Anda di halaman 1dari 18

PROPOSAL PENELITIAN KUALITATIF

“Pengalaman keluarga dalam merawat lansia yang mengalami demensia”

Untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Riset Keperawatan

Oleh :

Nama : Nir Tasya Z.T.A.S

NIM : 201710420311169

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2019
Daftar Isi

Cover……………………………………………………………………………………..
Daftar Isi………………………………………………………………………………... i
BAB I Pendahuluan……………………………………………………………………. 1
1.1 Latar Belakang……………………………………………………………………... 1
1.2 Manfaat……………………………………………………………………………... 2
1.3 Tujuan Penelitian…………………………………………………………………... 2
BAB II Tinjauan Pustaka……………………………………………………………… 3
2.1 Konsep Keluarga…………………………………………………………………… 3
2.1.2 Pengertian Keluarga……………………………………………………………... 3
2.1.3 Tugas Kesehatan Keluarga…………………………………………………….... 4
2.2 Konsep Lansia……………………………………………………………………… 4
2.2.1 Pengertian Lansia………………………………………………………………… 4
2.2.2 Perubahan pada Lansia………………………………………………………….. 5
2.3 Konsep Demensia…………………………………………………………………... 5
2.3.1 Definisi Demensia………………………………………………………………… 5
2.3.2 Penyebab Demensia………………………………………………………………. 5
2.3.3 Faktor Resiko Demensia…………………………………………………………. 6
2.4 Keaslian Penelitian…………………………………………………………………. 6
BAB III Metodologi.……………………………………………………………………. 9
3.1 Desain Penelitian…………………………………………………………………… 9
3.2 Partisipan…………………………………………………………………………… 9
3.3 Tempat dan Waktu………………………………………………………………… 10
3.3.1 Tempat Penelitian………………………………………………………………… 10
3.3.2 Waktu Penelitian…………………………………………………………………. 10
3.4 Instrumen…………………………………………………………………………… 10
3.5 Pengumpulan Data…………………………………………………………………. 10
3.5.1 Tahap persiapan………………………………………………………………….. 10
3.5.2 Tahap Pelaksanaan………………………………………………………………. 11
3.5.3 Tahap terminasi…………………………………………………………………... 12

i
3.6 Analisa Data………………………………………………………………………… 12
3.7 Keabsahan Data…………………………………………………………………….. 12
3.8 Etika Penelitian……………………………………………………………………... 12
Daftar Pustaka………………………………………………………………………….. 14

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keluarga merupakan sumber bantuan terpenting bagi anggotanya yang dapat


mempengaruhi gaya hidup atau mengubah gaya hidup anggotanya yang berorientasi pada
kesehatan. Keluarga dapat menimbulkan, mencegah, mengabaikan atau memperbaiki masalah
kesehatan dalam kelompoknya sendiri. Keluarga mempunyai peran utama dalam
pemeliharaan kesehatan seluruh anggotanya dan bukan individu itu sendiri yang
mengusahakan tercapainya kesehatan yang diinginkannya. Masalah kesehatan dalam keluarga
saling berkaitan, keluarga merupakan perantara yang efektif dan efisien untuk mengupayakan
kesehatan (Yuliyanti & Zakiyah, 2016).
Kelompok lanjut usia (lansia) di pandang sebagai kelompok masyarakat yang berisiko
mengalami gangguan kesehatan. Masalah yang menonjol pada kelompok tersebut adalah
menurunnya respon lansia terhadap kemampuan aktivitas fungsional fisik. Hal ini terjadi
sejalan dengan bertambahnya usia seseorang dan proses kemunduran yang di ikuti dengan
munculnya gangguan fisiologis, penurunan fungsi, gangguan kognitif, gangguan afektif dan
psikososial. Sejumlah masalah kesehatan menjadi lebih umum seiring bertambahnya usia. Ini
termasuk masalah kesehatan mental serta masalah kesehatan fisik, terutama demensia
(Suwarni, Setiawan, & Syatibi, 2017).
Demensia adalah sindrom terjadinya penurunan memori, berpikir, perilaku, dan
kemampuan melakukan kegiatan seharihari pada seseorang. Dari beberapa pengertian di atas
dapat disimpulkan bahwa demensia merupakan kumpulan gejala yang berlangsung secara
progresif yang di tandai dengan perubahan perilaku, penurunan memori, orientasi, kesulitan
dalam berkomunikasi dan mengambil keputusan sehingga mengakibatkan kegiatan sehari-
harinya terganggu (Suwarni et al., 2017). Demensia adalah gejala terjadinya penurunan
memori, berfikir, perilaku, dan kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari.
Kehilangan kapasitas intelektual pada demensia tidak hanya pada memori atau ingatan saja,
tetapi juga pada kognitif dan kepribadian. WHO mencatat tahun 2016 sebanyak 47,5 juta
orang di dunia mengalami demensia dan diperkirakan meningkat menjadi 75,6 juta orang di

1
tahun 2030 dan 135,5 juta orang di tahun 2050. Kasus baru demensia terjadi setiap 4 detik dan
setiap tahun kejadian demensia terjadi sebanyak 7,7 juta kasus baru (WHO, 2016).
1.1 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana pengalaman keluarga dalam
merawat lansia yang mengalami demensia?”
1.2 Tujuan Penelitian
1.2.1 Tujuan umum
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan pemahaman secara mendalam tentang
pengalaman keluarga dalam merawat lansia yang mengalami demensia.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui perasaan keluarga dalam merawat lansia yang mengalami demensia.
2. Untuk mengetahui hambatan dan solusi yang di alami keluarga dalam merawat lansia
yang mengalami demensia.
3. Untuk mengetahui hikmah yang dapat di ambil keluarga selama merawat lansia yang
mengalami demensia.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Keluarga
2.1.2 Pengertian Keluarga
Sembiring & Setyarini (2019) menyatakan bahwa keluarga adalah support system bagi
keluarga terutama untuk lansia untuk dapat mempertahankan kesehatannya. Keluarga
memiliki peranan yang sangat penting untuk menjaga maupun merawat lansia,
mempertahankan dan terus meningkatkan status mental pada lansia, mengantisipasi terjadinya
perubahan pada sosial ekonomi, memfasilitasi kebutuhan spiritual bagi lansia, serta sangat
membantu dalam memberikan motivasi dan dukungan untuk lansia. Lansia yang mengalami
masalah ataupun gangguan pada fungsi kognitif yang biasa disebut dengan demensia sangat
membutuhkan keluarga dalam memenuhi kebutuhan dasar sehari - hari bagi lansia.
Menurut Mursafitri (2015) keluarga adalah sekelompok orang – orang yang hidup atau
tinggal dalam satu rumah dan dihubungkan melalui satu ikatan perkawinan, hubungan darah
maupun tidak memiliki hubungan darah yang bertujuan untuk mempertahankan budaya secara
umum dan meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional, dan juga sosial setiap
anggota keluarga. Keluarga kelompok terpenting dan terkecil pada masyarakat yang banyak
mengalami perubahan konsep, struktur, dan juga fungsi dari unit keluarga tersebut dengan
seiring berjalannya waktu.
2.1.2 Tipe - Tipe Keluarga
Mursafitri (2015) berpendapat bahwa keluarga memiliki karakteristik tersendiri yang
terdiri dari tipe keluarga, status sosial-ekonomi, etnis atau suku, budaya, dan tahapan
perkembangan keluarga. Berberapa ahli terapi keluarga mengemukakan pendapatnya bahwa
masalah pada salah satu anggota keluarga yang berada di dalam suatu keluarga disebabkan
karena karkateristik atau kebiasan yang ada di dalam keluarga tersebut. Sementara ahli yang
lain berpendapat lain bahwa masalah pada salah satu anggota keluarga yang ada di dalam
keluarga adalah neurotik dari seluruh anggota keluarga tersebut. Karakteristik keluarga dapat
dikelompokkan berdasarkan usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan penghasilan
keluarga.

3
2.1.3 Tugas Kesehatan Keluarga
Keluarga diperlukan untuk meningkatkan status kesehatan keluarganya, sesuai dengan
fungsi pemeliharaan kesehatan. Keluarga mempunyai 5 (lima) tugas di bidang kesehatan yang
perlu di pahami dan dilakukan, yaitu: kemampuan mengenal masalah kesehatan, kemampuan
mengambil keputusan tindakan kesehatan yang tepat, kemampuan merawat anggota keluarga,
kemampuan mempertahankan suasana rumah yang menyenangkan dan memodifikasi
lingkungan untuk menjamin kesehatan keluarga, kemampuan memanfaatkan fasilitas
pelayanan kesehatan disekitarnya bagi keluarga (Yuliyanti & Zakiyah, 2016).
Yuniati (2017) menjelaskan bahwa peran keluarga sebagai family caregiver sangat
berpengaruh terhadap kesehatan lansia, dan juga berbagai aspek kehidupan lainnya. Berbagai
macam pengalaman family caregiver dalam merawat anggota keluarga dengan fenomena
penurunan daya ingat pada lansia sangat bermacam - macam. Family caregiver memberikan
dampak yang positif bagi lansia, tetapi banyak juga family caregiver yang mengalami dampak
negative selama merawat lansia yang mengalami demensia. Dampak positif menjadi family
caregiver memiliki rasa kepuasan tersendiri karena dapat berperan penting dalam merawat
lansia agar menjadi sehat kembali. Sedangkan dampak negatifnya yaitu : kelelahan, kurang
tidur / istirahat, sering merasa cemas, merasa terbebani, kurangnya rekreasi, kurangnya
merawat diri sendiri, penurunan performa tubuh, menyebabkan isolasi sosial, kurangnya
waktu kerja sehingga financial kurang tercukupi.

2.2 Konsep Lansia

2.2.1 Definisi Lansia

Aniyati & Kamalah (2018) menjelaskan bahwa lansia adalah seseorang yang berusia
di atas 60 tahun. Lansia itu bukanlah suatu penyakit, tetapi melainkan tahapan lanjutan dari suatu
proses kehidupan yang sering di tandai dengan adanya penurunan aktivitas fisik untuk dapat
beradaptasi dengan beberapa masalah psikososial dan stress pada lingkungan. Berbagai macam
penurunan yang terjadi pada beberapa fungsi tubuh pada lansia. Lansia awalnya mulai mengalami
masalah dengan menurunnya pendengaran, sehingga hal tersebut membuat lansia susah untuk
dapat berkomunikasi dan harus mengeraskan suara saat ingin berkomunikasi. Pada lansia juga
terjadi penurunan fungsi penglihatan, sehingga lansia sering terjatuh apabila tidak berhati - hati.
Begitu pula pada fungsi memori yang juga menurun, sehingga membutuhkan banyak waktu pada

4
lansia untuk mengingat suatu kejadian tertentu. Hal - hal tersebut sangat berpengaruh di kehidupan
lansia terutama pada psikososial.

2.2.2 Perubahan pada Lansia

Samper (2017) berpendapat bahwa perubahan – perubahan yang di alami oleh lansia
dan biasa terjadi akan membuat menurunnya peran sosial dan semakin menurunnya kesehatan
karena lansia kehilangan pekerjaannya dan akan merasa menjadi seseorang yang kurang mampu
melakukan aktivitas atau banyak hal. Hal tersebut sangat berpengaruh pada lansia untuk tidak
berinteraksi sosial antar lansia maupun dengan orang yang ada di sekitarnya, karena lansia mulai
menarik diri secara perlahan. Interaksi sosial pada lansia yang kurang baik sangat mempengaruhi
kualitas kehidupan lansia, karena hal tersebut dapat menyebabkan lansia merasa terpuruk dan
lansia akan lebih suka untuk menyendiri lalu menjadi depresi.

2.3 Konsep Demensia


2.3.1 Definisi Demensia
Menurut Wahyuni (2016) demensia adalah sindrom yang diakibatkan karena penyakit
yang menyerang atau mengganggu otak. Dimana otak biasanya bersifat kronik progresif, yaitu
terdapat gangguan fungsi pada bagian kortikal yang multiple (multiplehighercorticalfunction).
Yang di serang biasanya pada bagian daya ingat (kemampuan menginga)t, daya pikir (pola
pikir), orientasi (kemampuan mengenali orang, tempat, suasana), daya tangkap (kemampuan
berkonsentrasi), berhitung, kemampuan belajar, berbahasa (biasanya terjadi pengulangan
pembicaraan), dan juga daya nilai. Terjadinya demensia di awali dengan penurunan
pengendalian emosi, perilaku sosial, begitu pula pada motivasi hidup lansia.
2.3.2 Penyebab Demensia
Sopyanti (2019) berpendapat bahwa penyebab demensia dapat di pengaruhi oleh
kematian sel - sel saraf ataupun hilangnya interaksi antar sel - sel yang berada di otak. Dimana
otak manusia itu seperti layaknya mesin yang sangat kompleks dan juga sangat rumit
sehiingga banyak sekali faktor yang mempengaruhi ataupun mengganggu jalannya
komunikasi antar sel saraf satu dengan sel saraf yang lain. Pada hasil penelitian telah
ditemukan faktor yang dapat mempengaruhi demensia adalah banyaknya penggunaan zat
adiktif yang salah (tidak sesuai dengan takaran atau berlebihan).

5
2.3.3 Faktor Resiko Demensia
Wahyuni (2016) menyatakan bahwa beberapa faktor resiko yang menyebabkan
demensia yaitu karena aktivitas kognitif (aktivitas yang lebih banyak menggunakan pikiran
atau otak), Usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, riwayat penyakit (Diabetes mellitus,
jantung, hipertensi), riwayat keluarga yang menderita demensia sebelumnya, dan juga
aktivitas fisik. Orang yang lebih banyak menggunakan aktivitas fisik seperti berolahraga akan
cenderung mempunyai memori atau ingatan yang lebih kuat dibandingkan orang yang jarang
melakukan aktivitas fisik atau berolahraga. Contohnya saja pada saat ada suatu kegiatan yang
mengharuskan keikutsertaan fungsi kognitif seperti berjalan kaki, senam, menyapu,
mengepel, ataupun pekerjaan rumah yang lain. Aktivitas fisik yang ringan seperti berjalan
kaki juga dapat membantu seseorang untuk mencegah penurunan daya ingat maupun daya
pikir pada lansia.
2.4 Keaslian Penelitian
No. Judul dan Tahun Jenis dan Sampel dan Populasi Hasil
Penelitian Desain
Penelitian
1. Pengalaman Jenis : Sampel : sebanyak 6 Hasil wawancara
Caregiver dalam Kualitatif orang. Sebagian besar menunjukkan bahwa
Merawat Lanjut Desain : informan adalah partisipan tidak
Usia dengan pendekatan perempuan. berharap yang
Penurunan Daya fenomenologi Populasi : Partisipan berlebihan akan
Ingat (2017) deskriptif berasal dari suku yang kembali pulihnya
berbeda yaitu sunda, kemampuan daya
jawa, sumatera dan ingat lansia menjadi
betawi. Lama partisipan normal. Partisipan
sebagai caregiver bagi berharap dengan
lansia yang mengalami diberikannya
penurunan daya ingat perawatan dapat
cukup beragam, dimulai menghambat
sejak partisipan dan terjadinya keparahan
anggota keluarga lainnya dari kondisi saat ini.

6
melihat perubahan pada
kemampuan daya ingat
lansia. Ada yang
berlangsung selama 1
tahun, 3-4 tahun dan ada
yang sudah 7 tahun
lamanya. Hubungan
partisipan dengan lansia
sebagian besar adalah
perempuan lansia.
2. Hubungan metode Populasi dan sampel Hasil penelitian
Kesiapan kuantitatif adalah keluarga lansia sebagaimana
Keluarga dengan dengan yang terdaftar di tercantum pada Tabel
Kondisi desain Posbindu X berjumlah 96 6 menunjukkan
Demensia Lansia penelitian keluarga dan 96 lansia. bahwa terdapat 66
(2019) cross- responden yang
sectional memiliki kondisi
demensia sedang,
dimana 35 (53,0%)
responden memiliki
kesiapan keluarga
siap dan 31 (47,0%)
responden memiliki
kesiapan keluarga
tidak siap. Hasil uji
Chi-Square diperoleh
p-value = 0,896, hal
ini berarti bahwa Ha
ditolak sehingga
tidak ada hubungan
kondisi demensia

7
pada lansia dengan
kesiapan keluarga.

8
BAB III
METODOLOGI

3.1 Desain Penelitian


Pada penelitian tentang “Pengalaman keluarga dalam merawat lansia yang mengalami
demensia”, pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Hal ini
dilakukan dengan alasan bahwa suatu fenomena atau peristiwa tertentu akan lebih memiliki
arti dan makna jika diuraikan dengan kata-kata dari pada menggunakan angka.
Sugiyono (2014) mendefinisikan penelitian ini menggunakan metode kualitatif karena
penelitian ini bermaksud menjelaskan suatu fenomena, peristiwa atau proses secara mendalam
tanpa bertujuan menggenalisir hasil penelitian. Metode penelitian kualitatif yang mengacu
pada filsafat post-positivisme dengan memperhatikan kondisi alamiah objek penelitian yang
menitik beratkan pada peran penting peneliti sebagai pusat aktivitas, kombinasi teknik
pengumpulan data dan analisis data yang bersifat induktif serta hasil penelitian yang bertujuan
memberikan makna terhadap suatu objek yang diteliti
3.2 Partisipan
Sampel dalam penelitian kualitatif tidak disebut responden, tetapi sebagai narasumber,
atau partisipan, informan, teman, dan guru dalam penelitian (Sugiyono, 2014). Pada penelitian
ini, peneliti menggunakan kata partisipan sebagai subjek yang diteliti.
Jumlah partisipan dalam penelitian kualitatif biasanya anatara 5 - 10 orang, tetapi jika
saturasi telah mencapai dimana tidak ada lagi informasi baru yang didapatkan pada
pertanyaan yang sama maka pengambilan data dapat dihentikan (Tristiana, 2016). Partisipan
yang ada di dalam penelitian ini sebanyak 5 (lima) partisipan yang dilakukan wawancara
mendalam.
Penentuan partisipan menggunakan Teknik purposive sampling. Peneliti akan
melibatkan partisipan yang memenuhi kriteria inklusi yang telah ditetapkan dalam wawancara
mendalam, sehingga data yang di peroleh akan sesuai dengan konteks fenomena yang akan
diteliti.
Kriteria inklusi yang ditentukan peneliti dalam pemilihan partisipan, yaitu :
1. Partisipan adalah anak kandung yang merawat lansia yang mengalami demensia
dan merupakan caregiver utama.

9
2. Partisipan berusia > 18 tahun , karena dianggap sudah dewasa dan mampu
bertanggung jawab atas informasi yang diberikan selama penelitian.
3. Partisipan tinggal satu rumah dengan lansia.
4. Partisipan telah merawat lansia yang mengalami demensia selama > 6 bulan
3.3 Tempat dan Waktu
3.3.1 Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di wilayah Puskesmas Arjuno, Kelurahan Kauman, Kecamatan
Klojen, Kota Malang. Dikarenakan di wilayah tersebut banyak sekali lansia.
3.3.2 Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari-Februari 2020. Dimana pengumpulan data
dilakukan pada tanggal 1 Januari - 31 Januari 2020. Analisa data dilakukan pada Februari
2020
3.4 Instrumen
Pada penelitian ini pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti yaitu wawancara
mendalam, handphone, kamera, catatan lapangan. Peneliti memilih menggunakan handphone
untuk merekam pembicaraan saat wawancara dengan partisipan, sedangkan kamera
digunakan untuk mendokumentasikan peneliti dengan partisipan saat melakukan wawancara.
Sehingga instrumen yang digunakan peneliti berguna untuk melakukan pengambilan dan
pengumpulan data.
3.5 Pengumpulan Data
Pada penelitian ini, data yang didapatkan melalui teknik wawancara secara mendalam,
observasi dan dokumentasi. Dimana wawancara pada penelitian kualitatif mempunyai tujuan
dan biasanya pertanyaan untuk wawancara bersifat informal. Pengumpulan data dengan cara
ini sesuai dengan metode penelitian yang bersifat fenomenologi atau pengalaman seseorang.
Saat wawancara peneliti lebih mengarahkan pada perasaan, persepsi, dan pemikiran partisipan
tersebut.
3.5.1 Tahap persiapan
Tahap persiapan dimulai dari peneliti meminta surat pengantar izin penelitian dari
Fakultas untuk ditujukan kepada pihak Puskesmas Arjuno .Setelah mendapat izin dari pihak
Puskesmas, peneliti mengidentifikasi calon partisipan berdasarkan data dari Puskesmas
Arjuno.

10
Pada penelitian ini peneliti mendapatkan data partisipan dari Puskesmas Arjuno.
Peneliti melakukan tatap muka dengan partisipan 3 kali pertemuan. Pertemuan pertama
dengan mendatangi rumah calon partisipan dan mengidentifikasi kesesuaian calon partisipan
berdasarkan kriteria inklusi. Setelah itu, peneliti meminta izin kesediaan calon partisipan
untuk menjadi partisipan pada penelitian ini. Setelah partisipan membaca lembar informed
consent dan memberikan persetujuannya, maka peneliti membuat kesepakatan dengan
partisipan mengenai kontrak waktu dan tempat pelaksanaan wawancara untuk pertemuan yang
kedua.
3.5.2 Tahap Pelaksanaan
1. Fase Orientasi
Fase orientasi merupakan pertemuan yang kedua dengan partisipan, pada waktu dan
tempat yang telah disepakati sebelumnya. Pada tahap ini, peneliti membuat kontrak
lamanya wawancara. Sebelum meletakkan alat perekam suara, peneliti meminta izin
kepada partisipan untuk kesediaan direkam suaranya dan meletakkan alat perekam suara
didekat partisipan atau kurang lebih 30 cm dari partisipan. Peneliti menyiapkan lembar
field note untuk menngambarkan suasana yang terjadi selama wawancara.
Setelah peneliti meletakkan semua alat, peneliti melakukan bina hubungan saling
percaya (BHSP) dengan menanyakan kondisi kesehatan keluarga dan lansia secara umum
untuk mengidentifikasi sejauh mana kesiapan keluarga untuk dilakukan wawancara.
2. Fase Kerja
Peneliti memulai wawancara mendalam dengan pedoman wawancara dan mengisi
catatan lapangan yang tersedia. Peneliti memulai dengan mengajukan pertanyaan kepada
partisipan mengenai “Bagaimana perasaan Anda selama merawat Ibu/Bapak Anda?”
pertanyaan inti tersebut digunakan untuk mendapatkan kesan secara umum dari partisipan.
Dilanjutkan dengan pertanyaan - pertanyaan yang lain. Pada penelitian ini, peneliti
membuat pedoman wawancara yang berisi pertanyaan terbuka untuk menguraikan
pertanyaan inti tersebut. Pedoman wawancara tersebut berisi pertanyaan - pertanyaan
khusus untuk menjawab dari tujuan penelitian. Peneliti memberikan gambaran secara
umum terkait dengan pertanyaan inti tersebut, setelah partisipan tidak dapat memahami
pertanyaan peneliti, maka peneliti menguraikan pertanyaan inti tersebut dalam beberapa
pertanyaan sesuai dengan panduan wawancara.

11
3. Fase Terminasi
Peneliti mengakhiri proses pengambilan data apabila semua pertanyaan yang ingin
ditanyakan sudah selesai dijawab oleh partisipan. Peneliti menutup wawancara dengan
mengucapkan terima kasih atas partisipasi dan kerjasama partisipasi selama wawancara.
Selanjutnya, peneliti membuat kontrak kembali dengan partisipan untuk memvalidasikan
data hasil wawancara yang telah dilakukan.

3.5.3 Tahap terminasi

Pada tahap ini adalah pertemuan ketiga dengan partisipan dengan melakukan validasi
terhadap partisipan dan menjelaskan terkait hasil transkrip pengumpulan data supaya
kebenaran data penelitian dapat tercapai sesuai dengan tujuan penelitian, serta memberikan
souvenir sebagai tanda terima kasih. Peneliti menyatakan pada partisipan bahwa proses
penelitian telah berakhir dengan adanya validasi data yang sudah dilakukan. Peneliti
mengucapkan terima kasih atas kesediaan waktu partisipan selama penelitian.
3.6 Analisa Data
Analisis data dilakukan bersama dengan proses pengumpulan data. Proses analisis data
dimulai dengan mengumpulkan seluruh data wawancara, observasi secara langsung, dan
catatan lapangan. Selanjutnya dilakukan mencatat kembali hasil wawancara menggunakan
software untuk mengetahui asupan subjek dan mengintegrasikan hasil analisis dalam bentuk
deskriptif (Tristiana, 2016)
3.7 Keabsahan Data
Menurut (Hadi, 2016) pengujian validitas dan reliabilitas pada penelitian kualitatif
disebut dengan pemeriksaan keabsahan data. Formulasi pemeriksaan keabsahan data
menyangkut kriteria derajat kepercayaan (credibility), keteralihan (tranferability),
kebergantungan (dependability), dan kepastian (confirmability). Dari empat kriteria tersebut,
pendekatan kualitatif memiliki delapan teknik pemeriksaan data, yaitu perpanjangan keikut-
sertaan, ketekunan pengamatan, triangulasi, pengecekan sejawat, kecukupan referensi, kajian
kasus negatif, pengecekan anggota, dan uraian rinci
3.8 Etika Penelitian
Peneliti harus menghormati budaya dan norma masyarakat yang sesuai dengan aturan
ilmu pengetahuan dan penelitian. Prinsip etik berlaku dimana penelitian dilaksanakan baik

12
untuk individu maupun masyarakat. Penelitian yang menggunakan manusia sebagai partisipan
adalah hak istimewa, sehingga peneliti harus mengikuti aturan dan norma yang berlaku
(KEPPKN, 2017).

13
Daftar Pustaka

Aniyati, S., & Kamalah, A. D. (2018). Gambaran Kualitas Hidup Lansia Di Wilayah Kerja
Puskesmas Bojong I Kabupaten Pekalongan. Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, 14(1),
13–17. https://doi.org/10.26753/jikk.v14i1.270

Hadi, S. (2016). Pemeriksaan Keabsahan Data Penelitian Kualitatif pada Skripsi. Jurnal Ilmu
Pendidikan, 22(1), 74–79.

KEPPKN. (2017). Pedoman dan Standar EtikPenelitian dan Pengembangan Kesehatan


Nasional. Jakarta.

Mursafitri, E., Herlina, & Safri. (2015). Hubungan Fungsi Afektif Keluarga Dengan Perilaku
Kenakalan Remaja. Jurnal Keperawatan, 2(2), 1058–1067.

Samper, trisnawati P., Pinontoan, O. R., & Katuuk, M. E. (2017). Hubungan Interaksi Sosial
Dengan Kualitas Hidup Lansia Di Bplu Senja Cerah Provinsi Sulawesi Utara. E-Journal
Keperawatan (e-KP), 5(1).

Sembiring, S. T. H., & Setyarini, E. A. (2019). Hubungan Kesiapan Keluarga Dengan Kondisi
Demensia Lansia. Jurnal Pendidikan Keperawatan Indonesia, 5(1).
https://doi.org/10.17509/jpki.v5i1.15722

Sopyanti, Y. D., Sari, C. W. M., & Sumarni, N. (2019). GAMBARAN STATUS DEMENSIA
DAN DEPRESI PADA LANSIA DI KELURAHAN SUKAMENTRI GARUT
PENDAHULUAN Data dari World Health Organization Disease International Organization
memaparkan jumlah total orang dengan demensia di seluruh dunia pada tahun 2015
mencapai didap. Jurnal Keperawatan Komprehensif, 5(1), 26–38.

Sugiyono. (2014). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Cv. Alfabeta.

Suwarni, S., Setiawan, & Syatibi, M. M. (2017). Hubungan usia demensia dan kemampuan
fungsional pada lansia. Jurnal Keterapian Fisik, 2(1), 34–41.

Tristiana, R. D. (2016). Psychological Well Being In Type 2 Diabetes Mellitus Patients In


Mulyorejo Public Health Center Surabaya. Jurnal NERS, 11(2), 147–156.
https://doi.org/10.20473/jn.v11i22016.147-156

14
Wahyuni, A., & Nisa, K. (2016). Pengaruh Aktivitas dan Latihan Fisik terhadap Fungsi Kognitif
pada Penderita Demensia. Majority, 5(4), 12–16.

Yuliyanti, T., & Zakiyah, E. (2016). Tugas Kesehatan Keluarga Sebagai Upaya Memperbaiki
Status Kesehatan Dan Kemandirian Lanjut Usia. Profesi (Profesional Islam) : Media
Publikasi Penelitian, 14(1), 49–55. https://doi.org/10.26576/profesi.136

Yuniati, F. (2017). Pengalaman Caregiver dalam Merawat Lanjut Usia dengan Penurunan Daya
Ingat. Bahana of Journal Public Health, 1(1).

WHO. (2016). Dementia. Retrieved from http:// www.who.int/mediacentre/factssheets/ fs362/en/

15

Anda mungkin juga menyukai