Anda di halaman 1dari 20

Makalah Filsafat Hukum

Diajukan sebagai tugas Ujian Semester Akhir

Oleh:

Ibnu Pa’qih 11160440000057

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2019 M/1441 H
SOAL:

Terdapat kasus pasangan suami istri yang saat menikah sama-sama beragama Islam namun
dalam perjalanan ternyata Istrinya memeluk agama Hindu. Keduanya dikarunia 4 orang anak
yang bernama Santi (Hindu)—anak pertama, Andi (Islam)—anak kedua, Dani (Hindu)—anak
ketiga, dan Jaya (Islam)—anak keempat. Ibu mereka meninggal dunia karena sakit parah dan
meninggalkan harta warisan.

Berdasarkan rumusan Pasal 171 huruf b dan c KHI dan kesepakatan pendapat-pendapat
mazhab Hanafi, mazhab Maliki, mazhab Syafi’i, dan mazhab Hambali bahwa terdapat
halangan mendapatkan warisan dari pewaris atau ahli waris yang berlainan agama. Maka kasus
ini tentu merugikan Andi dan Jaya karena tidak berhak mendapatkan warisan dari Ibunya.
Akhirnya Andi dan Jaya mengajukan permohonan pembagian waris ke Pengadilan Agama.

Berdasarkan Putusan No. 4/Pdt.P/2013/PA.Bdg, Hakim di luar dugaan memberikan harta


warisan kepada Andi dan Jaya yang beragama Islam dari Ibu mereka yang beragama Hindu.
Hakim dalam hal ini dapat dikatakan Hakim berani sekali karena tidak memakai KHI sebagai
pertimbangan hukumnya. Bahkan Hakim dalam pertimbangannya menyatakan bahwa warisan
itu bukan hanya soal perbedaan agama saja tetapi warisan juga terkait dengan kekerabatan atau
kekeluargaan yang harus dijaga walau berbeda agama.
Penulis setuju dengan putusan tersebut.

1. Dari Aspek Filsafat Hukum


Dalam penetapan Hakim ini penulis sependapat dengan majelis hakim,bahwa
Hakim Pengadilan Agama Bandung telah melakukan sebuah terobosan hukum dimana
hakim ini bukanlah hakim yang menganut aliran positivisme hukum karena dalam
Kompilasi Hukum Islam pewaris dengan ahli waris yang berlainan Agama itu secara
mutlak tidak akan mendapatkan harta warisan sesuai dengan pendapat mayortitas ulama
serta Pasal 171 KHI C, dan Pasal 172 KHI.Akan tetapi dalam konteks penetapan ini
hakim lebih mementingkan sisi keadilan bagi para pemohon dan mengambil pendapat
minoritas di kalangan ulama (yang akan penulis jelaskan di pembahasan selanjutnya) .
Oleh karena itu hakim yang seperti ini adalah hakim yang sangat progresif, hakim yang
lebih mementingkan keadilan di tengah masyarakat.Dengan menetapkan demikian
juga, berarti hakim telah sesuai dengan ketentuam Undang-Undang No. 48 Tahun 2009
pasal 5 angka 1 yang berbunyi:1
“Hakim dan Hakim Konstitusional wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-
nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat”.

Dari hal diatas maka Penulis melihat bahwa hakim Pengadilan Agama Kota
Bandung mengikuti Aliran Realisme Hukum.Aliran ini terbagi menjadi dua yaitu
Aliran Amerika Serikat dan Aliran Skandinavia.Para yuris yang beraliran realis pada
umumnya berpendapat bahwa hukum yang sesungguhnya dibangun dari suatu studi
tentang hukum dalam pelaksanaannya (the law in action).Bagi penganut realism
yuridis: Law is as “law does”.2

1
Undang-undang No.48 Tahun 2009 jo.Undang-undang No.4 Tahun 2004 jo.Undang-Undang No.35
Tahun 1999 jo.Undang-undang No.14 Tahun 1970 tentang Kekuasaan Kehakiman
2
Achmad Ali,Menguak Tabir Hukum,(Jakarta:Kencana Prenada Media Group,2015),h.321
Karakteristik dari pendekatan yang digunakan oleh kaum realis yuridis terhadap
masalah-masalah hukum adalah:3
1) Suatu investigasi ke dalam unsur-unsur khas yang terdapat dalam kasus-kasus
hukum.
2) Suatu kesadaran tentang factor-faktor irasional dan tidak logis didalam proses
lahirnya putusan pengadilan.
3) Suatu penilaian terhadap aturan-aturan hukum melalui evaluasi terhadap
konsekuensi penerapan hukum itu.
4) Memperlihatkan hukum dalam kaitannya dengan factor
politik,ekonomi,social,dan lain-lain.

Ada dua tokoh realism hukum yang ajarannya menarik bagi penulis,yaitu:

Pertama Llewellyn mengemukakan sembilan metode aliran realism


hukum,diantaranya: 4

 A view of the law as in flux,


 An attitude to law,not as an end in itself,but as a means to a social end.A
belief that society is in a continuing process to change and often ahead of
the law,so the continuous re-examination and revision of law is essential.
 An acceptance of the necessity for divorcing-it on temporarily “is and
aught”for purposes of legal study (after the purely scientific problem has
been solved the hour of ideals and value of judgements occurs).

Dari apa yang dikemukakan Llewellyn diatas,terlihat bahwa menurutnya


hukum harus diterima sebagai sesuatu yang terus-menerus berubah,hukum
bukanlah sesuatu yang statis.Tujuan hukum harus senantiasa berkaitan dengan
tujuan masyarakat dimana hukum itu berada.

Maka sebagaimana yang dikatakan oleh Llewelyn bahwa tujuan hukum harus
menyesuaikan dengan kondisi masyarakat dan masyarakat Indonesia adalah
masyarakat yang plural/majemuk dengan enam agama hidup berdampingan
bersama maka putusan PA Bandung diatas menurut penulis sudah tepat karena
dengan memberikan waris kepada orang muslim dari orang non-muslim atau

3
Achmad Ali,Menguak Tabir Hukum,h.322
4
Achmad Ali,Menguak Tabir Hukum,h.323
sebaliknya dapat memberikan keadilan ditengah masyarakat Indonesia yang
plural/majemuk tersebut,serta dapat menjaga persatuan antar masyarakat
Indonesia yang sudah terjalin sejak lama meskipun berbeda agama.Sedangkan
jika PA Bandung mempertahankan pendapat fikih klasik dan ketentuan undang-
undang yang mengatakan bahwa orang muslim tidak bisa mendapatkan warisan
dari non-muslim atau orang non-muslim tidak mendapatkan waris dari orang
islam akan bisa menimbulkan perpecahan di tengah masyarakat yang sudah
lama hidup berdampingan dengan rukun meskipun berbeda agama, serta akan
menimbulkan kesan bahwa hukum Islam adalah hukum yang diskriminatif dan
eksklusif,

Kedua,Jerome Frank.Ada beberapa esensi ajarannya,diantaranya sebagai


berikut:5

 Hukum tidak mungkin dipisahkan dari putusan pengadilan.


 Hukum tidak dapat disamakan dengan aturan-aturan hukum yang tetap.
 Putusan hakim tidak diturunkan secara otomatis dari aturan-
aturan hukum yang tetap.
 Putusan Pengadilan tergantung pada banyak factor antara lain:
kaidah-kaidah hukum dan factor-faktor non-hukum.
 Pengertian hukum menurut Jerome Frank adalah:
“No one knows the law about any case or with respect to any given ven
situation,on,or event,until there has been a specific decision
judgement,order or decree with regard too”

Juga pernyataan yang lain:


“Law can be categorized,therefore,as actual law (past decisions) or
probable law (guesses as to future decisions)”

5
Achmad Ali,Menguak Tabir Hukum,h.3224-325
Berdasarkan pendapat Jerome Frank diatas maka menurut Penulis apa yang
diputuskan oleh PA Bandung sudah tepat karena PA Bandung bukan hanya
memutus berdasarkan aturan yang berlaku tetapi juga melihat dari factor-faktor
non-hukum salah satunya adalah faktor sosiologis.

2. Dari Aspek Hukum Islam


Sepakat seluruh jumhur ulama bahwa perbedaan agama menjadi halangan bagi seorang
ahli waris untuk bisa menerima harta warisan, baik sebagai muslim maupun non
muslim. Ahli waris muslim tidak bisa menerima warisan dari orang non muslim. Begitu
pula sebaliknya,ahli waris non muslim tidak bisa menerima warisan dari orang
muslim.Hal ini dapat kita lihat dalam kitab-kitab berikut ini:

a. Imam Malik dalam Al-Muwatha' mengatakan:6

‫والذي ادركت عليه اهل العلم‬،‫و السنة التى ال اختالف فيها‬،‫االمر املجتمع عليه عندنا‬:‫قال مالك‬

‫وال يحجب احدا عن ميراثه‬،‫انه ال يرث المسلم الكافر بقرابة وال والءوالرحم‬،‫ببلدنا‬

“Menurut kesepakatan kami,sejauh yang kami lihat mengenai ketetapan para ahli
ilmu di negeri kami dalam masalah ini ialah bahwa seorang muslim itu tidak dapat
mewarisi orang kafir baik dari jalur kekerabatan,wala’,dan keluarga.Dan ia tidak bisa
menghalangi seorang pun dari bagian warisnya.

b. Imam Nawawi dalam kitab Syarh Shahih Muslim mengatakan:7

‫ وأما المسل لللم فال يرث الكافر أيدل للا عند جماهير العلماء‬. ‫أجمع المسل لللم أ عال أأ الكافر ال يرث المسل لللم‬

.‫من الصحابة والتابعيأ ومن بعدهم‬

Artinya, “Para ulama telah sepakat bahwa orang kafir tidak bisa mewarisi harta orang
muslim. Begitu juga menurut mayoritas ulama dari kalangan sahabat, tabi’in, dan

6
Imam Malik,Al-Muwatha’,terj.Adib Bisri Musthofa,(Semarang:CV Asy-Syifa’,1992),h.815
7
Yahya bin Syaraf An-Nawawi,Shahih Muslim bi Syarh Nawawi,Jilid 11-12, (Lebanon:Dar Al-Kotob
Al-Ilmiyah,2010),h.44
generasi setelahnya berpendapat bahwa orang muslim tidak bisa mewarisi harta orang
kafir.”

Dan dalam kitab Majmu’ Syarh Muhazzab,beliau juga mengatakan:8

‫ال يرث المسلم الكافر بحال لق له صال الله عليه وسلم ال يرث المسلم الكافر وال الكافر المسلم‬

‫وأجمع ا عال أأ الكافر ال يرث‬،‫وبه قال الخلفاء األربعة واألمة األربعة والجمه ر من الصحابة وغيرهم‬

‫المسلم‬

Artinya:“Bahwa seorang muslim itu tidak dapat mewarisi orang kafir dengan keadaan
apapun berdasarkan sabda Nabi Muhammad SAW: dan ini adalah pendapat
Khulafaurrasyidim dan empat Imam Mazhab,dan Jumhur Sahabat,dan juga telah
sepakat bahwa orang kafir tidak dapat mewarisi seorang muslim.

c. Imam Ibnu Qudamah Al-Maqdisi dalam kitabnya Al-Mughni mengatakan:9

‫أجمع اهل العلم أأ الكافر ال يرث المسلم وقال جمه ر الصحابة و الفقهاء ال يرث المسلم الكافر‬

‫وجابر بن عبد الله‬،‫وأسامة بن زيد‬،‫وعال‬،‫وعثماأ‬،‫وعمر‬،‫يروى هذا عن أبى بكر‬

‫وعمر بن عبد‬،‫والحسن‬،‫وطاوس‬،‫وعطاء‬،‫والزهرى‬،‫وعروة‬،‫رض ي الله عنهم وبه قال عمرو بن عثماأ‬

‫وعامة الفقهاء‬،‫والشافعل‬،‫ومالك‬,‫وأب حنيفة و أصحابه‬،‫والث رى‬،‫وعمرو بن دينر‬,‫العزيز‬

Artinya: “Sepakat seluruh ulama bahwa orang kafir tidak bisa mewarisi harta
orang muslim.Dan berkata seluruh jumhur sahabat dan fuqaha bahwa orang
muslim tidak bisa mewarisi harta orang kafir dan perkataan ini diriwayatkan dari
Abu bakar,Umar,Utsman,Ali,Usamah bin Zaid,Jabir bin Abdullah Radhiyallahu
‘Anhum.Dan ini juga perkataan dari Amru bin Utsman bin Affan,Urwah bin
Zubair,Az-Zuhri,Atha bin Abi Rabah,Thawus Al-Yamani,Hasan,Umar bin Abdul

8
Yahya bin Syaraf An-Nawawi,Al-Majmu’ Syarh Al-Muhazzab, Jilid 18, (Lebanon:Dar Al-Kotob Al-
Ilmiyah,2007),h.149
9
Ibnu Qudamah Al-Maqdisi,Al-Mughni,(Riyadh:Dar Alam Al-Kutub:1997),h.154
Aziz,Amru bin Dinar,Sufyan Ats-Tsauri,Mazhab Imam Abu Hanifah,Imam
Malik,Imam Syafi’i,dan fuqaha pada umumnya.

d. Syekh Wahbah Az-Zuahili dalam kitab Al-Fiqhu Islami Wa Adillatuhu


mengatakan :10

‫واختالف الدين‬،‫والقتل‬،‫الرق‬:‫واتفق الفقهاء عال ثالثة م انع لإلرث هي‬


Artinya: Sepakat para fuqaha ada tiga yang mengahalangi seseorang
mendapatkan warisan yaitu:perbudakan,pembunuhan,dan berbeda agama.

Pendapat ini berdasarkan pada hadits-hadits berikut ini:

‫روي عن أسامة بن زيد رض ي الله عنهما أأ رس ل الله صال الله عليه وسلم قال ال يرث المسلم‬

‫الكافر وال الكافر المسلم (روه الجماعة إال النسائي‬

Artinya :

Diriwayatkan oleh Usamah ibn Zaid radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Saw
bersabda: Bahwa seorang muslim tidak mewarisi orang kafir , dan orang kafir
tidak mendapat waris dari orang muslim. (HR.Imam Malik dalam Al-
Muwatha’,Imam Bukhari dalam Sahihnya,Imam Muslim dalam Sahihnya,Imam
Abu Dawud dalam Sunan-nya,Imam Tirmidzi dalam Sunan-nya,Imam Ibnu
Majah dalam Sunan-nya Imam Ad-Darimi dalam Sunan-nya,Imam Ahmad
dalam Musnadnya,Imam Ibnu Jarud dalam Muntaqa-nya,Imam At-Thabrani
dalam Mu’jam-nya,Imam Ad-Daruqtuhni dalam Sunan-nya,Imam Hakim
dalam Sunan-nya,Imam Bayhaqi dalam Sunan-nya,Imam Abdurrazaq dalam
Mushannaf-nya,Abu Dawud Ath-Thayalisi dalam Musnad-nya )

‫ وللترمذي مثله‬،‫ال يت ارث أهل ملتيأ شتى (رواه أحمد وأب داود وابن ماجه عن عبد لله بن عمرو‬

‫عن جابر‬

Artinya:“Dua orang yang berlainan agama tidak bisa saling mewarisi”.

10
Wahbah Zuhaili,Al-Fiqhul Islami Wa Adillatuhu,(Damaskus:Dar al-Fikr,1985)
(HR.Ahmad,Abu Dawud dari Abdullah bin Amr ,dan Tirmidzi mempunyai
riwayat juga dari Jabir)

‫ ولم يرثه عال‬.‫ إنما ورث أبا طالب عقيل وطالب‬:‫ أنه أخبره‬،‫عن عاي بن أبي طالب‬

Artinya:”Dari Ali bin Husain bin Ali bin Abi Thalib:sesungguhnya ia


mendapatkan khabar,bahwa Aqil dan Thalib mewarisi Abu Thalib,namun Ali
bin Abi Thalib tidak mewarisinya.” (H.R.Imam Malik dalam Al-Muwatha’)

‫ وأأ محمد بن‬.‫ أنه عمة له يه دية أو نصرانية ت فيت‬،‫ أأ محمد بن األشعث أخبره‬،‫عن سليماأ بن يسار‬

‫ ثم‬.‫ يرثها أهل دينها‬:‫ من يرثها؟ فقال له عمر بن الخطاب‬:‫ وقال له‬.‫األشعث ذكر ذلك لعمر بن الخطاب‬

‫ أتراني نسيت ما قال لك عمر بن الخطاب؟ يرثها‬:‫ فقال له عثماأ‬.‫أتى عثماأ بن عفاأ فسأله عن ذلك‬

.‫أهل دينها‬

Artinya:Dari Sulaiman bin Yasar,sesungguhnya Muhammad bin Al-Asy’ats


mengkhabarinya,bahwa bibinya yang yahudi atau nasrani meninggal
dunia.Hal itu oleh Muhammad bin Al-Asy’ats diceritakan kepada Umar bin
Khattab seraya bertanya:”Siapa yang mewarisinya?” Umar menjawab: “Yang
mewarisinya ialah orang yang seagama dengannya”.Kemudian Muhammad
bin Al-Asy’ats mendatangi Utsman bin Affan untuk menayakan masalah yang
sama.Jawaban Utsman:”Apa kamu kira aku lupa terhadap apa yang pernah
dikatakan oleh Umar bin Khattab ? : “Yang mewarisinya ialah orang yang
seagama dengannya”(H.R.Imam Malik dalam Al-Muawatha’)

Dan pendapat inilah yang diadopsi dalam Instruksi Presiden No.1 tahun 1991
Tentang Kompilasi Hukum Islam yaitu didalam Pasal 171 Huruf c yang berbunyi:11

Ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah
atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang
karena hukum untuk menjadi ahli waris.

11
Pasal 171 Huruf c Instruksi Presiden No.1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam
Dan dalam Pasal 172 yang berbunyi:12

Ahli waris dipandang beragama Islam apabila diketahui dari Kartu Identitas atau
pengakuan atau amalan atau kesaksian, sedangkan bagi bayi yang baru lahir atau anak
yang belum dewasa, beragama menurut ayahnya atau lingkungannya.

Menariknya,meskipun dikatakan telah terjadi ijma tentang hal tersebut,tetapi


dalam Hukum Islam kita juga dapat menemukan pendapat yang berlawanan "arus"
dengan pendapat jumhur diatas.

Pendapat pertama adalah pendapat sejumlah sahabat dan tabi'in yang


membolehkan seorang muslim mendapatkan warisan dari non-muslim tetapi tidak
berlaku sebaliknya .Pendapat pertama ini adalah pendapat dari sahabt Mu'adz bin
Jabal,sahabat Mu'awiyah bin Abi Sufyan, sahabat Abu Darda,Muhammad bin
Hanafiyah,Ali bin Husain Sa'id bin Musayyib,Masruq bin Al Ajda,Asy-Sya'bi,Az-
Zuhri, Ibrahim An-Nakha'i,Abdurrahman bin Ma'qil,Yahya bin Ya'mar dan Ishaq bin
Rahawaih.Hal ini dapat dilihat dalan Kitab Syarh Shahih Muslim karya Imam Nawawi:

‫وذهبلت طللا فللة إرل ت ريللث المس ل ل ل لللم من الكللافر وه مللذهلب معلاذ بن جبللل ومعللاويلة وس ل ل ل للعيلد بن المس ل ل ل ليللب‬

‫ وروي أيدا عن أبي الدرداء والشعبي والزهري والنخعي نح ه عال خالف بينهم في ذلك‬،‫ومسروق وغيرهم‬.

“Sekelompok ulama memperbolehkan orang muslim mewarisi harta orang kafir. Ini
adalah pandangan Mu`adz bin Jabal, Mu’awiyah, Said bin Musayyab, Masruq bin Al-
Ajda, dan lainnya. Begitu juga diriwayatkan dari Abi Darda`, Asy-Sya’bi, Az-Zuhri,
Ibrahim An-Nakha’i, dan selainnya yang bertentangan dengan pandangan kelompok
ulama yang tidak memperbolehkan orang muslim mewarisi harta orang kafir.

Serta dalam Kitab Al-Mughni karya Ibnu Qudamah:

‫ولم ي رث ا الكللافر من‬،‫ارهم ورث ا المس ل ل ل لللم من الكللافر‬،‫رض ل ل ل ل ي الللله عنهم‬،‫ومعللاويللة‬،‫و معللاذ‬،‫وروى عن عمر‬
‫وعبد الله بن‬،‫ومسروق‬،‫وسعيد بن المسيب‬،‫وعال بن الحسيأ‬،‫وحكي ذلك عن محمد بن الحنفية‬.‫المسللم‬
‫واسحاق‬،‫ويحيى بن يعمر‬،‫والنخعل‬،‫والشعبى‬,‫مغقل‬

12
Pasal 172 Instruksi Presiden No.1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam
“Dan diriwayatkan dari Mu`adz bin Jabal,dan Mu’awiyah bin Abi Sufyan
Radhiyallahu ‘Anhum, bahwa sesungguhnya seorang muslim dapat mewarisi harta
orang kafir akan tetapi tidak berlaku sebaliknya.Dan pendapat diatas diikuti oleh
Muhammad bin Hanafiyyah,Ali bin Husain,Said bin Musayyab, Masruq bin Al-
Ajda,Abdullah bin Ma’qil,Asy-Sya’bi,Ibrahim An-Nakha’I,Yahya bin Ya’mar,dan
Ishaq bin Rahawaih.

Pendapat ini berdasarkan pada hadist:

‫اإلسالم يعل وال يعال عليه‬

“Islam itu tinggi dan tidak ada yang lebih tinggi darinya” .

Pendapat kedua,adalah pendapat yang menyatakan bahwa non-muslim berhak


mendapatkan warisan dari muslim dengan jalan melalui wasiat wajibah.Pendapat ini
adalah pendapat Ibnu Hazm dari Mazhab Zahiri,Ibnu Jarir Ath-Thabari, dan ulama
kontemporer asal Mesir Rasyid Ridha.Diantara ketiga ulama tersebut yang lebih
lengkap dan jelas uraiannya adalah Ibnu Hazm Al-Andalusi dalam kitabnya Al-
Muhalla mengatakan:13
َ ‫س‬ ‫ل‬ َ ‫س‬ َ ‫أ سي ل ل َي ل َق َر َابته َّالذ‬: ‫س ل للم َأ‬: ‫ى َع َال سُ لل سم‬ ‫ر ر‬: ‫ َو َف‬:‫س ل ل َأ َل رة‬: ‫َم‬
‫ن‬: ‫ َو ِإ َّما أل َّأ سه َن ِال َك َم‬،‫ف َر‬: ‫ َو ِإ َّما ِلك‬،‫ َّإما ِل ِر َق‬،‫ين ال َي ِرث أ‬ ِ ِِ ِ ِ َِ ِ
َ َ َ َ َ َ َ َ ‫س‬ َ َ َ : : َ : ‫ س سس‬: َ
‫ل‬: ‫ف َع ل‬: ‫م َي‬: ‫أ ل‬: ‫ ف ل ِن‬،‫ ال َح ل َّد ِفي ذ ِل ل َك‬،‫ف سسل ل ل ل ل سه‬: ‫ت ِب ل ِه ن‬: ‫م ِب َم لا ط لا َب ل‬: ‫م ال َي ِرث أ ف سي ل ل ِ ل ل ي ل سه‬: ‫و أل َّر سه‬: ‫اث أ‬
ِ ‫يحجبهم عن ال ِمير‬
: َ ‫ َس‬: ‫س س‬
.‫و ال َ ِ ُّي‬: ‫ أ‬،‫عط ا َوال سب َّد َما َر سآه ال َ َرثة‬: ‫أ‬
“Diwajibkan atas setiap muslim untuk berwasiat bagi kerabatnya yang tidak mewarisi
disebabkan adanya perbudakan, adanya kekufuran (non-Muslim), karena terhijab atau
karena tidak mendapat warisan (karena bukan ahli waris), maka hendaknya ia
berwasiat untuk mereka serelanya (dalam hal ini tidak ada batasan tertentu). Apabila
ia tidak berwasiat (bagi mereka), maka tidak boleh tidak ahli waris atau wali yang
mengurus wasiat untuk memberikan wasiat tersebut kepada mereka (kerabat) menurut
kepatutan.”

Kewajiban berwasiat bagi setiap muslim, sebagaimana diungkapkan Ibnu Hazm


didasarkan kepada dalil Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 180 :
:َ: : ‫س‬ : َ َ : ‫ َ َ َ َ س‬: ‫ س‬:ََ َ ‫س‬
‫ي ِن َواألق َرِب َيأ‬: ‫يرا ال َ ِص َّية ِلل َ ِال َد‬: ‫أ تر َك خ‬: ‫ ست ِإ‬: ‫د َر أ َح َدك سم ال َم‬ ‫ك ِتب عليكم ِإذا ح‬

13
Ibnu Hazm,Al-Muhalla,Jilid 9,(Beirut:Dar Al-Alaq,tth),h.314
Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda)
maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib
kerabatnya” (QS. Al Baqarah : 180)

Pemahaman Ibnu Hazm terhadap ayat-ayat kewajiban di atas tentu saja agak
berbeda dengan Jumhur Ulama yang memahaminya bahwa ayat kewajiban berwasiat
di atas telah dinasakh oleh ayat kewarisan, yang telah menentukan bagian warisan untuk
kedua orang tua dan golongan kerabat lainnya. Pemahaman Jumhur Ulama tersebut
diperkuat dengan hadits shahih yang melarang untuk berwasiat kepada ahli waris,yaitu:
َ َ ََ ‫َّ َ َ َ س‬
‫ أال ال َو ِص َّية ِل َ ا ِر َث‬،‫عطى ُ َّل ِذي َح َ لق َح َّق سه‬: ‫د أ‬: ‫ِإ َّأ الل َه ق‬
“Allah telah memberikan kepada setiap yang berhak akan hak (warisnya), maka tidak
boleh berwasiat kepada ahli waris”. (HR. Abu Daud, Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Dengan demikian, menurut Jumhur Ulama lafadz “kutiba” dalam ayat kewajiban
berwasiat tidak menunjukkan kepada wajib lagi, tetapi beralih menjadi sunah, yang
itupun bukan berwasiat untuk ahli waris sebagaimana hadits di atas. Selain itu, wasiat
yang berkaitan dengan hak Allah dan hak hamba seperti zakat kafarat dan utang yang
belum dibayar tetap wajib hukumnya. Sedangkan menurut Ibnu Hazm ayat kewajiban
berwasiat tetap berlaku (muhkam) yang dikhususkan bagi orang tua dan kerabat yang
tidak mewarisi karena berbagai hal di antaranya adanya perbedaan agama (non-
Muslim).

Pendapat kedua inilah yang tampaknya nanti diambil oleh Mahkamah Agung
dalam Putusan-putusannya yaitu dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
Nomor 368/K/Ag/1995,Nomor 51 K/Ag/1999,nomor 16K/AG/2010, Nomor 218
K/Ag/2016, dan Nomor 331 K/Ag/2018.

3. Aspek Sosiologis
Salah satu pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Agama Bandung dalam
putusannya adalah:

Bahwa sistem kewarisan Islam menganut sistem kekerabatan, baik secara


nasabiyah maupun secara hukmiyah. Sistem kekerabatan ini lebih utama bila
dibandingkan dengan perbedaan agama sebagai penghalang mewarisi, karena
hukum kewarisan selain mengandung unsur ibadah, lebih banyak juga
mengandung unsur muamalah. Kekerabatan antara seorang dengan seseorang
tidak akan pernah terputus sekalipun agama mereka itu berbeda. Seorang anak
tetap mengakui ibu kandungnya sekalipun ibu kandungnya itu tidak satu agama
dengannya. Islam tidak mengajarkan permusuhan dengan memutuskan
hubungan horizontal dengan non-Muslim, terlebih-lebih mereka itu ada
pertalian darah.

Penulis setuju dengan argumen Majelis Hakim diatas karena menurut penulis

meskipun orang tua kita berbeda agama sebagaimana dikatakan oleh Majelis Hakim

hubungan itu tidak akan putus dan Islam sendiri memerintahkan untuk berbuat baik

kepada orang tua meskipun berbeda agama berdasarkan ayat:

‫س‬ َ ‫ ََ س‬: َ َ : َ َ : َ : ‫ َ َ ٰ َ س‬: َ : ‫ س‬: َ َ َ َ : : َ : َّ َ َ


‫م‬: ‫ر ِج سعك‬: ‫ع سه َما ِۗار َّي َم‬: ‫س ل َك ِب ٖه ِعل رم فال ت ِط‬ ِ ‫ووصينا‬
‫االنساأ ِب ِالدي ِه حسنا ۗوِاأ جاهدك ِلتش ِرك ِبي ما لي‬
‫س َ س‬ ‫َس س‬
‫ َأ‬: ‫ع َمل‬: ‫م ت‬: ‫ن ست‬: ‫م ِب َما ك‬: ‫فا َن ِلب سئك‬

Dan Kami wajibkan kepada manusia agar (berbuat) kebaikan kepada kedua orang
tuanya. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu
yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang itu, maka janganlah engkau patuhi
keduanya. Hanya kepada-Ku tempat kembalimu, dan akan Aku beritakan kepadamu
apa yang telah kamu kerjakan. (QS.Al-Ankabut:8)

: َ ۗ ‫ س‬: َ ‫ َّ َ س‬: َ ٰ َ : َ ٗ ُّ ‫ س س‬: َ َ َ ِۚ : َ َ َ َ : : َ : َّ َ َ


‫ي سر‬: ‫ي َك ِار َّي ال َم ِص‬: ‫ي َوِل َ ِال َد‬: ‫ر ِر‬: ‫ي ِأ ا ِأ اشك‬: ‫ي َع َام‬: ‫صال ٗه ِف‬ ‫االنساأ ِب ِالدي ِه حملته امه وهنا عال وه َن و ِف‬ ِ ‫ووصينا‬
:‫ي َل َمن‬: ‫ع َسب‬: ‫وفا َّو َّاتب‬: ‫ع سر‬: ‫ن َيا َم‬: ‫الد‬ ُّ ‫ب سه َما فل‬: ‫صاح‬ َ ‫ع سه َما َو‬: ‫ل رم َف َال ستط‬: ‫س َل َك به ع‬ َ :‫ي َما َلي‬: ‫شر َك ب‬: ‫أ ست‬: ‫أ َج َاه ٰد َك َع ٰٰٓال َا‬: ‫َوا‬
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِٖ ِ ِ ِ
‫س َ س‬ ‫س َس س‬ َ ‫ََ َ َ س‬
‫ أ‬: ‫ع َمل‬: ‫م ت‬: ‫ن ست‬: ‫م ِب َما ك‬: ‫م فا َن ِلب سئك‬: ‫ر ِج سعك‬: ‫اب ِار َِّۚي ث َّم ِار َّي َم‬‫ان‬

Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang
tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah,
dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua
orang tuamu. Hanya kepada Aku kembalimu (14). Dan jika keduanya memaksamu
untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang engkau tidak mempunyai ilmu
tentang itu, maka janganlah engkau menaati keduanya, dan pergaulilah keduanya di
dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku. Kemudian hanya
kepada-Ku tempat kembalimu, maka akan Aku beritahukan kepadamu apa yang telah
kamu kerjakan.(15) (QS.Luqman ayat 14-15)
Maka berdasarkan dua ayat diatas maka sebagai seorang anak diperintahkan
untuk berbakti kepada kedua orangtua selama perintah tersebut tidak bertentangan
dengan perintah Allah SWT. Jika seorang anak memiliki perbedaan keyakinan dengan
kedua orangtuanya maka sepanjang bakti tersebut berhubungan dengan perintah
keduniaan, maka diperbolehkan.Hal ini juga diperkuat oleh hadits Nabi dalam kitab
Shahih Bukhari:

: َ َ َّ َ َّ َّ َ ‫ َّ ل‬: َ ‫ س ل‬: َ َ : َ َ َ : َ ‫َّ س‬ :َ َ : َ : َ : َ


‫ي ِه َو َسل َم ف َسأل ست‬: ‫صال الل سه َعل‬ ‫اغ َبة ِفي عه ِد الن ِب ِي‬
ِ ‫عن أسماء ِبن ِت أ ِبي بك َر َر ِض َي الله عن سهما قالت أتت ِني أ ِمي َر‬
َّ : ‫ َ س‬: َ َ َ َ َ َ ‫ َ َ َّ س‬: َ َ َ َ : َ ‫ س س‬: َ َ : َ َ َ َ َ ‫ َ َ َّ َ س‬: َ َ ‫َّ َّ َ َّ َّ س‬
َ ‫ن َّالذ‬: ‫الل سه َع‬
‫ين‬ ِ ‫آصلها قال نعم قال ابن عيينة فأنزل الله تعارل ِفيها { ال ينهاكم‬ ِ ‫الن ِبي صال الله علي ِه وسلم‬

‫الد ِين } رواه البخار ي‬ ‫م في ل‬: ‫م سي َقات سل سك‬: ‫) َل‬


ِ ِ ِ

Dari Asma’ bint Abi Bakar r.a., ia berkata, “Ibuku mengunjungiku, ia ingin
menyambung silaturahim dengan ku di zaman Nabi saw., lalu aku bertanya kepada
Nabi saw. “Apakah aku (tetap) menyambung tali silaturahim dengannya?” “Iya”,
jawab Nabi saw. Ibnu Uyainah berkata, lalu turunlah firman Allah swt tentang hal ini
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-
orang yang tiada memerangimu karena agama.(Q.S. Al-Mumtahanah: 8)” (HR. Al-
Bukhari)

Begitupula dengan hubungan persaudaraan tidak akan putus begitu saja dengan
adanya perbedaan agama ini dan islam juga memperbolehkan kita untuk berbuat baik
kepada non-muslim,sebagaimana Allah berfirman dalam Q.S.Al-Mumtahanah ayat 8:

ۗ َ ٰٓ ‫س‬ ‫س‬ َ َ ‫س‬ ‫س‬ : َ ‫ل‬ ‫ س‬: ‫ َ َ س َ س‬: َّ َ ‫ س ّٰ س‬: َ َ


‫م ِا َّأ‬: ‫ي ِه‬: ‫ ا ِال‬: ‫ق ِسط‬: ‫م َوت‬: ‫و سه‬: ‫أ ت َب ُّر‬: ‫م ا‬: ‫ن ِد َي ِارك‬: ‫م لِم‬: ‫ ك‬: ‫م سيخ ِر سج‬: ‫ي ِن َول‬: ‫الد‬
ِ ‫م ِفل‬: ‫م يقا ِتل ك‬: ‫ال ين ٰهىك سم الله ع ِن ال ِذين ل‬
: ّٰ
‫ي َأ‬: ‫ق ِس ِط‬: ‫الل َه سي ِح ُّب ال سم‬

Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-
orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari
negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.
Selain itu masyarakat indonesia ini adalah masyarakat yang plural atau terdiri
dari berbagai macam suku dan agama, ketika dalam sebuah keluarga terdapat anggota-
anggota keluarga yang berbeda agama, namun tidak ada permusuhan, tidak ada
pertentangan, tidak ada kejahatan yang terjadi antar anggota keluarga, dan mereka
memiliki hubungan dekat dan harmonis, maka perbedaan agama tidak sepatutnya
menjadi halangan untuk saling mewarisi.

Dalam kondisi terdapat hubungan yang harmonis antara para anggota


keluarga meski berbeda agama, menjadikan perbedaan agama sebagai penghalang
untuk saling mewarisi, justru akan bertentangan dengan kemaslahatan, menimbulkan
ketidakadilan, dan dapat memicu konflik antar anggota keluarga. Hukum Islam akan
terkesan diskriminatif dan eksklusif, yang hanya menegakkan keadilan bagi orang-
orang Islam.14

4. Dari Aspek HAM


Dalam konteks hak asasi manusia, jaminan hak atas kebebasan beragama dan
berkeyakinan terdapat di dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM)
1948 Pasal 18 yang berbunyi:15
Setiap orang berhak atas kebebasan pikiran, hati nurani dan agama; dalam hal ini
termasuk kebebasan berganti agama atau kepercayaan, dengan kebebasan untuk
menyatakan agama atau kepercayaan dengan cara mengajarkannya, melakukannya,
beribadat dan mentaatinya, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, di
muka umum maupun sendiri.16

14
Muhamad Isna Wahyudi,Penegakan Keadilan dalam Kewarisan Beda Agama:Kajian Lima
Penetapan dan Dua Putusan Pengadilan Agama dalam Perkara Waris Beda Agama,Jurnal Yudisial Vol. 8 No.
3 Desember 2015,h.283
15
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) 1948 Pasal 18.
16
Di kancah politik internasional, negara-negara mayoritas Muslim cenderung resisten terhadap
pengakuan hak untuk berganti agama yang termaktub eksplisit dalam Pasal 18 Deklarasi Universal HAM
Kemudian,Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (International
Covenant on Civil and Political Rights ((ICCPR)).Indonesia telah meratifikasi ICCPR
melalui pengesahan UU Nomor 12 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Konvensi Hak Sipil
dan Politik dalam Pasal 18 yang berbunyi:17
1) Setiap orang berhak atas kebebasan berpikir, keyakinan dan beragama. Hak ini
mencakup kebebasan untuk menetapkan agama atau kepercayaan atas
pilihannya sendiri, dan kebebasan, baik secara sendiri maupun bersama-sama
dengan orang lain, baik di tempat umum atau tertutup, untuk menjalankan
agama dan kepercayaannya dalam kegiatan ibadah, pentaatan, pengamalan, dan
pengajaran.
2) Tidak seorang pun dapat dipaksa sehingga terganggu kebebasannya untuk
menganut atau menetapkan agama atau kepercayaannya sesuai dengan
pilihannya.

3) Kebebasan menjalankan dan menentukan agama atau kepercayaan seseorang


hanya dapat dibatasi oleh ketentuan berdasarkan hukum, dan yang diperlukan
untuk melindungi keamanan, ketertiban, kesehatan, atau moral masyarakat, atau
hak-hak dan kebebasan mendasar orang lain.

4) Negara Pihak dalam Kovenan ini berjanji untuk menghormati kebebasan orang
tua dan apabila diakui, wali hukum yang sah, untuk memastikan
bahwapendidikan agama dan moral bagi anak-anak mereka sesuai dengan
keyakinan mereka sendiri.

Kemudian Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945


dalam Pasal 28 huruf I ayat 118

Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani,
hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi
dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku

(DUHAM) 1948. Sebagai respons terhadap DUHAM 1948, pernah muncul the Universal Islamic Declaration of
Human Rights pada 1981 dan the Cairo Declaration on Human Rights in Islam pada 1990 yang terakhir ini
kemudian diadopsi oleh Organisasi Kerja Sama Islam/OKI (diakses dari https://crcs.ugm.ac.id/islam-kebebasan-
beragama-dan-hukuman-murtad/,pada tanggal 28 Desember 20.00)
17
UU Nomor 12 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Konvensi Hak Sipil dan Politik (International
Covenant on Civil and Political Rights ((ICCPR)).
18
Pasal 28 I ayat 1 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945
surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa
pun.

Hak dasar kebebasan beragama disebut sebagai inalienable right/non-derogable


right yaitu HAM melekat pada setiap manusia yang tidak bisa dihilangkan dan
tidak bisa dikurangi oleh siapapun dan dalam keadaan apapun.Meski termasuk non
derogable rights, atau tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun, namun tidak
berarti secara mutlak seluruhnya.

Hak seseorang untuk memilih keyakinan atau agama memang tidak boleh dibatasi
tanpa adanya pengecualian, sedangkan hak untuk memanifestasikan agama di
dalam hal pengajaran, praktik, beribadah dan melaksanakan ibadah dapat
dibatasi.Ruang lingkup ketentuan pembatasan yang diijinkan, harus dilakukan
dengan kebutuhan untuk melindungi hak-hak yang dijamin oleh Kovenan, termasuk
hak atas kesetaraan dan non diskriminasi di bidang apa pun.

Maka,berdasarkan hal tersebut diatas perbedaan agama seharusnya bukan lah yang
perlu dipermasalahkan lagi karena itu merupakan bagian dari hak asasi manusia
untuk memlih kepercayaan yang ia inginkan.Termasuk dalam permasalahan waris
ini,seseorang yang beragama islam bisa mendapatkan waris dari orang tua nya yang
berbeda agama darinya atau sebaliknya anak yang berbeda agama dapat
mendapatkan waris dari orang tua nya yang muslim karena sekali lagi memilih
kepercayaan atau agama adalah merupakan bagian dari hak asasi manusia
meskipun nantinya anak yang berbeda agama ini hanya mendapatkan bagian 1/3
karena melalui wasiat wajibah.

6. Kaidah Fiqih

‫ال ينكر تغير األحكام بتغير الزمان‬


Tidak dapat dipungkiri bahwa berubahnya hukum dengan sebab berubahnya zaman,dalam
kaidah fiqhiyyah lain yang dibuat oleh Ibnu Qayyim,beliau mengatakan:
‫ت َو ْالعَ َوائِد‬
ِ ‫ب تَغَي ُِّر ْاأل َ ْز ِمنَ ِة َو ْاأل َ ْم ِكنَ ِة َو ْاألَحْ َوا ِل َوالنِيَّا‬ ْ ‫ َو‬،‫ير ْالفَتْ َوى‬
َ ‫اختِ ََلفِ َها بِ َح‬
ِ ‫س‬ ِ ِ‫ت َ ْغي‬
Fatwa dapat berubah dan mengalami perubahan karena perbedaan waktu, tempat, situasi,
niat dan adat istiadat. 19

Berdasarkan kaidah diatas,menurut Penulis dalam konteks saat ini, khususnya di Indonesia
yang penduduknya terdiri dari berbagai macam suku dan agama, ketika dalam sebuah keluarga
terdapat anggota-anggota keluarga yang berbeda agama, namun tidak ada permusuhan, tidak
ada pertentangan, tidak ada kejahatan yang terjadi antar anggota keluarga, dan mereka
memiliki hubungan dekat dan harmonis, maka perbedaan agama tidak sepatutnya menjadi
halangan untuk saling mewarisi. Dalam kondisi terdapat hubungan yang harmonis antara para
anggota keluarga meski berbeda agama, menjadikan perbedaan agama sebagai penghalang
untuk saling mewarisi, justru akan bertentangan dengan kemaslahatan, menimbulkan
ketidakadilan, dan dapat memicu konflik antar anggota keluarga. Hukum Islam akan terkesan
diskriminatif dan eksklusif, yang hanya menegakkan keadilan bagi orang-orang Islam.
Sementara, Al Quran mengajarkan untuk menegakkan keadilan kepada semua orang, terlepas
dari status maupun agama seseorang.20

Begitu juga kondisi masyarakat global yang saat ini telah mengakui bahwa hak memilih agama
adalah bagian dari hak asasi manusia.

Maka berdasarkan hal-hal tersebut diatas menurut penulis pendapat minoritas di kalangan
ulama yang memberikan harta waris dari non-muslim kepada muslim atau yang sebaliknya
lebih cocok diterapkan dimasa kini khususnya di Indonesia dibanding dengan pendapat jumhur
ulama yang mengharamkan hal tersebut.

19
Fathurrahman Azhari, Dinamika Perubahan Sosial dan Hukum Islami,Jurnal Al-Tahrir, Vol. 16 No.
1,2016,h.205-206
20
Muhamad Isna Wahyudi,Penegakan Keadilan dalam Kewarisan Beda Agama:Kajian Lima
Penetapan dan Dua Putusan Pengadilan Agama dalam Perkara Waris Beda Agama,Jurnal Yudisial Vol. 8 No.
3 Desember 2015,h.283
Daftar Pustaka:

Buku dan Kitab:


Ali, Achmad.2015. Menguak Tabir Hukum.Jakarta:Kencana Prenada Media Group.

Imam Malik.1992.Al-Muwatha.’,terj.Adib Bisri Musthofa.Semarang:CV Asy-Syifa’.

An-Nawawi,Yahya bin Syaraf.2010.Shahih Muslim bi Syarh Nawawi,Jilid 11-


12.Lebanon:Dar Al-Kotob Al-Ilmiyah.

An-Nawawi,Yahya bin Syaraf.2007.Al-Majmu’ Syarh Al-Muhazzab,Jilid


18.Lebanon:Dar Al-Kotob Al-Ilmiyah.

Ibnu Qudamah Al-Maqdisi,1997Al-Mughni.Riyadh:Dar Alam Al-Kutub.

Zuhaili,Wahbah.1985. Al -Fiqhul Islami Wa Adillatuhu,.Damaskus:Dar al-Fikr.

Ibnu Hazm.tth.Al-Muhalla,Jilid 9.Beirut:Dar Al-Alaq.

Jurnal

Azhari, Fathurrahman.2016.Dinamika Perubahan Sosial dan Hukum Islami,Jurnal Al-


Tahrir, Vol. 16 No.1

Wahyudi, Muhamad Isna.2015.Penegakan Keadilan dalam Kewarisan Beda


Agama:Kajian Lima Penetapan dan Dua Putusan Pengadilan Agama dalam Perkara Waris
Beda Agama,Jurnal Yudisial Vol. 8 No. 3
Undang-Undang

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945


Undang-undang No.48 Tahun 2009 jo.Undang-undang No.4 Tahun 2004 jo.Undang-
Undang No.35 Tahun 1999 jo.Undang-undang No.14 Tahun 1970 tentang Kekuasaan
Kehakiman
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) 1948
Undang-Undang U Nomor 12 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Konvensi Hak Sipil dan
Politik (International Covenant on Civil and Political Rights ((ICCPR)).
Instruksi Presiden No.1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam

Website

https://crcs.ugm.ac.id/islam-kebebasan-beragama-dan-hukuman-murtad

Anda mungkin juga menyukai