Anda di halaman 1dari 16

Nama : Radhina Fasya Tazkianida

Nim : 11180541000035

Kelas : Kesejahteraan Sosial 3A

Kelompok : RRC

Dosen Pengampu : Nadya Kharima, M. Kessos.

LINGKUNGAN PEKERJA SEKS PEREMPUAN ( PSP ) CIRACAS YANG

BERDAMPAK PADA MASYARAKAT

(Sudi Kasus di lokalisasi Ciracas, Jakarta Timur)

Keluarga yang sakinah ialah keluarga yang di dalamnya ditegakkan syari’at

Allah Ta’ala, keluarga yang di dalamnya terdapat sikap saling memahami,

keluarga yang di dalamnya terdapat penuh rasa cinta dan pergaulan yang baik.

Mewujudkan keluarga yang sakinah, mawaddah, warohmah ialah dambaan setiap

muslim dan muslimah yang akan menghadapi kehidupan berumah tangga. Tetapi

berbeda halnya dengan rumah tangga di lingkungan prostitusi Ciracas karena

terdapat banyak pengaruh negative pada lingkungan di sekitar lokalisasi yang

menyebabkan rumah tangga tidak harmonis. Permasalahan dalam analisis masalah

sosial ini yaitu lingkungan PSP (Pekerja Seks Perempuan) Tujuan dari penelitian

ini adalah untuk mengkaji upaya meminimalisir pengaruh lingkungan prostitusi

terhadap keharmonisan rumah tangga di lokalisasi Gang Boker Ciracas, serta untuk
mengetahui tinjauan hukum Islam terhadap keharmonisan rumah tangga di

lingkungan prostitusi. Jenis penelitian ini menggunakan penelitian lapangan (field

research). Dalam hal ini data diambil dari dua sumber data yaitu data primer dan

data sekunder kemudian metode analisis data yang digunakan yaitu metode berfikir

induktif yaitu berangkat dari fakta-fakta yang khusus atau peristiwa-peristiwa yang

konkrit kemudian dari fakta itu di tarik generalisasi-generalisasi yang mempunyai

sifat umum.

Dalam suatu lingkungan yang baik akan menghasilkan pula generasi yang

baik, dan sebaliknya jika suatu lingkungan tidak baik maka akan menghasilan

generasi yang tidak baik. Bahkan tidak di terima dalam tatanan masyarakat besar.

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar manusia dan

mempengaruhi perkembangan kehidupan manusia. Menurut Emil Salim

lingkungan hidup adalah segala sesuatu termasuk benda, kondisi, keadaan maupun

pengaruh yang terdapat di sekitar kita, juga sangat berpengaruh terhadap ruangan

yang kita tempati termasuk kehidupan manusia. Sedangkan Pekerja Seks

Perempuan adalah seseorang yang menjual dirinya dengan melakukan hubungan

seks untuk tujuan ekonomi tanpa ada ikatan pernikahan.

Bentuk prostitusi seperti praktek penjualan jasa seksual atau yang disebut

juga pekerja seks komersial selayaknya dianggap sebagai salah satu penyakit
masyarakat yang memiliki sejarah panjang, bahkan dianggap sebagai salah satu

bentuk penyimpangan terhadap norma perkawinan yang suci. Namun,

berkembangnya praktek prostitusi tidak dapat dipisahkan dari nilai budaya

masyarakat dalam pembiaran yang memberikan peluang bagi praktek ini untuk

terus berkembang dari masa ke masa.

Setiap manusia yang diciptakan Tuhan memiliki keunikan dan kemampuan

masing-masing. Sama halnya dengan para PSP (Pekerja Seks Perempuan). Mereka

memiliki kemampuan tetapi disalah gunakan bahkan karena terjerumus.

Anak Baru Gede (ABG menjadi daya tarik tersendiri dalam dunia prostitusi.

Hal ini disebabkan karena adanya faktor permintaan sebagai faktor yang menarik

dan faktor perantara sebagai faktor yang mendorong (Koentjoro, 2004). Kajian

cepat yang dilakukan ILO-IPEC pada tahun 2007 (dalam Suyanto, 2013)

memperkirakan jumlah pekerja seks komersial di bawah 18 tahun sekitar 1.244

anak di Jakarta, Bandung 2.511, Yogyakarta 520, Surabaya 4.990, dan Semarang

1.623. Namun jumlah ini dapat menjadi beberapa kali lipat lebih besar mengingat

banyaknya pekerja seks komersial bekerja di tempat-tempat tersembunyi, ilegal

dan tidak terdata. Berdasarkan data dari Badan Koordinasi Keluarga Berencana

Nasional (BKKBN) menunjukkan bahwa dari 100 remaja terdapat 51 remaja telah

melakukan hubungan seksual dilakukan di Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi

(Jabotabek). Selain di Jabotabek, data yang sama juga diperoleh di wilayah lain di
Indonesia seperti, di Surabaya remaja yang melakukan hubungan seks mencapai 54

persen, Bandung 47 persen, dan Yogyakarta 37 persen (Kompas, 2010).

Di indonesia banyak sekali yang terjerumus pada dunia malam, khususnya di

Ciracas, Jakarta Timur. Daerah tersebut terkenal dengan sebutan Gang Boker,

lokalisasi tersebut berada di tengah-tengah antara GOR (Gedung Olahraga) Ciracas

dan Masjid. Lokalisasi adalah pembatas terhadap suatu tempat atau lingkungan.

Sudah tidak asing sebutan Gang Boker terdengar di masyarakat, karena gang

tersebut tempat melakukan transaksi antara PSP (Pekerja Seks Perempuan) dengan

pelanggan atau tamu.

Biasanya para PSP (Pekerja Seks Perempuan) Gang Boker melakukan

pelayanan dengan para pelanggannya selama 24 jam. Tetapi ada macam-macam

kriteria yang beraktivitas di jam-jam tertentu. Biasanya pagi kisaran pukul 06.00–

12.00 WIB PSP (Pekerja Seks Perempuan) usia 35 tahun ke atas, sedangkan

12.00–22.00 WIB usia standar dan juga tidak begitu cantik. Nah, untuk yang

dengan level berbeda beraksinya dari mulai pukul 22.00– larut pagi, usianyapun

masih terbilang ABG.

Sebelum Gang Boker terkenal, PSP (Pekerja Seks Perempuan) dan

pelanggan membuka lapak dengan tenda atau warung remang-remang di GOR

(Gedung Olahraga) Ciracas. Setelah ada penggusuran dan pembangunan oleh


pemerintah sehingga mereka berpindah ke pinggir GOR (Gedung Olahraga)

Ciracas.

Jam kerja yang di manfaatkan oleh para PSP (Pekerja Seks Perempuan)

itupun bermacam tempat yang di gunakannya. Lokalisasi utama PSP (Pekerja Seks

Perempuan) di Gang Boker, masih ada tempat lain yang di gunakan para PSP

(Pekerja Seks Perempuan) diantaranya; Panti Pijat Plus Plus, Cafe, Hotel. Bahkan

ada tempat yang tak disangka-sangka menjadi tempat para PSP (Pekerja Seks

Perempuan) dengan pelanggan bertransaksi, diantaranya; atas kuburan, atas mobil,

bawah pohon, kolong jembatan dan bahkan gerbong kereta yang sudah tidak

berfungsi, parahnya lagi di tempat yang hanya tertutup sehelai daunpun jadi.

Marak yang terdengar atau terkenal di masyarakat, gang tersebut hanya ada

kegiatan prostitusi. Ternyata tak hanya kegiatan prostitusi melainkan perjudian,

transaksi narkoba apalagi minuman beralkoho, itu adalah hal yang biasa bagi

masyarakat setempat. Kondisi pada siang hari tidak begitu menarik dibandingkan

malam hari. Kondisi lingkungan pada siang hari seperti tidak ada kegiatan

transaksi. Hanya saja ada beberapa PSP (Pekerja Seks Perempuan) yang

menjajakan di pinggir-pinggir gang karena sudah memiliki pelanggan tetap.

Semakin maraknya fenomena pelacuran dan prostitusi di Jakarta Timur telah

membuat pemerintah mengatasinya mengingat dampak negatif terhadap kesehatan


maupun pengaruh buruknya PSP (Pekerja Seks Perempuan). Presentase dari

lokalisasi daerah Jakarta Timur jumlah PSP (Pekerja Seks Perempuan) 300 lebih

yang telah di lakukannya mapping oleh pihak PKBI. PKBI (Pemberdayaan

Keluarga Berencana) adalah Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI)

merupakan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang memelopori gerakan

Keluarga Berencana di Indonesia.

Dilihat dari sisi agama, di samping gang tersebut terdapat masjid yang besar,

bahkan sering pula di GORnya mengadakan acara siraman qolbu. Tetapi dengan

adanya kegiatan seperti itu 20 persen para PSP mengikuti kegiatan tersebut. Untuk

tingkat kesadaran akan dosa masihlah minim, rata-rata mereka yang telah menjadi

mantan PSP sadar hanya ketika sudah tua. Terkait dampak negatif dari para PSP

(Pekerja Seks Perempuan) diantaranya adalah HIV/AIDS, penyakit kelamin, dan

kondisi perkembangan anak dilingkungan sekitar.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa persepsi masyarakat setempat

mengenai adanya pekerja seks perempuan di sekitar gang boker Ciracas, Jakarta

Timur ialah sebagaimana uraian berikut.

1) Masyarakat yang menolak pekerja seks perempuan di sekitar gang boker

Ciracas, Jakarta Timur dipandang sebagai profesi yang tidak baik bahkan banyak

sekali orang yang mencemooh profesi tersebut. Kebayakan masyarakat tidak mau
menerima keberadaan para PSP di lingkungan mereka berbagai alasan dan

dikaitkan dengan norma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan, 5 masalah

pertularan penyakit kelamin, ada juga yang merasa malu dengan keberadaan

mereka. Masyarakat yang kontra dengan adanya PSP merasa terganggu dengan

kegiatan prostitusi di kawasan mereka tinggal, walaupun prostitusi tersebut sudah

berjalan cukup lama. Masyarakat menginginkan pemerintah segera bertindak untuk

mengatasi hal tersebut. Masyarakat merasa kebaradaan mereka membawa banyak

sekali dampak negatif, dan tentu saja adanya kegiatan prostitusi memberi citra

yang buruk terhadap kawasan mereka tinggali. Penolakan yang diberikan kepada

PSP berupa olokan atau cemoohan baik secara langsung maupun tidak langsung.

Masyarakat menganggap PSP merupakan ancaman bagi generasi muda dengan

sering berkeliarannya para PSP di pinggir jalan serta menggunakan pakain yang

terbuka tidak langsung memberi contoh kaum muda untuk berperilaku demikian.

Apalagi isu wabah penyakit HIV dan AIDS yang masih sukar diobati semakin

menyebar menyebabkan masyarakat merasa takut jika tertular atau terjangkit, hal

tersebut semakin menguatkan penolakan masyarakat terhadap kegiatan prostistusi

di lingkungannya.

2) Masyarakat yang mendukng.

Hal itu berbanding terbalik dengan masyarakat yang merasa diuntungkan secara

finansial adanya PSP di tempat tinggal mereka, seperti masyarakat yang memiliki
penyewaan wisma, hotel dan yang memiliki usaha makanan maupun kelontong.

Mereka dapat menaikkan harga jual yang signifikan dengan harga asli, lalu

masyarakat yang beroperasi dibidang transportasi seperti angkutan kota juga

merasa diuntungkan dengan seringnya pelanggan PSP yang memakai jasa mereka.

Adanya kegiatan PSP tak dipungkiri membawa dampak positif terhadap

keberlangsungan hidup masyarakat yang diuntungkan. PSP membuat sekitar gang

boker Ciracas, Jakarta Timur menjadi ramai dengan datangnya pelanggan. Tak

jarang konsumen tersebut datang dari berbagai daerah atau luar kota, karena para

pelanggan yang datang ke lokalisasi tersebut rata-rata para sopir Pasar Rebo,

kondektur, para pemborong bangunan sehingga usaha seperti penginapan serta

makanan banyak diminati konsumen luar daerah. Apabila pemikiran masyarakat

terus-menerus merasa diuntungkan dengan adanya PSP di lingkungan mereka dan

dapat memajukan perekomiannya maka tidak lah mungkin hal tersebut dapat

membuat semakin berkembangnya roda prostitusi di kawasan tersebut.

3) Masyarakat yang acuh.

Ada juga masyarakat yang merasa acuh tak acuh dengan kegiatan prostitusi di

lingkungan mereka tinggal dan memilih untuk diam tanpa melakukan tindakan

apapun, masyarakat yang sepeti ini menganggap terpenting para PSP tidak

menganggu urusan mereka serta tidak membuat onar atau keributan.

Masyarakat yang seprti ini memilih untuk sikap netral kepada PSP, dan
membiarkan kegiatan prostitusi berlangsung di lingkungan mereka karena tidak

ingin ambil pusing dan percaya setiap manusia memiliki pilihan kehidupan

masing-masing yang harus dihadapi. Masyarakat yang seperti ini memang sering

dijumpai di kota-kota besar, pola pikir yang tidak memperdulikan atau tidak

member perhatian dengan keadaan sekitar. Hubungan sosial antara PSP dengan

masyarakat di sekitar gang boker Ciracas, Jakarta Timur dapat dilihat dengan

adanya kegiatan sosial seperti penyuluhan kesehatan serta kerja bakti seperti di

bawah ini.

1) Kegiatan penyuluhan kesehatan.

Hubungan social antara PSP dengan masyarakat dapat dilihat dari ikut serta

sebagian PSP dengan kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan oleh warga

sekitar. PSP tidak malu untuk gabung dan bersosialisasi dengan pihak PKBI

untuk mengikuti berbagai kegiatan seperti penyuluhan kesehata dan lain-

lain. Respon yang diberikan PKBI pun cukup baik dan terbuka, tidak adanya

diskriminasi kepada PSP yang ingin bergabung. Tim PKBI tidak segan

mendatangi kontrakan atau tempat tinggal para PSP untuk mengundang

kegaiatan tersebut. Hal tersebut dilakukan agar PSP sadar dengan kesahatan

serta berharap suatu saat PSP tersebut dapat berhenti sebagai pekerja seks

komersial karena dapat menyebabkan penyakit serta merusak moral mereka.

PSP merasa antusias dengan adanya Tim PKBI untuk datang dan mengikuti
kegiatan penyuluhan kesehatan yang rutin dilakukan. PSP merasa

diuntungkan dengan kegiatan penyuluhan karena merasa tergerak untuk

memeriksakan kesehatan kewanitaannya karena profesi atau pekerjaan yang

mereka jalani saat ini rentang sekali terjangkit virus HIV dan AIDS. Tetap

saja tidak semuanya merasa tertarik dan mengikuti kegiatan tersebut ada

sebagian PSP yang menolak hadir dengan alasan tidak ingin berkomunikasi

atau bersosialisasi dengan masyarakat setempat.

Adanya kegiatan prostitusi di sekitar gang boker Ciracas, Jakarta Timur

pastinya membawa dampak bagi lingkungan sekitar. Dampak-dampak

tersebut berpengaruh pada sektor sosial, ekonomi dan kesehatan.

Dampak terhadap sector sosial.

PSK memberikan dampak negative bagi sector sosial. Selain berakibat pada

diri PSP, masyarakat sekitar juga turut merasakan dampak. Dampak yang

ditimbulkan adalah PSP menurunnya nilai moral, susila, hukum dan agama.

Melihat kondisi ini, maka benar jika dikatakan PSP adalah perilaku menyimpang

yang menentang norma-norma di masyarakat. Hal itu sesuai dengan pendapat Dwi

Narwoko (2007: 101), yang termasuk perilaku menyimpang adalah

1) Tindakan yang non-conform, yaitu perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai

atau norma-norma yang ada,


2) Tindakan yang anti social ataua sosial, yaitu tindakan yang melawan kebiasaan

masyarakat atau kepentingan umum,

3) Tindakan kriminal, yaitu tindakan atau perbuatan yang merugikan secara

ekonomis dan psikologis yang melanggar hukum yang berlaku dalam negara

Indonesia serta norma-norma social dan agama.

5) Dampak terhadap sektor ekonomi.

Dari adanya PSK di sekitar kawasan gang boker Ciracas, Jakarta Timur

membuat sebagian orang merasa sangat diuntungkan secara ekonomi. Menurut

sebagian masyarakat, dengan adanya komplek PSP akan menguntungkan bagi

masyarakat yang berjualan dan membuka toko ataupun bahkan hargaparkir 5 kali

lipat dari harga parkir biasa. Warung di lingkungan sekitarnya, karena para

pedagang mampu menaikkan harga jualan mereka. Banyak PSP yang menyewa

kost di sekitar gang boker Ciracas, Jakarta Timur. membuat warga yang memiliki

rumah atau lahan juga diuntungkan digunakan sebagai sewaan kamar setiap kali

ada pelanggan masuk, penginapan maupun hotel di sekitar gang boker juga

menerima keuntungan dari PSP. Selain itu PSP juga diuntungkan dengan keadaan

ekonomi yang meningkat, sehingga kebutuhan keluarga PSP dapat terpenuhi. Jika

pandangan masyarakat terus terkontruksi bahwa prostitusi juga menyebabkan

faktor peningkat pendapatan mereka, maka tidak sulit lagi untuk masyarakat justru
malah mendukung dan menerima praktek prostitusi. Masyarakat semakin

mendukung eksistensi prostitusi yang mungkinakan semakin berkembang.

Dampak terhadap sector kesehatan.

Tidak bisa dipungkiri dengan adanya kegiatan seks bebas yang terjadi gang

boker Ciracas, Jakarta Timur berdampak timbul penyakit kelamin menular yang

sering disebut HIV dan AIDS. Sering bergantigantinya pasangan penyebab utama

munculnya penyakit tersebut.

Berdasarkan Hasil penelitian di lokalisasi Gang Boker Ciracas Jakarta Timur

dapat disimpulkan keharmonisan rumah tangga di lingkungan prostitusi ada yang

berpengaruh positif dan negative. Pengaruh positif antara lain: meningkatkan

sector ekonomi, membuka peluang usaha. Pengaruh negative antara lain: sering

terjadinya konflik antara suami dan isteri karena banyak PSP yang menjajakan diri

sehingga menimbulkan kecemburuan, selain itu ada juga suami yang

mempekerjakan istri sebagai PSP. Upaya meminimalisir pengaruh lingkungan

prostitusi terhadap keharmonisan rumah tangga antara lain: menanamkan nilai

keagamaan, memisahkan ruang lingkup karaoke dengan ruang keluarga, percaya

satu sama lain, memperhatikan pergaulan anak, saling setia antara suami dan istri,

memaafkaan satu sama lain, memberikan kasih sayang antar anggota keluarga,

membatasi jam keluar rumah bagi anggota keluarga. Ditinjau dari hukum Islam

keharmoisan rumah tangga di lingkungan prostitusi meskipun secara ekonomi


berdampak baik namun menurut hukum Islam membuka usaha, memfasilitasi dan

membantu dalam perzinahan hukumnya haram dan dosa besar. Apalagi pengaruh

negatif pada keharmonisan rumah tangga terhadap hubungan suami istri, dan

pergaulan anak-anak serta pandangan masyarakat daerah lain. Maka menurut

penulis sebaiknya mayarakat di lingkungan prostitusi mencari rezeki yang halal

atau pindah ke lokasi yang lebih baik.

Anak sejatinya investasi bagi sebuah keluarga. Ia diciptakan sebagai

generasi penerus yang hendaknya diarahkan untuk menjadi pribadi yang siap

menyongsong masa depan. Keluarga berperan sebagai faktor pelaksana dalam

mewujudkan nilai-nilai dan keyakinan-keyakinan. Prostitusi dipandang negatif

karena praktek prostitusi meresahkan masyarakat, khususnya masyarakat yang ada

di sekitar lokasi prostitusi, selain itu keberadaan masyarakat di sekitar lokasi

prostitusi yang tidak hanya orang dewasa saja melainkan anak–anak. Hal yang

menjadi masalah adalah ketika Anak yang bertempat tinggal di lingkungan

keluarga sekitar lokasi prostitusi, besar kemungkinan membawa pengaruh terhadap

perkembangan psikologis anak, sehingga anak-anak akan terampas hak-haknya

karena kekhawatiran yang berlebih pada orangtua yang takut anaknya terpengaruhi

oleh lingkungannya tersebut. Selain itu mereka juga dihadapkan pada stigma

masyarakat tentang lokasi prostitusi itu sendiri. juga pada masa anak-anak

kemampuan anak dalam meniru sangatlah tinggi.


Koentjoro (2004) mengatakan bahwa secara umum terdapat lima alasan

yang paling mempengaruhi dalam menuntun seseorang menjadi seorang pekerja

seks komersial sebagai pemicu tindakan prostitusi ysng diantaranya adalah

materialisme, modeling, dukungan orangtua, lingkungan yang permisif, dan faktor

ekonomi.

Hutabarat,dkk (2004) dalam penelitiannya menambahkan dua faktor

penyebab seseorang menjadi pekerja seks komersial yaitu, faktor pendorong

internal dan faktor pendorong eksternal. Faktor pendorong internal berasal dari

individu seperti, rasa sakit hati, marah dan kecewa karena dikhianati pasangan.

Sedangkan faktor pendorong eksternal berasal dari luar individu yaitu tekanan

ekonomi dan ajakan teman yang sudah lebih dahulu menjadi pekerja seks

komersial. Banyak faktor yang menyebabkan remaja tetap bertahan melakoni

profesinya sebagai pelacur.

Saptari (dalam Suyanto, 2010) menyebutkan paling tidak, ada tiga faktor

yang menyebabkan seorang remaja yang menjadi korban eksploitasi tetap bertahan

menjadi pelacur. Pertama, karena keadaan ekonomi atau kondisi kemiskinan.

Kedua, karena pandangan tentang seksualitas yang cenderung menekankan arti

penting keperawanan sehingga tidak memberi kesempatan bagi perempuan yang

sudah tidak perawan kecuali masuk kedalam peran yang diciptakan untuk mereka.

Ketiga, karena system paksaan dan kekerasan.


Dalam pandangan agama mengenai PSP atau zina, di tegaskan dalam Qs.

Al-Isra’ ayat 32 dan Qs. Al Furqan ayat 68 bahwa perbuatan apapun yang

mengantarkan pelakunya kepada perkara hara, maka perbuatan tersebut menjadi

haram. Sama halnya dengan larangan terhadap perbuatan pelacuran atau perzinaan,

bahkan segala bentuk perbuatanyang dapat menimbulkan dorongan seksual yang

akan mengantar seseorang mendekati perbuatan pelacuran atau perzinaanpun

dilarang. Perzinaan mengandung banyak madharat yang tidak di ragukan

lagi,karena faktor pertama perusak moralitas. Selain itu, penyebab terbesarnya

berbagai macam jenis penyakit. Islam menentukan hukuman zina yang sangat

berat.
DAFTAR PUSTAKA

Saptari (dalam Suyanto, 2010)

Hutabarat,dkk (2004)

Koentjoro (2004)

Dwi Narwoko (2007: 101)

Kompas, 2010

Anda mungkin juga menyukai