Isu Legal Dalam Praktek Kepetawatan
Isu Legal Dalam Praktek Kepetawatan
PRAKTEK
KEPETAWATAN
Sabtu, 27 April 2013
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Keperawatan sebagai profesi dituntut untuk mengembangkan keilmuannya sebagai wujud
kepeduliannya dalam meningkatkan kesejahteraan umat manusia baik dalam tingkatan preklinik
maupun klinik. Untuk dapat mengembangkan keilmuannya maka keperawatan dituntut untuk peka
terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungannya setiap saat.
Keperawatan medikal bedah sebagai cabang ilmu keperawatan juga tidak terlepas dari
adanya berbagai perubahan tersebut, seperti teknologi alat kesehatan, variasi jenis penyakit dan
teknik intervensi keperawatan. Adanya berbagai perubahan yang terjadi akan menimbulkan
berbagai trend dan isu yang menuntut peningkatan pelayanan asuhan keperawatan.
Berdasarkan fenomena diatas, penulis tertarik untuk membahas Trend dan Isu Keperawatan
Medikal Bedah serta Implikasinya terhadap Perawat di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
ISU LEGAL DALAM PRAKTEK KEPERAWATAN
A. Pengertian legal
Legal adalah sesuatu yang di anggap sah oleh hukum dan undang-undang (Kamus Besar Bahasa
Indonesia).
B. Dimensi legal
Perawat harus tahu tentang hukum yang mengatur praktiknya untuk memberikan kepastian bahwa
keputusan & tindakan yang dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip hukum:
a) Kontrak dalam Praktek
Kontrak mengandung arti ikatan persetujuan atau perjanjian resmi antara 2 atau lebih partai
untuk mengerjakan atau tidak mengerjaka n.
b) Sebagai tenaga profesioanl yang mempunyai kemampuan memberi jasa keperawatan, askep tidak
akan terwujud tanpa adanya pertemuan & kerja sama antara perawat, pihak yang mengerjakan
perawat & pasien.
c) 2 jenis kontrak yang paling banyak dilakukan dalam keperawatan adalah kontrak antara perawat
& institusi yang memperkerjakan perawat & kontrak antara perawat dengan klien.
d) UU yang mengatur hubungan kerja ini adl UU RI No 13 thn 2003.
e) Dalam konteks hukum kontrak sering disebut perikatan atau perjanjian.
Perikatan berarti mengikat orang yang satu terhadap orang yang lain.
Hal yang mengikat tersebut dapat berupa perbuatan, peristiwa & keadaan (Muhamad,1990).
Hukum perikatan diatur dalam Kitab UU perdata : pasal 1239 menyatakan bahwa perikatan, lahir
karena suatu persetujuan atau karena uu; pasal1234 bhw perikatan ditujukan untuk memberi
sesuatu, berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu.
(2) Dokumentasi
Menurut hukum, jika suatu tindakan tidak didokumentasikan, berarti pihak yang
bertanggung jawab tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan.
Jika perawat tidak melaksanakan atau menyelesaikan suatu aktivitas atau mendokumentasikan
secara tidak benar dapat dituntut melakukan kelalaian atau malpraktik. Dokumentasi keperawatan
harus dapat dipercaya secara legal.
Dokumentasi dapat dipercaya bila memenuhi hal-hal sebagai berikut (Tappen, Weiss &
Whitehead,2001) :
(a) Dilakukan pada periode waktu yang sama
(b) Akurat
(c) Jujur
(d) Tepat
Catatan medis klien adalah sebuah dokumentasi legal & dapat diperlihatkan di pengadilan sebagai
bukti.
(3) Pendelegasian.
American Nurses Association Code for Nurses (1985) menyatakan perawat melatih penilaian
berbasis informasi & menggunakan kompetensi & kualifikasi individu sebagai kriteria dalam
mendapatkan konsultasi, tanggung jawab & mendelegasikan aktivitas keperawatan kepada orang
lain.
Perawat bertanggung gugat terhadap perawatan yang diberikan kepada klien meskipun
perawatan tersebut telah didelegasikan ke bawahannya.
Pendelegasian adalah pemindahan wewenang ke individu yang kompeten untuk melaksanakan
suatu tugas keperawatn tertentu dalam situasi tertentu (NCSBN, 1990)
Untuk mendelegasikan tugas secara aman perawat harus mendelegasikan dengan tepat &
melakukan supervisi secara adekuat (Barter & Furmidge, 1994).
Komponen jaringan pengambilan keputusan untuk pendelegasian (NCSBN,1997) :
(a) Tingkat keparahan klien
(b) Tingkat kemampuan personel pembantu tak berlisensi
(c) Tingkat kemampuan perawat yang berlisensi
(d) Kemungkinan terjadi cedera
(e) Berapa kali keterampilan tersebut dilakukan oleh UAP
(f) Tingkat pengambilan keputsan yang dibutuhkan untuk aktivitas tersebut
(g) Kemampuan klien untuk perawatan diri
AACN (1990) merekomendasikan untuk mempertimbangkan 5 faktor yang mempengaruhi
pendelegasian :
(a) Potensi terjadi bahaya
(b) Kerumitan tugas
(c) Pemecahan masalah dan inovasi yang diperlukan
(d) Hasil akhir yang tidak dapat diperkirakan
(e) Tingkat interaksi dengang klien yang dibutuhkan
Tanggung jawab perawat adalah menyaksikan pemberian persetujuan tindakan, yang meliputi hal-
hal :
(a) Menyaksikan pertukaran antara klien dan dokter
(b) Memastikan bahwa klien benar-benar paham
(c) Menyaksikan klien menandatangani formulir persetujuan tindakan
(d) Jika perawat hanya menyaksikan tanda tangan klien dan tidak pertukaran informasi, perawat
harus menulis “hanya menyaksikan tanda tangan” pada formulir.
3 unsur utama persetujuan tindakan :
(a) Persetujuan harus diberikan secara sukarela
(b) Persetujuan harus diberitahukan oleh individu yang memiliki kapasitas dan kompetensi untuk
memahami
(c) Klien harus diberi cukup informasi agar dapat menjadi pengambil keputusan utama
(5) Insiden dan Manajemen Resiko
Laporan insiden adalah catatan institusi yang diwajibkan oleh jCAHO yang berisi insiden
atau kejadian tidak biasa
Laporan insiden ditulis dengan tujuan :
(a) Memberikan data statistik tentang insiden
(b) Membantu personel kesehatan mencegah insiden di masa datang
Laporan insiden ditinjau oleh departemen manajemen resiko. Manajemen resiko bertugas untuk
mengidentifikasi resiko, mengendalikan kejadian, mencegah dan mengendalikan liabilitas
(Huber,2000)
(6) Surat Wasiat
Surat Wasiat adalah deklarasi seseorang tentang bagaimana properti orang tersebut
dibagikan setelah kematiannya. Perawat dapat diminta menjadi saksi pembuatan surat wasiat. Jika
perawat menyaksikan penandatanganan surat wasiat, perawat harus menulis catatan di catatan
klien bahwa surat wasiat telah dibuat dan persepsi perawat mengenai kondisi fisik dan mental
klien.
(1) Perintah Tidak Meresusitasi (DNR)
Dokter dapat membuat perintah tidak meresusitasi pada klien yang berada dalam tahap penyakit
terminal atau mengharapkan kematian
ANA membuat rekomendasi mengenai program DNR sebagai berikut:
(a) Nilai dan pilihan klien yang kompeten harus selalu diberikan prioritas tertinggi
(b) Ketika klien tidak kompeten, surat pelimpahan kekuasaan atau wakil pembuat keputusan yang
bertindak atas nama klien harus membuat keputusan tentang terapi perawatan kesehatan klien
Keputusan DNR harus selalu menjadi subjek pembahasan yang eksplisit antara klien,
keluarga, setiap wakil pengambil keputusan yang ditunjuk yang bertindak atas nama klien & tim
perawatan kesehatan klien. Perintah DNR harus secara jelas didokumentasikan. Jika bertentangan
dengan keyakinan personal perawat untuk melakukan perintah DNR, perawat sebaiknya
berkonsultasi dengan manajer perawat untik perubahan penugasan.
(2) Eutanasia
Eutanasia adalah tindakan tanpa rasa sakit yang menyebabkan kematian seseorang yang
menderita penyakit yang tidak dapat disembuhkan
Eutanasia disebut pembunuhan dengan belas kasih (mercy killing)
Eutanasia ditinjau secara hukum adl perbuatan yang salah.
(3) Kematian dan Isu terkait
Isu legal di sekitar kematian mencakup pengeluaran sertifikat kematian, pelabelan jenazah,
otopsi, donasi organ dan pemeriksaan penyebab kematian
Perawat memiliki tugas untuk menangani jenazah dengan penuh martabat dan memberi label
jenazah dengan tepat.
(4) Tawar Menawar Kolektif
Tawar menawar kolektif adalah suatu proses pengambilan keputusan formal antara
perwakilan manajemen dan perwakilan tenaga kerja untuk menegosiasikan gaji dan kondisi
pekerjaan, termasuk jam kerja, lingkungan kerja dan keuntungan tambahan dari pekerjaan.
Pada tahun 1999 ANA mendirikan UAN sebagai serikat pekerja untuk perawat terdaftar di
Amerikat Serikat.
Tawar menawar kolektif lebih dari sekedar negosiasi gaji dan jam kerja, tetapi ini adalah
suatu proses kontinu yang dapat menangani masalah pekerjaan dan hubungan dari hari ke hari
dengan cara demokrasi dan teratur.
Keluhan atau kesulitan sehari-hari ditangani melalui prosedur keluhan, suatu rencana formal yang
di buat dalam kontrak.
B. KONSEP TELENURSING
Telenursing akan berkaitan dengan isu aspek legal, peraturan etik dan kerahasiaan pasien sama
seperti telehealth secara keseluruhan. Di banyak negara, dan di beberapa negara bagian di Amerika
Serikat khususnya praktek telenursing dilarang (perawat yang online sebagai koordinator harus
memiliki lisensi di setiap resindesi negara bagian dan pasien yang menerima telecare harus
bersifat lokal) guna menghindari malpraktek perawat antar negara bagian. Isu legal aspek seperti
akontabilitas dan malprakatek, dsb dalam kaitan telenursing masih dalam perdebatan dan sulit
pemecahannya.
Dalam memberikan asuhan keperawatan secara jarak jauh maka diperlukan kebijakan umum
kesehatan (terintegrasi) yang mengatur praktek, SOP/standar operasi prosedur, etik dan
profesionalisme, keamanan, kerahasiaan pasien dan jaminan informasi yang diberikan.
Kegiatan telenursing mesti terintegrasi dengan startegi dan kebijakan pengembangan praktek
keperawatan, penyediaan pelayanan asuhan keperawatan, dan sistem pendidikan dan pelatihan
keperawatan yang menggunakan model informasi kesehatan/berbasis internet.
Perawat memiliki komitmen menyeluruh tentang perlunya mempertahankan privasi dan
kerahasiaan pasien sesuai kode etik keperawatan. Beberapa hal terkait dengan isu ini, yang secara
fundamental mesti dilakukan dalam penerapan tehnologi dalam bidang kesehatan dalam merawat
pasien adalah :
1. Jaminan kerahasiaan dan jaminan pelayanan dari informasi kesehatan yang
diberikan harus tetap terjaga
2. Pasien yang mendapatkan intervensi melalui telehealth harus diinformasikan
potensial resiko (seperti keterbatasan jaminan kerahasiaan informasi, melalui internet
atau telepon) dan keuntungannya
3. Diseminasi data pasien seperti identifikasi pasien (suara, gambar) dapat dikontrol
dengan membuat informed consent (pernyataan persetujuan) lewat email
4. Individu yang menyalahgunakan kerahasiaan, keamanan dan peraturan dan
penyalah gunaan informasi dapat dikenakan hukuman/legal aspek.
Telenursing akan berkaitan dengan isu aspek legal, peraturan, etik dan kerahasiaan
pasiensama seperti telehealth secara keseluruhan. Dibanyak negara, dan di beberapa negara
bagiandi Amerika Serikat khususnya praktek telenursing dilarang (perawat yang online
sebagaikoordinator harus memiliki lisensi di setiap resindesi negara bagian dan pasien
yangmenerima telecare harus bersifat lokal) guna menghindari malpraktek perawat antar
negarabagian. Isu legal aspek seperti akontabilitas dan malprakatek, dsb dalam kaitan
telenursingmasih dalam perdebatan dan sulit pemecahannya
Telenursing melalui telepon triage dan home care merupakan bentuk aplikasi yang
berkembang pesat saat ini. Dalam perawatan pasien di rumah, maka perawat dapat memonitor
tanda-tanda vital pasien seperti tekanan darah, gula darah, berat badan, peak flow pernapasan
pasien melalui internet. Dengan melakukan video conference, pasien dapat berkonsultasi dalam
perawatan luka,injeksi insulin dan penatalaksanaan sesak napas.
Pada akhirnya telenursing dapat meningkatkan partisipasi aktif pasien dan keluarga, terutama
dalam manajemen pribadi penyakit kronik. Dapat memberikan pelayanan akurat, cepat dan
dukungan online, perawatan yang berkelanjutan dan kontak antara perawat dan pasien yang tidak
terbatas.
Untuk dapat diaplikasikan maka ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian :
1. Faktor legalitas
Dapat didefinisikan sebagai otononi profesi keperawatan atau institusi keperawatan yang
mempunyai tanggung jawab dalam pelaksanaan telenursing.
2. Faktor financial
Pelaksanaan telenursing membutuhkan biaya yang cukup besar karena sarana dan prasaranya
sangat banyak. Perlu dukungan dari pemerintah dan organisasi profesi dalam penyediaan aspek
financial dalam pelaksanaan telenursing
3. Faktor Skill
Ada dua aspek yang perlu diperhatikan, yaitu pengetahuan dan skill tentang telenursing. Perawat
dan pasien perlu dilakukan pelatihan tentang aplikasi telenursing. Terlaksananya telenursing
sangat tergantung dari aspek pengetahuan dan skill antara pasien dan perawat. Pengetahuan
tentang telenursing harus didasari oleh pengetahuan tehnologi informasi.
4. Faktor Motivasi
Motivasi perawat dan pasien menjadi prioritas utama dalam pelaksanaan telenursing. Tanpa ada
motivasi dari perawat dan pasien, telenursing tidak akan bisa berjalan dengan baik.
Perawat memiliki komitmen menyeluruh tentang perlunya mempertahankan privasi dan
kerahasiaan pasien sesuai kode etik keperawatan. Beberapa hal terkait dengan isu ini, yang
secara fundamental mesti dilakukan dalam penerapan tehnologi dalam bidang kesehatan dalam
merawat pasien adalah :
1. Jaminan kerahasiaan dan jaminan pelayanan dari informasi kesehatan yang
diberikan harus tetap terjaga
2. Pasien yang mendapatkan intervensi melalui telehealth harus diinformasikan
potensial resiko (seperti keterbatasan jaminan kerahasiaan informasi, melalui internet
atau telepon) dan keuntungannya
3. Diseminasi data pasien seperti identifikasi pasien (suara, gambar) dapat dikontrol
dengan membuat informed consent (pernyataan persetujuan) lewat email
4. Individu yang menyalahgunakan kerahasiaan, keamanan dan peraturan dan
penyalah gunaan informasi dapat dikenakan hukuman/legal aspek.
Pelaksanaan telenursing di Indonesia masih belum berjalan dengan baik disebabkan oleh
karena keterbatasan sumberdaya manusia, keterbatasan sarana dan prasarana serta kurangnya
dukungan pelaksanaan telenursing dari pemerintah. Untuk mensiasati keterbatasan
pelaksanaan telenursing bisa dimulai dengan peralatan yang sederhana seperti pesawat telepon
yang sudah banyak dimiliki oleh masyarakat tetapi masih belum banyak dimanfaatkan untuk
kepentingan pelayanan kesehatan atau pelayanan keperawatan. Telenursing menggunakan
telepon ini dapat diaplikasikan di unit gawat darurat dan home care. Di indonesia sendiri
telenursing baru diterapkan disalah satu universitas negeri terkemuka di Indonesia yakni
Universitas Gajah Mada.
Menurut Britton, Keehner, Still & Walden 1999 ada beberapa keuntungan telenursing
adalah yaitu :
1. Efektif dan efisiensi dari sisi biaya kesehatan, pasien dan keluarga dapat mengurangi
kunjungan ke pelayanan kesehatan (dokter praktek, ruang gawat darurat, RS dan nursing home)
2. Dengan sumber daya minimal dapat meningkatkan cakupan dan jangkauan pelayanan
keperawatan tanpa batas geografis
3. Telenursing dapat mengurangi jumlah kunjungan dan masa hari rawat di RS
4. Dapat meningkatkan pelayanan untuk pasien kronis, tanpa memerlukan biaya dan
meningkatkan pemanfaatan tehnologi
5. Dapat dimanfaatkan dalam bidang pendidikan keperawatan (model distance learning) dan
perkembangan riset keperawatan berbasis informatika kesehatan. Telenursing dapat pula
digunakan dalam pembelajaran di kampus, video conference, pembelajaran online dan
multimedia distance learning. Ketrampilan klinik keperawatan dapat dipelajari dan dipraktekkan
melalui model simulasi lewat secara interaktif.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
1. Telenursing adalah bagian integral dari telehealth
2. Telenursing dapat digunakan untuk memberikan pelayanan keperawatan professional
3. Telenursing dapat meningkatkan kemandirian dan kepuasan pasien serta partisipasi aktif keluarga
4. Telenursing efektif digunakan dalam seting perawatan pasien yang mengalami penyakit kronis dan
penyakit yang menyebabkan ketergantungan
DAFTAR PUSTAKA
http://nenesekaandriyana.blogspot.com/2011/10/isu-legal-dalam-praktek-keperawatan.html
http://google.com
http://findarticles. com/ p/ articles/mi_m0FSW/is_4_18/ai_n18610226
http://www.icn.ch/matters_telenursing.htm
http://www.inna-ppni.or.id/ index.php?name =News &file=article&sid=71
http://ara05.wordpress.com/2009/05/08/telenursing/