Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

Kehamilan biasanya ditandai dengan adanya riwayat terlambat haid dan

keluhan mual muntah. Mual dan muntah dalam kehamilan dikenal dengan

morning sickness, dialami 80% wanita hamil. Mual dan muntah adalah gejala

yang umum dan wajar terjadi pada usia kehamilan trimester I . Mual biasanya

terjadi pada pagi hari, dapat juga timbul setiap saat dan pada malam hari. Gejala

ini biasanya terjadi 6 minggu setelah hari pertama haid terakhir dan berlangsung ±

10 minggu. Derajat beratnya mual dan muntah yang terjadi pada kebanyakan

kehamilan sampai dengan gangguan yang berat dimana keluhan semakin

memburuk, menetap, hingga mengganggu aktivitas sehari-hari dikenal dengan

hiperemesis gravidarum1,2.

Hiperemesis gravidarum adalah muntah yang terjadi pada awal kehamilan

sampai umur kehamilan 20 minggu. Keluhan muntah kadang begitu hebatnya

sehingga segala apa yang dimakan dan diminum dimuntahkan sehingga dapat

mempengaruhi keadaan umum dan mengganggu pekerjaan sehari-hari, berat

badan menurun, dehidrasi dan terdapat aseton dalam urin1,2.

Mual dan muntah mempengaruhi hingga 50% kehamilan,

kebanyakan perempuan mampu mempertahankan kebutuhan cairan dan nutrisi

dengan diet dan simptom akan teratasi hingga akhir trimester I. Etiologinya

belum diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa ahli yang menyatakan bahwa

erat hubungannya dengan endokrin, biokimia dan psikologis 1,2,4.

1
Mual dan muntah terjadi pada 60-80% primigravida dan 40-60%

multigravida. Satu diantara seribu kehamilan, gejala-gejala ini menjadi lebih

berat. Perasaan mual ini disebabkan oleh karena meningkatnya kadar hormon

estrogen dan HCG dalam serum. Pengaruh fisiologik kenaikan hormon ini belum

jelas, mungkin karena sistem saraf pusat atau pengosongan lambung yang

berkurang. Pada umumnya wanita dapat menyesuaikan dengan keadaan ini,

meskipun demikian gejala mual dan muntah yang berat berlangsung sampai 4

bulan. Pekerjaan sehari-hari menjadi terganggu dan keadaan umum menjadi

buruk. Keadaan inilah yang disebut hiperemesis gravidarum. Keluhan gejala dan

perubahan fisiologis menentukan berat ringannya penyakit.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi

Hiperemesis gravidarum adalah suatu penyakit dimana wanita hamil

memuntahkan segala apa yang dimakan dan diminum lebih dari 5 kali sehari

hingga berat badannya sangat turun, turgor kulit berkurang, diuresis berkurang

dan timbul asetonuria. Muntah yang terjadi pada awal kehamilan sampai umur 20

minggu sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari6. Sedangkan dari literatur lain

menyebutkan bahwa hiperemesis gravidarum adalah muntah yang cukup parah

sehingga menyebabkan kehilangan berat badan, dehidrasi, asidosis dari kelaparan,

alkalosis dari kehilangan asam hidroklorid saat muntah dan hipokalemia.7

2.2 Epidemiologi

Mual dan muntah terjadi dalam 50-90% kehamilan. Gejalanya biasanya

dimulai pada gestasi minggu 9-10, memuncak pada minggu 11-13, dan berakhir

pada minggu 14. Pada 1-10% kehamilan, gejala dapat berlanjut melewati 20-22

minggu. Hiperemesis berat yang harus dirawat inap terjadi dalam 0,3-2%

kehamilan3,4.

Mual dan muntah terjadi pada 60-80% primi gravida dan 40-60% multi

gravida. Dari seluruh kehamilan yang terjadi di Amerika Serikat 0,3-2%

diantaranya mengalami hiperemesis gravidarum atau kurang lebih lima dari 1000

kehamilan. Insiden dikatakan meningkat pada masyarakat barat yang tinggal di

daerah perkotaan dibandingkan dengan pedesaan4.

3
Wanita dengan hiperemesis gravidarum dengan kenaikan berat

badan dalam kehamilan yang rendah (7 kg) memiliki risiko yang lebih tinggi

untuk melahirkan

2.3 Klasifikasi

Hiperemesis gravidarum dapat diklasifikasikan secara klinis menjadi

hiperemesis gravidarum tingkat I, II dan III.

 Hiperemesis gravidarum tingkat I

Ditandai oleh muntah yang terus-menerus disertai dengan

penurunan nafsu makan dan minum. Terdapat penurunan berat badan dan

nyeri epigastrium. Pertama-tama isi muntahan adalah makanan, kemudian

lendir beserta sedikit cairan empedu, dan dapat keluar darah jika keluhan

muntah terus berlanjut. Frekuensi nadi meningkat sampai 100 kali per

menit dan tekanan darah sistolik menurun. Pada pemeriksaan fisik

ditemukan mata cekung, lidah kering, penurunan turgor kulit dan

penurunan jumlah urin.11

 Hiperemesis gravidarum tingkat II

Pasien memuntahkan semua yang dimakan dan diminum, berat

badan cepat menurun, dan ada rasa haus yang hebat. Frekuensi nadi berada

pada rentang 100-140 kali/menit dan tekanan darah sistolik kurang dari 80

mmHg. Pasien terlihat apatis, pucat, lidah kotor, kadang ikterus, dan

ditemukan aseton serta bilirubin dalam urin.11

4
 Hiperemesis gravidarum tingkat III

Sangat jarang terjadi. Keadaan ini merupakan kelanjutan dari

hiperemesis gravidarum tingkat II yang ditandai dengan muntah yang

berkurang atau bahkan berhenti, tetapi kesadaran pasien menurun

(delirium sampai koma). Pasien dapat mengalami ikterus, sianosis,

nistagmus, gangguan jantung dan dalam urin ditemukan bilirubin dan

protein.3,11

2.4 Etiologi dan Faktor Resiko

Mual dan muntah mempengaruhi hingga 50% kehamilan, kebanyakan

perempuan mampu mempertahankan kebutuhan cairan dan nutrisi dengan diet dan

simptom akan teratasi hingga akhir trimester pertama. Etiologinya belum

diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa ahli yang menyatakan bahwa erat

hubungannya dengan endokrin, biokimia dan psikologis1,2. Faktor-faktor yang

menjadi predisposisi pasien diantaranya :

a) Faktor Adaptasi Dan Hormonal

Sering terjadi pada primigravida atau nullipara, mola hidatidosa,

diabetes, dan kehamilan ganda akibat peningkatan kadar human Chorionic

Gonadotropin (hCG). Pada wanita yang hamil kekurangan darah lebih sering

terjadi hiperemesis gravidarum dapat dimasukkan dalam ruang lingkup faktor

adaptasi adalah wanita hamil dengan anemia, primigravida, overdistensi

rahim pada hamil ganda dan hamil mola hidatidosa9.

5
b) Faktor Psikologis

Hubungan faktor psikologis dengan kejadian hiperemesis gravidarum

belum jelas. Besar kemungkinan bahwa wanita yang menolak hamil, takut

akan kehamilan dan persalinan, takut kehilangan pekerjaan, keretakan rumah

tangga, diduga dapat menjadi faktor kejadian hiperemesis gravidarum4,9.

c) Faktor gizi/ anemia

Kekurangan gizi dan anemia dapat meningkatkan terjadinya

hiperemesis gravidarum12.

d) Obesitas

Ibu hamil yang obesitas dapat meningkatkan terjadinya hiperemesis

gravidarum13.

e) Riwayat hiperemesis gravidarum

Ibu hamil dengan riwayat hiperemesis gravidarum pada kehamilan

sebelumnya dan riwayat keluarga dengan hiperemesis gravidarum berisiko

lebih tinggi mengalami hiperemesis gravidarum.

Beberapa faktor risiko penyakit hiperemesis gravidarum antara lain adalah

usia ibu, usia gestasi, jumlah gravida, tingkat sosial ekonomi, kehamilan ganda,

kehamilan mola, kondisi psikologis ibu dan adanya infeksi H.pilory. Usia ibu

merupakan faktor risiko dari hiperemesis gravidarum yang berhubungan dengan

kondisi psikologis ibu hamil. Literatur menyebutkan bahwa ibu dengan usia

kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun lebih sering mengalami hiperemesis

gravidarum. Usia gestasi atau usia kehamilan juga merupakan faktor risiko

hiperemesis gravidarum, hal tersebut berhubungan dengan kadar hormon korionik

6
gonadotropin, estrogen dan progesteron di dalam darah ibu. Kadar hormon

korionik gonadotropin merupakan salah satu etiologi yang dapat menyebabkan

hiperemesis gravidarum. Kadar hormon gonadotropin dalam darah mencapai

puncaknya pada trimester pertama, tepatnya sekitar minggu ke 14-16. Oleh karena

itu, mual dan muntah lebih sering terjadi pada trimester pertama.4 Peningkatan

kadar hCG mengakibatkan perubahan atau gangguan (dismotilitas) sistem

pencernaan serta gangguan sistem imun humoral yang diduga sebagai pencetus

infeksi H.pilory selama kehamilan.8

Faktor risiko lain adalah jumlah gravida. Hal tersebut berhubungan dengan

kondisi psikologis ibu hamil dimana ibu hamil yang baru pertama kali hamil akan

mengalami stress yang lebih besar dari ibu yang sudah pernah melahirkan dan

dapat menyebabkan hiperemesis gravidarum, ibu primigravida juga belum mampu

beradaptasi terhadap perubahan korionik gonadotropin, hal tersebut menyebabkan

ibu yang baru pertama kali hamil lebih sering mengalami hiperemesis gravidarum.

Pekerjaan juga merupakan faktor risiko penyakit hiperemesis gravidarum.

Pekerjaan berhubungan dengan kondisi sosial ekonomi yang juga mempengaruhi

pola makan, aktifitas dan stres pada ibu hamil.4

2.5. Patofisiologi

Ada teori yang menyebutkan bahwa perasaan mual adalah akibat dari

meningkatnya kadar korionik gonadotropin, estrogen dan progesteron karena

keluhan ini mucul pada 6 minggu pertama kehamilan yang dimulai dari hari

pertama haid terakhir dan berlangsung selama 10 minggu. Pengaruh fisiologis

hormon korionik gonadotropin, estrogen dan progesteron ini masih belum jelas,

7
mungkin berasal dari sistem saraf pusat akibat berkurangnya sistem pengosongan

lambung.

Secara umum berdasarkan berbagai teori, pada hiperemesis gravidarum

terjadi mual, muntah dan penolakan semua makanan dan minuman yang masuk,

sehingga apabila terus-menerus dapat menyebabkan dehidrasi dan tidak

seimbangnya kadar elektrolit dalam darah. Selain itu hiperemesis gravidarum

mengakibatkan cadangan karbohidrat dan lemak habis terpakai untuk keperluan

energi karena energi yang didapat dari makanan tidak cukup, lalu karena oksidasi

lemak yang tidak sempurna, terjadilah ketosis dengan tertimbunnya asam aseton-

asetik, asam hidroksi butirik dan aseton dalam darah sehingga menimbulkan

asidosis.

Selanjutnya, dehidrasi yang telah terjadi menyebabkan aliran darah ke

jaringan berkurang, hal tersebut menyebabkan pasokan zat makanan dan oksigen

berkurang dan juga mengakibatkan penimbunan zat metabolik yang bersifat toksik

didalam darah. Kemudian, hiperemesis gravidarum juga dapat menyebabkan

kekurangan kalium akibat dari muntah dan ekskresi lewat ginjal, yang menambah

frekuensi muntah yang lebih banyak, dan membuat lingkaran setan yang sulit

untuk dipatahkan. 5.

2.6 Gejala Klinis

Mulai terjadi pada trimester pertama. Gejala klinik yang sering dijumpai

adalah nausea, muntah, penurunan berat badan, ptialism (saliva yang berlebihan),

tanda-tanda dehidrasi, hipotensi dan takikardi. Pemeriksaan laboratorium dapat

dijumpai hiponatremi, hipokalemia, dan peningkatan hematokrit.

8
2.7 Diagnosis

Diagnosis pasien hiperemesis gravidarum diantaranya1,2.

a) Riwayat: biasanya terjadi pada trimester pertama, dapat berlanjut

selama kehamilan.

b) Tanda dan gejala 3.4,5.

1. Amenore yang disertai muntah hebat, pekerjaan sehari-hari terganggu.

2. Mual dan muntah yang sering, lebih dari 10 kali sehari

3. Perasaan tenggorokan kering dan haus

4. Kulit dapat menjadi kering (tanda dehidrasi), turgor kulit yang menurun

5. Berat badan turun dengan cepat

6. Disgeusia (pengecapan buruk dalam mulut)

7. Hipersalivasi (saliva berlebihan)

8. Pada keadaan yang lebih berat dapat timbul ikterus, dan gangguan saraf

9. Tanda vital: nadi meningkat 100 x / menit, tekanan darah menurun pada

keadaan berat, subfebril dan gangguan kesadaran.

10. Fisik: dehidrasi, turgor kulit menurun, kulit pucat, ikterus, sianosis, berat

badan menurun, pada vaginal toucher uterus besar sesuai besarnya

kehamilan, konsistensinya lunak, pada pemeriksaan inspekulo

seviks berwarna biru.

11. Pemeriksaan USG: untuk mengetahui kondisi kesehatan kehamilan dan

kemungkinan adanya kehamilan kembar ataupun kehamilan mola

hidatidosa.

9
c) Uji laboratorium12.

Pemeriksaan labor pada hiperemesis gravidarum meliputi hal-hal

sebagai berikut:

1. Urinalisis untuk menganalisis ketonuria, BJ urin

2. Serum elektrolit: menilai kadar elektrolit untuk mengevaluasi adanya

hiponatremia dan hipokalemia, mengetahui adanya hipokloremia,

asidosis dan alkalosis metabolik, serta menilai fungsi ginjal dan kadar

volume12.

3. Fungsi hati dan bilirubin: mengevaluasi kadar transaminase yang dapat

terjadi pada 50% kasus hiperemesis gravidarum. Transaminase ringan

ini sering menyebabkan mual. Pada HEG terjadi peningkatan

Aspartate Aminotranseferase dan Alanine Amino Transferase,

bilirubin.

4. Enzim Amylase/lipase: kadar enzim amilase meningkat sekitar 10%

pada pasien hiperemesis gravidarum. Kombinasi kadar

enzim amylase dan lipase yang meningkat, jika dicurigai pancreatitis.

5. Pemeriksaan kadar T3, T4, TSH. Hiperemesis gravidarum sering

dikaitkan terhadap keadaan transien hipertiroid dan menekan kadar

TSH pada 50-60% kasus12.

2.8 Penatalaksanaan

1. Non Farmakologi

Tata laksana awal dan utama untuk mual dan muntah tanpa

komplikasi adalah istirahat dan menghindari makanan yang merangsang,

10
seperti makanan pedas, makanan berlemak, atau suplemen besi. Perubahan

pola diet yang sederhana, yaitu mengkonsumsi makanan dan minuman

dalam porsi yang kecil namun sering cukup efektif untuk mengatasi mual

dan muntah derajat ringan.1 Jenis makanan yang direkomendasikan

adalah makanan ringan, kacang-kacangan, produk susu, kacang panjang,

dan biskuit kering. Minuman elektrolit dan suplemen nutrisi peroral

disarankan sebagai tambahan untuk memastikan terjaganya keseimbangan

elektrolit dan pemenuhan kebutuhan kalori. Menu makanan yang banyak

mengandung protein juga memiliki efek positif karena bersifat eupeptic

dan efektif meredakan mual. Manajemen stres juga dapat berperan dalam

menurunkan gejala mual.2

2. Farmakologi

Tata laksana awal

Pasien hiperemesis gravidarum harus dirawat inap dirumah sakit

dan dilakukan rehidrasi dengan cairan natrium klorida atau ringer laktat,

penghentian pemberian makanan per oral selama 24-48 jam, serta

pemberian antiemetik jika dibutuhkan. Penambahan glukosa, multivitamin,

magnesium, pyridoxine, atau tiamin perlu dipertimbangkan. Cairan

dekstrosa dapat menghentikan pemecahan lemak. Untuk pasien dengan

defisiensi vitamin, tiamin 100 mg diberikan sebelum pemberian cairan

dekstrosa. Penatalaksanaan dilanjutkan sampai pasien dapat mentoleransi

cairan per oral dan didapatkan perbaikan hasil laboratorium.

11
Pemberian obat secara intravena dipertimbangkan jika toleransi

oral pasien buruk. Obat-obatan yang digunakan antara lain adalah vitamin

B6 (piridoksin), antihistamin dan agen-agen prokinetik. American College

of Obstetricians and Gynecologists (ACOG) merekomendasikan 10 mg

piridoksin ditambah 12,5 mg doxylamine per oral setiap 8 jam sebagai

farmakoterapi lini pertama yang aman dan efektif. Dalam sebuah

randomized trial, kombinasi piridoksin dan doxylamine terbukti

menurunkan 70% mual dan muntah dalam kehamilan. Suplementasi

dengan tiamin dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi

berat hiperemesis, yaitu Wernicke’s encephalopathy. Komplikasi ini jarang

terjadi, tetapi perlu diwaspadai jika terdapat muntah berat yang disertai

dengan gejala okular, seperti perdarahan retina atau hambatan gerakan

ekstraokular.

Antiemetik konvensional, seperti fenotiazin dan benzamin, telah

terbukti efektif dan aman bagi ibu. Antiemetik seperti proklorperazin,

prometazin, klorpromazin menyembuhkan mual dan muntah dengan cara

menghambat postsynaptic mesolimbic dopamine receptors melalui efek

antikolinergik dan penekanan reticular activating system. Obat-obatan

tersebut dikontraindikasikan terhadap pasien dengan hipersensitivitas

terhadap golongan fenotiazin, penyakit kardiovaskuler berat, penurunan

kesadaran berat, depresi sistem saraf pusat, kejang yang tidak terkendali,

dan glaucoma sudut tertutup. Namun, hanya didapatkan sedikit informasi

mengenai efek terapi antiemetik terhadap janin.

12
Fenotiazin atau metoklopramid diberikan jika pengobatan dengan

antihistamin gagal. Prochlorperazine juga tersedia dalam sediaan tablet

bukal dengan efek samping sedasi yang lebih kecil. Dalam sebuah

randomized trial, metoklopramid dan prometazin intravena memiliki

efektivitas yang sama untuk mengatasi hiperemesis, tetapi metoklopramid

memiliki efek samping mengantuk dan pusing yang lebih ringan. Studi

kohort telah menunjukkan bahwa penggunaan metoklopramid tidak

berhubungan dengan malformasi kongenital, berat badan lahir rendah,

persalinan preterm, atau kematian perinatal. Namun, metoklopramid

memiliki efek samping tardive dyskinesia, tergantung durasi pengobatan

dan total dosis kumulatifnya. Oleh karena itu, penggunaan selama lebih

dari 12 minggu harus dihindari.

Antagonis reseptor 5-hydroxytryptamine (5HT3) seperti

ondansetron mulai sering digunakan, tetapi informasi mengenai

penggunaannya dalam kehamilan masih terbatas. Seperti metoklopramid,

ondansetron memiliki efektivitas yang sama dengan prometazin, tetapi

efek samping sedasi ondansetron lebih kecil. Ondansetron tidak

meningkatkan risiko malformasi mayor pada penggunaannya dalam

trimester pertama kehamilan. Droperidol efektif untuk mual dan muntah

dalam kehamilan, tetapi sekarang jarang digunakan karena risiko

pemanjangan interval QT dan torsades de pointes. Pemeriksaan

elektrokardiografi sebelum, selama dan tiga jam setelah pemberian

droperidol perlu dilakukan.

13
Untuk kasus-kasus refrakter, metilprednisolon dapat menjadi obat

pilihan. Metilprednisolon lebih efektif daripada promethazine untuk

penatalaksanaan mual dan muntah dalam kehamilan. Efek samping

metilprednisolon sebagai sebuah glukokortikoid juga patut diperhatikan.

Dalam sebuah metaanalisis dari empat studi, penggunaan glukokortikoid

sebelum usia gestasi 10 minggu berhubungan dengan risiko bibir sumbing

dan tergantung dosis yang diberikan. Oleh karena itu, penggunaan

glukokortikoid direkomendasikan hanya pada usia gestasi lebih dari 10

minggu.2

Gambar 2.1 Algoritme terapi farmakologi untuk mual dan muntah

dalam kehamilan2.

14
Gambar 2.2 Obat-obatan untuk tata laksana mual dan muntah dalam
kehamilan

2.9 Komplikasi

Muntah yang terus-menerus disertai dengan kurang minum yang

berkepanjangan dapat menyebabkan dehidrasi. Jika terus berlanjut, pasien dapat

mengalami syok. Dehidrasi yang berkepanjangan juga menghambat tumbuh

kembang janin.11 Oleh karena itu, pada pemeriksaan fisik harus dicari apakah

15
terdapat abnormalitas tanda-tanda vital, seperti peningkatan frekuensi nadi (>100

kali per menit), penurunan tekanan darah, kondisi subfebris, dan penurunan

kesadaran. Selanjutnya dalam pemeriksaan fisis lengkap dapat dicari tanda-tanda

dehidrasi, kulit tampak pucat dan sianosis, serta penurunan berat badan.

Selain dehidrasi, akibat lain muntah yang persisten adalah gangguan

keseimbangan elektrolit seperti penurunan kadar natrium, klor dan kalium,

sehingga terjadi keadaan alkalosis metabolik hipokloremik disertai hiponatremia

dan hipokalemia. Hiperemesis gravidarum yang berat juga dapat membuat pasien

tidak dapat makan atau minum sama sekali, sehingga cadangan karbohidrat dalam

tubuh ibu akan habis terpakai untuk pemenuhan kebutuhan energi jaringan.

Akibatnya, lemak akan dioksidasi. Namun, lemak tidak dapat dioksidasi dengan

sempurna dan terjadi penumpukan asam aseton-asetik, asam hidroksibutirik, dan

aseton, sehingga menyebabkan ketosis. Salah satu gejalanya adalah bau aseton

(buah-buahan) pada napas.

Robekan pada selaput jaringan esofagus dan lambung dapat terjadi bila

muntah terlalu sering. Pada umumnya robekan yang terjadi kecil dan ringan, dan

perdarahan yang muncul dapat berhenti sendiri3.

Perempuan hamil dengan hiperemesis gravidarum dan kenaikan berat

badan dalam kehamilan yang kurang (<7 kg) memiliki risiko yang lebih tinggi

untuk melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah, kecil untuk masa

kehamilan, prematur, dan nilai APGAR lima menit kurang dari tujuh.

16
2.10 Prognosis

Tujuan terapi hiperemesis gravidarum adalah untuk mencegah komplikasi

seperti ketonuria, dehidrasi, hipokalemia dan penurunan berat badan lebih dari 3

kg atau 5% berat badan. Penilaian keberhasilan terapi dilakukan secara klinis dan

laboratoris. Secara klinis, keberhasilan terapi dapat dinilai dari penurunan

frekuensi mual dan muntah, frekuensi dan intensitas mual, serta perbaikan tanda-

tanda vital dan dehidrasi. Parameter laboratorium yang perlu dinilai adalah

perbaikan keseimbangan asam-basa dan elektrolit.2

Dengan penanganan yang baik prognosis hiperemesis gravidarum sangat

memuaskan. Literatur lain menyebutkan, prognosis hiperemesis gravidarum

umumnya baik, namun dapat menjadi fatal bila terjadi deplesi elektrolit dan

ketoasidosis yang tidak dikoreksi dengan tepat dan cepat.12

17
BAB III

LAPORAN KASUS

STATUS PASIEN

A. Identitas Pasien

No RM : 184646
Nama : Ny. D
Umur : 26 Tahun
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Alamat : Binjai
Nama Suami : Z
Gravida : G2P1A0
Tgl. Masuk : 17 Agustus 2019

B. Anamnesa Penyakit

1) Keluhan Utama : Mual dan Muntah

2) Telaah :

Pasien datang ke Rumah Sakit DR. R.M Djoelham diantar oleh


suami dengan keluhan mual dan muntah terus-menerus sejak 2 hari
yang lalu . Muntah terutama pagi hari, setelah pasien makan dan
minum, frekuensi > 5 kali. Tidak dijumpai darah (-). Mual dan muntah
semakin bertambah berat setelah makan dan minum atau saat mencium
bau yang busuk dan berkurang saat istirahat. Os Juga mengeluhkan
nyeri perut dibagian ulu hati, nyeri tekan (+). Lemas (+), tidak mampu
melakukan aktivitas sehari-hari (+), bibir terasa kering(+), Pusing (+),
Nafsu makan menurun, BAK dan BAB normal.

18
Pasien pernah mengalami gejala yang sama pada kehamilan
sebelumnya, yaitu pada kehamilan pertama.

3) Riwayat abortus : tidak ada


4) Riwayat Penyakit Terdahulu : tidak ada
5) Riwayat Penyakit Keluarga : tidak ada
6) Riwayat Penyakit Ginekologi : tidak ada
7) Riwayat Penggunaan Obat : tidak ada
C. Riwayat Obstetri
1) HPHT : 14-06-2019
2) TP : 21-03-2020
3) UK : 9 minggu
4) Riwayat Persalinan
– Anak I : 2015, spontan, aterm, laki-laki, berat lahir 3000 gram
– Anak III : Hamil ini
Riwayat Perkawinan
– Pasien menikah satu kali
Riwayat Haid
– Menarche : 14 tahun
– Siklus haid : 28 hari
– Lama : 5-6 hari
– Banyaknya : 2x ganti pembalut
D. Pemeriksaan Fisik

Status Present
1) Keadaan Umum : Tampak Sakit Ringan
2) Sensorium : Compos Mentis
3) Vital Sign
Tekanan darah : 110/70mmHg Nadi : 80 x/menit

Pernapasan : 20 x/menit T : 36, 5˚C

19
4) Berat Badan : 52 kg
5) Tinggi Badan : 155 cm
6) Keadaan Penyakit

 Anemia : (-)
 Sianosis : (-)
 Dyspnoe : (-)
 Ikterus : (-)
 Edema : (-)

Status Lokalisata
1. Kepala : Normochepali
 Mata : Cekung (+), konjungtiva anemis (+/+)
 Telinga : Tidak ditemukan kelainan
 Hidung : Tidak ditemukan kelainan
 Mulut : Kering (+)
 Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-/-)
2. Thorax
 Inspeksi : Simetris
 Palpasi : Stem fremitus kanan dan kiri sama
 Perkusi : Sonor kedua lapangan paru
 Auskultasi : Vesikuler (+/+),suara tambahan (-/-)
3. Abdomen
 Inspeksi : Massa (-),striae gravidarum(-),bekas operasi(-)
 Palpasi : Hati/Lien tidak teraba, nyeri tekan abdomen (+)
epigastrium
 Perkusi : Timpani
 Auskultasi : Peristaltik usus menurun

20
4. Ektremitas

Akral hangat, akral pucat (+/+), turgor menurun (+)

Status Obstetri dan Ginekologi


1. Abdomen
 Inspeksi : Abdomen membesar asimetris
 Palpasi : Fundus uteri serentang pusat, nyeri tekan abdomen (+)
 Perkusi : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Auskultasi : Tidak dilakukan pemeriksaan
2. Genitalia Ekterna
 Inspeksi : Dalam Batas Normal
3. Genitalia Interna
 Vaginal Toucher : Tidak Dilakukan Pemeriksaan

C. Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium

 Darah rutin

Hb : 12,6 gr/dl
Eritrosit : 3,70 juta/uL
Leukosit : 10,85 ribu/ mm3
Hematokrit : 35,0 %
Trombosit : 228.3 ribu/ mm3
2. Pemeriksaan USG
KDR : 9 minggu
DJJ : (+)
Gerak Janin : (+)

21
D. Diagnosis Banding

 Hiperemesis Gavidarum

 Gastritis

E. Diagnosis Kerja

G2P1A0 KDR 9 minggu dengan Hiperemesis Gravidarum


F. Terapi

 IVFD RL 20 gtt/menit

 Inj. Ranitidin 2 x 50 mg (iv)

 Inj. Ondansetron 2 x 4 mg (iv)

22
FOLLOW UP

FOLLOW UP Tgl 17 Agustus 2019 Tgl 18 Agustus 2019 Tgl 19 Agustus 2019

KU Baik Baik Baik

Kesadaran CM CM CM

Keluhan Mual, muntah, nyeri ulu Mual, muntah -


hati (+)

Vital Sign TD : 110/70 mmHg TD : 120/70 mmHg TD : 130/80 mmHg

RR : 20x/i RR : 24x/i RR : 22x/i

HR : 80x/i HR : 80x/i HR : 92x/i

T : 36,50 C T : 36,30 C T : 360 C

Terapi - IVFD RL 20 - IVFD RL 20 - IVFD RL 20


gtt/menit gtt/menit gtt/menit
- Inj. Ranitidin 2 x
- Inj. Ranitidin 2 x - Inj. Ranitidin 2 x
50 mg (iv)
50 mg (iv) 50 mg (iv)
- Inj. Ondansetron
- Inj. Ondansetron 2 x 4 mg (iv) - Inj. Ondansetron
2 x 4 mg (iv) - Vit B6 3 x 1 2 x 4 mg (iv)

- Vit B6 3 x 1 - Vit B6 3 x 1

23
BAB IV

KESIMPULAN

Pada tanggal 17 Agustus 2019, pasien atas nama D usia 26 tahun,


G32P1A0 datang ke RSUD.DR.RM.Djoelham Binjai dengan keluhan mual dan
muntah terus-meerus sejak 2 hari yang lalu . Muntah terutama pagi hari, setelah
pasien makan dan minum, frekuensi > 5 kali . Darah (-). Mual dan muntah
semakin bertambah berat setelah makan dan minum atau saat mencium bau yang
busuk dan berkurang saat istirahat. Os Juga mengeluhkan nyeri perut dibagian
uluhati, nyeri tekan (+). Lemas (+), tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari
(+), bibir terasa kering(+), Pusing (+), Nafsu makan menurun serta BAK dan
BAB normal. Pasien menjelaskan pernah mengalami gejala yang sama pada
kehamilan sebelumnya, yaitu pada kehamilan pertama.

Dari pemeriksaan penunjang, dilakukan pemeriksaan darah lengkap


ditemukan hasil normal. Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang diagnosanya adalah G2P1A0 KDR 9 minggu dengan Hiperemesis
Gravidarum . Dan diberikan terapi : IVFD RL 20 gtt/menit, inj. Ranitidine 2x 50
mg (iv) , inj. Ondansetron 2x 4 mg (iv).

Pada tanggal 19 Agustus 2019 pasien pulang berobat jalan. Pasien


pulang berobat jalan dalam keadaan baik dan tidak ada keluhan.

DAFTAR PUSTAKA

24
Achadiat CM. Prosedur tetap Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: EGC: 2004. hal
72-74

Cunningham FG. Obstetric Williams. Edisi ke-22. McGraw-Hill Companies, Inc.


2007.

Hartanto H. Penyakit Saluran Cerna. Dalam: Cunningham FG. Obstetric


Williams. Edisi ke-21. Jakarta: EGC. 2005. hal 1424-1425.

Mansjoer A. Kapita Selekta Kedokteran Jilid Pertama. Edisi ketiga. Jakarta:


Media Aesculapius FKUI. 2001. hal 259-260.

Mochtar R. Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC. 2004.

Moeloek FA. Hiperemesis Gravidarum. Standar Pelayanan Medik: Obstetri dan


Ginekologi. Jakarta: Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia.
2006. hal 21-22.

Prawirohardjo S,Wiknjosastro H.Hiperemesis Gravidarum. Dalam: Ilmu


Kebidanan; Jakarta; Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo;Jakarta;2009; hal. 815-818.

Sastrawinata S, Martaadisoebrata D, Wirakusumah FF. Ilmu Kesehatan


Reproduksi: Obstetri Patologi. Edisi kedua. Jakarta: EGC. 2004. hal 64-
67.

Wibowo B, Soejoenoes A. Hiperemesis Gravidarum. Dalam: Wiknjosastro H.


Ilmu Kebidanan. Edisi ketiga. Cetakan ketujuh. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2005. hal 275-279

25

Anda mungkin juga menyukai