Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapatnya cairan pleura dalam jumlah
yang berlebihan di dalam rongga pleura, yang disebabkan oleh ketidakseimbangan
antara pembentukan dan pengeluaran cairan pleura. Dalam keadaan normal, jumlah
cairan dalam rongga pleura sekitar 10-200 ml. Cairan pleura komposisinya sama
dengan cairan plasma, kecuali pada cairan pleura mempunyai kadar protein lebih
rendah yaitu < 1,5 gr/dl.
ANATOMI PLEURA
Pleura adalah membra tipis terdiri dari 2 lapisan yaitu pleura visceralis dan parietalis.
Secara histologis kedua lapisan ini terdiri dari sel mesothelial, jaringaan ikat, dan
dalam keadaan normal, berisikan lapisan cairan yang sangat tipis. Membran serosa
yang membungkus parekim paru disebut pleura viseralis, sedangkan membran serosa
yang melapisi dinding thorak, diafragma, dan mediastinum disebut pleura parietalis.
Rongga pleura terletak antara paru dan dinding thoraks. Rongga pleura dengan lapisan
cairan yang tipis ini berfungsi sebagai pelumas antara kedua pleura. Kedua lapisan
pleura ini bersatu pada hillus paru. Dalam hal ini, terdapat perbedaan antara pleura
viseralis dan parietalis, diantaranya :
· Pleura visceralis :
- Permukaan luarnya terdiri dari selapis sel mesothelial yang tipis < 30mm.
- Di bawah sel-sel mesothelial ini terdapat endopleura yang berisi fibrosit dan
histiosit
- Jaringan lebih tebal terdiri dari sel-sel mesothelial dan jaringan ikat (kolagen dan
elastis)
- Dalam jaringan ikat tersebut banyak mengandung kapiler dari a. Intercostalis dan
a. Mamaria interna, pembuluh limfe, dan banyak reseptor saraf sensoris yang peka
terhadap rasa sakit dan perbedaan temperatur. Keseluruhan berasal n. Intercostalis
dinding dada dan alirannya sesuai dengan dermatom dada
PATOFISIOLOGI
Dalam keadaan normal, selalu terjadi filtrasi cairan ke dalam rongga pleura melalui
kapiler pada pleura parietalis tetapi cairan ini segera direabsorpsi oleh saluran limfe,
sehingga terjadi keseimbangan antara produksi dan reabsorpsi, tiap harinya diproduksi
cairan kira-kira 16,8 ml (pada orang dengan berat badan 70 kg). Kemampuan untuk
reabsorpsinya dapat meningkat sampai 20 kali. Apabila antara produk dan
reabsorpsinya tidak seimbang (produksinya meningkat atau reabsorpsinya menurun)
maka akan timbul efusi pleura.
Diketahui bahwa cairan masuk kedalam rongga melalui pleura parietal dan
selanjutnya keluar lagi dalam jumlah yang sama melalui membran pleura parietal
melalui sistem limfatik dan vaskular. Pergerakan cairan dari pleura parietalis ke pleura
visceralis dapat terjadi karena adanya perbedaan tekanan hidrostatik dan tekanan
koloid osmotik. Cairan kebanyakan diabsorpsi oleh sistem limfatik dan hanya
sebagian kecil yang diabsorpsi oleh sistem kapiler pulmonal. Hal yang memudahkan
penyerapan cairan pada pleura visceralis adalah terdapatnya banyak mikrovili di
sekitar sel-sel mesothelial.
2. Tekanan intra pleura yang sangat rendah seperti terdapat pada atelektasis, baik
karena obstruksi bronkus atau penebalan pleura visceralis
3. Meningkatnya kadar protein dalam cairan pleura dapat menarik lebih banyak
cairan masuk ke dalam rongga pleura
ETIOLOGI
Kalau seorang pasien ditemukan menderita efusi pleura, kita harus berupaya untuk
menemukan penyebabnya. Ada banyak macam penyebab terjadinya pengumpulan
cairan pleura. Tahap yang pertama adalah menentukan apakah pasien menderita efusi
pleura jenis transudat atau eksudat. Efusi pleura transudatif terjadi kalau faktor
sistemik yang mempengaruhi pembentukan dan penyerapan cairan pleura mengalami
perubahan.
Efusi pleura eksudatif terjadi jika faktor lokal yang mempengaruhi pembentukan dan
penyerapan cairan pleura mengalami perubahan. Efusi pleura tipe transudatif
dibedakan dengan eksudatif melalui pengukuran kadar Laktat Dehidrogenase (LDH)
dan protein di dalam cairan, pleura. Efusi pleura eksudatif memenuhi paling tidak
salah satu dari tiga kriteria berikut ini, sementara efusi pleura transudatif tidak
memenuhi satu pun dari tiga kriteria ini :
3. LDH cairan pleura melebihi dua per tiga dari batas atas nilai LDH yang normal di
dalam serum.
< 0,6
2. Pleuritis karena bakteri piogenik: permukaan pleura dapat ditempeli oleh bakteri
yang berasal dari jaringan parenkim paru dan menjalar secara hematogen. Bakteri
penyebab dapat merupakan bakteri aerob maupun anaerob (Streptococcus paeumonie,
Staphylococcus aureus, Pseudomonas, Hemophillus, E. Coli, Pseudomonas,
Bakteriodes, Fusobakterium, dan lain-lain). Penatalaksanaan dilakukan dengan
pemberian antibotika ampicillin dan metronidazol serta mengalirkan cairan infus yang
terinfeksi keluar dari rongga pleura.
5. Efusi pleura karena neoplasma misalnya pada tumor primer pada paru-paru,
mammae, kelenjar linife, gaster, ovarium. Efusi pleura terjadi bilateral dengan ukuran
jantung yang tidak membesar. Patofisiologi terjadinya efusi ini diduga karena :
Ø Infasi tumor ke pleura, yang merangsang reaksi inflamasi dan terjadi kebocoran
kapiler.
6. Efusi parapneumoni adalah efusi pleura yang menyertai pneumonia bakteri, abses
paru atau bronkiektasis. Khas dari penyakit ini adalah dijumpai predominan sel-sel
PMN dan pada beberapa penderita cairannya berwarna purulen (empiema). Meskipun
pada beberapa kasus efusi parapneumonik ini dapat diresorpsis oleh antibiotik, namun
drainage kadang diperlukan pada empiema dan efusi pleura yang terlokalisir. Menurut
Light, terdapat 4 indikasi untuk dilakukannya tube thoracostomy pada pasien dengan
efusi parapneumonik:
Ø Nilai pH cairan pleura dibawah 7,00 dan 0,15 unit lebih rendah daripada nilai pH
bakteri
Penanganan keadaan ini tidak boleh terlambat karena efusi parapneumonik yang
mengalir bebas dapat berkumpul hanya dalam waktu beberapa jam saja.
8. Penyakit AIDS, pada sarkoma kapoksi yang diikuti oleh efusi parapneumonik.
1. Gangguan kardiovaskular
Tekanan hidrostatik yang meningkat pada seluruh rongga dada dapat juga
menyebabkan efusi pleura yang bilateral. Tapi yang agak sulit menerangkan adalah
kenapa efusi pleuranya lebih sering terjadi pada sisi kanan.
Terapi ditujukan pada payah jantungnya. Bila kelainan jantungnya teratasi dengan
istirahat, digitalis, diuretik dll, efusi pleura juga segera menghilang. Kadang-kadang
torakosentesis diperlukan juga bila penderita amat sesak.
2. Hipoalbuminemia
Efusi terjadi karena rendahnya tekanan osmotik protein cairan pleura dibandingkan
dengan tekanan osmotik darah. Efusi yang terjadi kebanyakan bilateral dan cairan
bersifat transudat. Pengobatan adalah dengan memberikan diuretik dan restriksi
pemberian garam. Tapi pengobatan yang terbaik adalah dengan memberikan infus
albumin.
3. Hidrothoraks hepatik
Mekanisme yang utama adalah gerakan langsung cairan pleura melalui lubang kecil
yang ada pada diafragma ke dalam rongga pleura. Efusi biasanya di sisi kanan dan
biasanya cukup besar untuk menimbulkan dyspneu berat. Apabila penatalaksanaan
medis tidak dapat mengontrol asites dan efusi, tidak ada alternatif yang baik.
Pertimbangan tindakan yang dapat dilakukan adalah pemasangan pintas peritoneum-
venosa (peritoneal venous shunt, torakotomi) dengan perbaikan terhadap kebocoran
melalui bedah, atau torakotomi pipa dengan suntikan agen yang menyebakan
skelorasis.
4. Meig’s Syndrom
Sindrom ini ditandai oleh ascites dan efusi pleura pada penderita-penderita dengan
tumor ovarium jinak dan solid. Tumor lain yang dapat menimbulkan sindrom serupa :
tumor ovarium kistik, fibromyomatoma dari uterus, tumor ovarium ganas yang
berderajat rendah tanpa adanya metastasis. Asites timbul karena sekresi cairan yang
banyak oleh tumornya dimana efusi pleuranya terjadi karena cairan asites yang masuk
ke pleura melalui porus di diafragma. Klinisnya merupakan penyakit kronis.
5. Dialisis Peritoneal
Efusi dapat terjadi selama dan sesudah dialisis peritoneal. Efusi terjadi unilateral
ataupun bilateral. Perpindahan cairan dialisat dari rongga peritoneal ke rongga pleura
terjadi melalui celah diafragma. Hal ini terbukti dengan samanya komposisi antara
cairan pleura dengan cairan dialisat.
c. Darah
Adanya darah dalam cairan rongga pleura disebut hemothoraks. Kadar Hb pada
hemothoraks selalu lebih besar 25% kadar Hb dalam darah. Darah hemothorak yang
baru diaspirasi tidak membeku beberapa menit. Hal ini mungkin karena faktor
koagulasi sudah terpakai sedangkan fibrinnya diambil oleh permukaan pleura. Bila
darah aspirasi segera membeku, maka biasanya darah tersebut berasal dari
trauma dinding dada.
1. Mycobacterium Tuberculosis
a. Bakteriologi
Kuman ini hidup sebagai parasit intraseluter didalam sitoplasma makrofag. Makrofag
yang semula memfagositasi malah kemudian disenanginya karena banyak
mengandung lipid. Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukan bahwa
kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini
tekanan oksigen pada bagian apikal paru-paru lebih tinggi daripada bagian lain,
sehingga bagian apikal ini merupakan predileksi penyakit tuberkulosis.
b. Patogenesis
· Tuberkulosis Primer
Penularan terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersihkan keluar menjadi droplet
nudei dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung dari ada tidaknya sinar
ultraviolet, ventilasi yang baik dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap,
kuman dapat tahan berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi terhisap
oleh oang sehat, ia akan menempel pada jalan napas atau paru-paru. Kuman dapat
masuk lewat luka pada kulit atau mukosa tapi hal ini sangat jarang terjadi.
Kuman yang menetap di jaringan paru, ia tumbuh dan berkembang biak dalam
sitoplasma makrofag. Di sini ia dapat terbawa ke organ tubuh lain. Kuman yang
bersarang tadi akan membentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut
sarang primer atau afek primer. Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran
getah bening menuju illus (limfangitis lokal), dan juga diikuti pembesaran kelenjar
getah bening hillus (limfadenitis regional). Sarang primer + limfangitis lokal +
limfadenitis regional = kompleks primer. Kompleks primer ini selanjutnya dapat
menjadi :
- Secara bronkogen pada paru ysng bersangkutan maupun paru yang di sebelahnya.
Dapat juga kuman tertelan bersama tertelan besama sputum dan ludah sehingga
menyebar ke usus
· Tuberkulosis Post-Primer
Bergantung dari imunitas penderita, virulensi, jumlah kuman, sarang dapat menjadi :
Kavitas dapat :
- Melus kembali dan menimbulkan sarang pneumonia baru. Sarang ini selanjutnya
mengikuti perjalanan seperti yang disebutkan terdahulu.
Pada penvakit TBC paru, efusi pleura diduga disebabkan oleh rupturnya fokus
subpleural dari jarngan nerotik perkijuan sehingga tuberkuloprotein yang ada
didalamnya masuk ke rongga pleura, menimbulkan reaksi hipersensitif tipe lambat.
Hal ini didukung dengan ditemukannya limfossit T, Interleukin-2 dan Interleukin
reseptor pada cairan pleura.
Cara penyebaran lainnya diduga secara hematogen dan secara perkontinuitatum dari
kelenjar-kelenjar getah bening servikal, rnediastinal, dan dari abses di vertebrae.
Efusi pleura yang disebabkan oleh TBC dapat juga berupa empyema, yaitu buila
terjadi infeksi sekunder karena adanya fitula bronchopulmonal, atau berupa
chylothoraxs yaitu bila terdapat penekanan kelenjar atau tarikan fibrin pada duktus
thoracicus. Efusi yang disebabkan oleh TBC biasanya unilateral pada hemithoraxs
kiri, jarang yang masif. Pada thoraxosentesis ditemukan cairan berwarna kuning
jernih, mengandung > 3 gr protein/ 100 ml, bila cairan berupa darah, serosanguineous
atau merah muda diagnosis TBC harus diragukan.
c. Gejala-gejala Tuberculosis
· Gejala umum: badan lemah, nafsu makan turun, berat badan turun, malaise,
berkeringat malam, demam hilang timbul tidak terlalu tinggi.
· Bisa muncul gejala TBC ekstra paru: pembesaran kelenjar, gibus, osteomielitis,
meningitis.
Bila hanya 1 spesimen yang positif perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut yaitu foto
rontgen dada atau pemeriksaan dahak SPS diulang.
· Kalau hasil rontgen tidak mendukung TBC, maka pemeriksaan dahak SPS
diulangi.
Bila ketiga spesimen dahak hasilnya negatif, diberikan antibiotik spektrum luas
(misalnya Kontrimoksazol atau Amoksisillin) selama 1-2 minggu. Bila tidak ada
perubahan, namun gejala klinis tetap mencurigakan TBC, ulangi pemeriksaan dahak
SPS.
· Kalau hasil SPS positif, didiagnosis sebagai penderita TBC BTA positif.
· Kalau hasil SPS tetap negatif, lakukan pemeriksaan foto rontgen dada, untuk
mendukung diagnosis TBC.
· Bila hasil rontgen mendukung TBC, didiagnosis sebagai penderita TBC BTA
negatif, Rontgen positif.
· Bila hasil rontgen tidak mendukung TBC, penderita tersebut bukan TBC.
e. Pemeriksaan Fisik
f. Komplikasi TBC
· Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, dan ginjal.
· Efusi pleura
g. Tujuan Pengobatan
· Menyembuhkan penderita
· Mencegah kematian
· Mencegah kekambuhan
h. Prinsip Pengobatan
· Kombinasi beberapa jenis dalam jumlah cukup dan dosis tepat selama 6-8 bulan,
supaya semua kuman dapat dibunuh.
· Dosis tahap intensif dan tahap lanjutan ditelan sebagau dosis tunggal, sebaiknya
pada saat perut kosong. Apablia panduan obat ayang digunakan tidak adekuat (jenis,
dosis dan jangka waktu pengobatan), kuman akan berkembang menjadi resisten.
· Intensif
Obat yang diberikan setiap hari. Bila diberikan secara tepat biasanya penderita yang
menular menjadi tidak menular dalam jangka waktu 2 minggu. Sebagian penderita
dengan BTA (+) menjadi (-) pada akhir pengobatan tahap intensif
· Lanjutan
Jenis obat lebih sedikit namun dalam jangka waktu lebih lama.
· Isoniazid/INH (H)
· Rimfampisin (R)
Bakterisida, membunuh kuman semi dormant yang tidak dapat dibunuh oleh
Isoniazid. Dosis harian maupun dosis intermitten 3 kali seminggu = 10 mg/kgBB
· Pirazinamid (Z)
Bakterisida, membunuh kuman di dalam sel dengan suasana asam. Dosis harian = 25
mg/kgBB, dosis intermitten 3 kali seminngu 35 mg/kgBB
· Etambutol (E)
· Streptomisin (S)
Kategori I : 2R7H7E7Z7/4H3R3
Diberikan untuk :
· Penderita TBC paru BTA (-) Rontgen (+) yang sakit berat
· Penderita TBC ekstra paru berat
Kategori II : 2R7117E7Z7S7/IR7H7E7Z7/5R3H3E3
Diberikan untuk :
· Penderita kambuh
· Penderita gagal
Diberikan untuk :
· Penderita TBC ekstra ringan, yaitu TBC kelenjar limfe, pleuritis exudativa
unilateral, TBC kulit, TBC tulang (kecuali tulang belakang). sendi dan kelenjar
adrenal.
Bila pada akhirnya tahap intensif pengobatan penderita baru BTA dengan kategori I
atau BTA pengobatan ulang dengan kategori II, hasil dahak masih BTA (+), berikan
obat sisipan (RHEX) setiap hari selama 1 bulan.
Bisa dikarenakan :
e. Parasit, Amoeba
f. Hydatul disease
g. SLE
h. Penyakit rheumatoid
i. Asbestosis
k. Neoplasma
l. Dekompensasi jantung
m. Trauma
n. Idiopatik
Pada beberapa efusi pleura, walaupun telah dilakukan prosedur diagnostik secara
berulang-ulang (pemeriksaan radiologis, analisis cairan, biopsi pleura, dll), kadang-
kadang masih belum bisa didapatkan diagnosis yang pasti. Keadaan ini dapat
digolongkan dalam efusi pleura idiopatik. Hasil pemeriksaan dengan operasi pun
kadang-kadang hanya menunjukkan pleura yang menebal karena pleuritis yang non
spesifik.
Cairan pleuranya kebanyakan bersifat eksudatif dan berisi beberapa jenis sel.
Penyebab efusi pleura ini banyak yang beluam jelas, tapi diperkirakan karena adanya
infeksi, reaksi hipersensitivitas, kontaminasi dengan asbestos, dll.
1. Sesak nafas
5. Pendorongan mediastinum ke sisi yang sehat dapat dilihat atau diraba pada
treakhea
1. Iritasi dari diafragma pleura posterior dan perifer yang dipersarafi oleh G. Nervuis
intercostal terbawah bisa menyebabkan nyeri pada dada dan abdomen.
1. Pengobatan Kausal
· Pleuritis TB diberi pengobatan anti TB. Dengan pengobatan ini cairan efusi dapat
diserap kembali untuk menghilangkan dengan cepat dilakukan thoraxosentesis.
· Pleuritis karena bakteri piogenik diberi kemoterapi sebelum kultur dan sensitivitas
bakteri didapat, ampisilin 4 x 1 gram dan metronidazol 3 x 500 mg. Terapi lain yang
lebih penting adalah mengeluarkan cairan efusi yang terinfeksi keluar dari rongga
pleura dengan efektif.
2. Thoraxosentesis, indikasinya :
· Bila terapi spesifik pada penyakit primer tidak efektif atau gagal
· Terjadinva piopneumothoraxs
4. Pleurodesis
Tindakan melengketkan pleura visceralis dengan pleura parietalis dengan
menggunakan zat kimia (tetrasiklin, bleomisin, thiotepa, corynebacterium, parfum,
talk) atau tindakan pembedahan. Tindakan dilakukan bila cairan amat banyak dan
selalu terakumulasi kembali.
PENCEGAHAN