Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN KASUS

SINDROMA MILLER FISHER

PENYUSUN:
Sugiono Namli (160100080)
Ghinia Zati Hulwani Raditra (160100081)
Alvin Oktomy Putra (160100088)
Berlian Febia Sitepu (160100158)

PEMBIMBING:
Dr.dr.Kiking Ritarwan, Sp.S (K), MKT

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT SARAF
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2020
LEMBAR PENGESAHAN

Telah dibacakan tanggal :


Nilai :

PEMBIMBING

Dr.dr. Kiking Ritarwan, Sp.S (K), MKT

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan laporan kasus yang berjudul “Sindroma Miller Fisher”. Penulisan
laporan kasus ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan Program
Pendidikan Profesi Dokter (P3D) di Departemen Ilmu Penyakit Saraf, Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
Dr.dr. Kiking Ritarwan, Sp.S (K), MKT. selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan arahan dalam penyelesaian laporan kasus ini. Dengan demikian
diharapkan laporan kasus ini dapat memberikan kontribusi positif dalam sistem
pelayanan kesehatan secara optimal.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca demi perbaikan dalam penulisan laporan kasus selanjutnya. Akhir kata,
semoga laporan kasus ini dapat memberikan manfaat dan dapat menjadi bahan
rujukan bagi penulisan ilmiah di masa mendatang.

Medan, 17 Februari 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. i


KATA PENGANTAR ...................................................................................... ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
1.1 Latar Belakang............................................................................ 1
1.2 Tujuan ......................................................................................... 1
1.3 Manfaat ....................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 2
2.1 Definisi ...................................................................................... 2
2.2 Klasifikasi ................................................................................... 2
2.3 Etiologi ....................................................................................... 2
2.4 Patofisiologi ................................................................................ 3
2.5 Gejala Klinis ............................................................................... 4
2.6 Diagnosis ..................................................................................... 4
2.7 Diagnosa Banding ....................................................................... 5
2.8 Penatalaksanaan ........................................................................... 5
2.9 Komplikasi .................................................................................. 7
BAB III STATUS ORANG SAKIT .............................................................. 8
BAB IV FOLLOW-UP .................................................................................. 25
BAB V DISKUSI KASUS ............................................................................ 29
BAB VI KESIMPULAN ................................................................................ 31
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 32

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Miller fisher Sindrom pertama kali ditemukan oleh James Collier pada
tahun 1932 dengan trias ataxia, areflexia, dan optalmplegia setelah itu akan
mengalami cedera kaki bagian bawah dan tulang punggungnya. Pasien menerima
perawatan kekebalah tubuh (IVG) dan memiliki gejala yang baik dan tingkat awal
Miller Fisher Sindrom didasarkan pada presentasi klinis dan dikonfirmasi oleh
analisis volume otak dan penelitian neurofisiologis klinis.1 Miller Fisher Sindrom
merupakan salah satu jenis dari Guillain Barre Syndrome dan tingkat penyakit per
tahun sekitar satu juta penduduk. keberadaan antibodi di dalam trombus dapat
ditemukan lebih dari 80% pasien, sementara perpecahan sel alpine dari air otak
(CSF) muncul nanti.2
1.2 Tujuan
Laporan kasus ini dibuat untuk membahas definisi, epidemiologi, faktor
risiko, patofisiologi, manifestasi klinis, penegakan diagnosis, penatalaksanaan,
dan komplikasi pada kasus Sindroma Miller Fisher.
1.3 Manfaat
Dengan adanya laporan kasus ini diharapkan dapat menambah pengetahuan
penulis serta pembaca mengenai Sindroma Miller Fisher agar kemudian dapat
diterapkan dan dilaksanakan pada praktiknya di lapangan ketika menghadapi
pasien sebagai seorang dokter.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Sindroma Miller Fisher merupakan salah satu varian dari Sindroma GuIllain
Barre3. Kasus Sindroma Miller Fisher pertama kali ditemukan oleh James Collier
pada tahun 1932 dengan trias ataxia, areflexia, dan ophtalmophlegia.4 Sindroma
Guillain Barre merupakan sekumpulan gejala dengan onset akut yang diperantarai
sistem kekebalan tubuh yang menyerang sistem saraf perifer.5
2.2 Epidemiologi
Insiden kejadian Sindroma Guillain Barre diperkirakan 1 sampai 2 dalam
100.000 kasus, dengan variasi sindroma muller fisher hanya 1 sampai 2 1.000.000
kasus.6
2.3 Klasifikasi
Sindroma Guillain Barre terbagi menjadi beberapa tipe5, diantaranya:
A. Acute Inflammatory Demyelinating Polyradiculopathy (IADP)
B. Acute Motor Axonal Neuropathy (AMAN)
C. Acute Motor-Sensory Axonal Neuropathy (AMSAN)
D. Miller Fisher Syndrome (MFS)
E. Acute Autonomic Neuropathy
Beberapa subtipe dari Sindroma Miller Fisher yaitu 7
1. Incomplete Form/ Atypical Miller Fisher Syndrome
a. Acute ophthalmoparesis without ataxia
b. Acute ataxic neuropathy without ophthalmoplegia
2. CNS variant : Bickerstaff’s brainstem encephalitis
2.4 Etiologi
Sindroma Miller Fisher yang merupakan subtype dari Sindroma Guillain-
Barre memiliki persamaan dalam etiologinya yaitu adanya infeksi terdahulu oleh
beberapa antigen, seperti Campylobacter jejuni, Cytomegalovirus, Epstein-Barr
virus, atau Human Immunodeficiency Virus (HIV). Sekitar dua pertiga kasus

2
3

didahului oleh gejala – gejala non spesifik infeksi saluran pernafasan atas.
Beberapa artikel juga melaporkan keterlibatan Haemophilus Influenza,
Stapylococcus aureus, Mycoplasma pneumonia, Coxiella burnetii, Varicella
zoster dan Mumps dalam terjadinya sindroma Miller Fisher, akan tetapi hanya M.
pneumonia yang berkolerasi secara statistik.8
2.5 Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya Sindroma Guillain Baree (SGB) masih belum
dipahami secara menyeluruh, akan tetapi salah satu teori menyatakan bahwa
adanya kemiripan molekuler antara antigen dengan saraf perifer berperan penting
dalam berkembangnya Sindroma Guillain Barre dari infeksi yang terjadi
sebelumnya. Beberapa bukti imunopatogenesa yang berperan dalam menimbulkan
jejas saraf tepi pada sindroma ini adalah adanya antibodi atau respon kekebalan
seluler terhadap agen infeksius pada saraf tepi, adanya autoantibodi terhadap saraf
tepi dimana sistem kekebalan tubuh tidak dapat membedakan agen infeksius
dengan sel tubuh sendiri, dan adanya penimbunan kompleks antigen antibodi pada
peredaran darah pembuluh saraf tepi yang menimbulkan demielinisasi saraf tepi,
seperti yang ditemukan pada tipe AIDP dan MFS9. Pada kebanyakan pasien SGB,
dilaporkan adanya infeksi saluran pencernaan atau infeksi saluran pernafasan atas
beberapa minggu atau bulan sebelum onset terjadinya SGB10.
Adanya kemiripan antara lapisan liposakarida C. jejuni dengan lapisan
myelin saraf tepi diduga mendasari proses autoimun dari SGB dan SMF sebagai
subtype dari SGB. Pada penderita MFS yang mengalami infeksi saluran
pencernaan/enteritis sebelumnya yang disebabkan oleh Campylobacter jejuni
terdapat kemiripan secara molekuler antara CQ1b/CQ1a pada ganglion saraf
perifer dengan lapisan liposakarida dan lipooligosakarida C. jejuni.11
Beberapa studi juga belum mampu menujukkan adanya keterlibatan
hubungan molekuler antara Sindroma Miller Fisher dengan agen infeksi terdahulu
yang disebabkan oleh virus. Hal dikarenakan, virus yang menginfeksi tubuh
seseorang tidak mengkode enzim glikosilasi melainkan menggunakan jalur
glikosilasi dari host. Hal inilah yang belum mendukung penjelasan dari teori
kemiripkan molekuler diatas.11
4

2.6 Gejala Klinis


Pasien yang dicurigai mengalami Sindroma Miller Fisher biasanya datang
dengan keluhan penurunan penglihatan yang terjadi secara akut dalam beberapa
hari. Penurunan penglihatan yang dialami pasien dapat berupa diplopia atau
pandangan kabur. Adapun keluhan lain yang dialami pasien adalah kelemaan otot
– otot ektremitas atas yang memburuk disertai ketidakmampuan menggerakkan
anggota gerak bawah, hingga terjadi kesulitan atau ketidakmampuan untuk
berjalan. Gejala lain pada yang dapat mendahuluinya adalah parestesis atau rasa
baal pada ekstremitas. Keluhan – keluhan tersebut disertai dengan riwayat
penyakit infeksi terdahulu, seperti infeksi saluran pernapasan atas atau enteritis
yang memuncak pada minggu ke-4.12
2.7 Diagnosis
Dari anamnesis dapat ditemukan gejala penurunan penglihatan yang terjadi
tiba-tiba dan ketidakmampuan menggerakkan secara normal otot - otot ektremitas
atas yang diikuti oleh kelemahan otot – otot ekstremitas bawah (descending
ataxia).12
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan parese otot wajah, penglihatan
menurun, ketidakmampuan berjalan dengan baik (waddling gait) dan atau
hiporefleksia atau areflexia. Gejala atipikal yang dapat ditemukan adalah
unilateral diplopia yang berkembang menjadi bilateral ophthalmoplegia.
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat mendukung diagnosis
Sindroma Miller Fisher adalah pemeriksaan CT scan atau MRI dan pemeriksaan
sitologi serta serologi, dimana akan ditemukan hasil CT scan atau MRI yang
normal, terjadi disosiasi albuminositologis pada cairan serebrospinal dan adanya
anti-CQ1b antibody.12
Diagnosis Sindroma Miller Fisher dapat ditegakkan melalui temuan trias
ataxia, areflexia, dan ophthalmoplegia. Pemeriksaan penunjang lain dapat
dilakukan untuk mengeksklusi diagnosis banding yang ada.
5

Adapun kriteria diagnosis yang dapat digunakan untuk membantu


menegakkan diagnosis Sindroma Miller Fisher adalah Brighton Criteria dengan
kriteria berjenjang dari level 1 (diagnosis sangat kuat) sampai level 3 (eksklusi
Miller Fisher Syndrome)

2.7 Diagnosa Banding


Diagnosa banding dari Sindroma Miller Fisher:5
- Guillain Barre Syndrome varian Miller Fisher Syndrome
- Myasthenia Gravis
2.8 Penatalaksanaan
1. Kortikosteroid
Beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya mengatakan
bahwa preparat steroid tidak memberikan manfaat sebagai monoterapi.
Pemberian kortikosteroid sebagai monoterapi tidak mempercepat penyembuhan
6

secara signifikan. Selain itu, pemberian metylprednisolone secara intravena


yang berkombinasi dengan imunoterapi juga tidak memberikan manfaat
secara signifikan dalam waktu jangka panjang. Sebuah studi awal
mengemukakan pasien yang diberikan kortikosteroid oral menunjukkan hasil
yang lebih buruk daripada kelompok kontrol. Selain itu, sebuah studi
randomisasi di Inggris dengan 124 pasien GBS menerima metylprednisone
500 mg setiap hari selama 15 hari dan 118 pasien mendapatkan placebo.
Dalam studi ini tidak didapatkan pernedaan antara kedua kelompok dalam
derajat perbaikan maupun outcome yang lainnya. 5,14
2. Plasmaparesis
Plasmaparesis secara langsung mengeluarkan faktor-faktor humoral,
seperti autoantibody, kompleks imum, complement, sitokin, dan mediator
inflamasi nonspesifik lainnya. Plasmaparesis merupakan terapi pertama pada
GBS yang menunjukkan efektivitasnya, berupa adanya perbaikan klinis yang
lebih cepat, minimal penggunaan alat bantu napas, dan lama perawatan yang
lebih singkat. Dalam studi tersebut, plasmaparesis yang diberikan dalam dua
minggu pada pasien GBS menunjukkan penurunan waktu penggunaan
ventilator (alat bantu napas). Terapi ini melibatkan penghilangan plasma dari
darah dan menggunakan centrifugal blood separators untuk menghilangkan
kompleks imun dan autoantibody yang mungkin ada. Plasma kemudian
dimasukan kembali ke tubuh pasien dengan larutan yang berisis 5% albumin
untuk mengkompensasi konsentrasi protein yang hilang. Terapi ini dilakukan
dengan menghilangkan 200-250 ml plasma/kgBB dalam 7-14 hari. Dikatakan
terapi plasmaparesis ini lebih memberikan manfaat bila dilakukan pada awal
onset gejala (minggu pertama GBS). Keterbatasan plasmaparesis yaitu akses
intravena memerlukan kateter double-lumen besar melalui vena femoral atau
vena subklavia internal.5,14
3. Imunoglobulin IV
Pengobatan dengan gamma globulin intervena lebih menguntungkan
dibandingkan plasmaparesis karena efek samping/komplikasi lebih ringan. Dosis
7

maintenance 0.4 gr/kg BB/hari selama 3 hari dilanjutkan dengan dosis


maintenance 0.4 gr/kg BB/hari tiap 15 hari sampai sembuh.9
2.9 Komplikasi
Komplikasi yang umum terjadi pada pasien adalah kelelahan secara
menyeluruh (generalized fatigue). Beberapa komplikasi yang buruk yang dapat
terjadi diantaranya sepsis, pneumonia, emboli paru dan perdarahan saluran
cerna.15
BAB III

STATUS ORANG SAKIT

3.1 Anamnesis
Identitas Pribadi
No. Rekam Medis : 80.40.15
Nama : Taufik Hidayat
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 19 Tahun
Suku Bangsa : Batak
Agama : Islam
Alamat : Teluk Nilap Kecamatan Kubu
Status : Belum Menikah
Pekerjaan : Tidak bekerja
Tanggal Masuk : 5 Februari 2020
Tanggal Keluar : 17 Februari 2020

3.2 Riwayat Perjalanan Penyakit


3.2.1. Keluhan
Keluhan Utama : Goyang saat berjalan
Telaah : Hal ini dialami pasien sejak 5 hari sebelum masuk
rumah sakit sulit berjalan dirasakan seperti
bergoyang. 2 hari kemudian pasien mengeluhkan
kedua matanya tidak bisa melirik ke kanan, dan kiri,
keatas dan kebawah. Mata hanya dapat mengarah
kedepan saja, kelopak mata pasien terasa berat
sehingga pasien sulit untuk membuka mata terasa hal
ini tidak dipengaruhi aktifitas. Pandangan kabur dan
pandangan ganda tidak dijumpai. Ujung-ujung jari
tangan dirasakan kebas, lemah pada anggota gerak

8
9

tidak dijumpai riwayat demam, batuk pilek dijumpai


2 minggu lalu, riwayat diare tidak dijumpai.
Riwayat Penyakit Terdahulu : Tidak ada
Riwayat penggunaan obat : Tidak jelas
3.2.2 Anamnesa Traktus
Traktus Sirkulatorius : Dalam batas normal
Traktus Respiratorius : Dalam batas normal
Traktus Digestivus : Dalam batas normal
Traktus Urogenitalis : Dalam batas normal
Penyakit Terdahulu dan Kecelakaan : Tidak jelas
Intoksikasi dan Obat-obatan : (-)
3.2.3 Anamnesa Keluarga
Faktor Herediter : (-)
Faktor Familier : (-)
Lain-lain : (-)
3.2.4 Anamnesa Sosial
Kelahiran dan Pertumbuhan : Tidak jelas
Imunisasi : Tidak jelas
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Tidak bekerja
Perkawinan : Belum menikah
3.3 Pemeriksaan Jasmani
3.3.1 Pemeriksaan Umum
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 90 menit
Frekuensi Nafas : 20x/menit
Temperatur : 36,5°C
Kulit dan selaput lendir : Dalam batas normal
Leher : Tidak ada pembesaran KGB (-)
Persendian : Dalam batas normal
10

3.3.2 Kepala dan Leher


Bentuk dan Posisi : Normocephal, simetris
Pergerakan : Bebas, dalam batas normal
Kelainan Panca Indera : Tidak dijumpai kelainan
Rongga Mulut dan Gigi : Dalam batas normal
Kelenjar Parotis : Dalam batas normal
Desah : Tidak dijumpai
Dan Lain-lain : (-)
3.3.3 Rongga Dada dan Abdomen
Rongga Dada Rongga Abdomen
Inspeksi : Simetris fusiformis Simetris
Palpasi : Stem fremitus kanan=kiri Soepel
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru Timpani
Auskultasi : Vesikuler, ronki (-/-), wheezing (-/-) Normoperistaltik
3.3.4 Genitalia
Toucher : Tidak dilakukan pemeriksaan
3.4 Pemeriksaan Neurologis
3.4.1 Sensorium : Compos Mentis, E4M6V5
3.4.2 Kranium
Bentuk : Bulat
Fontanella : Tertutup
Palpasi : Pulsasi A. temporalis (+), A. carotis (+),
Perkusi : Cracked pot sign (-)
Auskultasi : Bruit (-)
Transiluminasi : Tidak dilakukan pemeriksaan
3.4.3 Perangsangan Meningeal
Kaku Kuduk : (-)
Tanda Kernig : (-)
Tanda Brudzinski I : (-)
Tanda Brudzinski II : (-)
11

3.4.4 Peningkatan Tekanan Intrakranial


Muntah : (-)
Sakit Kepala : (-)
Kejang : (-)
3.4.5 Saraf Otak/ Nervus Kranialis
Nervus I Meatus Nasi Dekstra Meatus Nasi Sinistra
Normosmia : (+) (+)
Anosmia : Tidak dijumpai Tidak dijumpai
Parosmia : Tidak dijumpai Tidak dijumpai
Hiposmia : Tidak dijumpai Tidak dijumpai
Nervus II, III Oculi Dekstra (OD) Oculi Sinistra (OS)
Visus : 6/6 6/6
Lapangan Pandang
Normal : Dalam batas normal Dalam batas normal
Menyempit : Dalam batas normal Dalam batas normal
Hemianopsia : Tidak dijumpai Tidak dijumpai
Scotoma : Tidak dijumpai Tidak dijumpai
Refleks Ancaman : Dalam batas normal Dalam batas normal
Fundus Okuli
Warna : Tidak dilakukan pemeriksaan
Batas : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekskavasio : Tidak dilakukan pemeriksaan
Arteri : Tidak dilakukan pemeriksaan
Vena : Tidak dilakukan pemeriksaan
Nervus III, IV, VI Oculi Dekstra (OD) Oculi Sinistra (OS)
Gerakan Bola Mata : Ophthalmoplegia Ophthalmoplegia
Nistagmus : (-) (-)
Pupil
Lebar : Ø 5 mm Ø 5 mm
Bentuk : bulat, isokor bulat, isokor
12

Refleks Cahaya
Langsung : (+) (+)
Refleks Cahaya
Tidak Langsung : (+) (+)
Rima Palpebra : 7 mm 7 mm
Deviasi Konjugate : (-) (-)
Fenomena Doll’s Eye : tidak dilakukan pemeriksaan
Strabismus : (-) (-)
Nervus V Kanan Kiri
Motorik
Membuka dan menutup mulut : (+) (+)
Palpasi otot masseter dan
temporalis : dalam batas normal dalam batas normal
Kekuatan gigitan : dalam batas normal dalam batas normal
Sensorik
Kulit : dalam batas normaldalam batas normal
Selaput lendir : dalam batas normaldalam batas normal
Refleks Kornea
Langsung : (+) (+)
Tidak Langsung : (+) (+)
Refleks Masseter : dalam batas normal
Refleks Bersin : dalam batas normal
Nervus VII Kanan Kiri
Motorik
Mimik : Simetris Simetris
Kerut Kening : Simetris Simetris
Menutup Mata : Ptosis Ptosis
Meniup Sekuatnya : (+) (+)
Memperlihatkan Gigi : (+)
Tertawa : (+)
13

Sensorik
Pengecapan 2/3 Depan Lidah : Dalam batas normal
Produksi Kelenjar Ludah : Dalam batas normal
Hiperakusis : Dalam batas normal
Refleks Stapedial : Dalam batas normal
Nervus VIII Kanan Kiri
Auditorius
Pendengaran : (+) (+)
Test Rinne : Tidak dilakukan pemeriksaan
Test Weber : Tidak dilakukan pemeriksaan
Test Schwabach : Tidak dilakukan pemeriksaan
Vestibularis
Nistagmus : (-) (-)
Reaksi Kalori : Tidak dilakukan pemeriksaan
Vertigo : (-) (-)
Tinnitus : (-) (-)
Nervus IX, X
Pallatum Mole : Simetris
Uvula : Medial
Disfagia : (-)
Disartria : (-)
Disfonia : (-)
Refleks Muntah : (+)
Pengecapan 1/3 Belakang Lidah : Dalam batas normal
Nervus XI Kanan Kiri
Mengangkat Bahu : Dalam batas normal
Fungsi Otot Sternocleidomastoideus: Dalam batas normal
Nervus XII
Lidah
Tremor : (-)
Atrofi : (-)
14

Fasikulasi : (-)
Ujung Lidah Sewaktu Istirahat : Tidak ada kelainan
Ujung Lidah Sewaktu Dijulurkan : Medial
3.4.6 Sistem Motorik
Trofi : Eutrofi
Tonus Otot : Normotonus
Kekuatan Otot : ESD/ESV 55555/55555
Sikap (Duduk-Berdiri-Berbaring) : Dalam batas normal
Gerakan Spontan Abnormal
Tremor : (-)
Khorea : (-)
Ballismus : (-)
Mioklonus : (-)
Atetotis : (-)
Distonia : (-)
Spasme : (-)
Tic : (-)
Dan Lain-lain : (-)
3.4.7 Tes Sensibilitas
Eksteroseptif : Dalam batas normal
Proprioseptif : Dalam batas normal
Fungsi Kortikal untuk Sensibilitas
Stereognosis : Dalam batas normal
● Pengenalan Dua Titik : Dalam batas normal
● Grafestesia : Dalam batas normal
3.4.8 Refleks Kanan Kiri
Refleks Fisiologis
Biceps : (+) (+)
Triceps : (+) (+)
Radioperiost : (+) (+)
APR : (-) (-)
15

KPR : (-) (-)


Strumple : (-) (-)
Refleks Patologis
Babinski : (-) (-)
Oppenheim : (-) (-)
Chaddock : (-) (-)
Gordon : (-) (-)
Schaefer : (-) (-)
Hoffman-Tromner : (-/-) (-/-)
Klonus Lutut : (-) (-)
Klonus Kaki : (-) (-)
Refleks Primitif : (-) (-)
3.4.9 Koordinasi
Lenggang : Dalam batas normal
Bicara : Dalam batas normal
Menulis : Dalam batas normal
Percobaan Apraksia : Tidak dilakukan pemeriksaan
Mimik : Simetris
Test Telunjuk-Telunjuk : (-)
Test Telunjuk-Hidung : (-)
Diadokhokinesia : (-)
Test Tumit-Lutut : (-)
Test Romberg : (-)
3.4.10 Vegetatif
Vasomotorik : Dalam batas normal
Sudomotorik : Dalam batas normal
Pilo-Erektor : Dalam batas normal
Miksi : Dalam batas normal
Defekasi : Dalam batas normal
Potens dan Libido : Dalam batas normal
16

3.4.11 Vertebra
Bentuk
Normal : (+)
Scoliosis : (-)
Hiperlordosis : (-)
Pergerakan
Leher : Dalam batas normal
Pinggang : Dalam batas normal
3.4.12 Tanda Perangsangan Radikuler
Laseque : (-)
Cross Laseque : (-)
Test Lhermitte : (-)
Test Naffziger : (-)
3.4.13 Gejala-Gejala Serebelar
Ataksia : (+)
Disartria : (-)
Tremor : (-)
Nistagmus : (-)
Fenomena Rebound : (-)
Vertigo : (-)
Dan Lain-lain : (-)
3.4.14 Gejala-Gejala Ekstrapiramidal
Tremor : (-)
Rigiditas : (-)
Bradikinesia : (-)
Dan Lain-lain : (-)
3.4.15 Fungsi Luhur
Kesadaran Kualitatif : Compos mentis
Ingatan Baru : Dalam batas normal
Ingatan Lama : Dalam batas normal
17

Orientasi
 Diri : Dalam batas normal
 Tempat : Dalam batas normal
 Waktu : Dalam batas normal
 Situasi : Dalam batas normal
Intelegensia : Dalam batas normal
Daya Pertimbangan : Dalam batas normal
Reaksi Emosi : Dalam batas normal
Afasia
Ekspresif : (-)
Represif : (-)
Apraksia : (-)
Agnosia
Agnosia visual : (-)
Agnosia Jari-jari : (-)
Akalkulia : (-)
Disorientasi Kanan-Kiri : (-)
3.6 Kesimpulan Pemeriksaan
Keluhan Utama : Goyang saat berjalan
Telaah : Hal ini dialami pasien sejak 5 hari sebelum
masuk rumah sakit sulit berjalan dirasakan
seperti bergoyang. 2 hari kemudian pasien
mengeluhkan kedua matanya tidak bisa
melirik ke kanan, dan kiri, keatas dan
kebawah. Mata hanya dapat mengarah
kedepan saja, kelopak mata pasien terasa
berat sehingga pasien sulit untuk membuka
mata terasa hal ini tidak dipengaruhi
aktifitas. Pandangan kabur dan pandangan
ganda tidak dijumpai. Ujung-ujung jari
tangan dirasakan kebas, lemah pada anggota
18

gerak tidak dijumpai riwayat demam, batuk


pilek dijumpai 2 minggu lalu, riwayat diare
tidak dijumpai.
Riwayat penyakit terdahulu : Tidak ada
Riwayat penggunaan obat : Tidak jelas

Status Presens
Sensorium : Compos mentis
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 90 x/menit
Frekuensi Napas : 20 x/menit
Temperatur : 36,5°C
Nervus Kranialis
N. I : Normosmia
N. II, III : Refleks cahaya (+/+) pupil midriasis,
Ø5 mm
N. III, IV, VI : Opthalmoplegia (+), Ptosis
N. V : Buka tutup mulut (+)
N. VII : Sudut mulut simetris
N. VIII : Pendengaran baik
N. IX, X : Uvula medial
N. XI : Dapat mengangkat bahu
N. XII : Lidah dijulurkan medial
STATUS NEUROLOGIS
Peningkatan TIK : (-)
Rangsang Meningeal : (-)
Refleks Fisiologis Kanan Kiri
B/T : (+) (+)
APR/KPR : (-/-) (-/-)
Refleks Patologis Kanan Kiri
H/T : (-/-) (-/-)
19

Babinski : (-) (-)


Oppenheim : (-) (-)
Chaddock : (-) (-)
Gordon : (-) (-)
Schaefer : (-) (-)
Kekuatan Motorik : ESD : 55555/55555
EID : 55555/55555
ESS : 55555/55555
EIS : 55555/55555

3.7 Diagnosis
DIAGNOSIS FUNGSIONAL : Ataxia + ptosis + opthalmoplegia + et
causa miller fisher syndrome
DIAGNOSIS ETIOLOGI K : Penyakit Autoimun
DIAGNOSIS ANATOMIK : Saraf perifer
DIAGNOSIS BANDING : 1. Guillain Barre Syndrome varian Miller
Fisher Syndrome
2. Myasthenia Gravis
DIAGNOSIS KERJA : Ataxia + ptosis + opthalmoplegia bilateral
et causa miller fisher syndrome
3.8 Penatalaksanaan
● Self limiting disease akan mengalami perbaikan 12-15 hari
o Pemberian R.Sol dan Vitamin B Kompleks 3x1
● Jika kondisi terjadi gagal nafas
1. IVIG 0,4 gr/kgBB selama 5 hari
2. Plasmaferesis 200-250 ml/kg/x (5x dalam 2 minggu)
Evaluasi 4-8 minggu.
3.9 Rencana Prosedur Diagnostik
EMG
20

Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan


Darah Rutin
Hemoglobin 16,5 13-18 g/dL
Hematokrit 49 39- 54%
Eritrosit 5,63 4,50-6,50 x/ µL
Leukosit 8.110 4.000-11.000 / µL
Trombosit 441.000 150.000-450.000 / µL
21

2. Elektrokardiografi (EKG)

Kesan : Sinus ritme


22

3. Elektromiografi (EMG)
23
24
BAB IV

FOLLOW UP

TANGGAL : 5-7 FEBRUARI 2020


S Goyang saat berjalan
Status Presens:
Sens: CM ; TD: 120/80 mmHg ; HR: 90-x/i ; RR: 20x/i ; T: 36,5ºC
TIK (-)
Nervus Kranialis:
N.I : Normosmia
N.II,III : Refleks cahaya +/+, pupil bulat isokor , Ø 5 mm
N.III,IV,VI : Opthalmoplega (+) bilateral, ptosis (+)
N.V : Buka tutup mulut
N.VII : Simetris
N.VIII : Pendengaran baik
N.IX, X: Uvula medial
N.XI : Dapat mengangkat bahu
O N.XII: Lidah istirahat medial
Refleks Fisiologis:
B/T : +/+ , +/+
KPR/APR : -/- , -/-
Refleks Patologis:
H/T : -/- -/-
Babinski: -/-
Kekuatan Motorik: ESD : 55555 / 55555
EID : 55555 / 55555
ESS : 55555 / 55555
EIS : 55555 / 55555
A Ataxia + ptosis + opthalmoplegia bilateral et causa miller fisher syndrome
P  IVFD R Sol 20 ggt/I
 Vitamin B comp 3x1
 Inj ranitidine 1 amp/12 jam

25
26

TANGGAL : 8-10 FEBRUARI 2020


S Goyang saat berjalan
Status Presens:
Sens: CM ; TD: 110/70mmHg ; HR: 80x/i ; RR: 20x/i ; T: 36,5ºC
TIK (-)
Nervus Kranialis:
N.I : Normosmia
N.II,III : Refleks cahaya +/+, pupil bulat isokor, Ø 4 mm
N.III,IV,VI : Opthamolplegia (+) bilateral, Ptosis (+) minimal
N.V : Buka tutup mulut
N.VII : Sudut mulut simetris
N.VIII : Pendengaran baik
N.IX, X: Uvula medial
N.XI : Dapat mengangkat bahu
O N.XII: Lidah di julur medial
Refleks Fisiologis:
B/T : +/+ , +/+
KPR/APR : +/+ , +/+
Refleks Patologis:
H/T : -/- -/-
Babinski: -/-
Kekuatan Motorik: ESD : 55555/55555
EID : 55555/55555
ESS : 55555/55555
EIS : 55555/55555
A Ataxia + ptosis + opthalmoplegia bilateral et causa miller fisher syndrome
P  IVFD R Sol 20 ggt/I
 Vitamin B comp 3x1
 Inj ranitidine 1 amp/12 jam
 EMG
27

TANGGAL : 11-13 FEBRUARI 2020


S Goyang saat berjalan sudah mulai berkurang
Status Presens:
Sens: CM ; TD: 130/80 mmHg ; HR: 82x/i ; RR: 20x/i ; T: 37,1ºC
TIK (-) meningeal (-)
Nervus Kranialis:
N.I : Normosmia
N.II,III : Refleks cahaya +/+, pupil bulat isokor ,Ø 4mm
N.III,IV,VI : Opthalmoplegia (+), ptosis (-)
N.V : Buka tutup mulut (+)
N.VII : Sudut mulut simetris
N.VIII : Pendengaran baik
N.IX, X: Uvula medial, disfonia
N.XI : Dapat mengangkat bahu
O N.XII: Lidah dijulurkan medial
Refleks Fisiologis:
B/T : +/+ , +/+
KPR/APR : +/+, +/+
Refleks Patologis:
H/T : -/- -/-
Babinski: -/-
Kekuatan Motorik: ESD : 55555/55555
EID : 55555/55555
ESS : 55555/55555
EIS : 55555/55555
A Ataxia + opthalmoplegia bilateral et causa miller fisher syndrome
P  IVFD R Sol 20 ggt/I
 Vitamin B comp 3x1
 Inj ranitidine 1 amp/12 jam
28

TANGGAL : 14-16 FEBRUARI 2020


S Goyang saat berjalan berkurang
Status Presens:
Sens: CM ; TD: 140/70 mmHg ; HR: 70x/i ; RR: 20x/i ; T: 37,0ºC
TIK (-); R.Meningeal (-)
Nervus Kranialis:
N.I : Normosmia
N.II,III : Refleks cahaya +/+ , pupil bulat isokor, Ø 4mm
N.III.IV,VI : Opthalmoplegia (+), ptosis (-)
N.VII :Sudut mulut tertarik ke kiri
N.VIII : Pendengaran baik
N.IX, X: Uvula medial, disfasia
N.XI : Dapat mengangkat bahu
O N.XII: Lidah dijulurkan medial
Refleks Fisiologis:
B/T : +/+ , +/+
KPR/APR : +/+, +/+
Refleks Patologis:
H/T : -/- -/-
Babinski: -/-
Kekuatan Motorik: ESD : 55555 / 55555
EID : 55555 / 55555
ESS : 55555 / 55555
EIS : 55555 / 55555
A Ataxia + opthalmoplegia bilateral et causa miller fisher syndrome
P  Vitamin B comp 3x1
29

BAB V

DISKUSI KASUS

TEORI KASUS
Definisi
Sindroma Miller Fisher merupakan Pasien sejak 5 hari sebelum masuk
rumah sakit sulit berjalan dirasakan
salah satu varian dari Sindroma
seperti bergoyang. 2 hari kemudian
Guillaine Barre. Kasus Sindroma Miller pasien mengeluhkam kedua matanya
tidak bisa melirik ke kanan, kiri, atas dan
Fisher pertama kali ditemukan oleh
ke bawah. Mata hanya dapat melihat
James Collier pada tahun 1932 dengan kedepan saja kelopak mata pasien terasa
berat sehingga pasien sulit untuk
trias ataxia, areflexia, dan
membuka mata terasa hal ini tidak di
ophtalmophlegia pengaruhi aktivitas, ujung -ujung jari
tangan terasa kebas , anggota gerak
lemah, tidak dijumpa riwayat demam,
batuk, pilek di jumpai 2 minggu lalu,
riwayat diare tidak dijumpai.
Diagnosis Berdasarkan hasil anamnesis dan
Anamnesis ditujukan untuk mengetahui pemeriksaan fisik pada pasien ini:
keadaan yang dapat mempengaruhi KU: Goyang saat berjalan
kondisi pasien. RPT: Tidak ada
Pemeriksaan neurologi, seperti RPO: Tidak jelas
pemeriksaan nervus kranialis, refleks Pemeriksaan Fisik:
fisiologis, refleks patologis, kekuatan Tekanan Darah: 120/80 mmHg
otot, dilakukan untuk mengetahui kondisi Nadi: 90x/ menit
nervus yang terlibat. Frekuensi Nafas: 20x/menit
Temperatur: 36o C
Sensorium: Compos mentis
Nervus Kranialis:
N I : Normosmia
N II, III : Refleks cahaya +/+ , pupil
bulat isokor, Ø 4 mm
30

N III, IV, VI : Opthalmoplegia (+),


bilateral
Ptosis (+)
N VII : Sudut mulut simetris
N VIII : Pendengaran baik
N IX, XI: Uvula medial
N XII: Lidah dijulurkan medial
Refleks Fisiologis:
B/T : +/+ , +/+
KPR/APR : -/-, -/-
Refleks Patologis:
H/T : -/- -/-
Babinski: -/-
Kekuatan Motorik:
ESD : 55555/55555
EID : 55555/55555
ESS : 55555/55555
EIS : 55555/55555

● IVFD R Sol 20 ggt/I


Penatalaksanaan
● Vitamin B comp 3x1
● Inj ranitidine 1 amp/12 jam
BAB VI

KESIMPULAN

Seorang pasien, laki-laki bernama TF, berusia 19 tahun datang ke RSUP


H. Adam Malik Medan dengan keluhan goyang saat berjalan. Setelah dilakukan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, pasien kemudian
didiagnosis dengan ataxia + ptosis + opthalmoplegia bilateral + et causa miller
fisher syndrome. Pasien dirawat tirah baring di ruangan RA 3.3.3 RSUP H. Adam
Malik Medan, kemudian ditatalaksana dengan IVFD R-Sol 20 gtt/i, vitamin B
kompleks 3 kali sehari dan inj. Ranitidine 1 amp / 12 jam.

31
DAFTAR PUSTAKA

1. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5362277
2. https://www.researchgate.net/publication/51182978_Miller_Fisher_syndro
me_Brief_overview_and_update_with_a_focus_on_electrophysiological_f
indings
3. Bennetto LP, Lyons P, Miller Fisher syndrome associated with Pasteurella
multocida infection, Journal of Neurology, Neurosurgery & Psychiatry 75
(12), 1786-1787,2004
4. Kuwabara S., Pathophysiology of Ataxia in Fisher Syndrome], Brain
Nerve. 2016 Dec; 68(12):1411-1414.
5. Wijayanti, I A. 2016, Aspek Klinis dan Penatalaksanaan Guillain Barre
Synfrome, Neurologi FK UNUD
6. Jacobs, B.C., Hazenberg, M.P., Vandoorn, P.A., Endtz, H.P.,
Vandermeche, F.G.A., 1997b. Cross-reactive antibodies against
gangliosides and Campylobacter jejuni lipopolysaccharides in patients
with Guillain-Barre or Miller Fisher syndrome. J. Infect. Dis. 175, 729–
733.
7. https://www.gbs-cidp.org/variants/miller-fisher-syndrome/
8. Ropper AH. Miller Fisher syndrome and other acute variants of Guillain-
Barré syndrome. Baillieres Clin Neurol. 1994 Apr;3(1):95-106.
9. Japardi, I. Sindroma Guillain Barre. Digital Library Universitas Sumatera
Utara. 2002. p.3-4
10. Andary, TM. Guillain-Barre Syndrome. Accesed from
https://emedicine.medscape.com/article/315632-overview#a3
11. Berlit P, Rakicky J. The Miller Fisher syndrome. Review of the
literature. J Clin Neuroophthalmol. 1992 Mar;12(1):57-63
12. Bukhari S, Taboada J. A Case of Miller Fisher Syndrome and Literature
Review. Cureus. 2017 Feb 22;9(2):e1048
13. Illes Z, Blaabjerg M. Cerebrospinal fluid findings in Guillain-Barré
syndrome and chronic inflammatory demyelinating
polyneuropathies. Handb Clin Neurol. 2017;146:125-138
14. Yuki N. Tryptophan-immobilized column adsorbs immunoglobulin G
antiGQ1b antibody from Fisher’s syndrome: a new approach to
treatment. Neurology 46, 1644–1651
15. Rocha Cabrero F, Morrison EH. Miller Fisher Syndrome. [Updated 2019
Nov 18]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls
Publishing; 2020 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK507717/

32

Anda mungkin juga menyukai