Anda di halaman 1dari 5

A.

Judul Percobaan
Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
B. Hari/Tanggal Percobaan
Selasa, 13 Maret 2019, 07.00 WIB
C. Selesai Percobaan
Selasa, 13 Maret 2019, 09.30 WIB
D. Tujuan Percobaan
1. Menentukan komposisi eluen yang tepat dengan metode cincin terkonsentrasi
2. Menentukan nilai Rf dari zat warna pada tanaman dengan menggunakan pelat KLT
E. Dasar Teori
1. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Kromatografi lapis tipis (KLT) atau Thin Layer Chromatography (TLC) adalah
salah satu jenis kromatografi cair-cair dan berdasarkan mekanisme pemisahannya
termasuk kromatografi adsorpsi serta jika ditinjau dari konfigurasinya termasuk
kromatografi planar.
Pada kromatografi, komponen-komponennya akan dipisahkan antara dua buah
fase yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam akan menahan komponen campuran
sedangkan fase gerak akan melarutkan zat komponen campuran. Komponen yang
mudah tertahan pada fase diam akan tertinggal. Sedangkan komponen yang mudah larut
dalam fase gerak akan bergerak lebih cepat. Semua kromatografi memiliki fase diam
(dapat berupa padatan, atau kombinasi cairan-padatan) dan fase gerak (berupa cairan
atau gas).
Fase gerak mengalir melalui fase diam dan membawa komponenkomponen yang
terdapat dalam campuran. Komponen-komponen yang berbeda bergerak pada laju yang
berbeda. Proses kromatografi juga digunakan dalam metode pemisahan komponen gula
dari komponen non gula dan abu dalam tetes menjadi fraksi-fraksi terpisah yang
diakibatkan oleh perbedaan adsorpsi, difusi dan eksklusi komponen gula dan non gula
tersebut terhadap adsorbent dan eluent yang digunakan (Soebagio, dkk., 1999).
a. Fase Diam
Pelaksaanan kromatografi lapis tipis menggunakan sebuah lapis tipis silika
atau alumina yang seragam pada sebuah lempeng gelas atau logam atau plastik
yang keras. Jel silika (atau alumina) merupakan fase diam. Fase diam untuk
kromatografi lapis tipis seringkali juga mengandung substansi yang mana dapat
berpendar flour dalam sinar ultra violet.Fase gerak merupakan pelarut atau
campuran pelarut yang sesuai (Monica, 2019).
b. Fase Gerak
Dalam kromatografi, eluent adalah fasa gerak yang berperan penting pada
proses elusi bagi larutan umpan (feed) untuk melewati fasa diam (adsorbent).
Interaksi antara adsorbent dengan eluent sangat menentukan terjadinya pemisahan
komponen. Oleh sebab itu pemisahan komponen gula dalam tetes secara
kromatografi dipengaruhi oleh laju alir eluent dan jumlah umpan. Eluent dapat
digolongkan menurut ukuran kekuatan teradsorpsinya pelarut atau campuran
pelarut tersebut pada adsorben dan dalam hal ini yang banyak digunakan adalah
jenis adsorben alumina atau sebuah lapis tipis silika. Penggolongan ini dikenal
sebagai deret eluotropik pelarut (Monica, 2019).
1
Dasar pemisahan pada KLT adalah perbedaan kecepatan migrasi di antara
fasa diam yang berupa padatan dan fasa gerak yang merupakan campuran solvent
(eluen) yang juga dikenal dengan istilah pelarut pengembang campur. KLT
merupakan bentuk kromatografi planar, selain kromatografi kertas dan
elektroforesis. Berbeda dengan kromatografi kolom yang mana fase diamnya
diisikan atau dikemas di dalamnya, pada kromatografi lapis tipis, fase diamnya
berupa lapisan yang seragam (uniform) pada permukaan bidang datar yang
didukung oleh lempeng kaca, pelat aluminium atau pelat plastik. Meskipun
demikian, kromatografi planar ini dapat dikatakan sebagai bentuk terbuka dari
kromatografi kolom. Beberapa keuntungan dari kromatografi planar ini :
a. Kromatografi lapis tipis banyak digunakan untuk tujuan analisis.
b. Identifikasi pemisahan komponen dapat dilakukan dengan pereaksi warna,
fluorosensi atau dengan radiasi menggunakan sinar ultraviolet.
c. Dapat dilakukan elusi secara menaik (ascending), menurun (descending), atau
dengan cara elusi 2 dimensi.
d. Ketepatan penentuan kadar akan lebih baik karena komponen yang akan
ditentukan merupakan bercak yang tidak bergerak.
(Khopkar, 1990).

2. Analisis dengan KLT yaitu meliputi 4 tahap:


1. Persiapan Pelat
Pelat KLT perlu dipanaskan terlebih dahulu di dalam oven pada suhu 110°C
sebelum digunakan untuk menghilangkan molekul-molekul air yang terikat dan
mengaktifkan absorben. Karena air yang terikat kuat pada absorben dapat
menghambat terjadinya kesetimbangan dengan molekul- molekul analit. Untuk
pengujian cincin terkonsentrasi, pelat diberi tanda titik dengan pensil untuk tempat
menotolkan noda dan tiap titik memiliki jarak yang sama panjangnya satu sama
lain. Dan untuk penentuan Rf, pelat diberi tanda garis sebagai dengan pensil yang
berjarak 1 cm dari bagian bawah dan 0,5 cm dari bagian atas. Pada pemberian
tandadan garis ini tidak menggunakan tinta melainkan menggunkan pensil karena
jika menggunakan tinta nanti tintanya bisa ikut berpendar atau memancarkan warna
sebab tinta terdiri dari berbagai macam warna.
2. Pemilihan Pelarut pengembang (eluen)
Pemilihan eluen tergantung pada jenis analit yang akan dipisahkan. Eluen
yang menyebabkan seluruh noda yang ditotolkan pada pelat naik sampai batas atas
pelat (solvent front) tanpa mengalami pemisahan berarti eluen terlalu polar.
Sebaliknya jika noda yang ditotolkan sama sekali tidak bergerak berarti eluen
kurang polar. Untuk menguji kesesuain eluen dengan analit digunakan metode
cincin terkonsentrasi yang memberikan gambar sebagai berikut:

2
Gambar 1: efek kepolaran pengembang terhadap noda yang dihasilkan

3. Persiapan Chamber
Chamber yang digunakan dapat berupa bejana, gelas, atau botol dari kaca
dengan dasar rata. Bagian dalam chamber dilapisi dengan kertas saring sampai
seluruh dinding chamber tertutup oleh kertas saring tetapi bagian atas chamber
tidak tertutup kertas saring sekitar 2 –3 cm. Kemudian eluen yang digunakan
dimasukkan kedalam chamber sebanyak 5 mL untuk menjenuhi kertas saring
dengan uap eluen tersebut dan selama proses penjenuhan chamber harus ditutup
dengan pelat kaca sampai kertas saring basah seluruhnya. Kertas saring tidak boleh
melebihi tinggi gelas karena uapnya dapat keluar melalui kertas saring yang berada
di luar gelas sehingga chamber tidak jenuh lagi dan noda tidak naik. Jika kertas
saring terlalu kecil maka chamber tidak akan jenuh semuanya sehingga noda sulit
naik atau berkembang.
4. Tahap Penotolan dan Pengembangan
Untuk pengujian cincin terkonsentrasi, pada sebuah pelat ditotolkan beberapa
noda sampel yang sama kemudian setiap noda ditotolkan eluen yang berbeda.
Sedangkan untuk penentuan Rf, pada sebuah pelat ditotolkan beberapa noda yang
sama di batas bawah pelat. Kemudian pelat dimasukkan ke dalam chamber yang
telah dijenuhkan. Penempatan pelat dilakukan dengan hati-hati sehingga lapisan
tipis fasa diam pelat tidak bersentuhan dengan kertas saring di dalam chamber dan
noda yang ditotolkan tidak terkena pelarut. Setelah pelat diletakkan dengan benar,
chamber ditutup dan dibiarkan eluen merambat naik secara kapiler dan membawa
komponen analit sehingga mencapai batas atas pelat kromatografi tersebut. Setelah
eluen mencapai batas atas pelat, maka pelat segera diangkat dan noda yang
terbentuk ditandai dengan pensil, kemudian diukur Rf-nya. Noda-noda tersebut
kemudian diukur dan dihitung faktor retardasinya (Rf) dengan rumusberikut :

𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑘𝑜𝑚𝑝𝑜𝑛𝑒𝑛


Rf =
𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑒𝑙𝑢𝑒𝑛

Setiap komponen memiliki harga Rf yang tertentu, yang kemudian


dibandingkan dengan Rf senyawa standar. Jika noda tidak tampak, maka dapat
disemprot dengan pereaksi penimbul warna seperti ditizon, ninhidrin, kalium
kromat, ammonium sulfida dan sebagainya. Cara lain adalah dengan menyinari

3
pelat tersebut dengan lampu ultraviolet atau menjenuhkan kertas tersebut dengan
uap iodium (Underwood, 2002).

3. Kunyit (Kurkumin)
Kunyit merupakan salah satu tanaman obat potensial, selain sebagai bahan baku
obat juga dipakai sebagai bumbu dapur dan zat warna alami. Berdasarkan hasil survei
tahun 2003, kebutuhan rimpang kunyit berdasarkan jumlahnya yang diserap oleh
industri obat tradisional di Jawa Timur menduduki peringkat pertama dan di Jawa
Tengah termasuk lima besar bersama-sama dengan bahan baku obat lainnya.
Rimpangnya sangat bermanfaat sebagai antikoagulan, menurunkan tekanan darah, obat
cacing, obat asma, penambah darah, mengobati sakit perut, penyakit hati, karminatif,
stimulan, gatal-gatal, gigitan serangga, diare, rematik. Kandungan utama dalam rimpang
kunyit yaitu minyak atsiri (ar-tumeron, α dan β-tumeron, tumerol, α-atlanton, β-
kariofilen, linalol, 1,8 sineol), kurkumin, resin, oleoresin, desmetoksikurkumin,
bidesmetoksikurkumin, damar, gom, lemak, protein, kalsium, fosfor dan besi. Zat warna
kuning (kurkuminoid) pada kunyit dimanfaatkan sebagai pewarna untuk makanan
manusia.

4. Daun Pandan Suji


Daun suji (Pleomele angustifolia) merupakan tanaman yang dapat menghasilkan
warna hijau karena memiliki pigmen klorofil selain sebagai pewarna pangan, daun suji
diketahui juga dapat digunakan sebagai pewarna kertas, minyak jarak dan minyak
kelapa. Klorofil (chlorophyll) adalah zat pembawa warna hijau pada tumbuh-tumbuhan.
Klorofil berasal dari bahasa Yunani: khloros (hijau kekuningan) dan phullon (daun).
Nama klorofil pada mulanya diberikan pada pigmen-pigmen hijau yang berperan pada
proses fotosintesis tanaman tingkat tinggi, yang kemudian diperluas kepada semua
golongan pigmen porfirin fotosintetik.
Secara kimiawi, klorofil adalah porfirin yang mengandung cincin dasar tetrapirol,
dimana keempat cincin berikatan dengan ion Mg2+. Cincin isosiklik yang kelima berada
dekat dengan cincin pirol ketiga. Dalam cincin keempat, subtituen asam propionat
diesterifikasi oleh diterpen alkohol fitol yang bersifat hidrofobik, dan jika dihilangkan
menjadi hidrofilik (Gross, 1991). Molekul klorofil terdiri dari sebuah porfirin sebagai
kepala, yang bersifat polar (larut dalam air), yang terbentuk dari cincin tetrapirol dengan
sebuah atom Mg dan sebuah fitol sebagai ekor.
Klorofil dapat ditemukan pada daun dan permukaan batang, yaitu di dalam lapisan
spongi di bawah kutikula. Klorofil terletak dalam badan-badan plastid yang disebut
kloroplas. Kloroplas memiliki bentuk yang teratur, di bawah mikroskop lensa lemah
tampak sebagai lempengan berwarna hijau dengan panjang sekitar 5-10 mikrometer dan
lebar 1-2 mikrometer. Klorofil berikatan erat dengan lipid, protein dan lipoprotein.
Kloroplas kering mengandung sekitar 10% klorofil dan 60% protein.
Beberapa jenis klorofil telah diketahui seperti klorofil a, b, c, d, bakterioklorofil a
dan b, dan klorobium klorofil, beberapa tipe klorofil tersebut distribusinya kecil hanya
dua yang perlu diperhatikan karena peranannya dalam warna hijau daun pada tanaman
yaitu klorofil-a dan b. Klorofil a adalah suatu struktur tetrapirol melalui ikatan Mg,
dengan subtitusi metil pada posisi 1, 3, 5 dan 8, vinil pada posisi 2, etil pada posisi 4,
4
propionat yang diesterifikasi dengan fitil alkohol (fitol) pada posisi 7, keto pada posisi 9
dan karbometoksi pada posisi 10. Rumus molekul klorofil-a adalah C55H72N4O5Mg.
Klorofil–b memiliki struktur yang sama dengan klorofil-a, kecuali pada posisi 3
terdapat gugus formil, bukan gugus metil yang dimiliki klorofil a. Rumus empiris dari
klorofil-b adalah C55H70N4O6Mg. Rumus struktur dari klorofil ditentukan oleh Fischer
(1940) di Jerman dan ditegaskan melalui sintesis molekul yang lengkapi oleh
Woodward (1960) di Harvard.
Perbedaan kecil dalam struktur dari dua klorofil menghasilkan perbedaan dalam
penyerapan spektrum, biru-hijau untuk klorofil-a dan kuning-hijau untuk klorofil-b.
Posisi penyerapan maksimum bervariasi sesuai dengan pelarut yang digunakan. Klorofil
merupakan ester dan larut pada pelarut organik. Kandungan klorofil pada beberapa
tanaman sekitar 1% basis kering. Pada semua tanaman hijau, sebagian besar klorofil
berada dalam dua bentuk yaitu klorofil-a dan klorofil-b dengan perbandingan 3.
Klorofil-a terdapat sekitar 75% dari pigmen hijau tanaman. Dengan analisis yang sama,
total klorofil daun suji sebesar 3773 mg/g bahan dengan rasio klorofil a dan klorofil b
sebesar 2:1 (Hakim, 2005).

L. Daftar Pustaka
Hakim, Nurlina. 2005. Evaluasi Sifat Fisiko Kimia dan Mikrobiologis Ekstrak Daun
suji (Pleomele angustifolia, N.E. Brown) Selama Penyimpana suhu Rendah.
Bogor : IPB.
Khopkar S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press.
Gross, J. 1991. Pigments in Vegetables, Chlorophylls and Carotenoids. New
York:Van Nostrand Reinhold.
Roy J. Gritter, James M. Bobbit, Arthur E. S., 1991. Pengantar Kromatografi.
Bandung: ITB.
Sianita, Maria Monica. 2019. Kromatografi. Surabaya: Unipress.
Soebagio, dkk.1999. Kimia Analitik II (JICA). Malang: Jurusan Kimia FMIPA
Universitas Negeri Malang.
Underwood, A.L. dan Day, R.A.Jr. 2002. Analisis Kimia Kunatitatif edisi Keenam.
Jakarta: Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai