bamus, hal ini di ungkap oleh ketua `Pengurus Pusat Persatuan Masyarakat
bahwa “Pemimpin Bamus mendatang harus sejalan dengan pola pikir gubernur
DKI Jakarta yang notabene perwakilan dari masyarakat Betawi. Hal ini penting,
agar terbangun sinergi yang baik antara Bamus dengan kebijakan pemprov DKI
posisi gubernur menjadi sangat penting bagi keberadaan Bamus dan menjadi hal
yang penting ketika Bamus berusaha sebisa mungkin untuk “merebut” posisi
30
H. A Sjarief Mustafa Ketua Permata MHT. Wawacara tanggal 15 oktober 2011. Pukul 10.00.
kantor pengurus permata MHT, Taman Ismail Marzuki Jakarta.
93
gubernur dan menempatkan orang-orang yang mendukung Bamus dan masyarakat
Hal itu di dasarkan kepada kesulitan yang sekiranya akan muncul ketika
Jakarta tidak di pimpin oleh seseorang yang mengerti dan menaruh perhatian pada
kehidupan masyarakat Betawi. Selain tidak ada program yang di canangkan untuk
karena masalah keBetawian yang di angkat tidak menjadi sebuah isu prioritas
oleh pemerintah yang harus segera di tindak lanjuti menjadi sebuah program dan
keputusan . Oleh karena alasan itu Bamus dengan tegas dan terbuka
Bamus terhadap pemerintah. Semua ini sebagai salah satu cara bagaimana
Jakarta.
Selain itu sebagai salah satu strategi yang dilakukan oleh Bamus untuk
94
kepemimpinan di daerah Jakarta dianggap sebagai posisi strategis dan sangat
kepemerintah bisa diciptakan dan dapat di akses setiap saat. Melalui program
individu gubernur yang berasal lingkungan dekat Bamus atau masyarakat Betawi
dimana suara gubernur diharapkan dapat membawa suara Bamus dan masyarakat
Betawi dalam setiap rencana kerja pemerintah dan kepentingan keBetawian akan
Setelah diketahui jalan mana saja yang di tempuh oleh Bamus untuk
Ruang keterlibatan ini memiliki masud adalah sebuah keadaan dimana ada
mencari jalan untuk berhubungan dengan pemeritah, ruang keterlibatan ini adalah
sebenarnya secara abstrak merupakan ruang yang memang telah di sediakan oleh
95
pemerintah. Ruang tersebut sengaja di bentuk karena juga adanya keinginan dari
didalamnya, karena hal itu pulalah yang mendasari alasan pemerintah untuk
membentuk Bamus dari awal. 31 Sehingga tidak ada proses lebih jauh tentang
pemerintah. Hal ini berbeda jika Bamus lahir, tumbuh dan berkembang dari
satu fokus penting lebih jauh sebelum masuk dalam penjelasan fungsinya sebagai
sama sekali tidak memiliki pandangan untuk menjadi musuh dari Negara
Negara bagi organisasi non pemerintah untuk mengakses dirinya secara langsung.
31
Lihat sejarah terbentuknya dan berdirinya Bamus BAB II
32
Wawancara: Bang Amar. Pengurus Badan Musyawarah Masyarakat Betawi. Wawancara
tanggal : 15 juli 2011, Pukul 16:00. Gedung Prasda Sasana Karya Lt. 6 Jl. Suryo Pranoto, Harmoni
Jakarta Pusat
96
pemerintah kota Jakarta. Ia hanya memiliki hak untuk mengakses setiap kebijakan
yang kira-kira memiliki dampak langsung maupun tidak bagi masyarakat Betawi,
cara- cara penyampaiannya pun tidak dengan memasukkan materi program dan
melibatkan diri dalam penyusunan kebijakan, tetapi lebih kepada dengan jalan-
jalan himbauan dan usulan kepada pemerintah. Selain itu Bamus juga bukanlah
dengan pemerintah. Selain karena alas an teknis dari latar belakang para pengurus
dan petinggi Bamus yang bersifat ekslusif sehingga tidak memungkinkan dirinya
untuk sering melibatkan diri bercampur aduk dengan masyarakat Betawi secara
langsung.
mengingat peran yang di pikul oleh Bamus memaksa dirinya untuk selalu
menunjukkan sikap yang baik dengan pemerintah. Di jelaskan bahwa sebuah aktor
non Negara seperti badan musyawarah Betawi ini biasanya sangat tidak percaya
dan bersikap kritis pada pemerintah serta sangat berhati-hati di dalam menjalin
hubungan dekat lebih jauh. Karena hal tersebutlah yang menjadikan alasan
mereka terbentuk. Sudah menjadi sebuah pola pikir yang harus di bangun oleh
97
organisasi non pemerintah bahwa pemerintah selalu salah dan berada di sisi
sasaran tembak. Cara yang di tempuh dapat melalui demonstrasi ataup cara-cara
provokatif lain yang berusaha untu membangun opini publik tentang satu isu yang
pemerintah secara langsung. Banyak hal yang telah di lakukan, salah satu yang
jelas terlihat adalah penunjukkan wakil dari bsadan musyawarah Betawi untuk
Hal ini terasa tidak asing jika melihat kebelakang sejak awal dari pendirian
badan musyawarah Betawi ini yang justru di prakarsai oleh pemerintah. Badan
98
masyarakat Betawi secara umum saat itu. Badan msuyawarah Betawi juga
menjadi satu-satunya organisasi yang menjadi muara bagi kehidupan Betawi yang
telah di akui oleh pemerintah. Pada awal pembentukannya, sulit bagi Bamus
untuk menarik berbagai organisasi massa Betawi yang telah terbentuk jauh
sebelum dirinya untuk tergabung dan menjadikan Bamus sebagai sebuah paying
tertinggi dari seluruh struktu masyarakat Betawi. Namun dengan sumber daya
kuasa yang telah di limpahkan oleh pemerintah kepadanya, pada akhirnya hanya
adadua pilihan yang dapat di pilih oleh seluruh elemen masyarakat Betawi, yaitu
memilih untuk tetap berjalan sendiri tetapi dengan konsekuensi tidak tuntasnya
isu penguatan hak-hak sipil dan penguatan struktural hubungan antara masyarakat,
mulai dari sosial, politik, ekonomi, hukum menjadi konsentrasi utama keberadaan
Bamus sebagai aktor representasi. semua dapat di lihat dari kecenderungan Bamus
yang hanya memiliki program kerja tentang isu keBetawian. Hal ini juga tidak
terlepas dari posisi Bamus di struktur kemasyarakatam Betawi dan siapa saja
99
Selain itu telah di jelaskan di atas bahwa salah satu pendekatan yang di
lakukan oleh Bamus adalah melalui pendekatan personal gubernur Jakarta, maka
Penempatan dukungan terhadap pemimpin di Jakarta menjadi salah satu cara agar
misalpun calon tersebut berasal dari keanggotaan Bamus, tetapi setelah menjabat
nantinya di tempuh oleh pemerintah yang dipimpin oleh wakil oleh Bamus yang
terpilih tetap menjadi program pribadi dari gubernur, dan Bamus sama sekali
tidak melibatkan diri secara pribadi dengan individu dalam setiap kebijakan yang
di ambil itu. Pelibatan diri Bamus kedalam pemerintah bersifat organisasional dan
Inilah sasaran utama dari perjuangan Bamus, dimana Bamus memastikan ada
poin-poin dalam setiap kebijakan kota Jakarta yang memastikan terjaminnya hak-
Dibawah ini contoh beberapa kegiatan yang melibatkan kerjasama antara Bamus
dan pemerintah
100
a. Musyawarah besar Bamus Betawi Lima Tahunan
satu periode termasuk nantinya selain itu dalam musyawarah besar ini juga
subsidi bagi kebudayaan Betawi. Hal ini tertulis dalam anggaran rumah
tangga Bamus pasal 4 tentang musyawarah besar, bahwa ada alokasi dana
Untuk lebih jelas, penulis akan merinci berbagai kegiatan umum yang
Tabel 1.3
101
tahun pariwisata provinsi DKI
Jakarta, menjadikan
program ini sebagai salah
satu rencana kerja dari
pemerintah
diberikan oleh pemerintah dengan dasar bahwa Bamus memiliki kapasitas lebih
Sebagai salah satu contoh kasus pemberian kuasa dan kewenangan oleh
Bamus kepada Bamus adalah ketika Bamus menjadi Penengah dalam setiap
Konflik antara FBR dan Forkabi bukan sekali dua kali telah terjadi.
Konflik ini telah menjadi konflik tahunan dimana setiap tahun pasti terjadi
benturan antara kedua ormas besar Betawi tersebut. Konflik ini kemudian meluas
102
bukan hanya sebatas konflik dalam lingkungan masyarakat Betawi tetapi juga
masyarakat kota Jakarta secara luas jika dilihat dari akibat dan kerugian yang
konflik terjadi nantinya. Kewenangan ini lebih di tujukan kepada posisi Bamus
yang dirasa lebih strategis untuk menjadi penengah dengan segala latar belakang
dan sumber daya kuasa atas masyarakat Betawi yang dimilikinya di bandingkan
dengan pemerintah kota Jakarta. Oleh karena itu untuk urusan penghapusan
konflik, selama ini tidak pernah di beritakan (selain tindak kriminal yang muncul
yang diberikan mandatoleh pemerintah sesuai kondisi dan situasi saat itu.
Pemerintah
representasi berasal dari relasi kuasa yang terjadi antara ia dan konstituen di
representasi tidak di atus secara tata aturan baku tertulis, keakuan dan kuasa
103
tersebut terjadi karena ada kesukarelaan dari masyarakat untuk bersedia
menjadi tulang punggung dari kuasa yang didapat oleh sebuah organisasi
intermedari. Hal ini nyatanya bisa menjadi sebuah bom waktu di masa depan
nanti, yaitu tidak adanya aturan tertulis yang menegaskan kuasa antara organisasi
dengan seluruh elemen masyarakat. Hal ini jugaluput dari pehatian dari Bamus,
karena hal tersebut suatu saat dapat terjadi yang bisa saja pada akhirnya
tertinggi dan tempat berkumpulnya masyarakat Betawi. Oleh karena itu salah satu
cara untuk tetap memperkuat posisi dari Bamus adalah dengan menjadikan simbol
penokohan yaitu para tokoh yang di hormati dan disegani dalam struktur
berhenti disini, jika suatu saat penokohan itu hilang maka bukan tidak mungkin
dari masyarakat, oleh karena itu penegasan symbol ini sangat menjadi perhatian
Bamus sebagai salah satu penguat posisi mereka dalam masyarakat Betawi
sekedar mengusulkan secara pasif tetapi juga dapat mempengaruhi lebih jauh lagi
104
kebijakan daerah sesuai dengan apa yang di harapkan oleh Bamus dan masyarakat
Betawi. Hal ini selalu menjadi sebuah permasalahan klasik yang terjadi dalam
hubungan itu telah di bangun, ada masalah lain yang tidak kalah lebih penting dari
realisasikan dalam program pemerintah. Dalam kasus penguatan posisi tawar ini,
Bamus Betawi telah melakukan berbagai upaya, salah satunya dengan mendukung
calon, diharapkan nantinya ada kesamaan visi misi yang sejalan dengan Bamus,
maka secara tidak langsung pembukaan keran jalur representasi telah dilakukan.
udara baru bagi tersendatnya jalur representasi formal yang telah ada. Sehingga
tidak akan pernah terjadi misslink antara masyarakat dan Negara. Tetapi perlu di
sadari atau tidak, dalam prakteknya tidaklah semudah seperti apa yang telah
jelaskan diluar dari berbagai kesulitan utama yang muncul dalam menjalankan
105
fungsi-fungsi representasi di atas. Dengan demikian perlu ada sebuah penegasan
ulang tentang batasan dari sebuah organisasi untuk dapat dikatakan sebagai
106
BAB V
Penutup
Kesimpulan
Maka penulis menarik dua kesimpulan besar yaitu terkait dengan Bamus Betawi
A. Bamus Betawi
karena kesamaan latar belakang dan masalah. Tetapi ada juga organisasi
internediari yang juga terbentuk dari usulan pihak lain seperti pemerintah. Badan
pembentukannya justru berasal dari ide pemerintah. Hal ini ternyata bisa
menjadi keuntungan bagi posisinya sebagai aktor representasi, akan tetapi di satu
107
yang lahir dari inisiatif masyarakat bawah dimana ia harus berjuang mati-matian
yang harus di bentuk dengan baik, hubungan dengan pemerintah pun harus terjaga
Tetapi di sisi lain muncul juga kekhawatiran dari masyarakat bahwa organisasi
representasi yang lahir atas inisiatif pemerintah tidak lebih dari sebuah kelompok
yang hanya menjadi kepanjangan tangan dari pemerintah. Kenetralan pada isu
yang wajib dimiliki oleh seluruh aktor representasi di khawatirkan tidak terjadi
karena adanya pengaruh dari pemerintah dalam organisasi. Tetapi dalam Bamus,
di luar beberapa hal :gelap” yang masih tertutp kabut kelam, konsistensi dia
sebagai jalur aspirasi tetap terjaga dengan baik dan mampu menempatkan diri
Tetapi ada satu kecenderungan yang mampu di gambarkan oleh satu kasus
badan musyawarah masyarakat Betawi ini yaitu kurangnya kuasa internal antara
menjadi sesuatu yang rentan ketika kepercayaan itu suatu saat hilang oleh
berbagai hal. Selama ini Bamus bisa bertahan dengan cara menempatkan tokoh-
tokoh masyarakat Betawi yang di segani , elit-elit organisasi massa Betawi dan
khususnya dan kota Jakarta pada umumnya, sebagai petinggi dan pengurus
108
organisasi badan musyawarah masyarakat Betawi. Dengan sumber daya yang
dimiliki oleh para tokoh tersebut Bamus memainkan perannya sebagai induk dari
pendukung dapat di katakan lemah atau justru sama sekali tidak ada. Selama ini
dengan pemerintah. Tetapi di balik itu juga banyak hal yang dapat di jelaskan
lebih jauh tentang posisi ia di dalam tubuh internal yang ternyata tidak lebih baik
sebuah aktor representasi beprngaruh besar pada peran dari organisasi itu untuk
justru juga dapat berasal dari relasi kuasa internal mereka sendiri, dimana
penegasan posisi tawar dan kuasa di dalam tubuh organisasi menjadi sebuah hal
belakang masing-masing. Tetapi hal itu bisa di tutupi dengan relasi ekternal yang
melalui sumber daya-sumber daya yang di dapat melalui relasi dengan aktor luar.
109
B . Representasi
aktor representasi yang sangat sederhana, tetapi di sisi lain hal itu
menggambarkan hingga kini masih ada kesulitan untuk menentukan batas aktor
representasi secara fisik bukan secara fungsional, karena sebuah organisasi yang
berbeda antara satu orang dengan orang yang lainnya, misal sebagai sebuah
ormas, komunitas atau justru institusi pemerintah. Tetapi itu tidak bisa terlepas
dari karakteristik objek kajian ilmu sosial yang sangat tidak memungkinkan untuk
fenomena dari objek yang di kaji. Termasuk dalam penelitian ini, mungkin jika
dapatkan kesimpulan akhir, tetapi jika kita melihat Bamus dari fungsinya maka
110
DAFTAR PUSTAKA
111
Sanit, Arbi. “ Organisasi politik, Organisasi Massa dan Politik
Demokratisasi Masyarakat”, dalam Prisma No 6 1998
Badan Pusat Statistik. Arsip tetang Jumlah Penduduk DKI Jakarta. Sensus
Penduduk Tahun 1971, 1980, 1990, 2000 dan Survey Penduduk Antar Sensus
(Supas) 1985, 1995,2005.
Internet
Prof. Dr. H. Mudjia Rahardjo, M.Si. Jenis dan Metode Penelitian Kualitatif. 01
Jun1 2010. http://mudjiarahardjo.com
Sumber lain
112
Zulfikar. Nizam, Skripsi S1: “Pola Relasi Antara Negara dan Forum
Komunikasi Masyarakat Code Selatan Dalam Rangka Pemberdayaan Masyarakat
Code Selatan” . Yogyakarta: UGM, 2011
113