Makalah Teknologi BND Desi
Makalah Teknologi BND Desi
DOSEN PEMBIMBING
Desi Widiyanti, M.Keb
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 4
1. Della Nofriantika
2. Kharinda Anjelly Fanratami
3. Intan Maharani
4. Lutfia Syahda Kumala
5. Putri Belinda Permatasari
6. Septi Novia
7. Talitha Vindi
8. Vonny Safa Cornella
Alhamdulillah puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang masih memberikan
kita kesehatan, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah ini dengan judul
“Teknologi Terapan Dalam Pelayanan Pada Bayi Dan Balita”.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Teknologi Pelayanan
Kebidanan . Kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak
yang telah membantu kami dalam menyusun makalah ini. Kami juga berharap semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Dengan segala kerendahan hati, kritik dan saran yang sangat kami harapkan dari para
pembaca guna untuk meningkatkan dan memperbaiki pembuatan makalah pada tugas yang
lain dan pada waktu mendatang.
Penulis
DAFTAR ISI
A. Latar Belakang
Masalah kesehatan merupakan salah satu masalah yang tidak dapat dilepaskan dari
kehidupan pedesaan. Masih banyak desa-desa terutama desa tertinggal yang jauh dari
perilaku hidup sehat. Sementara itu, kesehatan merupakan salah satu variable pengukur
indeks pembangunan manusia, dan mayoritas masyarakat indonesia tinggal di pedesaan
sehingga menjadi hal yang wajar jika indeks pembangunan manusia masih bernilai sangat
rendah. Kesehatan merupakan aspek penting dan menjadi salah satu kebutuhan yang
mendasar dalam kehidupan masyarakat menjadi salah satu hak yang seharusnya
didapatkan oleh semua masyarakat termasuk masyarakat desa.
Keterbatasan financial menjadi hambatan masyarakat desa dalam mengakses sarana
kesehatan. Selain itu umumnya program ataupun teknologi kesehatan dari pihak luar
kadang kala tidak sesuai dengan keadaan masyarakat desa serta sulit diterapkan oleh
masyarakat desa. Oleh karena itu perlu adanya Teknologi Tepat Guna (TTG) kesehatan
yang dapat membantu masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatannya.
Teknologi tepat guna adalah teknologi yang didesain dengan mempertimbangkann
aspek lingkungan, etika budaya, sosial, dan ekonomi. Ciri-ciri Teknologi Tepat Guna
adalah mudah diterapkan, mudah dimodifikasi, untuk kegiatan skala kecil, sesuai dengan
perkembangan budaya masyarakat.
Adanya teknologi tepat guna kesehatan diharapkan dapat menjembatani masyarakat
dalam memenuhi kebutuhan akan hidup sehat. Maka, perlu kiranya melihat kondisi
penerangan teknologi tepat guna, khususnya bidang kesehatan yang berkembang
dimasyarakat dan melihat sejauh mana teknologi tersebut berhasil mewujudkan kondisi
masyarakat yang sehat.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja obat dan vaksin pada teknologi terapan dalam pelayanan pada bayi dan
balita?
2. Apa saja alat-alat yang digunakan pada teknologi terapan dalam pelayanan pada bayi
dan balita?
C. Manfaat
1. Untuk mengetahui apa saja obat dan vaksin untuk bayi dan balita
2. Untuk mengetahui apa saja alat-alat yang digunakan pada teknologi terapan dalam
pelayanan pada bayi dan balita
BAB II
PEMBAHASAN
2. Tujuan Imuniisas
Program imunisasi bertujuan untuk memberikan kekebalan pada bayi agar
dapat mencegah penyakit dan kematian bayi serta anak yang disebabkan oleh
penyakit yang sering berjangkit. (Proverawati, 2010)
Tujuan pemberian imunisasi adalah diharapkan anak menjadi kebal terhadap
penyakit sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas serta dapat
mengurangi kecacatan akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.
3. Manfaat Imunisasi
a. Untuk Anak
Mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit dan kemungkinan cacat
atau kematian.
b. Untuk Keluarga
Menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila anak sakit. Mendorong
pembentukan keluarga apabila orang tua yakin bahwa anaknya akan menjalani
masa kanak- kanak yang nyaman.
c. Untuk Negara
Memperbaiki tingkat kesehatan, mrnciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk
melanjutkan pembangunan negara.
4. Jenis Imunisasi
a. Imunisasi Aktif
Merupakan pemberian suatu bibit penyakit yang telah dilemahkan (vaksin)
agar nantinya sistem imun tubuh berespon spesifik dan memberikan suatu ingatan
terhadap antigen ini, sehingga ketika terpapar lagi tubuh dapat mengenali dan
meresponnya. Contoh imunisasi aktif adalah imunisasi polio dan campak.
Dalam imunisasi aktif terdapat beberapa unsur-unsur vaksin, yaitu :
1) Vaksin dapat berupa organisme yang secara keseluruhan dimatikan,
eksotoksin yang didetoksifikasi saja, atau endotoksin yang terikat pada
protein pembawa seperti polisakarida, dan vaksin dapat juga berasal dari
ekstrak komponen-komponen organisme dari suatu antigen. Dasarnya adalah
antigen harus merupakan bagian dari organisme yang dijadikan vaksin.
2) Pengawet/stabilisator, atau antibiotik. Merupakan zat yang digunakan agar
vaksin tetap dalam keadaan lemah atau menstabilkan antigen dan mencegah
tumbuhnya mikroba. Bahan-bahan yang digunakan seperti air raksa atau
antibiotik yang biasa digunakan.
3) Cairan pelarut dapat berupa air steril atau juga berupa cairan kultur jaringan
yang digunakan sebagai media tumbuh antigen, misalnya telur, protein serum,
bahan kultur sel.
4) Adjuvan, terdiri dari garam aluminium yang berfungsi meningkatkan sistem
imun dari antigen. Ketika antigen terpapar dengan antibodi tubuh, antigen
dapat melakukan perlawanan juga, dalam hal ini semakin tinggi perlawanan
maka semakin tinggi peningkatan antibodi tubuh.
b. Imunisasi Pasif
Merupakan suatau proses peningkatan kekebalan tubuh dengan cara
memberikan zat immunoglobulin, yaitu zat yang dihasilkan melalui suatu proses
infeksi yang dapat berasal dari plasma manusia (kekebalan yang didapatkan bayi
dari ibu melalui plasenta) atau binatang (bisa ular) yang digunakan untuk
mengatasi mikroba sudah masuk dalam tubuh yang terinfeksi.
Contoh imunisasi pasif adalah penyuntikan ATS pada orang yang
mengalami luka kecelakaan. Contoh lain adalah yang terdapat pada bayi yang
baru lahir dimana bayi tersebut menerima berbagai jenis antibodi dari ibunya
melalui darah plasenta selama masa kandungan, misalnya antibodi terhadap
campak.
3) Polio
5) Campak
Imunisasi campak merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah
terjadinya penyakit campak pada anak karena termasuk penyakit menular.
Kandungan vaksin ini adalah virus yang dilemahkan. Frekuensi pemberian
imunisasi campak adalah 1 dosis. Imunisasi campak diberikan melalui subkutan.
Imunisasi ini memiliki efek samping seperti terjadinya ruam pada tempat
suntikan dan panas.
b. Genetik
Secara genetik respon imun manusia terhadap antigen tertentu baik,
cukup, rendah. Keberhasilan vaksinasi tidak 100%.
c. Kualitas vaksin
1) Cara pemberian. Misalnya polio oral, imunitas lokal dan sistemik.
2) Dosis vaksin (1.Tinggi hambatan respon, menimbulkan efek samping; 2.Jika
rendah, maka tidak merangsang sel imunokompeten)
3) Frekuensi pemberian. Respon imun sekunder Sel efektor aktif lebih cepat,
lebih tinggi produksinya, afinitas lebih tinggi. Frekuensi pemberian
mempengaruhi respon imun yang terjadi. Bila vaksin berikutnya diberikan
pada saat kadar antibodi spesifik masih tinggi, sedangkan antigen
dinetralkan oleh antibodi spesifik maka tidak merangsang sel
imunokompeten.
4) Ajuvan (1.Zat yang meningkatkan respon imun terhadap antigen;
2.Mempertahankan antigen agar tidak cepat hilang; 3.Mengaktifkan sel
imunokompeten)
5) Jenis vaksin. Vaksin hidup menimbulkan respon imun lebih baik.
6) Kandungan vaksin (1.Antigen virus; 2.Bakteri; 3.Vaksin yang dilemahkan
seperti polio, campak, BCG.; 4.Vaksin mati : pertusis.; 5.Eksotoksin :
toksoid, difteri, tetanus.; 6.Ajuvan: persenyawaan aluminium.; 7.Cairan
pelarut : air, cairan garam fisiologis, kultur jaringan, telur.)
2) Pengenceran
Vaksin kering yang beku harus diencerkan dengan cairan pelarut khusus
dan digunakan dalam periode waktu tertentu. Apabila vaksin telah diencerkan,
harus diperiksa terhadap tanda-tanda kerusakan (warna dan kejernihan). Perlu
diperhatikan bahwa vaksin campak yang telah diencerkan cepat mengalami
perubahan pada suhu kamar. Jarum ukuran
21 yang steril dianjurkan untuk mengencerkan dan jarum ukuran 23 dengan
panjang 25 mm digunakan untuk menyuntikkan vaksin.
3) Pembersihan Kulit
Tempat suntikan harus dibersihkan sebelum imunisasi dilakukan namun
apabila kulit telah bersih, antiseptik kulit tidak diperlukan.
4) Pemberian Suntikan
Sebagian besar vaksin diberikan melalui suntikan intramuskular atau
subkutan dalam. Terdapat perkecualian pada dua jenis vaksin yaitu polio
diberikan per-oral dan BCG diberikan dengan suntikan intradermal.
14) Pemberian Dua atau Lebih Vaksin pada Hari Yang Sama
Pemberian vaksin-vaksin yang berbeda pada umur yang sesuai, boleh
diberikan pada hari yang sama. Vaksin inactivated dan vaksin virus hidup,
khususnya vaksin yang dianjurkan dalam jadwal imunisasi, pada umumnya dapat
diberikan pada lokasi yang berbeda saat hari kunjungan yang sama. Misalnya
pada kesempatan yang sama dapat diberikan vaksin-vaksin DPT, hepatitis B, dan
polio.
Vaksin-vaksin yang berbeda tidak boleh dicampur dalam satu semprit.
Vaksin-vaksin yang berbeda yang diberikan pada seseorang pada hari yang sama
harus disuntikkan pada lokasi yang berbeda dengan menggunakan semprit yang
berbeda.
8. Jadwal Imunisasi
a. .BCG
1) Imunisasi BCG diberikan pada umur sebelum 3 bulan. namun dianjurkan
pemberian imunisasi BCG pada umur antara 0-12 bulan.
2) Dosis 0,05 ml untuk bayi kurang dari 1 tahun dan 0,1 ml untuk anak (>1
tahun).
3) Imunisasi BCG ulangan tidak dianjurkan.
4) Vaksin BCG tidak dapat mencegah infeksi tuberculosis, namun dapat
mencegah komplikasinya.
5) Apabila BCG diberikan pada umur lebih dari 3 bulan, sebaiknya dilakukan uji
tuberkulin terlebih dahulu. Vaksin BCG diberikan apabila uji tuberkulin
negatif.
b. Hepatitis B
1) Imunisasi hepatitis B-1 diberikan sedini mungkin (dalam waktu 12 jam)
setelah lahir.
2) Imunisasi hepatitis B-2 diberikan setelah 1 bulan (4 minggu) dari imunisasi
hepatitis B-1 yaitu saat bayi berumur 1 bulan. Untuk mendapatkan respon
imun optimal, interval imunisasi hepatitis B-2 dengan hepatitis B-3 minimal 2
bulan, terbaik 5 bulan. Maka imunisasi hepatitis B-3 diberikan pada umur 3-6
bulan.
3) Departemen kesehatan mulai tahun 2005 memberikan vaksin hepatitis B-0
monovalen (dalam kemasan uniject) saat lahir, dilanjutkan dengan vaksin
kombinasi DTwP/hepatitis B pada umur 2-3-4 bulan. Tujuan vaksin hepatitis
B diberikan dalam kombinasi dengan DTwP untuk mempermudah pemberian
dan meningkatkan cakupan hepatitis B-3 yang masih rendah.
4) Apabila sampai dengan usia 5 tahun anak belum pernah memperoleh
imunisasi hepatitis B, maka secepatnya diberikan imunisasi hepatitis B
dengan jadwal 3 kali pemberian.
c. DPT
1) Imunisasi DPT primer diberikan 3 kali sejak umur 2 bulan (DPT tidak boleh
diberikan sebelum umur 6 minggu) dengan interval 4-8 minggu. Interval
terbaik diberikan 8 minggu, jadi DPT-1 diberikan pada umur 2 bulan, DPT-2
pada umur 4 bulan dan DPT-3 pada umur 6 bulan.
2) Dosis DPT adalah 0,5 ml, intramuskular, baik untuk imunisasi dasar maupun
ulangan.
3) Vaksin DPT dapat diberikan secara kombinasi dengan vaksin lain yaitu
DPT/Hepatitis B dan DPT/IPV.
d. Polio
1) Terdapat 2 kemasan vaksin polio yang berisi virus polio -1, 2, dan 3. (1.OPV,
hidup dilemahkan, tetes, oral.; 2.IPV, in-aktif, suntikan.)
2) Polio-0 diberikan saat bayi lahir sesuai pedoman PPI sebagai tambahan untuk
mendapatkan cakupan imunisasi yang tinggi.
3) Untuk imunisasi dasar (polio-2, 3, 4) diberikan pada umur 2,4, dan 6 bulan,
interval antara dua imunisasi tidak kurang dari 4 minggu.
4) OPV diberikan 2 tetes per-oral.
5) IPV dalam kemasan 0,5 ml, intramuscular. Vaksin IPV dapat diberikan
tersendiri atau dalam kemasan kombinasi (DPT/IPV).
e. Campak
Vaksin campak rutin dianjurkan diberikan dalam satu dosis 0,5 ml secara
subkutan dalam, pada umur 9 bulan.
9. Kontraindikasi Imunisasi
a. Analfilaksis atau reaksi hipersensitifitas yang hebat merupakan kontraindikasi
mutlak terhadap dosis vaksin berikutnya. Riwayat kejang demam dan panas lebih
dari 38oC merupakan kontraindikasi pemberian DPT, hepatitis B-1 dan campak.
b. Jangan berikan vaksin BCG kepada bayi yang menunjukkan tanda dan gejala
AIDS, sedangkan vaksin yang lain sebaiknya diberikan.
c. Jika orang tua sangat berkeberatan terhadap pemberian imunisasi kepada bayi
yang sakit, lebih baik jangan diberikan vaksin, tetapi mintalah ibu kembali lagi
ketika bayi sudah sehat.
VIT K
Vitamin K merupakan vitamin larut dalam lemak yang memiliki peranan penting
dalam mengaktifkan zat-zat yang berperan dalam pembekuan darah, di antaranya zat
yang dikenal sebagai protrombin dan faktor-faktor pembekuan. Ada tiga bentuk vitamin
K yang diketahui yaitu:
Vitamin K1 (phytomenadione), terdapat pada sayuran hijau\
Vitamin K2 (menaquinone), dihasilkan oleh bakteri normal usus (Bacteriodes
fragilis)
Vitamin K3 (menadione), merupakan vitamin K sintetik
Dalam keadaan normal, bayi baru lahir relatif mengalami kekurangan vitamin K.
Hal ini disebabkan karena cadangan vitamin K bayi yang didapat dari ibu sangat terbatas,
selain itu sumber vitamin K yang didapat dari ASI hanya mengandung vitamin K dalam
kadar rendah.
Vitamin K dapat diproduksi oleh bakteri normal dalam saluran cerna, akan tetapi
pada bayi baru lahir kondisi saluran cerna masih dalam keadaan steril (tidak ada bakteri
normal usus) sehingga vitamin K tidak dapat diproduksi. Fungsi organ hati sebagai
tempat metabolisme vitamin K juga belum dapat berfungsi secara matang terutama pada
bayi kurang bulan.
Cara pemberian dapat dilakukan baik secara suntikan di otot (intra muskular)
ataupun di minum (oral)
Suntikan di otot, dengan dosis tunggal 1 mg pada setiap bayi baru lahir
Diminum, dengan dosis tunggal 2 mg diberikan tiga kali, yaitu pada saat bayi baru
lahir, pada umur 3-7 hari, dan pada umur 4-8 minggu.
B. Alat-Alat Yang Digunakan
1. Inkubator
Kelahiran bayi prematur adalah bayi yang belum cukup bulan untuk lahir tapi
diharuskan lahir karena adanya masalah dalam kandungan.Ketuban yang peceh lebih
cepat bisa membuat air ketuban terinfeksi kuman, jika terlalu lama dibiarkan lebih dari
18 jam, akibatnya bayi bisa sesak nafas. Penyebab pecahnya ketuban karena stres yang
dialami bayi dalam kandungan. Stresnya dapat disebabkan oleh infeksi.Selain itu lahir
prematur bisa jadi karena kontraksi sang ibu. Jika kontraksi terjadi sebelum waktunya,
bukan tak mungkin bayi akan lahir prematur. Karena bayi stres, katup mulut janin pun
jadi terbuka dan air ketuban bisa terminum oleh bayi, sehingga bayi akan mengalami
sesak nafas.
b. Blue Light
Ikterus adalah warna kuning yang tampak pada putih mata (sklera) dan kulit
bayi baru lahir. Warna kuning itu pertanda terjadinya penumpukan bilirubin, yaitu
senyawa hasil pemecahan sel darah merah, bisa karena sel darah merah sudah tua
atau ada proses penghancuran yang abnormal. Semasa dalam kandungan, bilirubin
dikeluarkan melalui plasenta ibu. Setelah lahir, bayi harus mengeluarkannya sendiri.
Pengeluaran bilirubin oleh bayi memerlukan fungsi hati yang sempurna dan makanan
dalam usus yang membawanyakeluar sebagai feses.
Kadar bilirubin yang normal bergantung pada usia bayi. Contohnya, kadar
bilirubin 12 mg/dl pada bayi kurang dari 24 jam adalah abnormal. Tetapi kadar
tersebut pada bayi cukup bulan usia 3 hari adalah normal. Bila bayi tampak kuning,
perlu diperiksa kadar bilirubin untuk menentukan apakah kadarnya masih normal
atau sudah abnormal sehingga perlu terapi. Dianggap di atas normal bila kadar
biliburin lebih dari 12 mg/dl. Bila kadar bilirubin di atas normal, dokter akan
melakukan terapi sinar biru pada bayi kuning tersebut. Terapi ini dilakukan di rumah
sakit. Bayi diletakkan di bawah lampu yang memancarkan spektrum cahaya biru
dengan panjang gelombang tertentu (ukurannya sekitar 450 nanometer).
Fungsi terapi sinar biru ini akan mengubah bilirubin menjadi senyawa yang
larut dalam air sehingga dapat dikeluarkan dari tubuh bayi. Berapa lama bayi
menjalani terapi sinar biru tergantung pada kadar bilirubin, biasanya sekitar 2-4 hari.
Bila kadar bilirubin 12- 15 mg/dl, terapi dilakukan selama 2-3 hari. Bila kadarnya
mencapai 15-20 mg/dl terapi dilakukan selama 3-4 hari.
Biliblanket. Selain terapi sinar biru, dapat pula dilakukan dengan biliblanket,
yaitu selimut yang mengandung serat optik yang juga terdapat pada sinar biru.
Bedanya, selimut ini dapat langsung menutup tubuh bayi sehingga Anda dapat
langsung menyusui dan memeluknya. Di Indonesia juga tersedia biliblanket, namun
tidak begitu efektif dalam menurunkan kadar bilirubin. Yang paling efektif adalah
terapi sinar biru.
Tranfusi darah. Bila kadar bilirubin bayi baru lahir di atas 20 mg/dl, dokter
akan malakukan transfusi darah untuk menukar darah bayi. Karena, bilirubin yang
sangat tinggi berisiko tinggi masuk ke dalam otak sehingga terjadi gangguan pada
otak dan kualitas perkembangan bayi.
Gejala kuning:
Kulit, selaput lendir (gusi, mata) berwarna kuning.
Bayi rewel, mengantuk, lemas.
Kurang aktif menyusu.
Urin berwarna kuning tua (pekat).
Cara terapi:
Bayi dalam boks disinar dari jarak 10 – 23,5 cm.
Saat diterapi, mata bayi ditutup dengan kain kassa, agar retinanya aman.
Selama menjalani terapi, bayi harus sering disusui karena ASI efektif dalam
melancarkan proses buang air kecil dan buang air besar, dan bayi terhindar dari
dehidrasi akibat efek panas sinar biru tersebut.
Belum ditemukan efek negatif dari terapi sinar biru terhadap kesehatan
bayi bila dilaksanakan dengan tepat. Terapi sinar biru masih dianggap aman dan
tidak mahal.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Teknologi dalam kesehatan mempunyai peran yang sangat penting,terutama
dalam memberikan kualitas atau mutu pelayanan kesehatan di tempat pelayanan
kesehatan. Seiring dengan perkembangan teknologi dan informasi seakan telah membuat
standar baru yang harus di penuhi. Tidak dapat dipungkiri bahwa kemajuan teknologi
memberikan banyak pengaruh pada bidang kesehatan. Pengaruh tersebut dapat berupa
pengaruh positif maupun negatif. Dengan kemajuan teknologi yang semakin pesat
membawa perubahan yang besar di masyarakat.
B. Saran
Tidak ada kata sempurna yang pantas untuk segala hal di dunia, begitu juga dengan
makalah yang telah kami susun, oleh karena itu bagi pihak terkait kami mengharapkan
kritik dan saran guna perbaikan dan semoga makalah ini dapat bermanfaat.
DAFTAR PUSTAKA
Proverawati, A. & Dwi Andhini, C. S., 2010. Imunisasi dan Vaksinasi. Yogyakarta: Nuha
Medika
Triana, V., 2016. Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Imunisasi Dasar Lengkap Pada
Bayi Tahun 2015. Jurnal Kesehatan Mayarakat Andalas, Volume 10 No. 2, pp. 123-135.
Marimbi H, 2010. Tumbuh Kembang, Status Gizi dan Imunisasi Dasar Lengkap. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Saifuddin AB. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Material dan Neonatal. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka; 2006.
https://www.scribd.com/doc/217773265/Paper-Blue-Light-Therapy#scribd
Anonim, “Mengapa Bayi Prematur Harus Dirawat dengan Inkubator,” 2014. [Online]. Available:
http://nationalgeographic.co.id/berita/2014/12/mengapa-bayi-prematurharus-dirawat-dengan-
inkubator.html. [Accessed: 29-Nov-2016].