Anda di halaman 1dari 9

- Masukan yang layak laksana sesuai situasi dan kondisi SDM

- Berbagai kebijakan dan berbagai program pemerintah terkait


- Peran fungsi perawat perkesmas

Pendekatan Program Kesehatan Masyarakat tahun 2018 salah satunya adalah Pembinaan Gizi
Masyarakat dengan indikator Presentase balita kurus/kurang gizi yang mendapat makanan
tambahan, dengan target 80% tetapi realisasi masih 45%. Promosi Kesehatan dan pemberdayaan
masyarakat dengan indikator presentase posyandu aktif dengan target 50% tetapi realisasi masih
35%. Yang perlu dilakukan provinsi adalah mencermati capaian indikator dan melakukan
analisis capaian.

Konsep penanggulangan balita kurus/gizi kurang (stunting) adalah pencegahan pada 1000 HPK
dan Penanganan dengan stimulasi pengasuhan dan pendidikan berkelanjutan.

Enabling factor: Advokasi, JKN, Dana Desa, keamanan dan Ketahanan Pangan
Pencegahan dengan intervensi sensitif dan intervensi spesifik.

Memastikan kelompok sasaran mendapatkan intervensi secara total


coverage dan menyeluruh, Memastikan lintas program melakukan intervensi totalitas dalam
kesamaan waktu dan unit analisisnya. Mengintegrasikan dan menjadikan lokus PIS PK serta
semua komponen pelatihan sebagai reinforce factors atau faktor penguat.

Tahun 2018 total 5852 pusesmas, 34 prov, 514 kab/kota, pelaksanaan dan penguatan PIS-PK
Strategi penurunan stunting oleh provinsi:
• Mengambil inisiatif untuk Proaktif dalam mencermati data hasil pelaksanaan
kunjungan keluarga khususnya: Keluarga mengikuti KB, Ibu bersalin di faskes,
Bayi diberi ASI eksklusif , Keluarga mempunyai air bersih dan mempunyai akses/
menggunakan jamban sehat dan JKN (data yang baik di maintenance dan yang
belum di lakukan intervensi spesifik)
• Memperluas cakupan kunjungan rumah s/d total coverage dengan strategi
khusus
• Melakukan Identifikasi permasalahan kesehatan berdasarkan data kunjungan
keluarga sehingga muncul prioritas permasalahan yang perlu ditindaklanjuti

Peran Perawat dalam Perkesmas


Pelaksanaan Perkesmas bertujuan
untuk meningkatkan kemandirian
masyarakat dalam mengatasi masalah
kesehatan yang dihadapi. Sehingga
tercapai derajat kesehatan yang
optimal. Untuk mengupayakan
terbinanya kesehatan masyarakat,
maka diharapkan 40 % keluarga
rawan kesehatan memperoleh
kunjungan rumah dan pembinaan
kesehatan oleh tenaga kesehatan
melalui kegiatan perkesmas.

Peran perawat disini meliputi


upaya promotif, preventif, kuratif,
rehabilitative dan resosialitatif yang
dihubungkan dengan pelayanan
keperawatan (case provider),
pelindung masyarakat (advocate),
pengelola keperawatan (manager),
pendidik dalam keperawatan
(educator), dan peneliti dalam
keperawatan (case finder).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan


oleh Susanto (2015) tentang Peran
perawat dalam kesehatan masyarakat
diketahui bahwa pelaksanaan program
PERKESMAS dan upaya peningkatan
kinerja PERKESMAS di Puskesmas
Mantrirejon kota Yogyakarta
didapatkan bahwa 18,2% petugas
memiliki kemampuan kurang, 27,3%
petugas memiliki motivasi kurang,
tidak ada petugas yang tidak patuh,
27,3% petugas tidak melakukan
perencanaan dengan baik, 36,4%
petugas kurang baik dalam
penggerakkan pelaksanaan
PERKESMAS, 18,2% petugas kurang
baik dalam pengawasan, pengendalian
dan penilaian PERKESMAS.

Rendahnya pencapaian tingkat


kemandirian keluarga disebabkan
karena peran perawat yang masih
rendah, terutama tidak melakukan
asuhan keperawatan keluarga secara
komprehensif, KK binaan tidak
dikunjungi secara teratur dan
terencana, juga kurangnya bekerjasama
dengan lintas progran dan lintas
sektoral.

erawat dapat
membantu keluarga dalam
menjalankan 5 tugas kesehatan
keluargaseperti mengenal masalah
kesehatan keluarga, mampu
mengambil keputusan untuk mengatasi
masalah kesehatan keluarga, mampu
melakukan perawatan kepada anggota
keluarga yang sakit, memanfaatkan
sarana pelayanan kesehatan yang ada
dilingkungannya untuk mengatasi
masalah kesehatan keluarga dan pada
akhirnya dapat meningkatkan
kemandirian keluarga tersebut. Hasil
penelitian ini juga didukung oleh
penelitian Erwing,dkk(2015) tentang
Optimalisasi Peran Perawat Dalam
Peningkatan Capaian Indikator
Kegiatan Perawatan Kesehatan
Masyarakat di Kabupaten Soppeng
Makassar didapatkan hasil indikator
input (sarana dan prasarana) 100%
baik dan didapatkan indikator outcome
(kemandirian keluarga) 73,0% baik.
Begitu juga dengan hasil penelitian
Amperaningsih dan Agustanti (2013)
tentang kinerja perawat dalam
pelaksanaan PERKESMAS,
menyebutkan bahwa ada hubungan
antara dana dengan pelaksanaan
kegiatan Perkesmas.

PIS PK
Pendekatan keluarga yang dimaksud
dalam pedoman umum ini merupakan
pengembangan dari kunjungan rumah
oleh Puskesmas dan perluasan dari
upaya Perawatan Kesehatan Masyarakat
(Perkesmas), yang meliputi kegiatan
berikut.
1. Kunjungan keluarga untuk penda-taan/pengumpulan data Profil Kese-hatan Keluarga dan
peremajaan
(updating) pangkalan datanya.
2. Kunjungan keluarga dalam rangka
promosi kesehatan sebagai upaya
promotif dan preventif.
3. Kunjungan keluarga untuk menidak-lanjuti pelayanan kesehatan dalam
gedung.
4. Pemanfaatan data dan informasi dari
Profil Kesehatan Keluarga untuk peng-organisasian/pemberdayaan masya-rakat dan manajemen
Puskesmas

Dengan mengunjungi keluarga di rumahnya,


Puskesmas akan dapat mengenali masalah-masalah kesehatan (dan Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat-PHBS) yang dihadapi kelu-arga secara lebih menyeluruh (holistik). Indi-vidu
anggota keluarga yang perlu mendapat-kan pelayanan kesehatan kemudian dapat
dimotivasi untuk memanfaatkan UKBM yang
ada dan/atau pelayanan Puskesmas. Kelu-arga juga dapat dimotivasi untuk memper-baiki kondisi
kesehatan lingkungan dan ber-bagai faktor risiko lain yang selama ini meru-gikan kesehatannya,
dengan pendampi-ngan dari kader-kader kesehatan UKBM
dan/atau petugas profesional Puskesmas
(gambar 3). Untuk itu, diperlukan pengatu-ran agar setiap keluarga di wilayah Puskes-mas
memiliki Tim Pembina Keluarga.

Dalam Renstra disebut-kan bahwa salah satu acuan bagi arah


kebijakan Kementerian Kesehatan ada-lah penerapan pendekatan pelayanan
kesehatan yang terintegrasi dan ber-kesinambungan (continuum of care). Hal
ini berarti bahwa pelayanan kesehatan
harus dilakukan terhadap seluruh taha-pan siklus hidup manusia (life cycle),
sejak masih dalam kandungan, sampai
lahir menjadi bayi, tumbuh menjadi anak
balita, anak usia sekolah, remaja, dewasa
muda (usia produktif), dan akhirnya men-jadi dewasa tua atau usia lanjut (lihat
gambar 6). Untuk dapat melaksanakan
pelayanan kesehatan yang berkesinam-bungan terhadap seluruh tahapan siklus
hidup manusia, maka fokus pelayanan
kesehatan harus pada keluarga. Dalam
pemberian pelayanan kesehatan, individu-individu harus dilihat dan diperlakukan
sebagai bagian dari keluarganya
Pendekatan Keluarga dalam penang-gulangan stunting,Riskesdas tahun
2013 menemukan bahwa proporsi
bayi yang lahir stunting (panjang
badan <48 cm) adalah sebesar
20,2%, sementara pada kelompok
balita terdapat 37,2% yang mende-rita stunting. Ini menunjukkan bahwa
dalam perjalanan dari saat lahir ke
balita, terjadi pertumbuhan yang
melambat, sehingga proporsi stunting
justru bertambah. Untuk menanggu-langi stunting, harus dilakukan deteksi
dan intervensi sedini mungkin. Yaitu
dengan melakukan pemantauan per-tumbuhan secara ketat, melalui penim-bangan bayi/balita di
Posyandu
setiap bulan. Akan tetapi, ternyata
data Riskesdas menunjukkan bahwa
proporsi balita yang tidak pernah
ditimbang selama 6 bulan terakhir
cenderung meningkat, yaitu dari
25,5% pada tahun 2007 menjadi
34,3% pada tahun 2013. Jadi jika
kita hanya mengandalkan Posyandu,
maka masih ada sepertiga jumlah
bayi/balita yang tidak terpantau.
Oleh karena itu, mereka yang tidak
datang ke Posyandu harus dikunjungi
ke rumahnya. Jelas bahwa pendeka-tan keluarga mutlak harus dilakukan,
bila kita ingin deteksi dinistunting
terlaksana dengan baik

Pendekatan Keluarga dalam penang-gulangan stunting,Riskesdas tahun


2013 menemukan bahwa proporsi
bayi yang lahir stunting (panjang
badan <48 cm) adalah sebesar
20,2%, sementara pada kelompok
balita terdapat 37,2% yang mende-rita stunting. Ini menunjukkan bahwa
dalam perjalanan dari saat lahir ke
balita, terjadi pertumbuhan yang
melambat, sehingga proporsi stunting
justru bertambah. Untuk menanggu-langi stunting, harus dilakukan deteksi
dan intervensi sedini mungkin. Yaitu
dengan melakukan pemantauan per-tumbuhan secara ketat, melalui penim-bangan bayi/balita di
Posyandu
setiap bulan. Akan tetapi, ternyata
data Riskesdas menunjukkan bahwa
proporsi balita yang tidak pernah
ditimbang selama 6 bulan terakhir
cenderung meningkat, yaitu dari
25,5% pada tahun 2007 menjadi
34,3% pada tahun 2013. Jadi jika
kita hanya mengandalkan Posyandu,
maka masih ada sepertiga jumlah
bayi/balita yang tidak terpantau.
Oleh karena itu, mereka yang tidak
datang ke Posyandu harus dikunjungi
ke rumahnya. Jelas bahwa pendeka-tan keluarga mutlak harus dilakukan,
bila kita ingin deteksi dinistunting
terlaksana dengan baik
Alternatif Solusi
- Optimalisasi posyandu
Melakukan revitalisasi Posyandu.
- Pemberdayaan masyarakat
- Kerjasama lintas sektor
untuk itu di-perlukan pendekatan keluarga yang di-inisiasi dengan pemetaan atas permasa-lahan
secara mendalam

Peningkatan jangkauan sasaran ter-utama pada keluarga, tanpa menga-baikan pendekatan-


pendekatan lain yang selama ini sudah berhasil di-laksanakan yaitu menjangkau sasa-ran
berbasis UKBM (Upaya Keseha-tan Berbasis Masyarakat),

Prioritas perencanaan dan pengangga-ran diarahkan pada pemenuhan kebutu-han kegiatan-


kegiatan promotif dan pre-ventif.

Sumber daya manusia (SDM) adalah


modal utama dalam pembangunan
nasional. Oleh karena itu, kualitas SDM
perlu terus ditingkatkan sehingga memi-liki daya saing tinggi. Peningkatan
tersebut dilaksanakan melalui pengen-dalian jumlah penduduk, peningkatan
taraf pendidikan, serta peningkatan de-rajat kesehatan.

Secara khusus tanta-ngan utama dalam lima tahun ke depan


adalah berupa peningkatan kepeser-taan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN),
penyiapan penyedia pelayanan keseha-tan, dan pengelolaan jaminan keseha-tan yang efektif dan
efisien.

Anda mungkin juga menyukai