Anda di halaman 1dari 17

Efusi Pleura

Posted on 19 January 2009. Tags: Medical

Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapatnya cairan pleura dalam jumlah
yang berlebihan di dalam rongga pleura, yang disebabkan oleh ketidakseimbangan
antara pembentukan dan pengeluaran cairan pleura. Dalam keadaan normal, jumlah
cairan dalam rongga pleura sekitar 10-200 ml. Cairan pleura komposisinya sama
dengan cairan plasma, kecuali pada cairan pleura mempunyai kadar protein lebih
rendah yaitu < 1,5 gr/dl.

Etiologi terjadinya efusi pleura bermacam-macam, yaitu: tuberkulosis paru


(merupakan penyebab yang palng sering di Indonesia), penyakit primer pada pleura,
penyakit penyakit sistemik dan keganasan baik pada pleura maupun diluar pleura.

ANATOMI PLEURA

Pleura adalah membra tipis terdiri dari 2 lapisan yaitu pleura visceralis dan parietalis.
Secara histologis kedua lapisan ini terdiri dari sel mesothelial, jaringaan ikat, dan
dalam keadaan normal, berisikan lapisan cairan yang sangat tipis. Membran serosa
yang membungkus parekim paru disebut pleura viseralis, sedangkan membran serosa
yang melapisi dinding thorak, diafragma, dan mediastinum disebut pleura parietalis.
Rongga pleura terletak antara paru dan dinding thoraks. Rongga pleura dengan lapisan
cairan yang tipis ini berfungsi sebagai pelumas antara kedua pleura. Kedua lapisan
pleura ini bersatu pada hillus paru. Dalam hal ini, terdapat perbedaan antara pleura
viseralis dan parietalis, diantaranya :

· Pleura visceralis :

- Permukaan luarnya terdiri dari selapis sel mesothelial yang tipis < 30mm.

- Diantara celah-celah sel ini terdapat sel limfosit

- Di bawah sel-sel mesothelial ini terdapat endopleura yang berisi fibrosit dan
histiosit

- Di bawahnya terdapat lapisan tengah berupa jaringan kolagen dan serat-serat


elastik

- Lapisan terbawah terdapat jaringan interstitial subpleura yang banyak


mengandung pembuluh darah kapiler dari a. Pulmonalis dan a. Brakhialis serta
pembuluh limfe

- Menempel kuat pada jaringan paru

- Fungsinya. untuk mengabsorbsi cairan. pleura


· Pleura parietalis

- Jaringan lebih tebal terdiri dari sel-sel mesothelial dan jaringan ikat (kolagen dan
elastis)

- Dalam jaringan ikat tersebut banyak mengandung kapiler dari a. Intercostalis dan
a. Mamaria interna, pembuluh limfe, dan banyak reseptor saraf sensoris yang peka
terhadap rasa sakit dan perbedaan temperatur. Keseluruhan berasal n. Intercostalis
dinding dada dan alirannya sesuai dengan dermatom dada

- Mudah menempel dan lepas dari dinding dada di atasnya

- Fungsinya untuk memproduksi cairan pleura

PATOFISIOLOGI

Dalam keadaan normal, selalu terjadi filtrasi cairan ke dalam rongga pleura melalui
kapiler pada pleura parietalis tetapi cairan ini segera direabsorpsi oleh saluran limfe,
sehingga terjadi keseimbangan antara produksi dan reabsorpsi, tiap harinya diproduksi
cairan kira-kira 16,8 ml (pada orang dengan berat badan 70 kg). Kemampuan untuk
reabsorpsinya dapat meningkat sampai 20 kali. Apabila antara produk dan
reabsorpsinya tidak seimbang (produksinya meningkat atau reabsorpsinya menurun)
maka akan timbul efusi pleura.

Diketahui bahwa cairan masuk kedalam rongga melalui pleura parietal dan
selanjutnya keluar lagi dalam jumlah yang sama melalui membran pleura parietal
melalui sistem limfatik dan vaskular. Pergerakan cairan dari pleura parietalis ke pleura
visceralis dapat terjadi karena adanya perbedaan tekanan hidrostatik dan tekanan
koloid osmotik. Cairan kebanyakan diabsorpsi oleh sistem limfatik dan hanya
sebagian kecil yang diabsorpsi oleh sistem kapiler pulmonal. Hal yang memudahkan
penyerapan cairan pada pleura visceralis adalah terdapatnya banyak mikrovili di
sekitar sel-sel mesothelial.

Akumulasi cairan pleura dapat terjadi bila:

1. Meningkatnya tekanan intravaskuler dari pleura meningkatkan pembentukan


cairan pleura melalui pengaruh terhadap hukum Starling.Keadaan ni dapat terjadi
pada gagal jantung kanan, gagal jantung kiri dan sindroma vena kava superior.

2. Tekanan intra pleura yang sangat rendah seperti terdapat pada atelektasis, baik
karena obstruksi bronkus atau penebalan pleura visceralis

3. Meningkatnya kadar protein dalam cairan pleura dapat menarik lebih banyak
cairan masuk ke dalam rongga pleura

4. Hipoproteinemia seperti pada penyakit hati dan ginjal bisa menyebabkan


transudasi cairan dari kapiler pleura ke arah rongga pleura
5. Obstruksi dari saluran limfe pada pleum parietalis. Saluran limfe bermuara pada
vena untuk sistemik. Peningkatan dari tekanan vena sistemik akan menghambat
pengosongan cairan limfe.

ETIOLOGI

A. Berdasarkan Jenis Cairan

Kalau seorang pasien ditemukan menderita efusi pleura, kita harus berupaya untuk
menemukan penyebabnya. Ada banyak macam penyebab terjadinya pengumpulan
cairan pleura. Tahap yang pertama adalah menentukan apakah pasien menderita efusi
pleura jenis transudat atau eksudat. Efusi pleura transudatif terjadi kalau faktor
sistemik yang mempengaruhi pembentukan dan penyerapan cairan pleura mengalami
perubahan.

Efusi pleura eksudatif terjadi jika faktor lokal yang mempengaruhi pembentukan dan
penyerapan cairan pleura mengalami perubahan. Efusi pleura tipe transudatif
dibedakan dengan eksudatif melalui pengukuran kadar Laktat Dehidrogenase (LDH)
dan protein di dalam cairan, pleura. Efusi pleura eksudatif memenuhi paling tidak
salah satu dari tiga kriteria berikut ini, sementara efusi pleura transudatif tidak
memenuhi satu pun dari tiga kriteria ini :

1. Protein cairan pleura / protein serum > 0,5

2. LDH cairan pleura / cairan serum > 0,6

3. LDH cairan pleura melebihi dua per tiga dari batas atas nilai LDH yang normal di
dalam serum.

PARAMETER TRANSUDAT EKSUDAT


Warna Jernih Jernih, keruh,
berdarah
BJ < 1,016
< 1,016
Jumlah set Sedikit
Banyak (> 500
Jenis set PMN < 50% sel/mm2)

Rivalta Negatif PMN < 50%

Glukosa 60 mg/dl (= GD Negatif


plasma)
Protein 60 mg/dl
< 2,5 g/dl (bervariasi)
Rasio protein T-
E/plasma < 0,5 < 2,5 g/dl

LDH < 200 IU/dl < 0,5


Rasio LDH T- < 0,6
E/plasma < 200 IU/dl

< 0,6

Efusi pleura berupa:

a. Eksudat, disebabkan oleh :

1. Pleuritis karena virus dan mikoplasma : virus coxsackie, Rickettsia, Chlamydia.


Cairan efusi biasanya eksudat dan berisi leukosit antara 100-6000/cc. Gejala penyakit
dapat dengan keluhan sakit kepala, demam, malaise, mialgia, sakit dada, sakit perut,
gejala perikarditis. Diagnosa dapat dilakukan dengan cara mendeteksi antibodi
terhadap virus dalam cairan efusi.

2. Pleuritis karena bakteri piogenik: permukaan pleura dapat ditempeli oleh bakteri
yang berasal dari jaringan parenkim paru dan menjalar secara hematogen. Bakteri
penyebab dapat merupakan bakteri aerob maupun anaerob (Streptococcus paeumonie,
Staphylococcus aureus, Pseudomonas, Hemophillus, E. Coli, Pseudomonas,
Bakteriodes, Fusobakterium, dan lain-lain). Penatalaksanaan dilakukan dengan
pemberian antibotika ampicillin dan metronidazol serta mengalirkan cairan infus yang
terinfeksi keluar dari rongga pleura.

3. Pleuritis karena fungi penyebabnya: Aktinomikosis, Aspergillus, Kriptococcus,


dll. Efusi timbul karena reaksi hipersensitivitas lambat terhadap organisme fungi.

4. Pleuritis tuberkulosa merupakan komplikasi yang paling banyak terjadi melalui


focus subpleural yang robek atau melalui aliran getah bening, dapat juga secara
hemaogen dan menimbulkan efusi pleura bilateral. Timbulnya cairan efusi disebabkan
oleh rupturnya focus subpleural dari jaringan nekrosis perkijuan, sehingga
tuberkuloprotein yang ada didalamnya masuk ke rongga pleura, menimbukan reaksi
hipersensitivitas tipe lambat. Efusi yang disebabkan oleh TBC biasanya unilateral
pada hemithoraks kiri dan jarang yang masif. Pada pasien pleuritis tuberculosis
ditemukan gejala febris, penurunan berat badan, dyspneu, dan nyeri dada pleuritik.

5. Efusi pleura karena neoplasma misalnya pada tumor primer pada paru-paru,
mammae, kelenjar linife, gaster, ovarium. Efusi pleura terjadi bilateral dengan ukuran
jantung yang tidak membesar. Patofisiologi terjadinya efusi ini diduga karena :

Ø Infasi tumor ke pleura, yang merangsang reaksi inflamasi dan terjadi kebocoran
kapiler.

Ø Invasi tumor ke kelenjar limfe paru-paru dan jaringan limfe pleura,


bronkhopulmonary, hillus atau mediastinum, menyebabkan gangguan aliran balik
sirkulasi.
Ø Obstruksi bronkus, menyebabkan peningkatan tekanan-tekanan negatif intra
pleural, sehingga menyebabkan transudasi. Cairan pleura yang ditemukan berupa
eksudat dan kadar glukosa dalam cairan pleura tersebut mungkin menurun jika beban
tumor dalam cairan pleura cukup tinggi. Diagnosis dibuat melalui pemeriksaan
sitologik cairan pleura dan tindakan blopsi pleura yang menggunakan jarum (needle
biopsy).

6. Efusi parapneumoni adalah efusi pleura yang menyertai pneumonia bakteri, abses
paru atau bronkiektasis. Khas dari penyakit ini adalah dijumpai predominan sel-sel
PMN dan pada beberapa penderita cairannya berwarna purulen (empiema). Meskipun
pada beberapa kasus efusi parapneumonik ini dapat diresorpsis oleh antibiotik, namun
drainage kadang diperlukan pada empiema dan efusi pleura yang terlokalisir. Menurut
Light, terdapat 4 indikasi untuk dilakukannya tube thoracostomy pada pasien dengan
efusi parapneumonik:

Ø Adanya pus yang terlihat secara makroskopik di dalam kavum pleura

Ø Mikroorganisme terlihat dengan pewarnaan gram pada cairan pleura

Ø Kadar glukosa cairan pleura kurang dari 50 mg/dl

Ø Nilai pH cairan pleura dibawah 7,00 dan 0,15 unit lebih rendah daripada nilai pH
bakteri

Penanganan keadaan ini tidak boleh terlambat karena efusi parapneumonik yang
mengalir bebas dapat berkumpul hanya dalam waktu beberapa jam saja.

7. Efusi pleura karena penyakit kolagen: SLE, Pleuritis Rheumatoid, Skleroderma

8. Penyakit AIDS, pada sarkoma kapoksi yang diikuti oleh efusi parapneumonik.

b. Transudat, disebabkan oleh :

1. Gangguan kardiovaskular

Penyebab terbanyak adalah decompensatio cordis. Sedangkan penyebab lainnya


adalah perikarditis konstriktiva, dan sindroma vena kava superior. Patogenesisnya
adalah akibat terjadinya peningkatan tekanan vena sistemik dan tekanan kapiler
dinding dada sehingga terjadi peningkatan filtrasi pada pleura parietalis. Di samping
itu peningkatan tekanan kapiler pulmonal akan menurunkan kapasitas reabsorpsi
pembuluh darah subpleura dan aliran getah bening juga akan menurun (terhalang)
sehingga filtrasi cairan ke rongg pleura dan paru-paru meningkat.

Tekanan hidrostatik yang meningkat pada seluruh rongga dada dapat juga
menyebabkan efusi pleura yang bilateral. Tapi yang agak sulit menerangkan adalah
kenapa efusi pleuranya lebih sering terjadi pada sisi kanan.
Terapi ditujukan pada payah jantungnya. Bila kelainan jantungnya teratasi dengan
istirahat, digitalis, diuretik dll, efusi pleura juga segera menghilang. Kadang-kadang
torakosentesis diperlukan juga bila penderita amat sesak.

2. Hipoalbuminemia

Efusi terjadi karena rendahnya tekanan osmotik protein cairan pleura dibandingkan
dengan tekanan osmotik darah. Efusi yang terjadi kebanyakan bilateral dan cairan
bersifat transudat. Pengobatan adalah dengan memberikan diuretik dan restriksi
pemberian garam. Tapi pengobatan yang terbaik adalah dengan memberikan infus
albumin.

3. Hidrothoraks hepatik

Mekanisme yang utama adalah gerakan langsung cairan pleura melalui lubang kecil
yang ada pada diafragma ke dalam rongga pleura. Efusi biasanya di sisi kanan dan
biasanya cukup besar untuk menimbulkan dyspneu berat. Apabila penatalaksanaan
medis tidak dapat mengontrol asites dan efusi, tidak ada alternatif yang baik.
Pertimbangan tindakan yang dapat dilakukan adalah pemasangan pintas peritoneum-
venosa (peritoneal venous shunt, torakotomi) dengan perbaikan terhadap kebocoran
melalui bedah, atau torakotomi pipa dengan suntikan agen yang menyebakan
skelorasis.

4. Meig’s Syndrom

Sindrom ini ditandai oleh ascites dan efusi pleura pada penderita-penderita dengan
tumor ovarium jinak dan solid. Tumor lain yang dapat menimbulkan sindrom serupa :
tumor ovarium kistik, fibromyomatoma dari uterus, tumor ovarium ganas yang
berderajat rendah tanpa adanya metastasis. Asites timbul karena sekresi cairan yang
banyak oleh tumornya dimana efusi pleuranya terjadi karena cairan asites yang masuk
ke pleura melalui porus di diafragma. Klinisnya merupakan penyakit kronis.

5. Dialisis Peritoneal

Efusi dapat terjadi selama dan sesudah dialisis peritoneal. Efusi terjadi unilateral
ataupun bilateral. Perpindahan cairan dialisat dari rongga peritoneal ke rongga pleura
terjadi melalui celah diafragma. Hal ini terbukti dengan samanya komposisi antara
cairan pleura dengan cairan dialisat.

c. Darah

Adanya darah dalam cairan rongga pleura disebut hemothoraks. Kadar Hb pada
hemothoraks selalu lebih besar 25% kadar Hb dalam darah. Darah hemothorak yang
baru diaspirasi tidak membeku beberapa menit. Hal ini mungkin karena faktor
koagulasi sudah terpakai sedangkan fibrinnya diambil oleh permukaan pleura. Bila
darah aspirasi segera membeku, maka biasanya darah tersebut berasal dari
trauma dinding dada.

B. Berdasarkan Kuman Penyebab

1. Mycobacterium Tuberculosis

a. Bakteriologi

Penyebabnya adalah Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini adalah sejenis kuman


berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4 mm dan tebal 03-0,6 mm. Kuman ini
tahan terhadap asam dikarenakan kandungan asam lemak (lipid) di dindingnya.
Kuman ini dapat hidup pada udara kering maupun dingin. Hal ini karena kuman
berada dalam sifat dormant yang suatu saat kuman dapat bangkit kembali dan aktif
kembali.

Kuman ini hidup sebagai parasit intraseluter didalam sitoplasma makrofag. Makrofag
yang semula memfagositasi malah kemudian disenanginya karena banyak
mengandung lipid. Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukan bahwa
kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini
tekanan oksigen pada bagian apikal paru-paru lebih tinggi daripada bagian lain,
sehingga bagian apikal ini merupakan predileksi penyakit tuberkulosis.

b. Patogenesis

· Tuberkulosis Primer

Penularan terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersihkan keluar menjadi droplet
nudei dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung dari ada tidaknya sinar
ultraviolet, ventilasi yang baik dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap,
kuman dapat tahan berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi terhisap
oleh oang sehat, ia akan menempel pada jalan napas atau paru-paru. Kuman dapat
masuk lewat luka pada kulit atau mukosa tapi hal ini sangat jarang terjadi.

Kuman yang menetap di jaringan paru, ia tumbuh dan berkembang biak dalam
sitoplasma makrofag. Di sini ia dapat terbawa ke organ tubuh lain. Kuman yang
bersarang tadi akan membentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut
sarang primer atau afek primer. Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran
getah bening menuju illus (limfangitis lokal), dan juga diikuti pembesaran kelenjar
getah bening hillus (limfadenitis regional). Sarang primer + limfangitis lokal +
limfadenitis regional = kompleks primer. Kompleks primer ini selanjutnya dapat
menjadi :

1) Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat

2) Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas, berupa garis-garis fibrotik,


kalsifikasi di hillus atau kompleks (sarang) Ghon

3) Berkomplikasi dan menyebar secara:


- Per kontinuitatum, yakni menyebar ke sekitarnya

- Secara bronkogen pada paru ysng bersangkutan maupun paru yang di sebelahnya.
Dapat juga kuman tertelan bersama tertelan besama sputum dan ludah sehingga
menyebar ke usus

- Secara limfogen, ke organ tubuh lainnya

- Secara hematogen, ke organ tubuh lainnya

Semua kejadian diatas tergolong ke dalam perjalanan tuberklosis primer.

· Tuberkulosis Post-Primer

Kuman yang dormant pada tuberkulosis primer akan muncul bertahun-tahun


kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa (Post-Primer).
Tuberkulosis Post-Primer ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di regio atas
paru-paru (bagian apikal posterior lobus superior atau inferior). Invasinya adalah ke
daerah parenkim paru-paru dan tidak ke nodus hiller paru. Sarang dini ini mula-mula
juga berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam 3-10 minggu sarang ini menjadi
tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri dari sel-sel histiosit dan sel Datia-
Langhans (sel besar dengan banyak inti) yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan
bermacam-macam jaringan ikat.

Bergantung dari imunitas penderita, virulensi, jumlah kuman, sarang dapat menjadi :

1) Diresorpsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan jaringan parut

2) Sarang yang mula-mula meluas, tapi segera menyembuh dan menimbulkan


jaringan fibrosis. Ada yang membungkus diri menjadi lebih keras, menimbulkan
perkapuran dan akan sembuh delam bentuk perkapuran.

3) Sarang dini yang meluas dimana granuloma berkembang menghancurkan


jaringan sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami nekrosis, dan menjadi lembek
membentuk jaringan keju. Bila jaringan keju dibatukkan keluar akan terjadilah
kavitas. Kavitas ini mula-mula berdinding tipis, lama-lama dindingnya menebal
karena infiltrasi jaringan fibroblas dalam jumlah besar, sehingga menjadi kavitas
sklerotik.

Kavitas dapat :

- Melus kembali dan menimbulkan sarang pneumonia baru. Sarang ini selanjutnya
mengikuti perjalanan seperti yang disebutkan terdahulu.

- Memadat dan membungkus diri sehingga menjadi tuberkuloma. Tuberkuloma ini


dapat mengapur dan menyembuh atau dapat aktif kembali menjadi cair dan jadi
kavitas lagi.
- Bersih dan menyembuh, disebut open heated cavity. Dapat juga menyembuh
dengan membungkus diri dan menjadi kecil. Kadang-kadang berakhir sebagai kavitas
yang terbungkus, menciut dan berbentuk seperti bintang disebut stellate shaped.

Pada penvakit TBC paru, efusi pleura diduga disebabkan oleh rupturnya fokus
subpleural dari jarngan nerotik perkijuan sehingga tuberkuloprotein yang ada
didalamnya masuk ke rongga pleura, menimbulkan reaksi hipersensitif tipe lambat.
Hal ini didukung dengan ditemukannya limfossit T, Interleukin-2 dan Interleukin
reseptor pada cairan pleura.

Cara penyebaran lainnya diduga secara hematogen dan secara perkontinuitatum dari
kelenjar-kelenjar getah bening servikal, rnediastinal, dan dari abses di vertebrae.

Efusi pleura yang disebabkan oleh TBC dapat juga berupa empyema, yaitu buila
terjadi infeksi sekunder karena adanya fitula bronchopulmonal, atau berupa
chylothoraxs yaitu bila terdapat penekanan kelenjar atau tarikan fibrin pada duktus
thoracicus. Efusi yang disebabkan oleh TBC biasanya unilateral pada hemithoraxs
kiri, jarang yang masif. Pada thoraxosentesis ditemukan cairan berwarna kuning
jernih, mengandung > 3 gr protein/ 100 ml, bila cairan berupa darah, serosanguineous
atau merah muda diagnosis TBC harus diragukan.

c. Gejala-gejala Tuberculosis

· Batuk berdahak 3 minggu atau lebih

· Sering disertai darah, sesak nafas, nyeri dada.

· Gejala umum: badan lemah, nafsu makan turun, berat badan turun, malaise,
berkeringat malam, demam hilang timbul tidak terlalu tinggi.

· Bisa muncul gejala TBC ekstra paru: pembesaran kelenjar, gibus, osteomielitis,
meningitis.

d. Diagnosis Tuberculosis pada orang dewasa

Dapat ditegakkan dengan ditemukannya BTA pada pemeriksaan dahak secara


mikroskopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari tiga
spesimen SPS BTA hasilnya positif.

Bila hanya 1 spesimen yang positif perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut yaitu foto
rontgen dada atau pemeriksaan dahak SPS diulang.

· Kalau hasil rontgen mendukung TBC, maka penderita didiagnosa sebagai


penderita TBC BTA positif.

· Kalau hasil rontgen tidak mendukung TBC, maka pemeriksaan dahak SPS
diulangi.
Bila ketiga spesimen dahak hasilnya negatif, diberikan antibiotik spektrum luas
(misalnya Kontrimoksazol atau Amoksisillin) selama 1-2 minggu. Bila tidak ada
perubahan, namun gejala klinis tetap mencurigakan TBC, ulangi pemeriksaan dahak
SPS.

· Kalau hasil SPS positif, didiagnosis sebagai penderita TBC BTA positif.

· Kalau hasil SPS tetap negatif, lakukan pemeriksaan foto rontgen dada, untuk
mendukung diagnosis TBC.

· Bila hasil rontgen mendukung TBC, didiagnosis sebagai penderita TBC BTA
negatif, Rontgen positif.

· Bila hasil rontgen tidak mendukung TBC, penderita tersebut bukan TBC.

e. Pemeriksaan Fisik

· Tanda-tanda infiltrat : redup, bronkial

· Dahak di saluran napas : ronki basah, ronki kering

· Penyempitan : wheezing, penarikan, pendorongan, kaviitas, atelektase

· Efusi, pnemotoraks dan schwarte

· Tanda-tanda kelainan ekstra paru seperti scrofuloderma, gibus, osteomiditis,


meningitis dan lain-lain.

f. Komplikasi TBC

· Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat


menglakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas.

· Kolaps dini lobus akibat retraksi broakial

· Bronkiektasis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan


ikat pada proses pemulihan atau reahtif) pada paru.

· Pneumothorax (adanya udara didalam ronaga pleura) spontan kolaps spontan


karena kerusakan jaringan paru.

· Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, dan ginjal.

· Insufislensi Kardiopulmoner (Cardiopulmonary Insuficiency).

· Efusi pleura
g. Tujuan Pengobatan

· Menyembuhkan penderita

· Mencegah kematian

· Mencegah kekambuhan

· Menurunkan tingkat penularan

h. Prinsip Pengobatan

· Kombinasi beberapa jenis dalam jumlah cukup dan dosis tepat selama 6-8 bulan,
supaya semua kuman dapat dibunuh.

· Dosis tahap intensif dan tahap lanjutan ditelan sebagau dosis tunggal, sebaiknya
pada saat perut kosong. Apablia panduan obat ayang digunakan tidak adekuat (jenis,
dosis dan jangka waktu pengobatan), kuman akan berkembang menjadi resisten.

· Pengobatan dilakukan dengan pengawasan langsung untuk menjamin kepatuhan


penderita menelan obat. (DOTS = Directly Observed Treatment Short Course) oleh
seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).

i. Cara Pengobatan TBC

Pengobatan diberikai dalam 2 tahap, yaitu :

· Intensif

Obat yang diberikan setiap hari. Bila diberikan secara tepat biasanya penderita yang
menular menjadi tidak menular dalam jangka waktu 2 minggu. Sebagian penderita
dengan BTA (+) menjadi (-) pada akhir pengobatan tahap intensif

· Lanjutan

Jenis obat lebih sedikit namun dalam jangka waktu lebih lama.

j. Jenis dan Dosis OAT

· Isoniazid/INH (H)

Bakterisid. Efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif.


Dosis harian = 5 mg/kgBB

Dosis intermitten 3 kali seminggu 10 mg/kgBB

· Rimfampisin (R)

Bakterisida, membunuh kuman semi dormant yang tidak dapat dibunuh oleh
Isoniazid. Dosis harian maupun dosis intermitten 3 kali seminggu = 10 mg/kgBB

· Pirazinamid (Z)

Bakterisida, membunuh kuman di dalam sel dengan suasana asam. Dosis harian = 25
mg/kgBB, dosis intermitten 3 kali seminngu 35 mg/kgBB

· Etambutol (E)

Bakteriostatik. Dosis harian yang dianjurkan 25 mg/kgBB

Dosis intermiten 3 kali seminggu = 30 mg/kgBB

· Streptomisin (S)

Bakterisida. Dosis harian ataupun dosis intermitten 3 kali seminggu = 15 mg/kgBB.


Penderita berumur sampai 60 tahun, dosisnya 0,75 mg/kgBB. Penderita berumur > 60
tahun dosisnya 0,5 mg/kgBB.

k. Panduan OAT di Indonesia

Kategori I : 2R7H7E7Z7/4H3R3

Tahap Intensif : 2 bulan: Isomazid 1 x 300 mg setiap hari

Rifampsin 1 x 450 mg setiap hari

Pirazinamid 3 x 500 mg setiap hari

Ethambutol 3 x 250 mg setiap hari

Tahap lanjutan : 4 bulan: Isoniazid 2 x 300 mg 3 x seminggu

Rifampisin 1 x 450 mg.3 x seminggu

Diberikan untuk :

· Penderita baru TBC paru BTA (+)

· Penderita TBC paru BTA (-) Rontgen (+) yang sakit berat
· Penderita TBC ekstra paru berat

Kategori II : 2R7117E7Z7S7/IR7H7E7Z7/5R3H3E3

Tahap intensif : 2 bulan: Isoniazid 1 x 300 mg setiap hari

Rifampisin 1 x 450 mg setiap hari

Pirazinamid 3 x 500 mg setiap hari

Ethambutol 3 x 250 mg setiap hari

Streptomisin Inj. 0,75 gr setiap hari

1 bulan Isonlazid 1 x 300 mg setiap hari

Rifampisin 1 x 450 mg setiap hari

Pirazinamid 3 x 500 mg setiap hari

Ethambutol 3 x 250 mg setiap hari

Tahap lanjutan: 5 bulan: Isoniazid 2 x 300 mg 3 x seminggu

Rifampisin 1 x 450 mg 3 x seminggu

Ethambutol 3 x 250 mg 3 x seminggu

Diberikan untuk :

· Penderita kambuh

· Penderita gagal

· Penderita dengan pengobatan setelah lalai

Kategori III: 2R7H7Z7/4R3H3

Tahap intensif: 2 bulan: Isoniazid 1 x 300 mg setiap hari

Rifampisin 1 x 450 mg setiap hari

Pirazinamid 3 x 500 mg setiap hari

Tahap lanjutan: 4 bulan: Isoniazid 2 x 300 mg 3 x seminggu


Rifampisin 1 x 450 mg 3 x seminggu

Diberikan untuk :

· BTA (-) dan Rontgen (+) sakit ringan

· Penderita TBC ekstra ringan, yaitu TBC kelenjar limfe, pleuritis exudativa
unilateral, TBC kulit, TBC tulang (kecuali tulang belakang). sendi dan kelenjar
adrenal.

Obat Sisipan (HRZE)

Bila pada akhirnya tahap intensif pengobatan penderita baru BTA dengan kategori I
atau BTA pengobatan ulang dengan kategori II, hasil dahak masih BTA (+), berikan
obat sisipan (RHEX) setiap hari selama 1 bulan.

2. Non Myobacterium Tubercualaosis

Bisa dikarenakan :

a. Staphylococcus aureus, Haemophilus influenza

b. Clostridium perringens, Bacteroides fragilis

c. Jamur : Histoplasma siscovidiodomycosis, Aspergillus

d. Virus dan Mycoplasma pneumoni

e. Parasit, Amoeba

f. Hydatul disease

g. SLE

h. Penyakit rheumatoid

i. Asbestosis

j. Obat-obatan: Bromocriptine, methysergide, dan trolene sodium, nitrofuratoin

k. Neoplasma

l. Dekompensasi jantung

m. Trauma

n. Idiopatik
Pada beberapa efusi pleura, walaupun telah dilakukan prosedur diagnostik secara
berulang-ulang (pemeriksaan radiologis, analisis cairan, biopsi pleura, dll), kadang-
kadang masih belum bisa didapatkan diagnosis yang pasti. Keadaan ini dapat
digolongkan dalam efusi pleura idiopatik. Hasil pemeriksaan dengan operasi pun
kadang-kadang hanya menunjukkan pleura yang menebal karena pleuritis yang non
spesifik.

Cairan pleuranya kebanyakan bersifat eksudatif dan berisi beberapa jenis sel.
Penyebab efusi pleura ini banyak yang beluam jelas, tapi diperkirakan karena adanya
infeksi, reaksi hipersensitivitas, kontaminasi dengan asbestos, dll.

Pada daerah-daerah dengan prevalensi tuberkulosis yang tinggi (negara-negara yang


sedang barkembang), efusi pleura idiopatik ini kebanyakan dianggap sebagai pleuritis
tuberkulosa, sedangkan pada negara-negara yang maju sering dianggap sebagai
pleuritis karena penyakit kolagen atau neoplasma.

GEJALA EFUSI PLEURA

Dan anamnesa didapatkan :

1. Sesak nafas

2. Rasa berat pada dada

3. Berat badan menurun pada neoplasma

4. Batuk berdarah pada karsinoma bronchus atau metastasis

5. Demam subfebris pada TBC, dernarn menggigil pada empilema

6. Ascites pada sirosis hepatis

Dari pemeriksaan fisik didapatkan (pada sisi yang sakit)

1. Dinding dada lebih cembung dan gerakan tertinggal

2. Vokal fremitus menurun

3. Perkusi dull sampal flat

4. Bunyi pernafasan menruun sampai menghilang

5. Pendorongan mediastinum ke sisi yang sehat dapat dilihat atau diraba pada
treakhea

Nyeri dada pada pleuritis :


Simptom yang dominan adalah sakit yang tiba-tiba seperti ditikam dan diperberat oleh
bernafas dalam atau batuk. Pleura visceralis tidak sensitif, nyeri dihasilkan dari pleura
parietalis yang inflamasi dan mendapat persarafan dari nervus intercostal. Nyeri
biasanya dirasakan pada tempat-tempat terjadinya pleuritis, tapi bisa menjalar ke
daerah lain :

1. Iritasi dari diafragma pleura posterior dan perifer yang dipersarafi oleh G. Nervuis
intercostal terbawah bisa menyebabkan nyeri pada dada dan abdomen.

2. Iritasi bagian central diafragma pleura yang dipersarafi nervus phrenicus


menyebabkan nyeri menjalar ke daerah leher dan bahu.

PENGOBATAN EFUSI PLEURA

1. Pengobatan Kausal

· Pleuritis TB diberi pengobatan anti TB. Dengan pengobatan ini cairan efusi dapat
diserap kembali untuk menghilangkan dengan cepat dilakukan thoraxosentesis.

· Pleuritis karena bakteri piogenik diberi kemoterapi sebelum kultur dan sensitivitas
bakteri didapat, ampisilin 4 x 1 gram dan metronidazol 3 x 500 mg. Terapi lain yang
lebih penting adalah mengeluarkan cairan efusi yang terinfeksi keluar dari rongga
pleura dengan efektif.

2. Thoraxosentesis, indikasinya :

· Menghilangkan sesak yang ditimbulkan cairan

· Bila terapi spesifik pada penyakit primer tidak efektif atau gagal

· Bila terjadi reakumulasi cairan

· Kerugiannya: hilangnya protein, infeksi, pneumothoraxs.

3. Water Sealed Drainage

Penatalaksanaan dengan menggunakan WSD sering pada empyema dan efusi


maligna.

Indikasi WSD pada empyema :

· Nanah sangat kental dan sukar diaspirasi

· Nanah terus terbentuk setelah 2 minggu

· Terjadinva piopneumothoraxs

4. Pleurodesis
Tindakan melengketkan pleura visceralis dengan pleura parietalis dengan
menggunakan zat kimia (tetrasiklin, bleomisin, thiotepa, corynebacterium, parfum,
talk) atau tindakan pembedahan. Tindakan dilakukan bila cairan amat banyak dan
selalu terakumulasi kembali.

PENCEGAHAN

Lakukan pengobatan yang adekuat pada penyakit-penyakit dasarnya yang dapat


menimbulkan efusi pleura. Merujuk penderita ke rumah sakit yang lebih lengkap bila
diagnosa kausal belum dapat ditegakkan.

Anda mungkin juga menyukai