Anda di halaman 1dari 1

bukan bawaan spesies manusia.

Pasca revolusi industri, standar waktu internasional


seperti GMT (dan perkembangannya seperti Coordinated Universal Time dan Jam
Atom yang jadi standar waktu digital di era kontemporer) dalam arti tertentu berperan
sebagai semacam “birokrasi ekonomi” yang bertugas memilah-milah, sekaligus
menyeragamkan, pertama-tama, standar pergerakan sirkulasi ekonomi.

Penyeragaman waktu yang kian universal ini tepat sekali jika dipandang sebagai
warisan khas kapitalisme. Evans-Pritchard pernah menulis soal konsepsi waktu suku
Nuer yang diatur bukan seturut angka-angka jam yang kita kenal, tetapi aktivitas
menggembala sapi. Waktu makan siang orang Nuer bukan “jam 01.00 siang”, atau
“setelah empat kali bolak balik jam pasir”, melainkan saat semua sapi gembala sudah
berada di hamparan sabana. Evans-Pritchard juga mencatat bahasa suku Nuer bahkan
tidak punya istilah yang mengandung pengertian serupa dengan istilah „waktu‟ yang kita
kenal sekarang. Sebenarnya tidak perlu jauh-jauh ke suku Nuer di Sudan, ada contoh
menarik lagi dari orang Trunyan di Bali. Konon sampai tahun 1975, anak muda orang
Trunyan biasa membeli arloji rusak sebagai perhiasan. Sebabnya tidak lain karena
orang Trunyan sampai saat itu masih memakai konsepsi waktu yang berlainan dengan
saudara sebangsanya di Jakarta. Jika ditanya kapan waktu berangkat ke sawah, orang
Trunyan tidak melihat arloji rusak itu dan menjawab “pukul 05.00 pagi”, melainkan
“Kruyuk siap kadua”, istilah waktu lokal yang menunjuk kokok ayam jago kali kedua
lepas tengah malam. Jadi bisa dikatakan di komunitas-komunitas yang belum terpapar
kapitalisme, masyarakat memiliki kategori waktu khas yang berlainan sekali dengan
yang kita kenal sekarang.

Di ranah pemikiran, adanya perbedaan konsep waktu di sejarah masyarakat melahirkan


konsep-konsep waktu yang berlainan. Konsepsi waktu yang terkoordinasi, dibagi
secara geografis dan memiliki ukuran pusat, dibedakan dengan konsep waktu yang
lebih sederhana. Waktu meski dimaknai berbeda-beda dari satu masyarakat ke
masyarakat lain, pada dasarnya selalu memainkan peran penting dalam organisasi
sosial. Lebih dari itu konsep waktu masyarakat juga selalu direpresentasikan secara
simbolik: bahasa, tulisan, angka-angka. Dengan demikian konsepsi waktu masyarakat
jamak dipahami sebagai bagian aspek kultural. Waktu diciptakan, dibagi dan disepakati
oleh anggota-anggota masyarakat. Pandangan ini agaknya menyuntikkan pengertian

Anda mungkin juga menyukai