PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini perekonomian dunia kembali dihadapkan pada terjadinya krisis ekonomi.
Tingginya tingkat krisis diindikasikan dengan laju inflasi yang cukup tinggi. Sebagai dampak
atas inflasi, penurunan tabungan, kurangnya investasi, semakin tingginya capital outflow, serta
terhambatnya pertumbuhan ekonomi. Berbekal dari pengalaman krisis yang melanda Indonesia
di pertengahan 2008 yang lalu, menjadi pelajaran berharga tentang pentingnya pemahaman
mengenai pengaruh perubahan-perubahan di tingkat global pada perekonomian nasional
Kebijakan fiskal merupakan kebijakan ekonomi yang dibuat pemerintah untuk
mengarahkan kondisi perekonomian menjadi lebih baik melalui pengeluaran dan pendapatan
(berupa pajak) pemerintah. Perubahan tingkat dan komposisi pajak dan pengeluaran pemerintah
dapat mempengaruhi variabel-variabel berikut diantaranya permintaan agregat dan tingkat
aktifitas ekonomi, pola persebaran sumber daya, dan distribusi pendapatan.
Kebijakan fiskal diharapkan dapat meningkatkan produksi nasional (PDB) dan
pertumbuhan ekonomi, memperluas lapangan kerja dan mengurangi pengangguran serta
menstabilkan harga barang khususnya mengatasi inflasi.
Dengan adanya pemberian otonomi daerah yang lebih luas maka pola perencanaan akan
mengalami perubahan yakni lebih berorientasi pada pemenuhan kebutuhan dan pertumbuhan
ekonomi daerah berdasarkan kemampuan daerah yang bersangkutan.
Oleh karena itu diperlukan suatu kajian fiskal regional yang dapat mengarahkan daerah
untuk dapat merencanakan program yang komprehensif meliputi kerangka regional dan sektoral.
Dengan berubahnya orientasi pola perencanaan sektoral yang dititikberatkan pada pencapaian
pertumbuhan regional, alokasi dana proyek sektoral diarahkan pada perkembangan
perekonomian daerah sehingga fungsi dana sektoral berubah menjadi penyeimbang
pembangunan pada masing-masing daerah.
1
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan utama dari makalah ini disamping sebagai salah satu penilaian dari mata kuliah
‘Perekonomian Indonesia’ adalah untuk memberikan gambaran kondisi perekonomian daerah.
Selain itu, melalui laporan ini mahasiswa bisa mengkaji lebih dalam mengenai potensi
ekonomi daerah yang bermanfaat bagi perkembangan perekonomian Indonesia Selanjutnya
tujuan penulisan adalah sebagai upaya optimalisasi dan revitalisasi fungsi otonomi daerah
Selanjutnya, manfaat penyusunan makalah ini juga dapat menjadi sumber informasi yang
berguna bagi para pembuat kebijakan, stakeholders maupun masyarakat pada umumnya.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Pendapat lain dikemukakan oleh Benyamin Hoesein (1993) bahwa otonomi daerah
adalah pemerintahan oleh dan untuk rakyat di bagian wilayah nasional suatu Negara secara
informal berada di luar pemerintah pusat. Sedangkan Philip Mahwood (1983) mengemukakan
bahwa otonomi daerah adalah suatu pemerintah daerah yang mempunyai kewenangan sendiri
yang keberadaannya terpisah dengan otoritas (kekuasaan atau wewenang) yang diserahkan oleh
pemerintah guna mengalokasikan sumber sumber material yang substansial (sesunggguhnya
atau yang inti) tentang fungsi-fungsi yang berbeda.
Menurut pasal 1 ayat (1) UUD 1945, Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang
berbentuk republik. Negara kesatuan adalah suatu negara dimana hanya ada satu negara dan
satu pemerintahan, yaitu pemerintahan pusat yang mempunyai kekuasaan tertinggi dalam
pemerintahan. Negara Kesatuan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Negara kesatuan yang menerapkan prinsip sentralisasi kewenangan, yaitu semua urusan
negara diatur negara dan diurus oleh pemerintah pusat.
3
b. Negara kesatuan yang menerapkan prinsip desentralisasi, yaitu pemerintah daerah memiliki
kekuasaan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri berdasarkan kebutuhan
dan potensi daerah.
Dari penjelasan di atas dapat dikatakan negara kita adalah negara kesatuan yang
menerapkan prinsip desentralisasi pemerintahan. Otonomi daerah merupakan wujud dari
penerapan prinsip desentralisasi. Pasal 1 Undang-Undang No.32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah menjelaskan bahwa otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan
kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
kepentingan
masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas
wilayah, berwenang mengatur dan mengurus pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Dengan diberlakukannya otonomi daerah maka mengubah tatanan ketatanegaraan yang
bersifat sentralistik, otoriter menjadi desentralisasi dan demokratis. Otonomi daerah yang
mandiri dan demokratis diharapkan dapat mendekatkan pemerintah dengan rakyatnya sehingga
pelayanan kepada masyarakat dapat berlangsung dengan lebih baik.
4
masyarakat makin mandiri dan tidak terlalu banyak tergantung pada pemberian pemerintah serta
memiliki daya saing yang kuat dalam proses pertumbuhan.
Dalam hal ekonomi pembangunan, untuk melancarkan pelaksanaan program pembangunan
guna tercapainya kesejahteraan rakyat yang makin meningkat.
Tidak hanya pengertian tentang otonomi daerah saja yang perlu kita bahas.Namun ada
dasar-dasar yang bisa menjadi landasan. Ada beberapa peraturan dasar tentang pelaksanaan
otonomi daerah,yaitu sebagai berikut:
1) Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18 ayat 1 hingga ayat 7.
2) Undang-Undang No.32 Tahun 2004 yang mengatur tentang pemerintahan daerah.
3) Undang-Undang No.33 Tahun 2004 yang mengatur tentang sumber keuangan negara.
Selain berbagai dasar hukum yang mengatur tentang otonomi daerah,saya juga menulis
apa saja yang menjadi tujuan pelaksana otonomi daerah,yaitu otonomi daerah harus bertujuan
untuk meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat yang berada di wilayah otonomi tersebut
5
serta meningkatkan pula sumber daya yang di miliki oleh daerah agar dapat bersain dengan
daerah otonom lainnya.
b. Landasan Teori
Berikut ini ada beberapa yang menjadi landasan teori dalam otonomi daerah .
1. Asas Otonomi
Berikut ini ada beberapa asas otonomi daerah yang kami tuliskan di sini. Asas-asas tersebut
sebagai berikut:
Asas tertib penyelenggara negara
Asas Kepentingan umum
Asas Kepastian Hukum
Asas keterbukaan
Asas Profesionalitas
Asas efisiensi
Asas proporsionalitas
Asas efektifitas
Asas akuntabilitas
2. Desentralisasi
Desentralisasi adalah penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah
daerah untuk mengurusi urusan rumah tangganya sendiri berdasarkan prakarsa dan aspirasi
dari rakyatnya dalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia. dengan adanya
desentralisasi maka muncullan otonomi bagi suatu pemerintahan daerah. Desentralisasi
sebenarnya adalah istilah dalam keorganisasian yang secara sederhana di definisikan sebagai
penyerahan kewenangan. Dalam kaitannya dengan sistem pemerintahan Indonesia,
desentralisasi akhir-akhir ini seringkali dikaitkan dengan sistem pemerintahan karena dengan
adanya desentralisasi sekarang menyebabkan perubahan pardigma pemerintahan di Indonesia.
Desentralisasi juga dapat diartikan sebagai pengalihan tanggung jawab, kewenangan, dan
sumber-sumber daya (dana, manusia dll) dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Dasar
pemikiran yang melatarbelakanginya adalah keinginan untuk memindahkan pengambilan
keputusan untuk lebih dekat dengan mereka yang merasakan langsung pengaruh program dan
pelayanan yang dirancang dan dilaksanakan oleh pemerintah. Hal ini akan meningkatkan
relevansi antara pelayanan umum dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat lokal, sekaligus
6
tetap mengejar tujuan yang ingin dicapai oleh pemerintah ditingkat daerah dan nasional, dari
segi sosial dan ekonomi. Inisiatif peningkatan perencanaan, pelaksanaan, dan keuangan
pembangunan sosial ekonomi diharapkan dapat menjamin digunakannya sumber-sumber daya
pemerintah secara efektif dan efisien untuk memenuhi kebutuhan lokal.
3. Sentralisasi
Sentralisasi dan desentralisasi sebagai bentuk penyelenggaraan negara adalah persoalan
pembagian sumber daya dan wewenang. Pembahasan masalah ini sebelum tahun 1980-an
terbatas pada titik perimbangan sumber daya dan wewenang yang ada pada pemerintah pusat
dan pemerintahan di bawahnya. Dan tujuan “baik” dari perimbangan ini adalah pelayanan
negara terhadap masyarakat.
Di Indonesia sejak tahun 1998 hingga baru-baru ini, pandangan politik yang dianggap
tepat dalam wacana publik adalah bahwa desentralisasi merupakan jalan yang meyakinkan,
yang akan menguntungkan daerah. Pandangan ini diciptakan oleh pengalaman sejarah selama
masa Orde Baru di mana sentralisme membawa banyak akibat merugikan bagi daerah.
Sayang, situasi ini mengecilkan kesempatan dikembangkannya suatu diskusi yang sehat
bagaimana sebaiknya desentralisasi dikembangkan di Indonesia. Jiwa desentralisasi di
Indonesia adalah “melepaskan diri sebesarnya dari pusat” bukan “membagi tanggung jawab
kesejahteraan daerah”.
Sentralisasi dan desentralisasi tidak boleh ditetapkan sebagai suatu proses satu arah
dengan tujuan pasti. Pertama- tama, kedua “sasi” itu adalah masalah perimbangan. Artinya,
peran pemerintah pusat dan pemerintah daerah akan selalu merupakan dua hal yang
dibutuhkan. Tak ada rumusan ideal perimbangan. Selain proses politik yang sukar ditentukan,
seharusnya ukuran yang paling sah adalah argumen mana yang terbaik bagi masyarakat.
Agar otonomi daerah dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan, maka harus disusun
peraturan dan perundang-undangan sebagai landasan atau dasar hukum. Apa yang menjadi dasar
hukum pelaksanaan otonomi daerah ? Pelaksanaan otonomi daerah berpedoman pada konstisusi
(hukum dasar) negara yang tertulis, yaitu UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
a. Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen kedua
1. Pasal 18
2. Pasal 18A
7
3. Pasal 18B
b. Ketetapan MPR RI No. IV/MPR/2000, tentang Rekomendasi Kebijakan dalam
Penyelenggaraan Otonomi Daerah.
c. Undang-Undang
1. UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
2. UU No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara antara Pemerintah
Pusat dan Daerah
2.5 Pembentukan daerah otonom
Dalam pembahasan di atas telah disinggung bahwa daerah otonom, merupakan kesatuan
masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah, berwenang mengatur dan mengurus
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Wilayah negara kita dibagi atas daerah-daerah provinsi, kabupaten dan kota yang
mempunyai pemerintahan daerah sendiri. Untuk menjadi sebuah daerah otonom harus memenuhi
berbagai persyaratan, yaitu syarat administratif, teknis dan fisik kewilayahan.
a. Syarat administratif
Suatu daerah akan menjadi daerah otonom jika memenuhi syarat administratif. Syarat
administratif untuk provinsi meliputi adanya persetujuan DPRD kabupaten/kota dan
bupati/walikota yang akan menjadi cakupan wilayah provinsi tersebut. Persetujuan DPRD
provinsi induk dan gubernur, serta mendapat rekomendasi Menteri Dalam Negeri.
Sedangkan syarat administratif untuk kabupaten/kota adalah adanya persetujuan DPRD
kabupaten/kota dan Bupati/Walikota yang bersangkuatan, persetujuan DPRD provinsi dan
gubernur serta rekomendasi Menteri Dalam Negeri.
b. Syarat teknis
Sebuah daerah otonom tentu membutuhkan sumber daya yang mampu menjadi tumpuan
bagi hidup, tumbuh dan berkembangnya daerah tersebut sebagai syarat teknis pembentukan
daerah. Syarat teknis pembentukan daerah otonom meliputi kemampuan ekonomi, jumlah
penduduk, potensi daerah, luas daerah, sosial budaya, politik, dan pertahanan keamanan yang
memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah.
c. Syarat fisik
8
Syarat fisik pembentukan daerah otonom berhubungan dengan cakupan wilayah daerah
tersebut. Untuk membentuk daerah otonom provinsi paling sedikit terdiri dari lima
kabupaten/kota. Untuk pembentukan kabupaten paling sedikit tujuh kecamatan, sedang untuk
pembentukan kota sedikitnya terdapat empat kecamatan. Syarat fisik juga berhubungan dalam
lokasi calon ibukota, sarana dan prasarana pemerintahan.
Suatu daerah otonom dapat mengalami pemekaran jika telah memenuhi syaratsyarat
tertentu. Pemekaran satu daerah menjadi dua atau lebih dapat dilakukan setelah mencapai batas
minimal usia penyelenggaraan pemerintahan. Sebaliknya, suatu daerah yang tidak mampu
menyelenggarakan otonomi daerah dapat dihapus dan/ atau digabung dengan daerah lain.
1. Warisan Kolonial
Pada tahun 1903, pemerintah kolonial mengeluarkan staatsblaad No. 329 yang memberi
peluang dibentuknya satuan pemerintahan yang mempunyai keuangan sendiri. Kemudian
staatblaad ini deperkuat dengan Staatblaad No. 137/1905 dan S. 181/1905. Pada tahun 1922,
pemerintah kolonial mengeluarkan sebuah undang-undang S. 216/1922. Dalam ketentuan ini
dibentuk sejumlah provincie, regentschap, stadsgemeente, dan groepmeneenschap yang
semuanya menggantikan locale ressort. Selain itu juga, terdapat pemerintahan yang merupakan
persekutuan asli masyarakat setempat (zelfbestuurende landschappen).
Pemerintah kerajaan satu per satu diikat oleh pemerintahan kolonial dengan sejumlah
kontrak politik (kontrak panjang maupun kontrak pendek). Dengan demikian, dalam masa
pemerintahan kolonial, warga masyarakat dihadapkan dengan dua administrasi pemerintahan.
Ketika menjalar PD II Jepang melakukan invasi ke seluruh Asia Timur mulai Korea Utara
ke Daratan Cina, sampai Pulau Jawa dan Sumatra. Negara ini berhasil menaklukkan
pemerintahan kolonial Inggris di Burma dan Malaya, AS di Filipina, serta Belanda di Daerah
Hindia Belanda. Pemerintahan Jepang yang singkat, sekitar tiga setengah tahun berhasil
melakukan perubahan-perubahan yang cukup fundamental dalam urusan penyelenggaraan
pemerintahan daerah di wilayah-wilayah bekas Hindia Belanda. Pihak penguasa militer di Jawa
mengeluarkan undang-undang (Osamu Seire) No. 27/1942 yang mengatur penyelenggaraan
9
pemerintahan daerah. Pada masa Jepang pemerintah daerah hampir tidak memiliki
kewenangan. Penyebutan daerah otonom bagi pemerintahan di daerah pada masa tersebut
bersifat misleading.
3. Masa Kemerdekaan
11
Pada prinsipnya UU ini mengatur penyelenggaraan pemerintahan daerah yang lebih
mengutamakan desentralisasi. Pokok pikiran dalam penyusunan UU No. 22 tahun 1999
adalah sebagai berikut:
1.Sistem ketatanegaraan Indonesia wajib menjalankan prinsip pembagian kewenangan
berdasarkan asas desentralisasi dalam kerangka NKRI.
2.Daerah yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi dan dekonsentrasi adalah daerah
provinsi sedangkan daerah yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi adalah daerah
kabupaten dan daerah kota.
3.Daerah di luar provinsi dibagi dalam daerah otonomi.
4.Kecamatan merupakan perangkat daerah kabupaten.
Secara umum, UU No. 22 tahun 1999 banyak membawa kemajuan bagi daerah dan
peningkatan kesejahteraan masyarakat. Tetapi sesuai perkembangan keinginan masyarakat
daerah, ternyata UU ini juga dirasakan belum memenuhi rasa keadilan dan kesejahteraan bagi
masyarakat.
h. Periode Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004
Pada tanggal 15 Oktober disahkan UU No. 32 tahun 2004 tentang pemerintah Daerah
yang dalam pasal 239 dengan tegas menyatakan bahwa dengan berlakunya UU ini, UU No.
22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dinyatakan tidak berlaku lagi. UU baru ini
memperjelas dan mempertegas hubungan hierarki antara kabupaten dan provinsi, antara
provinsi dan pemerintah pusat berdasarkan asas kesatuan administrasi dan kesatuan wilayah.
Pemerintah pusat berhak melakukan kordinasi, supervisi, dan evaluasi terhadap pemerintahan
di bawahnya, demikian juga provinsi terhadap kabupaten/kota. Di samping itu, hubungan
kemitraan dan sejajar antara kepala daerah dan DPRD semakin di pertegas dan di perjelas.
12
masing memiliki sifat-sifat khusus tersendiri yang dipengaruhi oleh faktor geografis (keadaan
alam, iklim, flora-fauna, adat-istiadat, kehidupan ekonomi dan bahasa), tingkat pendidikan dan
lain sebagainya. Dengan sistem Desentralisasi diberikan kekuasaan kepada daerah untuk
melaksanakan kebijakan pemerintah sesuai dengan keadaan khusus di daerah kekuasaannya
masing-masing, dengan catatan tetap tidak boleh menyimpang dari garis-garis aturan yang telah
ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. Jadi pada dasarnya, maksud dan tujuan diadakannya
pemerintahan di daerah adalah untuk mencapai efektivitas pemerintahan.
Otonomi yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada daerah ini bersifat mandiri dan
bebas. Pemerintah daerah bebas dan mandiri untuk membuat peraturan bagi wilayahnya.
Namun, harus tetap mempertanggungjawabkannya dihadapan Negara dan pemerintahan pusat.
Selain tujuan diatas, masih terdapat beberapa point sebagai tujuan dari otonomi daerah.
Dibawah ini adalah beberapa tujuan dari otonomi daerah dilihat dari segi politik, ekonomi,
pemerintahan dan sosial budaya, yaitu sebagai berikut.
a. Dilihat dari segi politik, penyelenggaraan otonomi dimaksudkan untuk mencegah penumpukan
kekuasaan dipusat dan membangun masyarakat yang demokratis, untuk menarik rakyat ikut serta
dalam pemerintahan dan melatih diri dalam menggunakan hak-hak demokrasi.
b. Dilihat dari segi pemerintahan, penyelenggaraan otonomi daerah untuk mencapai pemerintahan
yang efisien.
c. Dilihat dari segi sosial budaya, penyelenggaran otonomi daerah diperlukan agar perhatian lebih
fokus kepada daerah.
d. Dilihar dari segi ekonomi, otonomi perlu diadakan agar masyarakat dapat turut berpartisipasi
dalam pembangunan ekonomi di daerah masing-masing.
Untuk mencapai tujuan otonomi daerah tersebut, sebaiknya dimulai dari diri sendiri. Para
pejabat harus memiliki kesadaran penuh bahwa tugas yang diembannya merupakan sebuah
amanah yang harus dijalankan dan dipertanggungjawabkan. Selain itu, kita semua juga memiliki
kewajiban untuk berpartisipasi dalam rangka tercapainya tujuan otonomi daerah. Untuk
mewujudkan hal tersebut tentunya bukan hal yang mudah karena tidak mungkin dilakukan secara
instan. Butuh proses dan berbagai upaya serta partisipasi dari banyak pihak. Oleh karena itu,
diperlukan kesungguhan serta kerjasama dari berbagai pihak untuk mencapai tujuan ini.
13
2. Prinsip Otonomi Daerah
Atas dasar pencapaian tujuan diatas, prinsip-prinsip yang dijadikan pedoman dalam
pemberian Otonomi Daerah adalah sebagai berikut (Penjelasan UU No. 32 Tahun 2004) :
a. Prinsip Otonomi Daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah
diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintah diluar yang menjadi
urusan Pemerintah yang ditetapkan dalam Undang-undang ini. Daerah memliki kewenangan
membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa, dan
pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat.
b. Sejalan dengan prinsip tersebut dilaksanakan pula prinsip otonomi yang nyata dan
bertanggungjawab. Prinsip otonomi nyata adalah suatu prinsip bahwa untuk menangani urusan
pemerintah daerah dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang dan kewajiban yang senyatanya
telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan
kekhasan daerah. Dengan demikian isi dan jenis otonomi bagi setiap daerah tidak selalu sama
dengan daerah lainnya, adapun yang dimaksud dengan otonomi yang bertanggunjawab adalah
otonomi yang dalam penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud
pemberian otonomi, yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah termasuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utama dari tujuan nasional.
14
bahkan internasional. Dapat dipastikan bahwa salah satu dampak positif dari pelaksanaan
Otonomi Daerah adalah biaya birokrasi lebih efisien.
Dari segi ekonomi bisa terlihat dari bertambahnya pendapatan daerah yang juga diikuti
oleh pendapatan masyarakat. Pereokonomian daerah meningkat disebabkan oleh pemanfaatan
SDA secara maksimal.
Segi sosial budaya juga menunjukkan kemajuan dengan semakin dikenalnya budaya
setempat diluar daerah. Sehingga kebudayaan daerah dapat menjadi kebanggaan daerah tersebut.
Dilihat dari segi keamanan dan politik, Otonomi Daerah merupakan salah satu cara
mempersatukan NKRI. Otonomi Daerah merupakan solusi tepat bagi daerah-daerah yang merasa
terdeskriminasi dengan sentralisasi pemerintah. Dengan Otonomi Daerah, daerah dapat
berkembang sesuai dengan potensi yang dimilikinya.
2. Dampak negatif
Dampak negatif dari Otonomi daerah bisa disebut juga dengan masalah yang timbul dari
pelaksanaan Otonomi daerah sejauh ini.
Adanya kecenderungan pemerintah daerah untuk mengeksploitasi rakyat melalui
pengumpulan pendapatan daerah (pungutan liar). Keterbatasan sumberdaya dihadapkan dengan
tuntutan kebutuhan dana (pembangunan dan rutin operasional pemerintahan) yang besar. Hal
tersebut memaksa Pemerintah Daerah menempuh pilihan yang membebani rakyat, misalnya
memperluas dan atau meningkatkan objek pajak dan retribusi. Padahal banyaknya pungutan
hanya akan menambah biaya ekonomi yang akan merugikan perkembangan ekonomi daerah.
Pemerintah daerah yang terlalu intensif memungut pajak dan retribusi dari rakyatnya hanya akam
menambah beratnya beban yang harus ditanggung warga masyarakat.
Penggunaan dana anggaran yang tidak terkontrol. Hal ini dapat dilihat dari pemberian
fasilitas yang berlebihan kepada pejabat daerah. Pemberian fasilitas yang berlebihan ini
merupakan bukti ketidakarifan pemerintah daerah dalam mengelola keuangan daerah.
Rusaknya Sumber Daya Alam. Rusaknya sumber daya alam ini disebabkan karena adanya
keinginan dari Pemerintah Daerah untuk menghimpun pendapatan asli daerah (PAD), di mana
Pemerintah Daerah menguras sumber daya alam potensial yang ada, tanpa mempertimbangkan
dampak negatif/kerusakan lingkungan dan prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable
development). Selain itu, adanya kegiatan dari beberapa orang Bupati yang menetapkan
peningkatan ekstraksi besar-besaran sumber daya alam di daerah mereka, di mana ekstraksi ini
15
merupakan suatu proses yang semakin mempercepat perusakan dan punahnya hutan serta
sengketa terhadap tanah. Akibatnya terjadi percepatan kerusakan hutan dan lingkungan yang
berdampak pada percepatan sumber daya air hampir di seluruh wilayah tanah air. Eksploitasi
hutan dan lahan yang tak terkendali juga telah menyebabkan hancurnya habitat dan ekosistem
satwa liar yang berdampak terhadap punahnya sebagian varietas vegetasi dan satwa langka serta
mikro organisme yang sangat bermanfaat untuk menjaga kelestarian alam.
Bergesernya praktik korupsi dari pusat ke daerah. Praktik korupsi di daerah tersebut terjadi
pada proses pengadaan barang-barang dan jasa daerah (procurement). Seringkali terjadi harga
sebuah barang dianggarkan jauh lebih besar dari harga barang tersebut sebenarnya di pasar
Pemerintahan kabupaten juga tergoda untuk menjadikan sumbangan yang diperoleh dari
hutan milik negara dan perusahaan perkebunaan bagi budget mereka.
Kebijakan pemberian otonomi daerah dan desentralisasi yang luas, nyata, dan bertanggung
jawab kepada daerah merupakan langkah strategis dalam dua hal. Pertama, otonomi daerah dan
desentralisasi merupakan jawaban atas permasalahan lokal bangsa Indonesia berupa ancaman
disintegrasi bangsa, kemiskinan, ketidakmerataan pembangunan, rendahnya kualitas hidup
masyarakat, dan masalah pembangunan sumber daya manusia (SDM). Kedua, otonomi daerah
dan desentralisasi fiskal merupakan langkah strategis bangsa Indonesia untuk menyongsong era
globalisasi ekonomi dengan memperkuat basis perekonomian daerah. Hal-hal yang mendasar
dalam undang-undang ini adalah kuatnya upaya untuk mendorong pemberdayaan masyarakat,
pengembangan prakarsa dan kreativitas, peningkatan peran serta masyarakat, dan pengembangan
peran dan fungsi DPRD. UU ini memberikan otonomi secara penuh kepada daerah kabupaten
dan kota untuk membentuk dan melaksanakan kebijakan menurut prakarsa dan aspirasi
16
masyarakatnya. Artinya, saat sekarang daerah sudah diberi kewenangan penuh untuk
merencanakan, melaksanakan, mengawasi, mengendalikan dan mengevaluasi kebijakan-
kebijakan daerah. Dengan semakin besarnya partisipasi masyarakat ini, desentralisasi kemudian
akan mempengaruhi komponen kualitas pemerintahan lainnya. Salah satunya berkaitan dengan
pergeseran orientasi pemerintah, dari command and control menjadi berorientasi pada tuntutan
dan kebutuhan publik. Orientasi yang seperti ini kemudian akan menjadi dasar bagi pelaksanaan
peran pemerintah sebagai stimulator, fasilitator, koordinator dan entrepreneur (wirausaha) dalam
proses pembangunan. Otonomi Daerah dalam Perekonomian Oleh karena itu, pemberian
otonomi daerah diharapkan dapat meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas sektor
publik di Indonesia. Dengan otonomi, daerah dituntut untuk mencari alternatif sumber
pembiayaan pembangunan tanpa mengurangi harapan masih adanya bantuan dan bagian
(sharing) dari pemerintah pusat dan menggunakan dana publik sesuai dengan prioritas dan
aspirasi masyarakat. Dengan kondisi seperti ini, peranan investasi swasta dan perusahaan milik
daerah sangat diharapkan sebagai pemacu utama pertumbuhan dan pembangunan ekonomi
daerah (enginee of growth). Daerah juga diharapkan mampu menarik investor untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi daerah. Selain itu, pemberian otonomi daerah juga diharapkan dapat
memberikan keleluasaan kepada daerah dalam membangun daerahnya melalui usaha-usaha yang
sejauh mungkin mampu meningkatkan partisipasi aktif masyarakatnya, karena pada dasarnya
pelaksanaan otonomi daerah mengandung tiga misi utama, yaitu :
c. Memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat untuk ikut serta (berpartisipasi)
dalam proses pembangunan daerah.
18
bermakna dan pada akhirnya akan meningkatkan mutu pelayanan kepada masyarakat. Sejalan
dengan itu, pemerintah daerah harus dapat mendayagunakan potensi sumber daya daerah secara
optimal. Karena dengan demikian akan menciptakan berkurangnya tingkat ketergantungan
pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat. Selain itu, daerah dituntut mampu meningkatkan
profesionalisme aparatur pemerintah daerah serta melaksanakan reformasi akuntansi keuangan
daerah dan manajemen keuangan daerah. Tetapi yang paling penting lagi ialah daerah mampu
melaksanakan perencanaan strategik secara benar, sehingga akan memacu terwujudnya otonomi
daerah yang nyata, dinamis, serasi, dan bertanggung jawab, yang dapat memperkokoh basis
perekonomian daerah serta memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dalam menghadapi era
perekonomian global
20
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Otonomi Daerah berasal dari bahasa yunani yaitu authos yang berarti sendiri
dan namos yang berarti undang-undang atau aturan. Otonomi dalam makna sempit dapat
diartikan sebagai “mandiri”. Sedangkan makna yang lebih luas diartikan sebagai “berdaya”.
21
Otonomi daerah, memungkinkan daerah dapat mengaktualisasikan segala potensi terbaik yang
dimilikinya secara optimal. Dimana untuk mewujudkan keadaan tersebut, berlaku proposisi
bahwa pada dasarnya segala persoalan sepatutnya diserahkan kepada daerah untuk
mengidentifikasikan, merumuskan, dan memecahkannya, kecuali untuk persoalan-persoalan
yang memang tidak mungkin diselesaikan oleh daerah itu sendiri.
Otonomi daerah dengan demikian berarti kemandirian suatu daerah dalam kaitan pembuatan dan
pengambilan keputusan mengenai kepentingan daerahnya sendiri.
Ada beberapa peraturan dasar tentang pelaksanaan otonomi daerah,yaitu sebagai berikut:
1) Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18 ayat 1 hingga ayat 7.
2) Undang-Undang No.32 Tahun 2004 yang mengatur tentang pemerintahan daerah.
3) Undang-Undang No.33 Tahun 2004 yang mengatur tentang sumber keuangan negara.
Beberapa tujuan dari otonomi daerah dilihat dari segi politik, ekonomi, pemerintahan dan
sosial budaya, yaitu sebagai berikut.
Dilihat dari segi politik, penyelenggaraan otonomi dimaksudkan untuk mencegah penumpukan
kekuasaan dipusat dan membangun masyarakat yang demokratis, untuk menarik rakyat ikut serta
dalam pemerintahan dan melatih diri dalam menggunakan hak-hak demokrasi.
a. Dilihat dari segi pemerintahan, penyelenggaraan otonomi daerah untuk mencapai
pemerintahan yang efisien.
b. Dilihat dari segi sosial budaya, penyelenggaran otonomi daerah diperlukan agar perhatian
lebih fokus kepada daerah.
c. Dilihat dari segi ekonomi, otonomi perlu diadakan agar masyarakat dapat turut
berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi di daerah masing-masing.
DAFTAR PUSTAKA
Marbun, B. (2005). Otonomi Daerah 1945‐2005 Proses dan Realita Perkembangan Otda Sejak
Zaman Kolonial sampai Saat Ini. Jakarta: Pustaka Sinar harapan.
Nazara, C.M. (2006). Dampak Otonomi Daerah Terhadap Pemekaran Provinsi Banten.Skripsi
pada FEM IPB Bogor: tidak diterbitkan.
Salam, D. (2004). Otonomi Daerah, Dalam Perspektif Lingkungan, Nilai dan Sumber
Daya. Bandung: Djambatan.
22
Sam, C. dkk. (2008). Kebijakan Pendidikan Era Otonomi Daerah. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Widarta. (2001). Cara Mudah Memahami Otonomi Daerah. Yogyakarta: Lapera Pustaka Utama.
23