masyarakat. Hal ini disebabkan karena peran pengangkutan itu sendiri yang sangat
penting dalam memperlancar arus lalulintas barang dan orang yang timbul sejalan
1. Abdulkadir Muhammad
atau membawa, memuat dan membawa atau mengirim. 8 Dengan kata lain
dalam alat tempat pemuatan ke tempat tujuan dan menurunkan barang atau
8
Abdulkadir Muhammad, Op. Cit, hal. 19.
lebih berguna dan bermanfaat bagi manusia. Jadi dilihat dari kegunaan
nilainya.
barang itu lebih diperlukan tepat pada waktunya. Jadi nilai barang itu
dapat dilihat dari faktor waktu barang itu dapat lebih dimanfaatkan
9
R. Soekardono, SH., Hukum Dagang Indonesia, CV Rajawali, Jakarta, 1981, hal. 5.
a. Pelaku, yaitu pihak yang melakukan pengangkutan. Pelaku ini ada yang
pengangkutan, baik berupa orang secara alamiah maupun orang dalam arti
badan hukum seperti Perseroan Terbatas (PT) atau Koperasi. Orang secara
berlaku seperti kendaraan bermotor, kapal laut, kapal udara, derek (crene) dan
lain-lain.
Barang muatan yang diangkut adalah barang yang dapat diperdagangkan atau
good), barang yang mudah rusak (perishable good), barang beracun termasuk
dengan selamat.
tempat tujuan. 10
1. Pengangkutan Darat
atau barang yang dijalankan di setiap jalan dalam bentuk apapun yang
terbuka untuk lalu lintas umum. Adapun pengangkutan melalui jalan raya
Perkeretaapian.
10
H.K. Martono, Eka Budi Tjahyono, Transportasi di Perairan berdasarkan Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2008, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2011, hal. 6.
KUHD, yang ada yaitu pengertian pengangkutan yang terdapat di dalam Pasal 466
menggunakan kapal.
tentang Pelayaran.
3. Pengangkutan Udara
untuk satu perjalanan atau lebih dari satu bandar udara ke bandar udara yang lain
meliputi:
1) Angkutan Udara Niaga, yaitu angkutan udara untuk umum dengan memungut
pembayaran.
2) Angkutan Udara Bukan Niaga, yaitu angkutan udara yang digunakan untuk
3) Angkutan Udara Dalam Negeri, yaitu kegiatan angkutan udara niaga untuk
melayani angkutan udara dari satu bandar udara ke bandar udara lain di dalam
4) Angkutan Udara Luar Negeri, yaiut kegiatan angkutan udara niaga untuk
melayani angkutan udara dari satu bandar udara di dalam negeri ke bandar
sebaliknya.
5) Angkutan Udara Perintis, yaitu kegiatan angkutan udara niaga dalam negeri
menimbulkan hak dan kewajiban serta tanggung jawab yang berbeda dari masing-
masing pihak.
syarat tertulis.
perjanjian dimana satu pihak menyanggupi untuk dengan aman membawa orang
atau barang dari suatu tempat ke tempat lain, sedangkan pihak lainnya
1. Asas Konsensual
kenyataannya, hampir semua perjanjian pengangkutan darat, laut dan udara dibuat
dibuat tertulis karena kewajiban dan hak pihak-pihak telah ditentukan dalam
Undang.
2. Asas Koordinasi
perjanjian pengangkutan.
11
HMN. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang, Hukum Pengangkutan,
Penerbit Djambatan, Jakarta, 1981, hal. 2.
12
Subekti, IV, Hukum Perjanjian, Cetakan XI, Penerbit PT. Intermasa, Jakarta, 2010,
hal. 69.
yaitu pemberian kuasa dari pengirim kepada pengangkut, penyimpan barang dari
tidak diatur lain, maka diantara ketentuan ketiga jenis perjanjian itu dapat
perawatan barang. 13
merupakan para subjek hukum sebagai pendukung hak dan kewajiban dalam
pengangkutan menurut pendapat yang dikemukakan oleh para ahli antara lain :
13
Folorensus, Hukum tentang Perjanjian Pengangkutan,
http://folorensus.blogspot.com/2008/07/hukum-tentang-perjanjian-pengangkutan.html diakses
tanggal 7 Januari 2014
14
Hasim Purba, Hukum Pengangkutan Di Laut Perspektif Teori Dan Praktek, Pustaka
Bangsa Press, Medan, 2005, hal. 11.
yaitu pengirim barang, pihak penerima barang, dan barang itu sendiri. 15
diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan atau orang lain dari
suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat. Lawan dari pihak
Dari berbagai pendapat yang dikemukakan oleh para ahli diatas, maka
1. Pengirim Barang
15
Ibid, hal. 12.
16
Ibid, hal. 12.
17
Ibid, hal. 12.
KUHD. Namun, secara ringkas dapat dikemukakan bahwa pengirim adalah orang
yang mengikatkan diri untuk mengirim sesuatu barang dengan membayar uang
angkutan. 18
Pengirim belum tentu adalah pemilik barang. Sering kali dalam praktik,
pengirim adalah ekspeditur atau perantara lain dalam bidang pengangkutan. Pasal
86 ayat (1) KUHD menyatakan bahwa ekspeditur adalah orang yang pekerjaannya
Karena merupakan perantara, ada dua jenis perjanjian yang perlu dibuat
Dari dua jenis perjanjian tersebut, maka hubungan hukum, hak dan
18
Zaeni Asyhadie, Hukum Bisnis Prinsip dan Pelaksanaanya di Indonesia, PT
Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2006, hal.147.
19
Ibid, hal. 147.
baginya.
b. Sebagai Komisioner
seterusnya.
20
HMN. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Pengetahuan
Dasar Hukum Dagang, Penerbit Djambatan, Jakarta, 1985, hal. 14.
Pengatur muatan atau juru padat adalah orang yang tugasnya menetapkan
yang ada di kapal (Pasal 321 KUHD). Jadi, perbuatan yang merugikan
Per-Veem-An dan ekspedisi muatan laut adalah dua jenis perusahaan yang
biasa terkait dalam proses pengangkutan barang dan lazim ada dalam
Dari ketentuan Pasal 1 PP No. 2 Tahun 1969 tersebut, maka tugas Per-
pengangkutan
ekspedisi muatan kapal laut di atas, tampaknya sama dengan tugas dari
ekspeditur, pengatur muatan, Agen Duane. Oleh karena itu, dalam praktik
sekarang ini hanya dikenal istilah EMKL atau Ekspedisi Muatan Kapal
Laut. 21
2. Pengangkut
dengan perjanjian carter menurut waktu atau carter menurut perjalanan, maupun
pengangkutan barang atau orang (pasal 521 KUHD), yang seluruhnya atau
sebagian melalui lautan. Mengenai definisi dalam Pasal 466 dan 521 KUHD
pengangkutan itu.
21
Zaeni Asyhadie, Op-Cit, hal. 148
orang-orang.
426 dan 521 KUHD tersebut, pengusaha kapal dapat menguasai kapal
dengan cara :
barang-barang potongan 22
Rules 1922 pasal 1 huruf a yang berbunyi: “Carrier, includes the owner or the
charterer who enters into a contract with a shipper” yang berarti Pengangkut
3. Penerima
22
HMN Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Hukum Pelayaran
Laut dan Perairan Darat, Penerbit Djambatan, Jakarta, 1993, hal. 187.
23
Ibid, hal. 188.
Dalam hal ini, mengenai penerima ada dua kemungkinan yaitu sebagai
berikut :
sesuai dengan ketentuan Pasal 491 KUHD yang menyatakan sebagai berikut :
“Setelah barang angkutan itu ditentukan di tempat tujuan, maka si penerima wajib
membayar uang angkutan dan semua yang wajib dibayarnya menurut dokumen-
dokumen atas dasar mana barang tersebut diterimakan kepadanya”.
merupakan pihak terkait yang menawarkan jasa dalam usahanya demi kelancaran
pengangkutan barang, pihak ini disebut juga sebagai usaha jasa terkait.
menyatakan bahwa usaha jasa terkait adalah kegiatan usaha yang bersifat
suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat. Sebagai pihak yang
1. Pasal 468
Ayat (1) :
“Persetujuan pengangkutan untuk menjaga keselamatan barang-barang yang
diangkutnya sejak dia terima dari pengirim sampai dia serahkan ke
penerima”
Ayat (2) :
kehilangan dan kerusakan itu disebabkan oleh force majeure (tidak dapat
disebabkan oleh sifat dan cacat barang itu sendiri dan karena kesalahan si
pengirim.
untuk pengangkut dan bukan untuk orang lain. Pengangkut bertanggungjawab atas
para karyawannya atau karena alat-alat yang digunakan dalam pengangkutan tidak
majeure. 24
2. Pasal 477
penerima yang dapat dianggap sebagai force majeure antara lain disebabkan oleh
hal-hal berikut :
dapat diperbaiki sambil kapal berlayar tidak termasuk dalam kategori ini.
penumpang atau awak kapal yang perlu segera mendapat pertolongan dokter
e) Kapal dihadang oleh kapal bajak laut, tetapi berhasil melepaskan diri
Menurut The Hague Rules 1924, di dalam Pasal 1 (e) ditetapkan bahwa
dalam kapal sampai saat barang-barang telah dibongkar dari kapal. Periode
tersebut dikenal dengan syarat Actual Carriage atau from end of tackle to end of
tackle. Jadi di luar periode tersebut, yaitu pada waktu barang-barang masih berada
tercantum dalam The Hague Rules dengan syarat bahwa pada Surat Muatan (Bill
25
Ibid, hal. 145.
26
Ibid, hal. 148.
barang yaitu :
pelabuhan pembongkaran
atau perahu-perahu dalam posisi masih terkait pada derek (end of tackle) di
pelabuhan pembongkaran. 27
yang telah disebutkan di atas, maka pengangkut wajib mengganti kerugian jika
force majeure.
27
Ibid, hal. 149.
28
Tuti T. Gondhokusumo, Pengangkutan Melalui Laut Jilid II, Penerbit UNDIP,
Semarang, 1986, hal. 71.
Consignee (pihak yang mempunyai hak untuk menerima barang). Apabila barang
sesuai dengan jenis dan jumlah yang dinyatakan dalam dokumen muatan
Pada ayat (2) Pasal 41 ini dijelaskan bahwa pengangkut dapat dibebaskan
perbuatan tentang penawaran dan permintaan yang dilakukan oleh pengirim dan
itu sendiri. Dengan adanya perjanjian tersebut, maka tentunya akan timbul hak
29
Abdulkadir Muhammad, Op.Cit, hal.97.
pengangkutan barang dan atau orang dari satu tempat ke tempat tujuan tertentu
hak untuk melakukan penuntutan apabila salah satu pihak tidak memenuhi
prestasi. 31
a) Tahap Persiapan
b) Tahap Muatan
Pada tahap ini, penumpang yang sudah memiliki tiket dapat naik dan
30
Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2008 hal.46.
31
HMN. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang, Hukum Pengangkutan,
Op.Cit, hal. 2
c) Tahap Pengangkutan
d) Tahap Penurunan/Pembongkaran
bongkar muat dan meletakkan barang pada tempat yang telah disepakati
sebelumnya.
e) Tahap Penyelesaian
32
Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, Op. Cit, hal. 198.