Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


“Sumber Ajaran Islam (Sunnah & Ijtihad)”

OLEH
KELOMPOK I :

NADYA FARHANA AFDESYA (14059041)


NOVITA EKA PUTRI (14059043)
FEBY YULIA DARMI (14059133)
WITA FITRI YENI (14059171)
YATI OKTAPIA TANJUNG (14059173)

SEKSI : 201421280179

UNIVERSITAS NEGERI PADANG


2015

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadira Allah SWT yang dengan karunia-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah ini. Dalam makalah ini kami membahas mengenai “Sumber Ajaran
Islam (Sunnah & Ijtihad)”

Makalah ini kami buat guna memenuhi tugas Pendidikan Agama Islam dari Bapak
Sulaiman, S.Pd.I selaku dosen pada mata kuliah umum Pendidikan Agama Islam.

Kami menyadari bahwa kami masih banyak kekurangan dari makalah ini, baik dari
materi maupun teknik penyajiannya, mengingat kurangnya pengetahuan dan pengalaman kami.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan.

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................................. 2


DAFTAR ISI............................................................................................... Error! Bookmark not defined.
BAB I ............................................................................................................................................................ 4
PENDAHULUAN ........................................................................................................................................ 4
A. Latar Belakang .................................................................................................................................. 4
B. Rumusan Masalah ............................................................................................................................. 4
C. Tujuan ............................................................................................................................................... 5
BAB II........................................................................................................................................................... 6
PEMBAHASAN ........................................................................................................................................... 6
1. Pengertian dan Kedudukan Sunnah ............................................................................................. 6
2. Pembagian Sunnah ......................................................................................................................... 7
3. Fungsi dan Peranan Sunnah ........................................................................................................ 10
4. Pengertian dan Kedudukan Ijtihad............................................................................................. 11
5. Pembagian Ijtihad ......................................................................................................................... 12
6. Fungsi dan Peranan Ijtihad ......................................................................................................... 13
BAB III ....................................................................................................................................................... 14
PENUTUP .................................................................................................................................................. 14
Kesimpulan ............................................................................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 15

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sunnah atau hadist merupakan sumber ajaran islam yang kedua sesudah Al-Qur’an.
Sunnah dan hadist adalah dua istilah yang berbeda dari segi bahasa tapi memiliki substansi
yang sama.
Ijtihad berasal dari bahasa jahdun yang artinya bersungguh-sungguh. Sedangkan
pengertian ijtihad menurut istilah ialah menggunakan seluruh kemampuan berpikir secara
maksimal dan dengan sungguh-sungguh untuk mengeluarkan atau untuk menetapkan hukum
syara’ dengan jalan mengistimbatkan (menetapkan hukum) dari Al-Qur’an dan sunnah Rasul
SAW.
Terjadinya perbedaan pengertian Sunnah dikalangan ahli ushul fiqh dengan ahli fiqh
disebabkan perbedaan sudut pandang masing-masing terhadap sunnah. Ulama ushul fiqh
memandang bahwa sunnah tersebut merupakan salah satu sumber atau dalil hukum
sedangkan ulama siqh menempatkan sunnah sebagai salah satu hukum taklifi. Dari
perbedaan pendapat tersebut maka banyak masyarakat yang memiliki pemahaman berbeda
mengenai Sunnah dan Ijtihad.
Dalam penyusunan makalah ini bertujuan untuk menjelaskan atau memaparkan
mengenai Sumber Ajaran Islam (Sunnah & Ijtihad) sehingga dapat diterapkan dalam
kehidupan bermasyarakat.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian & kedudukan Sunnah?
2. Jelaskan pembagian Sunnah?
3. Jelaskan fungsi dan peranan Sunnah?
4. Apakah pengertian & kedudukan Ijtihad?
5. Jelaskan pembagian Ijtihad?
6. Jelaskan fungsi dan peranan Ijtihad?

4
C. Tujuan
1. Untuk memenuhi tugas kelompok Pendidikan Agama Islam
2. Untuk dijadikan bahan dalam kegiatan diskusi
3. Untuk mengetahui pengertian & kedudukan Sunnah
4. Untuk mengetahui pembagian Sunnah
5. Untuk mengetahui fungsi dan peranan Sunnah
6. Untuk mengetahui pengertian & kedudukan Ijtihad
7. Untuk mengetahui pembagian Ijtihad
8. Untuk mengetahui fungsi dan peranan Ijtihad

5
BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian dan Kedudukan Sunnah

Sunnah atau hadist merupakan sumber ajaran islam yang kedua sesudah Al-Qur’an. Sunnah
dan hadist adalah dua istilah yang berbeda dari segi bahasa tapi memiliki substansi yang sama.
sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat Al-Ahzab ayat 21 yang terjemahannya sebagai
berikut : “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagi mu
(yaitu) bagi orang yang mengharap(rahmat) Allah dan (kedatangan) hari akhir dan orang yang
banyak menyebut Allah”. Dari segi bahasa sunnah berarti “Jalan yang biasa dilalui” atau “cara
yang senantiasa dilakukan”, apakah cara itu sesuatu yang baik atau buruk. (Harun,1997:38).

Pengertian kebahasaan ini ditemukan dalam sabda Rasulullah SAW yang terjemahannya :
“Barang siapa yang membiasakan sesuatu yang baik didalam islam, maka ia menerima
pahalanya dan pahala orang-orang sesudahnya yang mengamalkannya. (H.N.Muslim).

Sunnah menurut istilah dapat dilihat dari tiga disiplin ilmu,yaitu ilmu hadist,ilmu fikih, dan
ilmu ushul fiqh. Sunnah menurut para ahli hadist adalah seluruh yang disandarkan kepada Nabi
Muhammad SAW baik berupa perkataan,perbuatan maupun ketetapan atau sifat sebagai manusia
biasa,akhlaknya baik sebelum maupun setelah beliau diangkat menjadi Rasul. Sunnah menurut
ahli ushul fiqh adalah segala yang diriwayatkan dari Nabi Muhammad SAW berupa
perkataan,perbuatan dan ketetapan yang berkaitan dengan hukum.sedangkan sunnah menurut
para ahli fiqh disamping pnegertian yang dikemukakan para ulama ushul fiqh diatas juga
dimaksudkan sebagai salah satu hukum taklifi yang mengandung pengertian “perbuatan yang
apabila dikerjakan mendapat pahala dan apabila ditinggalkan tidak berdosa” sebagaimana yang
dipahami oleh kalangan awam.

Kedudukan dari sunnah dalam Islam adalah sangat agung dan tempatnya sangat mulia.
Sunnah Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam menduduki derajat kedua setelah Al Quran. Dasar
agama yang pertama adalah Kitab Allah Ta’ala dan yang kedua adalah Sunnah Nabi. Sedangkan

6
pondasi dalil-dalil selain keduanya seperti ijma’ (kesepakatan ulama) dan kias adalah mengikuti
keduanya.

2. Pembagian Sunnah

Sunnah dapat dilihat dari tiga segi. Yaitu, dari segi bentuknya,jumlah orang yang
meriwayatkannya dan kualitasnya.

1) Dari segi bentuknya

Pertama, sunnah qauliyah, yaitu ucapan Nabi Muhammad SAW yang didengar oleh
sahabat beliau dan disampaikannya kepada orang lain.

Kedua, sunnah fi’liyah, yaitu perbuatan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW
yang dilihat atau diketahui oleh sahabat,kemudian disampaikannya kepada orang lain dengan
ucapannya.

Ketiga, sunnah taqririyah, yaitu perbuatan seorang sahabat atau ucapannya dihadapan
Nabi atau sepengetahuan Nabi yang tidak ditanggapi atau dicegah oleh Nabi. Diamnya Nabi
disampaikan sahabat kepada orang lain dengan ucapannya. Sebagai contoh pernah pada suatu
kali seorang sahabat memakan daging dhab (binatang padang pasri sejenis kadal) didepan Nabi
SAW,beliau mengetahui apa yang dimakan oleh sahabat tersebut tetapi beliau tidak melarang
atau menyatakan keberatan atas perbuatan itu.

Adapula ulama syariah yang mengelompokkan sunnah dalam dua kelompok, yaitu
sunnah tasyri’iyah dan sunnah ghairu tasyri’iyah. Yang dimaksud dengan sunnah tasyri’iyah
adalah perbuatan atau kebiasaan Nabi SAW yang berimplikasi pada hokum syariat seperti bidang
ibadah,muamalah,dan perintah atau larangan lainnya,semuaya wajib diteladani dan mengikat
semua umat islam. Sedangkan yang dimaksud dengan sunnah ghairu tasyri’iyah adalah
perbuatan atau kebiasaan Nabi SAW yang tidak berimplikasi pada hokum syariat,misalnya hal-
hal yang berkaitan dengan adat kebiasaan beliau sebagai manusia biasa atau sebagai orang arab
yang mungkin menyenangi jenis-jenis makanan tertentu atau model pakaian tertentu termasuk
juga cara makan,minum,berjalan,berpakaian serta memelihara jenggot merupakan tabiat dari
seorang manusia yang dapat dipengaruhi oleh lingkungan atau adat istiadat setempat.

7
2) Dari segi kualitasnya

Ada beberapa istilah yang terdapat dalam ilmu hadist seperti


sanad,matan,rawi,’adalah,dan dhabith. sanad adalah mata rantai yang dilalui sebuah hadist
atau orang-orang yang berperan dalam penyampaian hadist tersebut. Matam adalah ucapan
Nabi SAW itu sendiri atau pengkhabaran tentang perbuatan beliau. Rawi adalah orang yang
sudah melakukah penelitian (takhrij) tentang hadist seperti bukhari,muslim,ahmad dan
sebagainya. ‘adalah (adil) ialah sifat yang dimiliki oleh para pemabawa hadist yang
terpelihara dari dosa dan perbuatan-perbuatan tercela. Sedangkan Dhabith adalah sifat yang
dimiliki oleh para pembawa hadist (sanad) yang memiliki ingatan yang kuat atau catatan
yang rapi.

Uraian berikut ini adalah berkaitan dengan kualitas hadist. Dari segi kualitas hadist
dapat dibedakan dalam tiga kategori sebagai berikut :

a.) Hadist shahih

Hadist shahih adalah hadist yang bersambung sanadnya,yang diriwayatkan oleh rawi
yang adil dan dhabith dari rawi yang lain (juga) adil dan dhabith sampai akhir sanad,dan
hadist itu tidak janggal serta tidak mengandung cacat (illat). Syararat-syarat hafist shahih
yang maqbul ada 6:

1.rawinya ‘adil
2.rawimya dhabit
3.sanad nya bersambung
4.matanya tidak mengandung kerancuan (gharib) dari segi bahasa
5.tidak terdapat cacat yang menyebabka rusaknya hadist tersebut,seperti isinya
yang bertentangan dengan fakta sejarah

b.) Hadist Hasan

Hadist hasan adalah hadist yang bersambung sanad nya di riwayatkan oleh rawi
yang adil,yang rendah tingkat kekuatan daya hafalnya,bahasanya tidak rancu dan tidak
bercacat.

8
c.) Hadist dha’if

Hadist da’if adalah hadist-hadist sahih yang tidak memenuhi persyaratan hadist
sahih dan hasan sebagaimana disebutkan diatas.

3) Dari segi jumlah orang yang meriwayatkan nya


Dari segi jumlah rawi (orang yang meriwayatkanya ) hadist dapat dikelompokkan
kedalam 2 kelompok.
a.) Hadist mutawatir

Hadist mutawati adlah hadist yang di sampaikan oleh banyak rawi yang tidak
memungkinkan mereka sepakat untuk berdusta. Contoh hadist mutawatir adalah
sebagai berikut : Rasulullah S.A.W bersabda : “barang siapa berbuat dusta atas
namaku dengan sengaja, maka hendaklah ia menempati tempat tinggalnya di
neraka”.

b.) Hadist masyhur

Hadist masyhur adalah hadist yang memiliki sanad terbatas yang lebih dari 2.
Hadist masyhur ada yang berkualitas shahih,hasan dan ada juga yang dha’if. Contoh
hadist masyhur : Rasul SAW bersabda: “ bila salah seorang di antara kamu hendak
mendirikan sholat jum’at , maka hendaklah ia mandi”.

Hadist ini di riwayatkan dari Nabi SWA melalui banyak sanad. Contoh hadist
masyhur yang hasan : “ tidak boleh membiarkan datangnya bahaya dan tidak boleh
mendatangkan bahaya”.

Hadist ini di riwayatkan dari Nabi Muhammad SAW melalui banyak sanad tetapi
dinilaibderajatnya hasan oleh Imam Nawawi.

Contoh hadis masyhur yang dha’if: Rasul SAW bersabda : “carilah ilmu walau di
negeri Cina”.

9
Hadis ini diriwayatkan melalui banyak sand dari Anas dan Abu Hurairah, akan
tetapi seluruh sanadnya tidak bergegas dari cacat. Oleh karenanya hadis tersebut jatuh
kedalam kategori hadis masyhur yang dha’if”

c.) Hadist Ahad

Hadist Ahad adalah hadis yang diterima oleh Muhammad SAW secara orang
perorangan sampai kepada rawinya yang terakhir. (Syarifuddin,1997:82). Hadist ahad
ini diterima dan disampaikan secara berantai dari satu orang ke satu orang yang
lainnya, begitu seterusnya.

3. Fungsi dan Peranan Sunnah

Syarifuddin (1997:85-88) mengemukakan fungsin sunnah terhadap Al-Qur’an


sebagai berikut:
1) Fungsi Taqrir, yaitu memperkokoh hokum yang sudah ditetapkan Al-Qur’an.
Misalnya firman Allah SWT dalam Q.S. Al-Baqarah:183 berisi perintah tentang
kewajiban berpuasa bagi umat Islam. Kemudian dating sunnah memperkokohnya
seperti sabda Rasuullah SAW yang terjemahannya sebagai berikut:
“Islam didirikan atas lima perkara, persaksian bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan
Muhammad itu utusan Allah, mendirikan shalat, membayarkan zakat, puasa pada
bulan Ramadhan dan naik haji ke baitullah” (H.R.Bukhari)

2) Fungsi Tafsir/tafshil, yaitu menafsirkan atau merinci ayat-ayat Al-Qur’an yang


mengandung pengertian secara global, misalnya Q.S.al-Baqarah:110 yang berisi
perintah tentang sholat dan membayarkan zakat.

3) Fungsi taqyid,yaitu memberikan batasan terhadap ayat-ayat Al-Qur’an yang


mengandung pengertian secara mutlak. Misalnya Q.S.Al-Baqarah : 180 yang berisi
perintah tentang wajibnya seorang muslim yang sudah mendekati kematiannya untuk
mewasiatkan harta kekayaannya kepada keluarganya. Perintah tersebut bersifat
mutlak karena tidak menjelaskan berapa jumlah harta yang boleh diwasiatkan itu.

10
Kemudian dating sunnah membatasinya bahwa harta yang diwasiatkan itu tidak boleh
melebihi dari sepertiga harta kekayaan yang dimilki.
4) Fungsi ististna, yaitu memberikan pengecualian terhadap pernyataan Al-Qura’an yang
bersifat umum.misalnya surat Al-Maidah ayat 3 berisi pernyataan tentang jenis-jenis
makanan yang diharamkan yaitu : bangkai,darah,daging babi dan sembelihan dengan
menyebutkan nama selain Allah SWT. Kemudian dating sunnah memberikan
pengecualian dengan menghalalkan dua macam bangkai yaitu ikan dan belalang serta
dua bentuk darah yaitu hati dan limpa.
5) Fungsi munsyi’al-hukmu, yaitu membentuk atau menambahkan hokum yang tidak
ditetapkan didalam Al-Qur’an, misalnya sabda Rasulullah SAW yang berisi larangan
memakan semua jenis binatang yang bertaring dan semua jenis burung yang bercakar.

Peranan hadis (sunnah) disamping al-qur’anul karim adalah :

1.) Mempertegas atau memperkuat hukum-hukum yang telah disebutkan dalam al-qur’an
(bayan at-taqriri atau at-ta’kid).
2.) Menjelaskan,menafsirkan dan merinci ayat-ayat al-qur’an yang masih umum dan
samar(bayan at-tafsir).3) mewujudkan suatu hukum atau ajaran yang tidak tercantum
dalam al-qur’an (bayan at-tasyri, namum pada prinsipnya tidak bertentangan dengan
al-qur’an).

4. Pengertian dan Kedudukan Ijtihad

Ijtihad berasal dari bahasa jahdun yang artinya bersungguh-sungguh. Sedangkan


pengertian ijtihad menurut istilah ialah menggunakan seluruh kemampuan berpikir secara
maksimal dan dengan sungguh-sungguh untuk mengeluarkan atau untuk menetapkan
hukum syara’ dengan jalan mengistimbatkan (menetapkan hukum) dari Al-Qur’an dan
sunnah Rasul SAW.
Mahmud Syaltut berpendapat, bahwa ijtihad atau yang biasa disebut arra’yu
mencakup dua pengertian :
a.) Penggunaan pikiran untuk menentukan sesuatu hukum yang tidak ditentukan secara
eksplisit oleh Al-Qur’an dan As-Sunnah.

11
b.) Penggunaan fikiran dalam mengartikan, menafsirkan dan mengambilkan kesimpulan
dari sesuatu ayat atau hadist.

Adapula kedudukan Ijtihad berbeda dengan Al-Qur’an dan as-Sunnah, ijtihad terikat
dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
a.) Pada dasarnya yang ditetapkan oleh ijtihad tidak dapat melahirkan keputusan
yang mutlak absolute. Sebab ijtihad merupakan aktivitas akal pikiran manusia
yang relative. Sebagai produk pikiran manusia yang relative maka keputusan
suatu ijtihad pun adalah relative.
b.) Sesuatu keputusan yang ditetapkan oleh ijtihad,mungkin berlaku bagi seseorang
tapi tidak berlaku bagi orang lain. Berlaku untk satu masa/tempat tapi tidak
berlaku pada masa/tempat yang lain.
c.) Ijtihad tidak berlaku dalamn urusan penambahan ibadah mahdhah. Sebab urusan
ibadah mahdhah hanya diatur oleh Allah dan Rasulullah
d.) Kepurusan ijtihad tidak boleh bertentangan dengan Al-Qur’an dan as-Sunnah
e.) Dalam proses berijtihad hendaknya dipertimbangkan factor-faktor
motivasi,akibat kemaslahatan umum, kemanfaatan bersama dan nilai-nilai yang
menjadi ciri dan jiwa daripada ajaran islam.

5. Pembagian Ijtihad

Pembagian ijtihad, sebagaimana yang dijelaskan al-Syātibi,[10] terbagi kepada tiga bagian
dilihat dari segi dalil yang dijadikan pedoman, yaitu:
a. Ijtihad bayānī, yaitu ijtihad untuk menjelaskan hukum-hukum syara’ dari nash-nash
syāri’ (Al-Qur’an dan al-Sunnah). Ijtihad ini untuk menemukan hukum yang terkandung
dalam nash, namun sifatnya zhannī, baik dari segi ketetapannya maupun dari segi
penunjukannya. Lapangan ijtihād bayāni ini hanya dalam batas pemahaman terhadap
nash dan menguatkan salah satu diantara beberapa pemahaman yang berbeda.
b. Ijtihad qiyāsī, yang artinya ijtihad yang dilakukan untuk menggali dan menemukan
hukum terhadap permasalahan atau suatu kejadian yang tidak ditemukan dalilnya secara
tersurat dalam nash –baik qat'i ataupun zhanni- juga tidak ada ijma' yang telah

12
menetapkan hukumnya. Ijtihad dalam hal ini untuk menetapkan hukum suatu kejadian
dengan merujuk pada kejadian yang telah ada hukumnya, karena antara dua peristiwa itu
ada kesamaan dalam 'illat hukumnya, atau biasa disebut qiyās.
c. Ijtihad Istishlāhī, yaitu ijtihad yang dilakukan untuk menggali, menemukan, dan
merumuskan hukum syar'i dengan cara menetapkan kaidah kulli untuk kejadian yang
ketentuan hukumnya tidak terdapat dalam nash –baik qath'i maupun zhanni-, dan tidak
memungkinkan mencari kaitannya dengan nash yang ada, juga belum diputuskan dalam
ijma'. Dasar pegangan dalam ijtihad macam ketiga ini hanyalah jiwa hukum syara' yang
bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan umat, baik dalam bentuk mendatangkan
manfaat ataupun menghindarkan madharat.

6. Fungsi dan Peranan Ijtihad

Fungsi Ijtihad adalah untuk mendapatkan solusi hukum,jika terdapat suatu


masalah yang harus diterapkan hukumnya,namun tidak dijumpai pada Al-Qur’an dan
Hadist. Fungsi Ijtihad sangat penting karena telah diakui kedudukan dan legalitasnya
dalam islam, namun tidak semua orang dapat melakukan ijtihad, hanya dengan orang-
orang tertentu yang dapat memenuhi syarat-syarat menjadi mujtahid.
Dari pemaparan diatas, nampak sekali bahwa ijtihad memiliki peranan yang
sangat besar dalam pembaruan hukum Islam. Pembaruan tidak mungkin dapat
dilaksanakan tanpa ada mujtahid yang memenuhi syarat untuk melaksanakannya. Antara
pembaruan dan ijtihad ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan, saling
mengisi dan melengkapi. Jika proses ijtihad dapat dilaksanakan dalam proses
pembaharuan hukum Islam secara benar, maka hukum-hukum yang dihasilkan dari
proses ijtihad akan benar pula.

13
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan

Sunnah atau hadist merupakan sumber ajaran islam yang kedua sesudah al- qur’an.
Sunnah dan hadist adalah dua istilah yang berbeda dari segi bahasa tapi memiliki substansi yang
sama. Dan kedudukannya sangat agung dan mulia. Sunnah terbagi atas 3 macam yaitu dari segi
bentuknya, dari segi kualitasnya, dan jumlah orang yang meriwayatkannya. Sedangkan ijtihad
adalah orang yang bersungguh-sungguh dan berfikir secara maksimal untuk mengeluarkan dan
menetapkan hukum. Dan ijtihad terdiri dari beberapa macam yaitu ijtihad bayani, ijtihad qiyasi,
dan ijtihad Istishlāhī. kedudukan dari ijtihad yaitu:

1. Pada dasarnya yang ditetapkan oleh ijtihad tidak dapat melahirkan keputusan yang
mutlak absolute.
2. Sesuatu keputusan yang ditetapkan oleh ijtihad,mungkin berlaku bagi seseorang tapi
tidak berlaku bagi orang lain. Berlaku untk satu masa/tempat tapi tidak berlaku pada
masa/tempat yang lain.
3. Ijtihad tidak berlaku dalamn urusan penambahan ibadah mahdhah. Sebab urusan
ibadah mahdhah hanya diatur oleh Allah dan Rasulullah
4. Kepurusan ijtihad tidak boleh bertentangan dengan Al-Qur’an dan as-Sunnah
5. Dalam proses berijtihad hendaknya dipertimbangkan factor-faktor motivasi,akibat
kemaslahatan umum, kemanfaatan bersama dan nilai-nilai yang menjadi ciri dan jiwa
daripada ajaran islam.

14
DAFTAR PUSTAKA

Rahman L, Abd, Dkk, 2014,Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi Umum,Padang,
UNP Press.

Faridi, Miftah,1991,Pokok-Pokok Ajaran Islam, Bandung,Penerbit Pustaka.

http://ghofur-ulya.blogspot.com

http://www.artikelsiana.com

www.berharapdanberbagihikmahperananijtihaddalampembaharuanhukumislamdiindonesia.com

www.KedudukanSunnahdalamIslamGamisdanKurma.com

www.Muslimspot.comSyarat,Pembagian,danRuangLingkupIjtihad.com

15

Anda mungkin juga menyukai