Anda di halaman 1dari 12

Biografi Aisyah radhiyallahu ‘anha

Disusun oleh: Sabila Rosyada

Nim: 015. 010. 0205

Peristiwa sejarah terus terulang dalam rotasi kehidupan, hanya saja terdapat
perbedaan dalam tokoh sejarah, latar, dan waktunya. Eksistensi umat Islam dipengaruhi
akan kesadaran terhadap sejarahnya. Apabila dikaitkan dengan perkataan Rasul SAW:
“Sebaik-baik umatku adalah pada masaku. Kemudian orang-orang setelah mereka
(generasi berikutnya), lalu orang-orang yang setelah mereka.”1 Maka para sahabat dan
sahabiyah adalah manusia-manusia terbaik di sepanjang zaman.

Wujud intelektualisme masyarakat muslim dalam mengimprovisasi peradaban


Islam adalah kesadaran untuk merekonstruksi sejarah mereka. Termasuk di dalamnya
merekonstruksi tokoh-tokohnya. Untuk mengetahui proses Islam menuju kejayaannya,
perlu kita perhatikan seluk beluk tokoh-tokoh pejuang kejayaan tersebut. Salah satu
tokoh sentral peradaban Islam di masa Rasulullah adalah Ummul Mukminin Aisyah
binti Abu Bakar.

Beliau adalah sosok paling faqih dalam urusan agama di antara seluruh umat
Muhammad SAW.2 Ia dikenal sebagai wanita yang sangat cerdas, cekatan, dermawan,
zuhud, setia, serta dikenal sebagai wanita yang mampu menjadi penggerak massa
(khususnya pada peristiwa perang jamal). Oleh karena itu, penulis ingin mengkaji lebih
dalam bagaimana kemuliaan sosok Aisyah r.a serta apa faktor yang melatarbelakangi
munculnya seorang As Siddiqah dalam peradaban Islam.

1. Genealogi
Beliau adalah As-Siddiqah binti as-Siddiq3, Aisyah binti Imam al-Akbar,
Khalifaturrasul, Abu Bakar Abdullah bin Abu Quhfah Utsman bin Amir bin Amr Ka’ab

1
Al Bukhari, Shahih Al-Bukhari, (Libanon: Dar al Kotob al Ilmiyah: 2014 M/ 1435 H), jild. 2,
hlm. 449, cet. 7
2
Mahmud Mahdi al-Istanbuli, Mustofa Abu an Nasr asy-Syalabi, Dr. Abdurrahman Raf’at
Basya, Mereka Adalah Para Sahabiyat, (Solo: At Tibyan, 2012 M), hlm. 54- 55
3
Ibnul Atsir, Usudul Ghabah Fii Ma’rifatis Sahabah, (Lebanon: Dar Ibnul Hazm, 2012 M),
hlm. 1549, cet. 1
bin Sa’ad bin Taim bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ai bin Fahr bin Malik.4 Nama ibunda
beliau adalah Zainab (Ummu Ruman) binti Amir bin Uwaimir bin Attab bin Adzinah
bin Sabi’ bin Wahban bin Harits bin Ghanam bin Malik bin Kinanah.5 Beliau berasal
dari keturunan bani Taim, suku Quraisy dari pihak ayah dan dari kabilah Kinanah dari
pihak Ibu.
2. Kelahiran

Aisyah r.a dilahirkan pada bulan Syawal tahun ke-9 sebelum hijrah, bertepatan
dengan bulan Juli tahun 614 Masehi, yaitu akhir tahun ke-5 kenabian. Kelahirannya
adalah 8 tahun setelah kelahiran Fatimah binti Muhammad SAW.

3. Latar belakang keluarga Aisyah

Aisyah r.a tumbuh dalam keluarga yang penuh kemuliaan. Ayahnya, Abu Bakar
as-Siddiq adalah seorang laki laki mulia setelah para Nabi dan Rasul. 6 Ia adalah tokoh
paling kharismatik sepanjang sejarah Islam setelah Rasulullah. Dialah orang yang
paling menyerupai Nabi dalam akhlak dan perilaku beliau.

Ia lebih mencintai Rasulullah dibanding jiwa yang ada dalam raganya, ia


senantiasa menyertai beliau, menimba ilmu beliau, meneladani beliau dalam ibadah dan
kebiasaan beliau. Ia rela mengorbankan harta dan nyawanya dalam mendukung
perjuangan Nabi. Ia menjadi sahabat tercinta dalam hati Rasulullah. Beliau bersabda:

“Sungguh di antara orang yang paling bermurah hati padaku dalam


persahabatan dan harta benda adalah Abu Bakar. Andai aku boleh mengambil satu
kekasih selain Rabbku, tentu aku jadikan Abu Bakar sebagai kekasihku. Tapi,
persaudaraan Islam dan cinta kasihnya (sudah cukup bagiku). Semua pintu yang
mengarah ke masjid harus ditutup, selain pintu Abu Bakar.” (HR Bukhari, no. 3654) 7

Ayah Aisyah merupakan tokoh yang dituakan baik semasa jahiliyah maupun
setelah keislamannya. Orang-orang Arab sering meminta pemutusan perkara
kepadanya. Ia sangat cerdas dalam bidang sya’ir, prosa, hikayat, dan ia merupakan

4
Imam Syamsyuddin Adz Dzahabi, Siyar A’lam an-Nubala, (Lebanon: Dar al-Kotob al-
Ilmiyah, 2010), jild.2, hlm. 297-298, Ibnul Atsir, Usudul Ghabah Fii Ma’rifatis Sahabah, hlm. 1550,
Ahmad Khalil Jam’ah dan Syaikh Muhammad bin Yusuf ad Dimasyqi, Istri Istri Para Nabi, (Jakarta
Timur: Darul Falah, 2002), hlm. 89
5
Ibid,.
6
Muhammad Bakr Isma’il, Bidadari 2 Negeri, hlm. 262
7
Al Bukhari, Shahih Al-Bukhari, jild. 2, hlm. 451
orang yang paling pandai dalam pernasaban bangsa Arab. Sehingga banyak orang dari
semenanjung Arab yang mendatangi beliau untuk menanyakan nasab mereka kepada
beliau.8

Ibu kandung Aisyah adalah seorang sahabiyah mulia yang berjasa untuk umat
ini. Ia biasa dipanggil Ummu Rumman, istri kedua Abu Bakar.9 Beliau adalah sosok
yang dikagumi oleh Rasulullah karena akhlaknya serta sifat pemalunya yang tinggi.
Rasulullah SAW bersabda tentangnya:

“Barangsiapa yang ingin melihat wanita yang termasuk wanita bermata jelita
(bidadari), maka lihatlah Ummu Ruman.” (HR Ibnu Sa’ad) 10

Abu Bakar menikahinya setelah suami pertamanya Abdullah bin Harits


meninggal. Dari pernikahan mereka, lahirlah Aisyah dan Abdurrahman. Saat ia
meninggal, Rasulullah turut ikut turun ke liang beliau kemudian bersabda, “Yaa Allah
Engkau mengetahui apa yang dialami Ummu Rumman dalam membela Din-Mu dan
Rasul-Mu.”11

Saudari Aisyah, Asma’ binti Abu Bakar yang dijuluki dengan Dzatun Nitaqain
adalah seorang wanita tangguh. Demi cintanya kepada Islam ia rela bolak-balik
mengantarkan bekal hijrah Rasul dan ayahnya di gua Tsur.12

Saudara Aisyah adalah Abdurrahman bin Abu Bakar, seorang pemuda


pemberani. Ia adalah mata-mata Rasulullah ketika hijrah.13 Beliau termasuk seorang
pemuda yang sangat pandai memanah.14

Kakek dari garis ayah Aisyah r.a adalah Abu Quhafah, ia masuk Islam saat
penaklukkan Mekah dan meraih kemuliaan mendampingi Nabi. Adapun neneknya dari
pihak ayah adalah Ummu Khair, Sulma binti Sakhr yang juga memeluk Islam.15

8
Muhammad Bakr Isma’il, terj: Abu Fawwas Munandar, Bidadari 2 Negeri, hlm. 262
9
Aisyah Abdurrahman binti Asy-Syati’, An-Nisa’ An-Nabiy, hlm. 73, Beirut: Dar Al Kitab Al
‘Araby, 1979
10
At Thabaqat, jil. 8, hlm. 276-277, Ahmad Khalil Jamaah, Istri Istri para Nabi, hlm. 335,
(Jakarta Timur: Darul Falah, 2002)
11
Muhammad Bakr Isma’il, Bidadari 2 Negeri, terj: Abu Fawwas Munandar, hlm. 268,
(Semanggi: Wacana Ilmiah Press, 2012)
12
Munawar Chalil, Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad, cet: 4, Jild. 2 A, (Jakarta: Penerbit
Bulan Bintang, 1980), hlm. 46
13
Mahmud Al Misri, Biografi 35 Shahabiyah Nabi, cet: 4, hlm. 121 (Jakarta Timur: Ummul
Qura, 2017)
14
Ibid,. hlm. 113
15
Ibid,.
Selain keluarga intinya ketiga bibi Aisyah r.a merupakan sahabiyah Rasul.
Mereka adalah; Ummu Amir, Quraibah, dan Ummu Farwah. Mereka bertiga
merupakan putri-putri Abu Quhafah. 16

Aisyah r.a lahir dan tumbuh dalam keluarga yang diliputi cahaya Islam. Orang
tuanya telah memeluk agama Islam semenjak ia diahirkan. “Ketika aku akil baligh,
kedua orang tuaku telah memeluk Islam”, tuturnya suatu ketika.17

Dalam asuhan kelembutan dan kasih sayang dari keluarganya Aisyah


menenggak berbagai kebaikan berupa ilmu, kebijaksanaan, kecerdasan, ketajaman
firasat. Hingga pada akhirnya kemampuan yang ia miliki melebihi kemampuan anak
seusianya.18 Kedua orangtuanya telah mendapati keberkahan dalam dirinya sejak kecil.
4. Pernikahan Aisyah
Dua tahun setelah wafatnya Khadijah r.a, datang wahyu kepada Nabi untuk
menikahi Aisyah.19 Aisyah berkata, Rasulullah bersabda: “Aku diperlihatkan
kepadamu dalam mimpi selama tiga malam, malaikat Jibril membawa gambarmu
dalam sepotong kain sutera, ia kemudian berkata; ‘Ini Istrimu.’ Kemudian aku
menyingkap kain dari wajahmu, rupanya kamu, lalu aku berkata, ‘Jika ini ketentuan
dari Allah, pasti Ia tunaikan.” (Muttafaq ‘Alaih)20

Aisyah r.a menceritakan kronologis21 pernikahannya, “Ketika Khadijah wafat,


Khaulah binti Hakim, istri Utsman bin Madz’un datang kepada Rasulullah, ini terjadi
di Makah kemudian berkata, ‘Wahai Rasulullah, kenapa engkau tidak menikah?’,
Rasulullah bersabda: “Dengan siapa?”. Khaulah menjawab, ‘Terserah engkau gadis
atau janda.’ Beliau menjawab “Siapa gadis dan janda tersebut?”

‘Jika gadis, dialah putri manusia yang paling engkau cintai; Aisyah binti Abu
Bakar. Sedangkan janda adalah Saudah binti Zam’ah yang beriman dan mengikutimu.’
Beliau bersabda, “Pergilah engkau kepada Aisyah dan Saudah, kemudian katakanlah
pada keduanya engkau mewakiliku.”

16
Ibid,. hlm. 114
17
Imam Syamsyuddin Adz Dzahabi, Siyar A’lam..., jild.2, hlm. 310, Ibid,.
18
Muhammad Bakr Isma’il, Bidadari 2 Negeri, hlm. 263
19
Ibnul Atsir, Usudul Ghabah Fii Ma’rifatis Sahabah, hlm. 1549, Ibid,. hlm. 264
20
Al Bukhari, Shahih al Bukhari, Kitab Nikah, no. 7011, jild. 4, hlm. 342
21
Aisyah Abdurrahman binti Asy-Syati’, An-Nisa’ An-Nabiy, hlm. 72
Khaulah datang kepada Ummu Rumman dan berkata kepadanya, ‘Wahai Ummu
Rumman kebaikan dan keberkahan apa kiranya yang Allah masukkan ke tengah tengah
keluarga kalian? Rasulullah menyuruhku melamarkan Aisyah untuk beliau.’ ‘Aku
menyetujuinya tapi tunggulah Abu Bakar, sebentar lagi ia akan datang,’ kata Ummu
Rumman. Abu Bakar kemudian datang lalu Khaulah bertanya kepadanya seperti yang
ditanyakannya kepada Ummu Rumman.

Abu Bakar menggumam, ‘Apa Aisyah pantas untuk beliau sementara ia adalah
putri saudaranya sendiri?’ Setelah itu Khaulah menyampaikan perkataan Abu Bakar
kepada Rasulullah. Beliau bersabda, “Kembalilah kepada Abu Bakar dan sampaikan
kepadanya; ‘Engkau saudara Nabi dan dalam islam dan Nabi adalah saudaramu dan
putrimu layak untukku.”

Maksudnya jalinan persaudaraan mereka adalah persaudaraan keimanan, bukan


persaudaraan nasab. Sehingga tidak menghalangi pernikahan. Khaulah menemui Abu
Bakar, kemudian ia berkata ‘Panggilkan Rasulullah kemari.’ Rasulullah datang
kemudian dinikahkan denganku. Saat itu usiaku enam tahun.

Pernikahan Rasulullah dengan Aisyah berlangsung di Makkah setelah beliau


membina rumah tangga dengan Saudah binti Zam’ah. 22 Beliau tinggal dan membina
rumah tangga dengan Aisyah setelah hijrah di Madinah dan sepulang dari perang Badar
pada bulan Syawal. Aisyah menyukai bulan saat pertama kali ia membina rumah tangga
dengan Rasulullah. Sampai sampai beliau menganjurkan agar para wanita untuk
memulai membina rumah tangga di bulan Syawal.23
5. Rumah Tangga Kenabian
Sepulang dari perang Badar setelah bulan Ramadhan, Aisyah dipertemukan
dengan Rasul. 24 Mereka memulai rumah tangga terbaik di dunia nan luas terbentang
ini. Mereka menempati sebuah bilik kecil yang jauh dari perabotan perabotan duniawi.
Rumah tangga mereka dibimbing oleh wahyu dari langit.

Ibunda Aisyah hidup bersama Rasul dan mempelajari akhlak, ilmu, wara’,
kesabaran serta tindak tanduk beliau. Sehingga rumah tangga mereka menjadi rumah
tangga sederhana yang penuh dengan berkah. Allah menjamin kebahagiaan karena

22
Syamsyuddin Adz Dzahabi, Siyar A’lamun Nubala, (Lebanon: Dar al Kotob Al Ilmiyah,
2010), cet. 2, jild. 3, hlm. 310
23
Muhammad Bakr Isma’il, Bidadari 2 Negeri, hlm. 268
24
Syaikh Mahmud Al Misri, Biografi 35 Shahabiyah Nabi, hlm. 127
ketakwaan mereka. Meskipun pada waktu itu berhari hari rumah beliau tidak ada nyala
api dan di sana hanya ada kurma dan air.

Aisyah meriwayatkan, ‘Keluarga Muhammad tidak pernah kenyang roti


gandum selama dua hari berturut-turut hingga beliau wafat.’ (HR. Al Bukhari, no.
7011)25

6. Pendidikan Rasulullah
Setelah menikah, pendidikan Aisyah beralih ke tangan Rasulullah. Beliau SAW
mendidik Aisyah dengan pendidikan cinta yang mengembangkan bakatnya. Rasul
sangat memahami psikologi istrinya tersebut. Beliau berbagi ilmu, hikmah dan akhlak
kepada istri yang sangat dicintainya itu. Selain itu, beliau juga memberi kesempatan
kepada Aisyah untuk menikmati masa kanak kanaknya. Aisyah dibiarkan bermain
boneka dan bermain dengan teman-teman sebayanya.
Diriwayatkan dari Aisyah, ia bermain boneka-boneka di dekat Rasulullah. Ia
berkata, “Teman-temanku datang, mereka takut kepada Rasulullah. Beliau kemudian
menyuruh mereka menghampiriku.” (HR. Al Bukhari, no. 6129) 26
Aisyah sangat mencintai Rasulullah dan ingin memiliki anak dari beliau, seperti
Khadijah. Hari hari berlalu, namun beliau tak kunjung memiliki anak. Rasulullah
memahami keinginan Aisyah tersebut, kemudian beliau bersabda kepadanya,
“Kenakanlah kuniah keponakanmu; Abdullah bin Zubair.” Akhirnya beliau dipanggil
Ummu Abdillah.27
Rasulullah SAW juga mendidik akhlak Aisyah r.a, beliau tidak membiarkan
istrinya membicarakan harga diri saudarinya. Suatu ketika ibunda kita berkata kepada
Rasulullah seraya mengisyaratkan bahwa Ummul Mukminin Shafiyah binti Huyay r.a
bertubuh pendek. “Cukuplah bagimu Shafiyah itu begini dan begitu,” maksudnya
pendek. Kemudian Rasulullah SAW mengatakan pada istri tercintanya itu, “Sungguh,
kamu telah mengucapkan kata-kata yang bila dicampurkan dengan air laut tentu
merusaknya.” (HR At Tirmidzi, no. 2505)
Aisyah juga seorang wanita biasa yang bisa cemburu. Misalnya saat beliau
mendengar Rasulullah sedang menyebut-nyebut Khadijah, Aisyah berkata kepada
beliau, “Bukankah Allah telah memberi anda ganti yang lebih baik darinya wahai

25
Al Bukhari, Shahih al Bukhari, jild. 4, hlm. 454
26
Ibid., hlm. 116
27
Aisyah Abdurrahman binti Asy-Syati’, An-Nisa’ An-Nabiy, hlm. 91, Mahmud Al Misri,
Biografi 35 Shahabiyah Nabi, hlm. 128
Rasulullah?” Beliau menjawab “Allah tidak memberku ganti yang lebih baik darinya.
Sungguh ia beriman kepadaku ketika yang lain ingkar. Ia membenarkanku saat orang-
orang mendustakan, mendukungku dengan jiwa dan hartanya dan Allah memberiku
keturunan darinya.” (HR Bukhari, no 3821)28
Setelah mendengar nasehat Rasulullah, Aisyah menjadi sadar bahwa tidak ada
tempat bagi kesombongan dan bahwa ucapannya itu salah. Beliau berjanji tidak
mengulangi kesalahannya tersebut. Rasul membatasi kecemburuan, egoisme, dan
kebanggaan pada diri istrinya. Karena rasa cemburu adalah hal wajar yang ada dalam
diri manusia, dan tugas manusia hanya mengarahkannya.
Riwayat-riwayat tentang pendidikan Rasulullah sangat banyak, sehingga tidak
mungkin untuk dituliskan dalam makalah sederhana ini. Namun perlu diperhatikan,
bahwa beliau adalah sebaik baik dan seadil adil makhluk dalam mendidik seluruh
umatnya. Maka bagaimana pendidikan beliau terhadap Aisyah serta istri-istri lainnya
tentu lebih baik lagi.
Misalnya tentang ketegasan beliau SAW terhadap istri-istri beliau dalam
peristiwa pemberian pilihan. Ketika para istri dengan keinginan alami mereka yang
menginginkan kesenangan, mereka menuntut nafkah kepada Nabi hingga menyakiti
perasaan beliau SAW. Kemudian beliau memutuskan untuk menyendiri dan
mendiamkan mereka semua selama sebulan lamanya, hingga akhirnya Allah turunkan
ayat untuk memberi pilihan kepada mereka, memilih rumah tangga nubuwah yang jauh
dari kemewahan atau bercerai dari Rasul untuk mencari gemerlap dunia.
Pada hari terakhir masa pendiaman istri istri beliau, pertama kali Nabi
mendatangi kediaman Aisyah. Sebelum menyampaikan wahyu Allah tentang pilihan
tersebut beliau meminta Aisyah untuk tidak terburu-buru memutuskan dan
menyuruhnya berkonsultasi kepada kedua orangtuanya. Kemudian beliau
mengutarakan wahyu Allah tentang mereka. Maka Aisyah dengan serta merta memilih
bertahan dalam rumah tangga yang berbarokah tersebut.
Aisyah yang cerdas mengetahui maksud halus Rasulullah ketika beliau berpesan
untuk tidak terburu buru memutuskan dan memintanya terlebih dahulu bertanya pada
orangtuanya. Karena pasti orangtua Aisyah tidak mungkin menyuruh putrinya bercerai

28
Al-Bukhari, Shahih al Bukhari, jild. 2, hlm. 493
dari Rasulullah. Aisyah segera memberikan pilihan saat itu juga dengan tujuan
membalas emosi manis suaminya, Rasulullah SAW.29
7. Karakteristik Istimewa
Tumbuh dalam lingkungan yang dinaungi cahaya keimanan menjadikan Aisyah
tampil sebagai sosok sempurna. Ia dianugerahi berbagai kelebihan dan keistimewaan
khusus dari Allah. Rasulullah bersabda:
“Orang yang mulia dari kalangan laki-laki banyak (ada yang menjadi rasul,
nabi, khalifah, wali), namun yang mulia dari kalangan wanita hanyalah Maryam binti
Imron dan Asiyah istri Fir’aun, dan (Khadijah binti Khuwailid) dan keutamaan Aisyah
atas semua wanita seperti keutamaan tsarid (roti kuah) atas segala makanan.” (HR.
Muslim no. 2431) 30
8. Kedermawanan Aisyah
Ibunda Aisyah r.a adalah orang yang dermawan lagi gemar bersedekah. Sifat ini
diwarisinya dari Ayahnya yang gemar berderma dan dari Ibunya yang senantiasa ridha
31
dengan harta yang dikeluarkan suaminya untuk bersedekah di jalan Allah. Ibnu
Zubair mengirimkan uang sebesar 100 ribu dirham kepada Aisyah. Lantas beliau
membagi-bagikan uang tersebut kepada banyak orang. Sore harinya, sementara beliau
berpuasa, ia memanggil pelayannya untuk menyiapkan makanan untuk berbuka.
Namun tak ada persediaan makanan di rumahnya. Si pelayan berkata, ‘Tidak bisakah
anda membeli daging untuk kita makan?’ Aisyah menjawab, “Jangan menyalahkanku.
Seandainya tadi engkau mengingatkan aku akan menyisakannya.”32
9. Kedudukannya Sebagai Istri Nabi
Aisyah adalah satu satunya istri Nabi yang dinikahi ketika masih gadis, berbeda
33
dengan istri istri beliau yang lain karena mereka dinikahi saat janda. Beliau adalah
orang yang paling dicintai oleh Nabi SAW dari kalangan wanita. Suatu ketika Amr bin
al Ash bertanya kepada Rasulullah, ‘Wahai Rasulullah, siapakah manusia yang paling
engkau cintai?’ Beliau menjawab, “Aisyah.” ‘Dari kalangan laki-laki?’ tanya Amr.
“Ayahnya.” Jawab beliau. (HR. Al-Bukhari no. 3662 dan Muslim no. 2384)34

29
Mahmud Al Misri, Biografi 35 Shahabiyah Nabi, hlm. 147
30
Muslim bin Hajjaj, Shahih Muslim, (Lebanon: Dar Al Kotob, 2011), jild. 3, hlm. 98
31
Muhammad Bakr Ismail, Bidadari 2 Negeri, hlm. 281
32
Ibid,. hlm. 282
33
Syaikh Mahmud Al Misri, Biografi 35 Shahabiyah Nabi, hlm. 114, Syamsyuddin Adz
Dzahabi, Siyar A’lamun Nubala’, jld. 3, hlm. 310
34
Al-Bukhari, Shahih al Bukhari, jild. 2, hlm. 452, Muslim bin Hajjaj, Shahih Muslim, jild. 3,
hlm. 73
10. Pemahaman Agama
Aisyah merupakan wanita yang paling paham terhadap agamanya. Sa’ad bin
Sulaiman berkata, dari Abi Usamah, dari Hasyim, dari Ayahnya, ia menuturkan: “Aku
tidak menemui seorangpun yang lebih tau tentang sebab turunnya ayat darinya, dan
tidak ada yang lebih pandai darinya tentang ilmu fara’idh, ilmu hadits, ilmu sya’ir, dan
ilmu tentang nasab, serta tentang ilmu kedokteran.”35
Pemahamannya terhadap agama didukung oleh kecerdasan yang diturunkan oleh
kedua orang tua beliau. Selain itu, beliau didik oleh keluarga yang menaruh perhatian
terhadap agama. Pernikahannya dengan Rasulullah, dimanfaatkannya untuk mendulang
banyak ilmu. Beliau mendengar baik baik apa yang disabdakan Rasul, menghafalnya,
memahami makna dan maksudnya, kemudian menyampaikannya.36
Beliau juga seorang wanita yang paling banyak meriwayatkan hadits. Dalam
waktu 9 tahun37 selama pernikahannya dengan Nabi, ia telah meriwayatkan sekitar
2.210 hadits. 147 hadits dari beliau disepakati oleh al Bukhari dan Muslim, 45
diriwayatkan oleh al Bukhari saja, dan 86 diriwayatkan oleh Muslim saja. 38
Aisyah menyamai ayahnya dalam mengikuti berbagai berita, mencari jejak-jejak
sejarah, mempelajari sya’ir, hikmah serta nasab-nasab bangsa Arab. Beliau kemudian
menjadi sumber ilmu bak ensiklopedi berjalan yang menebar ilmu di manapun ia
berada. Ketika menyampaikan ilmu, beliau memiliki gaya bahasa yang indah. Beliau
melaksanakan amanah tabligh dan ta’lim sebaik baiknya, melaksanakan fatwa baik
dalam permasalahan diin maupun dunia dengan kalimat ringkas yang sarat makna
bagaikan cuplikan dari jawami’ul kalim.39
11. Salam Jibril
Pembesar malaikat, yakni Jibril a.s menitip salam kepada ibunda Aisyah r.a. Dari
Ibnu Syihab, Abu Salamah berkata, Aisyah berkata, ‘Suatu hari, Rasulullah bersabda,
“Wahai Aisy! Ini Jibril, ia mengucapkan salam kepadamu.” Aisyah menjawab,
‘Wa’alaihissalam wa rahmatullahi wa barakatuhu.’ Engkau melihat apa yang tidak aku
lihat.’ Rasulullah maksudnya.40 (Muttafaq ‘Alaih)
12. Ketegaran Aisyah

35
Syamsyuddin Adz Dzahabi, Siyar A’lamun Nubala, jild. 3, hlm. 326
36
Ibid,.
37
Muhammad Bakr Isma’il, Bidadari 2 Negeri, hlm. 283-285
38
Syamsyuddin Adz Dzahabi, Siyar A’lamun Nubala, jild. 3, hlm. 310
39
Muhammad Bakr Ismail, Bidari 2 Negeri, hlm. 287-288
40
Al-Bukhari, Sahih al-Bukhari, no. 3768, jild. 2, hlm. 480, Muslim bin Hajjaj, Shahih
Muslim, no. 2447, jild. 3, hlm. 104
Aisyah hidup mendampingi Rasulullah selama kurang lebih 9 tahun dalam
kehidupan yang sangat sederhana. Selama kurun waktu tersebut, mereka tidak menemui
permasalahan yang mengganggu keharmonisan rumah tangga sampai Rasul berpulang
ke sisiNya. Kecuali sebuah peristiwa fitnah terhadap Aisyah yang dikenal dengan
peristiwa haditsul ifqi (peristiwa kebohongan).
Peristiwa tersebut muncul sepulang Rasul dari peperangan melawan Bani
Musthaliq. Kaum munafik yang dipelopori Abdullah bin Ubay bin Salul menyebarkan
kedustaan terhadap Ummul Mukminin. Akhirnya Allah menampakkan ketegaran dan
kesabaran Aisyah. Kemudian beliau dibela kesuciannya dari langit ketujuh bahkan
Allah menurunkan 16 ayat yang berurutan menjelaskan kesucian Aisyah r.a.
Namun, karena ketawadhu’annya (kerendahan hatinya), Aisyah mengatakan,
“Sesungguhnya perkara yang menimpaku atas diriku itu lebih hina bila sampai
Allah SWT berfirman tetangku melalui wahyu yang akan senantiasa dibaca.” (HR.
Bukhari no. 4141)41
13. Wafatnya Rasulullah
Aisyah menyebutkan, Rasulullah bertanya saat sakit yang menyebabkannya
meninggal dunia. “Di mana aku hari ini? Di mana aku besok?” maksudnya adalah
giliran Aisyah. 42 Istri istri beliau mempersilahkan beliau tinggal di manapun beliau
ingin. Beliau di rumah Aisyah hingga beliau meninggal. Aisyah berkata, ‘Beliau
meninggal dunia pada hari giliran di rumahku. Beliau wafat sementara kepala beliau
berada di antara leher dan dadaku. Air liur beliau bercampur dengan air liurku.’ Setelah
itu ia berkata ‘Abdurrahman bin Abu Bakar masuk membawa siwak, ia mengenakan
siwak itu. Rasulullah melihatnya kemudian berkata kepadanya, “Berikan aku siwak itu,
wahai Abdurrahman.” Ia memberi siwak itu kepadaku lalu aku melunakkannya dan
kuberikan kepada Rasulullah. Rasulullah kemudian bersiwak dengan bersandar di
dadaku’.” (Muttafaq ‘Alaih)43
Beliau meninggal dalam usia 63 tahun, 40 tahun beliau habiskan sebelum
kenabian, 13 tahun setelah kenabian di Makkah, dan 10 tahun di Madinah setelah hijrah.
Beliau meninggal pada awal tahun 11 H tanpa meninggalkan satupun dinar, dirham,

41
Al-Bukhari, Sahih al-Bukhari, hlm. 55-64
42
Muslim bin Hajjaj, Shahih Muslim, no. 2443, jild. 3, hlm. 102
43
Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, no. 4450, jild. 3, hlm. 136
budak, atau apapun selain bighal putih yang biasa beliau tunggangi, pedang, dan
sebidang tanah yang beliau sedekahkan.44 Beliau SAW dikebumikan di rumah Aisyah.
14. Dalam Naungan Khalifah Rasyidah
Setelah wafatnya Rasulullah Aisyah berada dalam naungan khilafah Islam.
Umat Islam sendiri mengetahui kemuliaan dan kedudukannya yang tinggi. Karena ia
adalah kekasih Rasulullah, menara ilmu yang terpancar ke seluruh penjuru dunia.
Ketika ayah beliau, Abu Bakar wafat, Aisyah kembali ditimpa kesedihan yang
sangat. Kemudian beliau dimakamkan di samping makam Rasulullah. Kemudian
kekhalifahan digantikan oleh Umar bin Khattab. Tatkala ajal telah mendekati, Umar
meminta ijin kepada Aisyah untuk dimakamkan di samping Rasulullah dan sahabatnya.
Maka Aisyah mengalah dan mengabulkan permintaannya. 45
15. Perang Jamal
Ketika terjadi fitnah terkait pembunuhan Utsman bin Affan, khalifah ketiga,
Aisyah pergi dengan maksud mendamaikan kubu yang bertikai dan menuntut
pelaksanaan hukum qisash terhadap para pembunuh Utsman.
Ketika Aisyah keluar, beliau melewati sumber-sumber air milik Bani Amir pada
malam hari. Ia mendengar anjing-anjing menggonggong. Aisyah kemudian bertanya;
‘Mata air apa ini?’, ‘Hau’ab’, jawab orang-orang. ‘Aku harus pulang’, kata beliau.
Sebagian orang melarangnya, supaya kaum muslimin berdamai ketika melihatnya.
Namun Aisyah berkata, aku mendengar Rasulullah bersabda: “Bagaimana
kiranya bila seorang di antara kalian (istri-istri Nabi) digonggongi anjing-anjing
Hau’ab.” (HR. Ahmad)46
Beliau sangat menyesal setelah kepergiannya itu. Sampai-sampai saat hendak
meninggal dunia, Qais meriwayatkan, Aisyah berkata, sebelumnya ia ingin
dimakamkan di rumahnya. ‘Dulu setelah Rasul meninggal, aku melakukan sesuatu
(pergi ke perang Jamal). Maka makamkan aku bersama istri-istri beliau (Baqi’).47
16. Wafatnya Aisyah
Aisyah r.a meninggal pada malam selasa, tanggal 17 Ramadhan setelah shalat
witir, pada tahun 59 Hijriyah.48 Ada juga yang berpendapat bahwa beliau wafat pada

44
Mahmud Al Misri, Biografi 35 Shahabiyah Nabi, cet: 4, hlm. 192
45
Ibid,. hlm. 203
46
Mahmud al Misri, Biografi 35 Shahabiyah Nabi, hlm. 203
47
Ibid,. hlm. 205
48
Ibid,.
tahun 57 H49, dalam usia 63 tahun dan sekian bulan. Beliau dimakamkan selepas shalat
witir tepat di perkuburan Baqi’. Para sahabat Anshar berdatangan pada saat itu, bahkan
tidak pernah ditemukan satu hari pun yang lebih banyak orang-orang berkumpul
padanya daripada hari itu, sampai-sampai penduduk sekitar Madinah turut berdatangan.

Shalat jenazahnya diimami oleh Abu Hurairah dan saat itu Gubernur Madinah
adalah Marwan bin Hakam. Ada lima orang yang turun ke dalam liang kuburnya;
Abdullah dan Urwah (keduanya anak Zubair), Qasim dan Abdullah (keduanya anak
Muhammad bin Abu Bakar Ash-Shiddiq), dan Abdullah bin Abdurrahman bin Abu
Bakar Ash-Shiddiq.50

Rekonstruksi Sejarah Hidup Aisyah r.a

Riwayat hidup Aisyah mengingatkan kita bahwa untuk menciptakan generasi


yang hebat diperlukan persiapan dan proses. Kematangan beliau yang telah nampak
sejak belia, mengindikasikan peran kedua orangtuanya yang mengedukasi beliau sejak
dalam kandungan serta menciptakan lingkungan keluarga yang kondusif. Selanjutnya
orangtua harus memilihkan pasangan hidup yang sholih dan mampu mendidik anaknya.
Langkah langkah yang perlu dilakukan:

1. Memilih pasangan hidup yang berkualitas akhlak serta agamanya.


2. Menjadi orangtua yang bertakwa.
3. Berkomitmen mendidik anak dengan takwa.
4. Memilihkan pasangan hidup yang bertakwa dan mampu melanjutkan peran
pendidikan orangtua. Kita harus menanamkan prinsip, bagi seorang
mukmin, cukuplah takwa sebagai sebaik-baik bekal.

Kepribadian istimewa yang dimiliki Aisyah merupakan hasil dari serangkaian


proses panjang. Kecerdasannya didapat dari kedua orangtua yang cerdas dan beriman,
serta pendidikan suaminya, Muhammad sang Rasulullah. Akhlak dan kesholihannya
tidak lepas dari faktor genetik dan lingkungan.

49
Ibnul Atsir, Usudul Ghabah Fii Ma’rifatis Sahabah, hlm. 1551
50
Ibid,. http://www.republika.co.id/berita/ramadhan/sirah-sahabat/13/07/05/mpfbe0-aisyah-
sang-perawi-hadits

Anda mungkin juga menyukai