Anda di halaman 1dari 20

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Citra tubuh

2.1.1 Pengertian

Perubahan merupakan suatu proses dimana terjadinya peralihan atau

perpindahan dari status tetap (statis) menjadi status yang bersifat dinamis artinya

dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang ada. Perubahan dapat mencakup

keseimbangan personal, sosial maupun organisasi untuk dapat menjadikan

perbaikan atau penyempurnaan serta dapat menerapkan ide atau konsep terbaru

dalam mencapai tujuan tertentu (Hidayat, 2007).

Menurut Honigman dan Castle, body image adalah gambaran mental

seseorang terhadap bentuk dan ukuran tubuhnya, bagaimana seseorang

mempersepsikan dan memberikan penilaian atas apa yang dia pikirkan dan

rasakan terhadap ukuran dan bentuk tubuhnya, dan bagaimana kira-kira penilaian

orang lain terhadap dirinya. Sebenarnya, apa yang dia pikirkan dan rasakan,

belum tentu benar-benar merepresentasikan keadaan yang aktual, namun lebih

merupakan hasil penilaian diri yang subyektif (Dewi, 2009). Citra tubuh

membentuk persepsi seseorang tentang tubuh, baik secara internal maupun

eksternal. Persepsi ini mencakup perasaan dan sikap yang ditujukan pada tubuh.

Citra tubuh dipengaruhi oleh pandangan pribadi tentang karakteristik dan

kemampuan fisik dan oleh persepsi dari pandangan orang lain (Potter, 2005).

Citra tubuh adalah sikap individu terhadap tubuhnya, baik secara sadar

maupun tidak sadar, meliputi performance, potensi tubuh, fungsi tubuh serta

persepsi dan perasaan tentang ukuran tubuh dan bentuk tubuh (Sunaryo, 2004).

Universitas Sumatera Utara


7

Sejak lahir individu mengeksplorasikan bagian tubuhnya, menerima reaksi

tubuhnya dan menerima stimulus orang lain. Pandangan realistis terhadap diri,

menerima dan menyukai bagian tubuh akan memberi rasa aman, terhindar dari

rasa cemas dan meningkatkan harga diri. Persepsi dan pengalaman individu

terhadap tubuhnya dapat mengubah citra tubuh secara dinamis. Persepsi orang lain

dilingkungan pasien terhadap tubuh pasien turut mempengaruhi penerimaan

pasien pada dirinya (Keliat, 1998). Citra tubuh adalah bagaimana cara individu

mempersepsikan tubuhnya, baik secara sadar maupun tidak sadar yang meliputi

ukuran, fungsi, penampilan, dan potensi tubuh berikut bagian-bagiannya. Dengan

kata lain, citra tubuh adalah kumpulan sikap individu, baik yang disadari ataupun

tidak yang ditujukan terhadap dirinya.

Beberapa hal terkait citra tubuh antara lain fokus individu terhadap bentuk

fisiknya, cara individu memandang dirinya yang berdampak penting terhadap

aspek psikologis individu tersebut, citra tubuh seseorang yang dipengaruhi oleh

sikap dan respon orang lain terhadap dirinya, dan eksplorasi individu terhadap

dirinya, gambaran yang realistis tentang menerima dan menyukai bagian tubuh

akan memberi rasa aman serta mencegah kecemasan dan meningkatkan harga diri,

individu yang stabil, realistis dan konsisten terhadap citra tubuhnya dapat

mencapai kesuksesan dalam hidup (Mubarak, 2008).

2.1.2 Gangguan Citra Tubuh

Citra tubuh membangun sebuah kompleks yang didefenisikan oleh kita

“persepsi, pikiran dan perasaan mengenai pengalaman tubuh” yang tertanam dan

dibentuk dalam konteks sosial budaya. Kita tidak hanya menyediakan rasa diri,

citra tubuh juga mempengaruhi bagaimana kita berpikir, bertindak dan

Universitas Sumatera Utara


8

berhubungan dengan orang lain, yang tiba-tiba mengalami perubahan dalam satu

penampilan fisik yang dapat hadir signifikan dan kompleks sebagai tantangan

psikologis (Wald & Alvaro, 2004).

Gangguan citra tubuh adalah perubahan persepsi tentang tubuh yang

diakibatkan oleh perubahan ukuran bentuk, struktur, fungsi, keterbatasan, makna

dan objek yang sering kontak dengan tubuh.

Gangguan citra tubuh biasanya melibatkan distorsi dan persepsi negatif

tentang penampilan fisik mereka. Perasaan malu yang kuat, kesadaran diri dan

ketidaknyamanan sosial sering menyertai penafsiran ini. Sejumlah perilaku

menghindar sering digunakan untuk menekan emosi dan pikiran negatif, seperti

visual menghindari kontak dengan bagian tubuh yang berubah dan mengabaikan

kebutuhan perawatan diri. Pada akhirnya reaksi negatif ini dapat mengganggu

proses perawatan dan penyembuhan serta rehabilitasi dan berkontribusi untuk

meningkatkan isolasi sosial (Wald & Alvaro, 2004).

Individu yang mempunyai gangguan bentuk tubuh bisa tersembunyi atau

tidak kelihatan atau dapat juga meliputi suatu bagian tubuh yang berubah secara

signifikan dalam bentuk struktur yang disebabkan oleh rasa trauma atau penyakit.

Beberapa individu boleh juga menyatakan perasaan ketidakberdayaan,

keputusasaan, dan kelemahan, dan boleh juga menunjukkan perilaku yang bersifat

merusak terhadap dirinya sendiri, seperti penurunan pola makan atau usaha bunuh

diri. (Kozier, 2004).

Suatu gangguan citra tubuh dapat diketahui perawat dengan

mewawancarai dan mengamati pasien secara berhati-hati untuk mengidentifikasi

bentuk ancaman dalam citra tubuhnya (fungsi signifikan bagian yang terlibat,

Universitas Sumatera Utara


9

pentingnya penglihatan dan penampilan fisik bagian yang terlibat); arti kedekatan

pasien terhadap anggota keluarga dan anggota penting lainnya dapat membantu

pasien dan keluarganya (Kozier, 2004).

Respon pasien terhadap kelainan bentuk atau keterbatasan meliputi

perubahan dalam kebebasan. Pola ketergantungan dalam komunikasi dan

sosialisasi. Respon terhadap kelainan bentuk atau keterbatasan dapat berupa

respon penyesuaian yang menunjukkan rasa sedih dan duka cita (rasa shock,

kesangsian, pengingkaran, kemarahan, rasa bersalah atau penerimaan) dan respon

mal-adaptip yang merupakan lanjutan terhadap penyangkalan yang berhubungan

dengan kelainan bentuk atau keterbatasan yang tejadi pada diri sendiri. Perilaku

yang bersifat merusak, berbicara tentang perasaan tidak berharga atau perubahan

kemampuan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan.

Respon terhadap pola kebebasan – ketergantungan dapat berupa respon

penyesuaian: merupakan tanggung jawab terhadap rasa kepedulian (membuat

keputusan) dalam mengembangkan perilaku kepedulian yang baru terhadap diri

sendiri, menggunakan sumber daya yang ada, interaksi yang saling mendukung

dengan keluarga dan respon maladaptif: menunjukkan rasa tanggung jawab akan

rasa kepeduliannya terhadap yang lain yang terus-menerus bergantung atau

dengan keras menolak bantuan.

Respon terhadap Sosialisasi dan Komunikasi dapat berupa respon

penyesuaian berupa memelihara pola sosial umum, kebutuhan komunikasi dan

menerima tawaran bantuan, dan bertindak sebagai pendukung bagi yang lain dan

respon mal-adaptip berupa mengisolasikan dirinya sendiri, memperlihatkan sifat

Universitas Sumatera Utara


10

kedangkalankepercayaan diri dan tidak mampu menyatakan rasa ;menjadi diri

sendiri, dendam, malu, frustrasi, tertekan (Carol, 1997).

2.1.3 Faktor-Faktor yang mempengaruhi Citra Tubuh

Citra tubuh dipengaruhi oleh pertumbuhan kognitif dan perkembangan

fisik. Perubahan perkembangan yang normal seperti pertumbuhan dan penuaan

mempunyai efek penampakan yang lebih besar pada tubuh dibandingkan dengan

aspek lainnya dari konsep diri. Selain itu, sikap dan nilai kultural dan sosial juga

mempengaruhi citra tubuh. Pandangan pribadi tentang karakteristik dan

kemampuan fisik dan oleh persepsi dan pandangan orang lain. Cara individu

memandang dirinya mempunyai dampak yang penting pada aspek psikologinya.

Pandangan yang realistik terhadap dirinya, menerima dan mengukur bagian

tubuhnya akan membuatnya lebih merasa aman sehingga terhindar dari rasa

cemas dan meningkatkan harga diri. Proses tumbuh kembang fisik dan kognitif

perubahan perkembangan yang normal seperti pertumbuhan dan penuaan

mempunyai efek penampakan yang lebih besar pada tubuh bila dibandingkan

dengan aspek lain dari konsep diri (Potter, 2005).

2.1.4 Citra Tubuh Terganggu dan Tidak Terganggu

Citra tubuh yang terganggu merupakan suatu persepsi yang salah

mengenai bentuk individu, perasan yang bertentangan dengan kondisi tubuh

individu sebenarnya. Individu merasa bahwa hanya orang lain yang menarik dan

bentuk tubuh dan ukuran tubuh individu adalah sebuah tanda kegagalan pribadi.

Individu merasakan malu, self-conscious, dan khawatir akan badannya. Individu

merasakan canggung dan gelisah terhadap badannya (Dewi, 2009).

Universitas Sumatera Utara


11

Citra Tubuh yang tidak terganggu merupakan suatu persepsi yang benar

tentang bentuk individu, individu melihat tubuhnya sesuai dengan kondisi yang

sebenarnya. Individu menghargai badan/tubuhnya yang alami dan individu

memahami bahwa penampilan fisik seseorang hanya berperan kecil dalam

menunjukkan karakter mereka dan nilai dari seseorang. Individu merasakan

bangga dan menerimanya bentuk badannya yang unik dan tidak membuang waktu

untuk mengkhawatirkan hal yang lain. Individu merasakan yakin dan nyaman

dengan kondisi badannya (Dewi, 2009).

2.1.5 Tanda dan gejala gangguan citra tubuh :

Adapun tanda dan gejala dari gangguan citra tubuh yaitu menolak melihat

dan menyentuh bagian tubuh yang berubah, tidak menerima perubahan tubuh

yang telah terjadi/akan terjadi, menolak penjelasan perubahan tubuh, persepsi

negatif pada tubuh, preokupasi dengan bagian tubuh yang hilang, mengungkapkan

keputusasaan, mengungkapkan ketakutan (Harnawatiaj, 2008).

2.1.6 Pengkajian

Pengkajian perubahan citra tubuh terintegrasi dengan pengkajian lain.

Setelah diagnosa, tindakan operasi dan program terapi biasanya tidak segera

tampak respon pasien terhadap perubahan-perubahan. Tetapi perawat perlu

mengkaji kemampuan pasien untuk mengintegrasikan perubahan citra tubuh

secara efektif (Keliat, 1998).

Disamping pengkajian secara fisik perawat melakukan pengkajian pada

kondisi psikologis (respon emosi) pasien yaitu adanya kemungkinan terjadi

kecemasan pada pasien melalui penilaian pasien terhadap kondisi tubuhnya paska

operasi , penerimaan pasien pada keadaan sekarang dan dampak operasi terhadap

Universitas Sumatera Utara


12

gaya hidup. Kaji juga tingkat kecemasan akibat operasi itu sendiri. Disamping itu

juga dilakukan pengkajian yang mengarah pada antisipasi terhadap nyeri yang

timbul. Perawat melakukan pengkajian pada gambaran diri pasien dengan

memperhatikan tingkat persepsi pasien terhadap dirinya, menilai gambaran ideal

diri pasien dengan meninjau persepsi pasien terhadap perilaku yang telah

dilaksanakan dan dibandingkan dengan standar yang dibuat oleh pasien sendiri,

pandangan pasien terhadap rendah dalam antisipasif, gangguan penampilan peran

dan gangguan identitas.

2.1.7 Diagnosa Keperawatan

Selama pasien dirawat, perawat melakukan tindakan untuk diagnosa

potensial, dan akan dilanjutkan oleh perawat di Unit Rawat Jalan untuk

memonitor kemungkinan diagnosa aktual.

Beberapa diagnosa gangguan citra tubuh adalah potensial gangguan citra

tubuh yang berhubungan dengan efek pembedahan serta menarik diri yang

berhubungan dengan perubahan penampilan (Keliat, 1998).

Adapun Diagnosa yang mungkin muncul diantaranya:

1. Gangguan konsep diri : Gangguan Citra Tubuh

2. Isolasi social : menarik diri

3. Deficit perawatan diri

2.1.8 Rencana Tindakan Keperawatan

Tujuan tindakan keperawatan bagi pasien perubahan citra tubuh adalah

meningkatkan keterbukaan dan hubungan saling percaya, peran serta pasien sesuai

dengan kemampuan yang dimiliki, mengidentifikasi perubahan citra tubuh,

menerima perasaan dan pikirannya, menetapkan masalah yang dihadapinya,

Universitas Sumatera Utara


13

mengidentifikasi kemampuan koping dan sumber pendukung lainnya, melakukan

tindakan yang dapat mengembalikan integritas diri (Keliat, 1998). Setelah seluruh

tujuan diatas tercapai maka pasien dapat mengintegrasikan pada konsep dirinya

perubahan citra tubuh yang terjadi.

SP Pasien Gangguan Citra Tubuh

Tujuan Umum :

o Kepercayaan diri klien kembali normal

Tujuan khusus :

o Pasien dapat mengidentifikasi citra tubuhnya .

o Pasien dapat mengidentifikasi potensi (aspek positif).

o Pasien dapat melakukan cara untuk meningkatkan citra tubuh.

o Pasien dapat berinteraksi dengan orang lain.

Intervensi

o Diskusikan persepsi pasien tentang citra tubuhnya yang dulu dan saat ini,

perasaan dan harapan yang dulu dan saat ini terhadap citra tubuhnya.

o Diskusikan potensi bagian tubuh yang lain.

o Bantu pasien untuk meningkatkan fungsi bagian tubuh yang terganggu.

o Ajarkan untuk meningkatkan citra tubuh.

o Gunakan protese, wig, kosmetik atau yg lainnya sesegera mungkin, gunakan

pakaian yang baru.

o Motivasi pasien untuk melihat bagian yang hilang secara bertahap.

o Bantu pasien menyentuh bagian tersebut.

o Motivasi pasien untuk melakukan aktifitas yang mengarah kepada

pembentukan tubuh yang ideal.

Universitas Sumatera Utara


14

o Lakukan interaksi secara bertahap

o Susun jadual kegiatan sehari-hari.

o Dorong melakukan aktifitas sehari dan terlibat dalamkeluarga dan

sosial.keluarga dan sosial.

o Dorong untuk mengunjungi teman atau orang lain yang berarti/mempunyai

peran pentingbaginya.

o Beri pujian thd keberhasilan pasienmelakukan interaksi.

SP Keluarga Pasien Gangguan Citra Tubuh

Tujuan umum :

o Keluarga dapat membantu dalam meningkatkan kepercayaan diri klien

Tujuan khusus :

o Keluarga dapat mengenal masalah gangguan.

o Keluarga dapat mengenal masalah gangguancitra tubuhcitra tubuh.

o Keluarga mengetahui cara mengatasi.

o Keluarga mengetahui cara mengatasimasalah gangguan citra tubuhmasalah

gangguan citra tubu.

o Keluarga mampu merawat pasien gangguan citra tubuh.

o Keluarga mampu mengevaluasi kemampuan

o Keluarga mampu mengevaluasi kemampuan pasien dan memberikan pujian

atas pasien dan memberikan pujian atas keberhasilannya.

Intervensi

o Jelaskan dengan keluarga tentang gangguan citra tubuh yang terjadi pada

pasien.

o Jelaskan kepada keluarga cara mengatasi gangguan citra tubuh.

Universitas Sumatera Utara


15

o Ajarkan kepada keluarga cara merawat pasien.

o Menyediakan fasilitas untuk memenuhi kebutuhan pasien dirumah.

o Memfasilitasi interaksi dirumah.

o Melaksanakan kegiatan dirumah dan sosial.

o Memberikan pujian atas keberhasilan pasien.

2.1.9 Evaluasi

Keberhasilan tindakan terhadap perubahan gambaran tubuh pasien dapat

diidentifikasi melalui perilaku pasien yaitu memulai kehidupan sebelumnya

termasuk hubungan interpersonal dan sosial, pekerjaan dan cara berpakaian,

mengemukakan perhatiannya terhadap perubahan citra tubuh, memperlihatkan

kemampuan koping, kemampuan meraba, melihat, memperlihatkan bagian tubuh

yang berubah, kemampuan mengintegritasikan perubahan dalam kegiatan

(pekerjaan, rekreasi dan seksual), harapan yang disesuaikan dengan perubahan

yang terjadi, mampu mendiskusikan perubahan (Keliat, 1998).

Penyesuaian terhadap perubahan citra tubuh melalui proses seperti berikut:

a. Syok psikologis merupakan reaksi emosional terhadap dampak perubahan dan

dapat terjadi pada saat pertama terjadinya fraktur maupun setelah post operasi

fraktur. Syok psikologis digunakan sebagai reaksi terhadapa ansietas.

Informasi yang terlalu banyak dan kenyataan perubahan tubuh membuat

pasien menggunakan mekanisme pertahanan seperti mengingkari, menolak,

projeksi untuk mempertahankan keseimbangan diri.

b. Menarik diri, pasien menjadi sadar akan kenyataan, ingin lari dari kenyataan

tetapi karena tidak mungkin maka pasien menghindari/lari secara emosional.

Universitas Sumatera Utara


16

Pasien menjadi positif, tergantung, tidak ada motivasi dan keinginan untuk

berperan dalam perawatannya.

c. Penerimaan/pengakuan secara bertahap. Setelah pasien sadar akan kenyataan

maka respon kehilangan/ berduka muncul. Setelah fase ini pasien mulai

melakukan reintegrasi dengan citra tubuh yang baru.

d. Integrasi merupakan proses yang panjang dapat mencapai beberapa bulan,

oleh karena itu perencanaan pulang dan perawatan dirumah perlu

dilaksanakan. Pasien tidak sesegera mungkin dilatih (Keliat, 1998).

2.2 Konsep Fraktur

2.2.1 Pengertian

Menurut Admin (2005), fraktur adalah keadaan dimana hubungan

kesatuan jaringan tulang terputus. Tulang mempunyai daya lentur dengan

kekuatan yang memadai, apabila trauma melebihi dari daya lentur tersebut maka

terjadi fraktur, terjadinya fraktur disebabkan karena trauma, stress kronis dan

berulang maupun pelunakan tulang yang abnormal. Menurut Apley (1995), fraktur

adalah suatu patahan kontinuitas struktur tulang, patahan mungkin lebih dari satu

retakan.

Fraktur ekstremitas bawah adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang

atau tulang rawan yang terjadi pada ekstremitas bawah yang umumnya

disebabkan oleh ruda paksa. Trauma yang menyebabkan fraktur dapat berupa

trauma langsung, misalnya yang sering terjadi benturan pada ekstremitas bawah

yang menyebabkan fraktur pada tibia dan fibula dan juga dapat berupa trauma

tidak langsung misalnya jatuh bertumpu pada tangan yang menyebabkan tulang

klavikula atau radius distal patah (Sjamsuhidajat & Jong, 2005).

Universitas Sumatera Utara


17

2.2.2. Klasifikasi Fraktur

Beberapa jenis fraktur yang sering terjadi akibat trauma, cedera maupun

disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, antara lain :

1. Fraktur komplet/tidak komplet

Fraktur komplet adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan

biasanya mengalami pergeseran (bergeser dari posisi normal). Fraktur tidak

komplet, patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang.

2. Fraktur tertutup

Fraktur tertutup merupakan fraktur yang tidak menyebabkan robeknya kulit.

3. Fraktur terbuka (fraktur komplikata/kompleks)

Merupakan fraktur dengan luka pada kulit atau membrana mukosa sampai

ke bagian yang fraktur. Fraktur terbuka digradasi menjadi; Gradasi I dengan luka

bersih kurang dari 1 cm panjangnya, kerusakan jaringan lunak sedikit; Grada si II

luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif; Gradasi yang

sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan jaringan lunak ekstensif,

merupakan kondisi yang paling berat.

2.2.3. Jenis-jenisFraktur Ekstremitas Bawah

Menurut Lewis et al (2000) jenis-jenis fraktur pada bagian ekstremitas

bawah, antara lain :

1. Fraktur collum femur (fraktur hip)

Mekanisme fraktur dapat disebabkan oleh trauma langsung (direct)dan

trauma tidak langsung (indirect).Trauma langsung (direct) biasanya penderita

jatuh dengan posisi miring dimana daerah trochanter mayor langsung terbentur

dengan benda keras. Trauma tidak langsung (indirect) disebabkan gerakan

Universitas Sumatera Utara


18

exorotasi yang mendadak dari tungkai bawah. Karena kepala femur terikat kuat

dengan ligamen didalam acetabulum oleh ligamen iliofemoral dan kapsul sendi,

mengakibatkan fraktur didaerah collum femur. fraktur leher femur kebanyakan

terjadi pada wanita tua (60 tahun keatas) dimana tulang sudah mengalami

osteoporosis.

2. Fraktur subtrochanter femur

Fraktur subtrochanter femur ialah dimana garis patah berada 5 cm distal

dari trochanter minor. Mekanisme fraktur biasanya trauma langsung dapat terjadi

pada orang tua biasanya disebabkan oleh trauma yang ringan seperti jatuh dan

terpeleset dan pada orang muda biasanya karena trauma dengan kecepatan tinnggi.

3. Fraktur batang femur

Mekanisme trauma biasanya terjadi karena trauma langsung akibat

kecelakaan lalu lintas dikota-kota besar atau jatuh dari ketinggian. Patah pada

daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak sehingga

menimbulkan shock pada penderita. Secara klinis penderita tidak dapat bangun,

bukan saja karena nyeri tetapi juga karena ketidakstabilan fraktur. Biasanya

seluruh tungkai bawah terotasi keluar, terlihat lebih pendek dan bengkak pada

bagian proximal akibat perdarahan kedalam jaringan lunak.

4. Fraktur patella

Mekanisme Fraktur dapat disebabkan karena trauma langsung atau tidak

langsung. Trauma tidak langsung disebabkan karena tarikan yang sangat kuat dari

otot kuadrisep yang membentuk muskulotendineus melekat pada patella. Hal ini

sering disertai pada penderita yang jatuh dimana tungkai bawah menyentuh tanah

terlebih dahulu dan otot kuadrisep kontraksi secara keras, untuk

Universitas Sumatera Utara


19

mempertahankankestabilan lutut. Fraktur langsung dapat disebabkan penderita

jatuh dalam posisi lutut fleksi, dimana patella terbentur dengan lantai.

5. Fraktur proximal tibia

Mekanisme trauma biasanya terjadi trauma langsung dari arah samping

lutut, dimana kakinya masih terfiksir ditanah. Gaya dari samping ini

menyebabkan permukaan sendi bagian lateral tibia akan menerima beban yang

sangat besar yang akhirnya akan menyebabkan fraktur intraartikuler atau terjadi

patahnya permukaan sendi bagian lateral tibia, dan kemungkinan yang lain

penderita jatuh dari ketinggian yang akan menyebabkan penekanan vertikal pada

permukaan sendi. Hal ini akan menyebabkan patah intra artikular berbentuk T

atau Y.

6. Fraktur tulang tibia dan fibula

Mekanisme trauma biasanya dapat terjadi secara langsung maupun tidak

langsung. Secara langsung akibat kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari ketinggian

lebih dari 4 cm, fraktur yang terjadi biasanya fraktur terbuka. Sedangkan yang

tidak langsung diakibatkan oleh gaya gerak tubuh sendiri. Biasanya fraktur tibia

fibula dengan garis patah spiral dan tidak sama tinggi pada tibia pada bagian distal

sedang fibula pada bagian proksimal. Trauma tidak langsung dapat disebabkan

oleh cedera pada waktu olah raga dan biasanya fraktur yang terjadi yaitu tertutup.

Gambaran klinisnya berupa pembengkakan dan karena kompartemen otot

merupakan sistem yang tertutup, dapat terjadi sindrom kompartemen dengan

gangguan vaskularisasi kaki.

Universitas Sumatera Utara


20

2.2.4 Proses Penyembuhan Fraktur

Proses penyembuhan fraktur bervariasi sesuai dengan ukuran tulang dan

umur pasien. Faktor lainnya adalah tingkat kesehatan pasien secara keseluruhan,

atau kebutuhan nutrisi yang cukup. Berdasarkan proses penyembuhan fraktur,

maka dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Proses hematom

Merupakan proses terjadinya pengeluaran darah hingga terbentuk

hematom (bekuan darah) pada daerah terjadinya fraktur tersebut, dan yang

mengelilingi bagian dasar fragmen. Hematom merupakan bekuan darah kemudian

berubah menjadi bekuan cairan semi padat (Dicson & Wright, 1992).

2. Proses proliferasi

Pada proses ini, terjadi perubahan pertumbuhan pembuluh darah menjadi

memadat, dan terjadi perbaikan aliran pembuluh darah (Pakpahan, 1996).

3. Proses pembentukan callus

Pada orang dewasa antara 6-8 minggu, sedangkan pada anak-anak 2

minggu. Callus merupakan proses pembentukan tulang baru, dimana callus dapat

terbentuk diluar tulang (subperiosteal callus) dan didalam tulang (endosteal

callus). Proses perbaikan tulang terjadi sedemikian rupa, sehingga trabekula yang

dibentuk dengan tidak teratur oleh tulang imatur untuk sementara bersatu dengan

ujung-ujung tulang yang patah sehingga membentuk suatu callus tulang

(Pakpahan, 1996).

4. Proses konsolidasi (penggabungan)

Perkembangan callus secara terus-menerus, dan terjadi pemadatan tulang

Universitas Sumatera Utara


21

seperti sebelum terjadi fraktur, konsolidasi terbentuk antara 6-12 minggu

(ossificasi) dan antara 12-26 minggu (matur). Tahap ini disebut dengan

penggabungan atau penggabungan secara terus-menerus (Pakpahan, 1996).

5. Proses remodeling

Proses remodeling merupakan tahapan terakhir dalam penyembuhan

tulang, dan proses pengembalian bentuk seperti semula. Proses terjadinya

remodeling antara 1-2 tahun setelah terjadinya callus dan konsolidasi (Smeltzer &

Bare, 2002).

2.2.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Fraktur.

Fraktur atau patah tulang merupakan keadaan dimana hubungan atau

kesatuan jaringan tulang putus. Dalam proses penyembuhan fraktur ada beberapa

faktor yang mempengaruhi proses penyembuhan pada fraktur, antara lain :

1. Usia

Lamanya proses penyembuhan fraktur sehubungan dengan umur lebih

bervariasi pada tulang dibandingkan dengan jaringan jaringan lain pada tubuh.

Cepatnya proses penyembuhan ini sangat berhubungan erat dengan aktifitas

osteogenesis dari periosteum dan endosteum. Sebagai contoh adalah fraktur

diafisis femur yang akan bersatu (konsolidasi sempurna) sesudah 12 (dua belas)

minggu pada usia 12 tahun, 20 (dua puluh) minggu pada usia 20 tahun sampai

dengan usia lansia

2. Tempat (lokasi) fraktur

Fraktur pada tulang yang dikelilingi otot akan sembuh lebih cepat dari

pada tulang yang berada di subkutan atau didaerah persendian. Fraktur pada

tulang berongga (cancellous bone) sembuh lebih cepat dari pada tulang

Universitas Sumatera Utara


22

kompakta.Fraktur dengan garis fraktur yang oblik dan spiral sembuh lebih cepat

dari pada garis fraktur yang transversal.

3. Dislokasi fraktur

Fraktur tanpa dislokasi, periosteumnya intake, maka lama

penyembuhannya dua kali lebih cepat daripada yang mengalami dislokasi. Makin

besar dislokasi maka semakin lama penyembuhannya.

4. Aliran darah ke fragmen tulang

Bila fragmen tulang mendapatkan aliran darah yang baik, maka

penyembuhan lebih cepat dan tanpa komplikasi. Bila terjadi gangguan

berkurangnya aliran darah atau kerusakan jaringan lunak yang berat, maka proses

penyembuhan menjadi lama atau terhenti.

2.2.6 Penatalaksanaan Pasien yang Menjalani Operasi Fraktur Ekstremitas


Bawah

A. Jenis Pembedahan

Penanganan fraktur pada ekstremitas bawah dapat dilakukan secara

konservatif dan operasi sesuai dengan tingkat keparahan fraktur dan sikap mental

pasien (Smeltzer& Bare, 2001). Operasi adalah tindakan pengobatan yang

menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang

akan ditangani (Sjamsuhidajat & Jong, 2005). Menurut Smeltzer & Bare (2002)

Prosedur pembedahan yang sering dilakukan pada pasien fraktur ekstremitas

bawah meliputi :

1. Reduksi terbuka dengan fiksasi interna (open reduction and internal

fixation/ORIF).

2. Fiksasi internal dengan pembedahan terbuka akan mengimmobilisasi

fraktur dengan melakukan pembedahan untuk memasukkaan paku, sekrup

Universitas Sumatera Utara


23

atau pin kedalam tempat fraktur untuk memfiksasi bagian-bagian tulang

yang fraktur secara bersamaan. Sasaran pembedahan yang dilakukan untuk

memperbaiki fungsi dengan mengembalikan gerakan, stabilitas,

mengurangi nyeri dan disabilitas.

3. Fiksasi eksterna,

Digunakan untuk mengobati fraktur terbuka dengan kerusakan

jaringan lunak. Alat ini dapat memberikan dukungan yang stabil untuk

fraktur comminuted(hancur & remuk) sementara jaringan lunak yang

hancur dapat ditangani dengan aktif. Fraktur complicated pada femur dan

tibia serta pelvis diatasi dengan fiksator eksterna, garis fraktur direduksi,

disejajarkan dan diimmobilsasi dengan sejumlah pin yang dimasukkan

kedalam fragmen tulang. Pin yang telah terpasang dijaga tetap dalam

posisinya yang dikaitkan pada kerangkanya, Fiksator ini memberikan

kenyamanan bagi pasien, mobilisasi dini dan latihan awal untuk sendi

disekitarnya.

4. Graft Tulang

Yaitu penggantian jaringan tulang untuk stabilisasi sendi, mengisi

defek atau perangsangan untuk penyembuhan. Tipe graft yang digunakan

tergantung pada lokasi fraktur, kondisi tulang dan jumlah tulang yang

hilang karena injuri. Graft tulang mungkin dari tulang pasien sendiri

(autograft) atau tulang dari tissue bank (allograft). Graft tulang dengan

autograft biasanya diambil dari bagian atas tulang iliaka, dimana terdapat

tulang kortikal dan cancellous bone. Cancellous graft mungkin diambil

dari ileum, olecranon, atau distal radius; cortical graft mungkin diambil

Universitas Sumatera Utara


24

dari tibia, fibula atau iga. Graft tulang dengan allograft dilakukan ketika

tulang dari pasien itu tidak tersedia karena kualitas tidak baik atau karena

prosedur sekunder tidak diinginkan pada pasien (Meeker & Rothrock,

1999).

B. Anastesi bedah fraktur

Anastesi adalah kehilangansensasi baik sebagian atau keseluruhan dengan

atau tanpa kehilangan kesadaran. Ini mungkin terjadi sebagai hasil dari penyakit

dan cedera atau proses kerja obat atau gas. Dua tipe yang menyebabkan anastesi

adalah general yang membuat pasien tidak sadar dan anastesi regional

menyebabkan hilangnya kesadaran pada beberapa lokasi tubuh dan membutuhkan

pengawasan. Anastesi general (mayor) adalah suatu obat yang menimbulkan

depresi susunan saraf pusat yang ditandai analgesia dan tidak sadar dengan

hilangnya refleks dan tonus otot (Groah, 1996). Proses anastesi dimulai dengan

medikasi praoperasi. Tujuan pemberian medikasi pada praoperasi adalah

menghilangkan kecemasan, mengurangi sekresi saluran pernafasan, mengurangi

refleks rangsang, menghilangkan nyeri dan mengurangi metabolisme tubuh. Jenis

obat yang dipilih adalah golongan barbiturat, narkotik dan anti kolinergik

(Groah,1996). Anastesi regional (lokal) adalah teknik pembiusan yang digunakan

pada pasien paska bedah muskuloskeletal untuk menghentikan transmisi impuls

ke dan dari daerah khusus dengan memblok lintasan sodium pada membran saraf.

Fungsi pergerakan mungkin terganggu tetapi bisa juga mungkin tidak terganggu,

tetapi pasien tidak mengalami kehilangan kesadaran. Teknik pemberian anastesi

lokal yang digunakan termasuk topikal, lokal infiltrasi, blok saraf, epidural dan

spinal anastesi (Groah, 1996).

Universitas Sumatera Utara


25

C. Perawatan Pasien Paska Operasi Fraktur Ekstremitas bawah dengan


ORIF

Asuhan keperawatan pasien paska operasi fraktur ekstremitas bawah

dengan ORIF mencakup beberapa observasi dan intervensi meliputi: monitor

neurovaskuler setiap 1-2 jam, monitor tanda vital selama 4 jam, kemud ian setiap

4 jam sekali selama 1-3 hari dan seterusnya. Monitor hematokrit dan hemoglobin.

Observasi karakteristik dan cairan yang keluar, laporkan pengeluaran cairan dari

100 -150 mL/hr setelah 4 jam pertama. Rubah posisi klien setiap 2 jam dan

sediakan trapeze gantung yang dapat digunakan pasien untuk melakukan

perubahan posisi. Letakkan bantal kecil di antara kaki klien untuk memelihara

kesejajaran tulang. Anjurkan dan bantu pasien malakukan teknik nafas dalam dan

batuk. Memberikan pengobatan seperti analgesik, obat relaksasi otot,

antikoagulant atau antibiotik. Anjurkan weight bearing yang sesuai dengan

kondisi pasien dan melakukan mobilisasi dini (Reeves et al, 2001).

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai